Anda di halaman 1dari 22

SISTEM POLITIK ISLAM DAN DEMOKRASI

Nama penulis : Alfarisa Camoh (2013201085)

:Nadia Taati (2013201024)

:Susan Meilany (2013201065)

Kelas : A (semester 1)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TOMPOTIKA LUWUK


2021

Kata pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul SISTEM POLITIK ISLAM DAN
DEMOKRASI  ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM .Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang SISTEM POLITIK ISLAM DAN DEMOKRASI  bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak LA OGE, S. Pdi. ,M. Pdi  selaku dosen
mata kuliah PENDIDIKAN AGAMA ISLAM  yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Salakan, 15 Januari 2021

Penulis

Alfarisa Camoh, Nadia Taati, Susan meilany

i
Daftar isi

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….. i

DAFTAR ISI…………………………....…..…………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………… 1

A. Latar Belakang…………………………………………………………………..…. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………….… 1
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………….. 2

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………....…. 2

A. Pengertian sistem politik islam…………………………………….............3

B. Kedudukan sistem politik dalam islam……………………………….…….4

C. Prinsip – prinsip dasar politik dalam islam…………………………….…...5

D. Demokrasi dalam pandangannya islam…………………………….….…..6

E. Prinsip – prinsip politik luar negeri dalam islam dan kontribusi yang di
berikan umat islam terhadap kehidupan politik di Indonesia………...…...11

BAB III PENUTUP………………………………………………………………..……..16

A. Kesimpulan………………………………………………………………..……....16
B. Saran………………………………………………………………………………17

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….18
ii

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Politik merupakan hal yang tidak terlepas dari kekuasaan sehingga dalam berpolitik
dibutuhkan penguasa yang dipercaya oleh rakyat dan untuk rakyat.Politik memiliki sistem
politik yang di dalamnya yang memiliki unsur unsur yang saling berkaitan (interrelated) dan
saling bergantung (interdependent). Sedangkan politik berarti berbagai macam kegiatan yang
terjadi di dalam suatu Negara yang berkaitan dengan proses menetapkan tujuan dan
bagaimana mencapai tujuan tersebut.

Setiap politik terdiri dari dua unsur, yaitu penguasa dan masyarakat beserta organisasi yang
dibentuknya. Proses menuju panggung politik bisa ditempuh atau dilakukan oleh siapa saja
selama memiliki kapasitas. Politik tidak hanya dijalankan atau dilakukan oleh orang-orang
yang memiliki kekuasaan tetapi bisa juga dilakukan oleh para ulama. Ulama memiliki sumber
daya yang sangat luar biasa untuk mempengaruhi massa.Politik merupakam pembahasan
yang tidak terlepas dari pembentukan Negara. Negara membutuhkan seorang pemimpin
untuk menyelamatkan umat.Memanglah dalam Alquran maupun hadis tidak ditemukan
secara gamblang konsep tentang Negara. Hal ini tentu bisa dimaklumi karena konsep Negara
atau nation-state seperti sekarang ini baru muncul pada abad ke-16 yang dikemukakan oleh
Nicolo Machiavelli. Namun demikian, bukan berarti bahwa konsep Negara itu tidak ada sama
sekali dalam Islam. Secara substantif, terdapat sejumlah ayat Alquran dan hadis yang
menunjukkan adanya pemerintahan pada umat Islam.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Jelaskan pengertian sistem politik islam?

2. Bagaimana kedