Kelas : A (semester 1)
Kata pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul SISTEM POLITIK ISLAM DAN
DEMOKRASI ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM .Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang SISTEM POLITIK ISLAM DAN DEMOKRASI bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak LA OGE, S. Pdi. ,M. Pdi selaku dosen
mata kuliah PENDIDIKAN AGAMA ISLAM yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
Daftar isi
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI…………………………....…..…………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………… 1
A. Latar Belakang…………………………………………………………………..…. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………….… 1
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………....…. 2
E. Prinsip – prinsip politik luar negeri dalam islam dan kontribusi yang di
berikan umat islam terhadap kehidupan politik di Indonesia………...…...11
A. Kesimpulan………………………………………………………………..……....16
B. Saran………………………………………………………………………………17
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….18
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Politik merupakan hal yang tidak terlepas dari kekuasaan sehingga dalam berpolitik
dibutuhkan penguasa yang dipercaya oleh rakyat dan untuk rakyat.Politik memiliki sistem
politik yang di dalamnya yang memiliki unsur unsur yang saling berkaitan (interrelated) dan
saling bergantung (interdependent). Sedangkan politik berarti berbagai macam kegiatan yang
terjadi di dalam suatu Negara yang berkaitan dengan proses menetapkan tujuan dan
bagaimana mencapai tujuan tersebut.
Setiap politik terdiri dari dua unsur, yaitu penguasa dan masyarakat beserta organisasi yang
dibentuknya. Proses menuju panggung politik bisa ditempuh atau dilakukan oleh siapa saja
selama memiliki kapasitas. Politik tidak hanya dijalankan atau dilakukan oleh orang-orang
yang memiliki kekuasaan tetapi bisa juga dilakukan oleh para ulama. Ulama memiliki sumber
daya yang sangat luar biasa untuk mempengaruhi massa.Politik merupakam pembahasan
yang tidak terlepas dari pembentukan Negara. Negara membutuhkan seorang pemimpin
untuk menyelamatkan umat.Memanglah dalam Alquran maupun hadis tidak ditemukan
secara gamblang konsep tentang Negara. Hal ini tentu bisa dimaklumi karena konsep Negara
atau nation-state seperti sekarang ini baru muncul pada abad ke-16 yang dikemukakan oleh
Nicolo Machiavelli. Namun demikian, bukan berarti bahwa konsep Negara itu tidak ada sama
sekali dalam Islam. Secara substantif, terdapat sejumlah ayat Alquran dan hadis yang
menunjukkan adanya pemerintahan pada umat Islam.
B. RUMUSAN MASALAH
5. Bagaimana prinsip – prinsip politik luar negeri dalam islam dan kontribusi apa yang
di berikan umat islam terhadap kehidupan politik di Indonesia?
C. TUJUAN PENULISAN
5. Untuk mengetahui prinsip – prinsip politik luar negeri dalam islam dan
kontribusi apa yang di berikan umat islam terhadap kehidupan politik di
Indonesia
2
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Ibnu Qoyyim, politik adalah sesuatu kegiatan yang menjadi umat manusia mendekat
kepada hidup maslahat dan menjauhkan dari kerusakan, sedangkan menurut Abdul Hamid
Al-Ghozali, politik memiliki manksa sebagai memerintah dan menjalankan negara.
Politik dalam Islam adalah suatu kebijakan untuk mengatur suatu pemerintah yang berdaulat
atau masyarakat dalam bernegara. Pembahasan sistem politik Islam (siyasah) ada tiga bagian,
yaitu :
1. Siyasah Dusturiyah
2. Siyasah Dauliyah
Titik berat pembicaraan Siyasah Dauliyah atau hukum Tata Negara adalah sekitar hubungan
antara negara dan orang-orang yang tercakup dalam hukum internasional.
3. Siyasah Maliyah
Di dalam Siyaasah Maliyah dibicarakan bagaimana cara-cara yang harus diambil untuk
mengharmoniskan orang-orang kaya dan orang-orang miskin agar tidak terjadi kesenjangan.
Dalam Siyasah Maliyah ada beberapa hal yang menjadi pembahasan, antara lain persoalan
hak milik, zakat, harta wakaf, perpajakan, dan bea cukai.
Terdapat tiga pendapat di kalangan pemikir muslim tentang kedudukan politik dalam syariat
islam. Yaitu:
Pertama,kelompok yang menyatakan bahwa islam adalah suatu agama yang serbah lengkap
didalamnya terdapat pula antara lain system ketatanegaraan atau politik. Kemudian lahir
sebuah istilah yang disebut dengan fikih siasah (system ketatanegaraan dalam islam)
merupakan bagian integral dari ajaran islam. Lebih jauh kelompok ini berpendapat bahwa
system ketatanegaraan yang harus diteladani adalah system yang telah dilaksanakan oleh nabi
Muhammad SAW dan oleh para khulafa al-rasyidin yaitu sitem khilafah.
Kedua, kelompok yang berpendirian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian barat.
Artinya agama tidak ada hubungannya dengan kenegaraan. Menurut aliran ini nabi
Muhammad hanyalah seorang rasul, seperti rasul rasul yang lain bertugas menyampaikan
risalah tuhan kepada segenap alam. Nabi tidak bertugas untuk mendirikan dan memimpin
suatu Negara.Aliran
Ketiga menolak bahwa Islam adalah agama yang serba lengkap yang terdapat didalamnya
segala sistemketatanegaraan, tetapi juga menolak pendapat bahwa islam sebagaimana
pandanaganbarat yang hanya mengatur hubungan manusia dengan tuhan. Aliran
iniberpendirian bahwa dalam islam tidak teredapat sistem ketatanegaraan, tetapaiterdapat
seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara.
1. Musyawarah
Asas musyawarah yang paling utama adalah berkenaan dengan pemilihan ketua negara dan
orang-orang yang akan menjawab tugas-tugas utama dalam pentadbiran ummah. Asas
musyawarah yang kedua adalah berkenaan dengan penentuan jalan dan cara pelaksanaan
undang-undang yang telah dimaktubkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Asas
musyawarah yang seterusnya ialah berkenaan dengan jalan-jalan bagi menentukan perkara-
perkara baru yang timbul di kalangan ummah melalui proses ijtihad.
2. Keadilan
Prinsip ini adalah berkaitan dengan keadilan sosial yang dijamin oleh sistem sosial dan sistem
ekonomi Islam. Dalam pelaksanaannya yangluas, prinsip keadilan yang terkandung dalam
sistem politik Islam meliputi dan merangkumi segala jenis perhubungan yang berlaku dalam
kehidupan manusia, termasuk keadilan di antara rakyat dan pemerintah, di antara dua pihak
yang bersebgketa di hadapan pihak pengadilan, di antara pasangan suami isteri dan di antara
ibu bapa dan anak-anaknya.kewajiban berlaku adil dan menjauhi perbuatan zalim adalah di
antara asas utama dalam sistem sosial Islam, maka menjadi peranan utama sistem politik
Islam untuk memelihara asas tersebut.
Pemeliharaan terhadap keadilan merupakan prinsip nilai-nilai sosial yang utama kerana
dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
3. Kebebasan
Kebebasan yang diipelihara oleh sistem politik Islam ialah kebebasan yang makruf dan
kebajikan yang sesuai dengan Al–Qur’an dan Hadist.Menegakkan prinsip kebebasan yang
sebenarnya adalah tujuan terpenting bagi sistem politik dan pemerintahan Islam serta menjadi
asas-asas utama bagi undang-undang perlembagaan negara Islam.
4. Persamaan
Persamaan di sini terdiri daripada persamaan dalam mendapatkan dan menuntut hak,
persamaan dalam memikul tanggung jawab menurut peringkat-peringkat yang ditetapkan
oleh undang-undang perlembagaan dan persamaan berada di bawah kuat kuasa undang-
undang.
Hak rakyat untuk menghisab pihak pemerintah dan hak mendapat penjelasan terhadap tindak
tanduknya.Prinsip ini berdasarkan kepada kewajipan pihak pemerintah untuk melakukan
musyawarah dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan dan pentadbiran negara dan
ummah.Hak rakyat untuk disyurakan adalah bererti kewajipan setiap anggota dalam
masyarakat untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan kemungkaran.
6. Diwajibkan untuk memperkuat tali silaturahmi Dikalangan kaum muslimin di dunia dan
untuk mencegah semua kecenderungan sesat yang didasarkan pada perbedaan ras, bahasa,
ras, wilayah ataupun semua pertimbangan materealistis lainya serta untuk melestarikan dan
memperkuat kesatuanMillah Al-Islamiyyah
7. Kedaulatan tertinggi atas alam semesta dan hukumnya hanya berada di tangan Allah
semata.
Islam adalah agama satu-satunya yang benar dan sempurna yang tidak hanya mengurusi
urusan ibadah semata, akan tetapi segala aspek kehidupan termasuk pemerintahan dan
penetapan hukum islam telah mengaturnya. Para sahabat telah melakukannya dengan adanya
kekhilafahan yang menjadi bukti bahwa islam adalah agama yang mengatur segala aspek
dalam kehidupan. Demokrasi dalam pemerintahan sendiri tidak pernah dikenal dan
dicontohkan Nabi SAW kepada para sahabat dalam pemerintahan karena yang ditingalkan
nabi adalah sistem pemerintahan khilafah yang memiliki rukun-rukun yang berbeda dengan
demokrasi.
ِ يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا أَ ِطيعُوا هَّللا َ َوأَ ِطيعُوا ال َّرسُو َل َوأُولِي اأْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ْم ۖ فَإ ِ ْن تَنَا َز ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوهُ إِلَى هَّللا ِ َوال َّرس
ُول إِ ْن ُك ْنتُ ْم
تُ ْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر ۚ ٰ َذلِكَ خَ ْي ٌر َوأَحْ َسنُ تَأْ ِوياًل
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”(An-Nisa: 59)
َ َك فِي َما َش َج َر بَ ْينَهُ ْم ثُ َّم اَل يَ ِجدُوا فِي أَ ْنفُ ِس ِه ْم َح َرجًا ِم َّما ق
ضيْتَ َويُ َسلِّ ُموا تَ ْسلِي ًما َ فَاَل َو َربِّكَ اَل ي ُْؤ ِمنُونَ َحتَّ ٰى ي َُح ِّك ُمو
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan
kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa
dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya.”(An-Nisa: 65)
“…Lantas kami membai’at beliau, dan diantara janji yang diambil atas kami adalah, untuk
kami berjanji selalu mendengar dan ta’at pada saat senang ataupun terpaksa dan pada saat
kami lapang ataupun sulit…”(HR. Muslim)
Serta hadits dari Ubadah bin Walid:
“…ْر َو ْال َم ْن َش ِط و ْال َم ْك َر ِه
ِ ْر َو ْاليُس
ِ َّمع َو الطَّ َع ِة في ْال ُعس
ِ صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َعلَى الس
َ ِ ُول هَّللا
َ ”بَيَ ْعنَا َرس
“Kami pernah membai’at Rasulullah SAW untuk mendengar dan ta’at baik dalam keadaan
lapang ataupun sempit, dalam keadaan semangat ataupun terpaksa”(HR. Muslim)
Bai’at tersebut diberikan oleh kaum muslimin kepada khalifah bukan oleh khalifah kepada
kaum muslimin, karena yang sebenarnya mengangkat khalifah sebagai penguasa adalah
mereka.
Kekuasaan ini menunjukkan bahwa kekuasaan berada di tangan ummat, nabi Muhammad
SAW-pun sekalipun ia adalah rasulullah namun beliau tetap mengambil bai’at dari ummat
untuk memimpin kaum muslimin, yang berarti menunjukkan bahwa bai’at adalah untuk
mendapatkan kekuasaan dan pemerintahan bukan untuk kenabian, beliau telah mengambil
bai’at tersebut baik dari laki-laki maupun perempuan dan beliau tidak mengambil bai’at dari
anak-anak kecil yang belum baligh karena kaum musliminlah yang mengangkat seorang
khaliifah dan membai’at mereka dengan kitabullah dan sunnah rasulnya. Maka semuanya
telah menjadi dalil yang jelas bahwa kekuasaan berada di tangan ummat, dimana ummat
boleh memberikannya kepada siapa saja yang dikehendakinya
10
Khalifah Abu Bakar pernah mengatakan bahwa ketika ada seorang yang menjatuhkan thalaq
tiga maka jatuhny thalaq satu, serta pembagian ghanimah (harta rampasan) dibagi sama rata
maka para qadi ketika itu mematuhinya, dan begitupun ketika zaman khalifah Umar bin
Khattab beliau menetapkan bahwa ketika ada yang menjatuhkan thalaq tiga maka jatuhnya
tetap thalaq tiga dan pembagian ghanimah dibagi sesuai keperluan maka qadi pada zaman
itupun mematuhinya juga.
Jadi ijma’ sahabat menyatakan dua hal: yang pertama yakni khalifah berhak melegislasi
hukum syara’ dan kedua wajib atas seluruh rakyat menta’atinya.
E. Prinsip – prinsip politik luar negeri dalam islam dan kontribusi yang di
berikan umat islam terhadap kehidupan politik di Indonesia
11
Prinsip politik dalam negeri menurut Islam ialah, bahwa manusia diciptakan Allah
dalamberbagai bangsa, berbagai suku bangsa, dan atau yang sejenisnya dengan tujuan, agar
manusia saling kenal mengenal antara san ngatu dengan yang lain. Sesuai dengan Surah Al-
Hujarat ayat 13 :
Artinya: Wahai manusia! Sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan kami telah menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku agar supaya kamu saling berkenalan. Sesungguhnya yng paling mulia diantara kamu
dalam pandangan Allah adalah mereka yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui dan Maha Mendengar.
Dalam kaitan itu, prinsip bertetangga perlu dipelihara. Prinsip ini sangat erat kaitannya
dengan iman. Dalam suatu hadis Nabi Muhammad saw disebutkan bahwa seorang muslim
belum dapat dikatakan beriman, apabila ia tidak melaksanakan prinsip bertetangga baik
terhadap para tetangganya.
Menurut Islam hubungan antar Negara harus dilandasi oleh prinsip Jiwar, karena dengan cara
ini perdamaian dapat dipelihara.
12
· Sejak zaman Nabi Muhammad saw, hubungan internasional dilaksanakan dengan cara
pertukaran duta atau utusan. Sejak tahun ke 3 H Nabi Muhammad saw telah mengirimkan
beberapa utusan ke Negara-negara lain. Demikian juga pada tahun ke 9 H Nabi Muhammad
telah menerima duta atau utusan dari Negara-negara lain, sehingga tahun itu terkenal dengan
julukan tahun duta-duta.
Bentuk Kontribusi Umat Islam terhadap Kehidupan Politik di Indonesia
Islam sebagai sebuah ajaran yang mencakup persoalan spritual dan politik memberikan
kontribusi yang cukup signifikan terhadap kehidupan politik di Indonesia partai-partai
berasaskan Islam serta partai nasionalis berbasis umat Islam dan kedua dengan ditandai
sekiap pro aktif tokoh-tokoh politik Islam dan umat Iislam terhadap keutuhan negara
kesatuan Republik Indonesia, sejak proses awal kemerdekaan sampai zaman reformasi.
Pertama ditandai dengan munculnya.
Berkaitan dengan keutuhan negara, misalnya Muhammad Natsir pernah menyerukan umat
Islam agar tidak mempertentangkan pancasila dengan Islam. Dalam pandangan Islam,
perumusan Pancasila bukan merupakan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Al-Quran
karena nilai-nilai yang terdapat dalam pancasila juga merupakan bagian dari nilai-nilai yang
terdapat dalam Al-Quran.
Demi keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa, umat Islam rela menghilangkan tujuh kata
dari sila pertama pancasila yaitu kata-kata “Kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi para
pemeluknya.”
Umat Islam Indonesia dapat menyetujui Pancasila dan UUD setidak-tidaknya atas dua
pertimbangan. Pertama, nilai-nilainya dibenarkan oleh ajaran agama Islam, kedua, fungsinya
sebagai nuktah-nuktah kesepakatan antar berbagai goongan untuk mewujudkan kesatuan
politik bersama.
Berikut merupakan bentuk kontribusi umat Islam dalam perpolitikan Indonesia di setiap era
masa bangsa ini:
13
a. Era Kerajaan-Kerajaan Islam Berjaya
Pengaruh Islam terhadap perpolitikan nasional punya akar sejarah yang cukup panjang. Jauh
sebelum penjajah kolonial bercokol di tanah air, sudah berdiri beberapa kerajaan Islam besar.
Kejayaan kerajaan Islam di tanah air berlangsung antara abad ke-13 hingga abad ke-16
Masehi.
Peranan Islam dan umatnya tidak dapat dilepaskan terhadap pembangunan politik di
Indonesia baik pada masa kolonial maupun masa kemerdekaan. Pada masa kolonial Islam
harus berperang menghadapi ideologi kolonialisme sedangkan pada masa kemerdekaan Islam
harus berhadapan dengan ideologi tertentu macam komunisme dengan segala intriknya.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejarah secara tegas menyatakan kalau pemimpin-
pemimpin Islam punya andil besar terhadap perumusan NKRI. Baik itu mulai dari
penanaman nilai-nilai nasionalisme hingga perumusan Undang-Undang Dasar Negara.
Para pemimpin Islam terutama dari Serikat Islam pernah mengusulkan agar Indonesia berdiri
di atas Daulah Islamiyah yang tertuang di dalam Piagam Jakarta. Namun, format tersebut
hanya bertahan selama 57 hari karena adanya protes dari kaum umat beragama lainnya.
Kemudian, pada tanggal 18 Agustus 1945, Indonesia menetapkan Pancasila sebagai filosofis
negara.
Pemerintahan masa orde baru menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas di dalam
negara. Ideologi politik lainnya dipasung dan tidak boleh ditampilkan, termasuk ideologi
politik Islam. Hal ini menyebabkan terjadinya kondisi depolitisasi politik di dalam
perpolitikan Islam.
Politik Islam terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama di sebut kaum skripturalis
yang hidup dalam suasana depolitisasi dan konflik dengan pemerintah. Kelompok kedua
adalah kaum subtansialis yang mendukung pemerintahan dan menginginkan agar Islam tidak
terjun ke dunia politik.
14
d. Era Reformasi
Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat Indonesia bersatu untuk
menumbangkan rezim tirani Soeharto. Perjuangan reformasi tidak lepas dari peran para
pemimpin Islam pada saat itu. Beberapa pemimpin Islam yang turut mendukung reformasi
adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ketua Nahdatul Ulama.
Muncul juga nama Nurcholis Majid (Cak Nur), cendikiawan yang lahir dari kalangan santri.
Juga muncul Amin Rais dari kalangan Muhamadiyah. Bertahun-tahun reformasi bergulir,
kiprah umat Islam dalam panggung politik pun semakin diperhitungkan.
Umat Islam mulai kembali memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi menggunakan
label Islam. Perpolitikan Islam selama reformasi juga berhasil menjadikan Pancasila bukan
lagi sebagai satu-satunya asas. Partai-partai politik juga boleh menggunakan asas Islam.
Kemudian bermunculanlah berbagai partai politik dengan asas dan label Islam. Partai-partai
politik yang berasaskan Islam, antara lain PKB, PKU, PNU, PBR, PKS, PKNU, dan lain-lain.
Dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya umat Islam
untuk terjun dalam perjuangan politik yang lebih serius. Umat islam tidak boleh lagi bermain
di wilayah pinggiran sejarah. Umat Islam harus menyiapkan diri untuk memunculkan
pemimpin-pemimpin yang handal, cerdas, berahklak mulia, profesional, dan punya integritas
diri yang tangguh.
Umat Islam di Indonesia diharapkan tidak lagi termarginalisasi dalam panggung politik.
Politik Islam harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai rahmatan lil alamin dan
dapat memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa ini.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah kami kaji, kami dapat menyimpulkan:
Semua sumber politik islam yang kita pelajari adalah bersumber dari Alquran dan
Hadist.
Politik dalam Islam adalah suatu kebijakan untuk mengatur suatu pemerintah yang
berdaulat atau masyarakat dalam bernegara. Pembahasan sistem politik Islam
(siyasah) ada tiga bagian, yaitu Siyasah Dusturiyah, Siyasah Dauliyah.dan Siyasah
maliyah.
konsep demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan
dengan Islam. Prinsip dan konsep demokrasi yang sejalan dengan islam adalah
keikutsertaan rakyat dalam mengontrol, mengangkat, dan menurunkan pemerintah,
serta dalam menentukan sejumlah kebijakan lewat wakilnya.
Parlemen atau lembaga perwakilan rakyat harus diisi dan didomisili oleh orang
orang.Islam yang memahami dan mengamalkan Islam secara baik, yang
merupakan hasil penerapan dari siyasah.
16
B. Saran
Dari hasil pemaparan di atas, kira tidak berlebihan jika penulis mengemukakan saran-saran
sebagai berikut :
1. Hendaknya para umat Islam, khususnya untuk politikus Islam bersama elit-elit
politiknya meningkatkan kompetensi politiknya dan mengupdate pemahaman kaum
muslimin tentang integrasi Islam dan Politik yang cenderung pemahaman di
Indonesia masih banyak yang beranggapan bahwa politk tidak perlu bersanding
dengan agama.
2. Perlu memberi pemahaman kepada Umat Muslim akan bentuk-bentuk
kontribusinya, bahwa Umat Islam telah banyak menyumbangkan pemikirian dan
perjuangannya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia untuk
membangkitkan semangat para umat muslim dalam mengambil peran dan
dukungan terhadap politik Islam.
3. Membuat generasi ilmuan muslim berkreasi mengembangkan sistem politik Islam,
sehingga sesuai dengan tuntunan zaman dan problematika kontemporer.
4. Umat Islam di Indonesia diharapkan tidak lagi termarginalisasi dalam panggung
politik. Politik Islam harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai
rahmatan lil alamin dan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa ini.
17
DAFTAR PUSTAKA
18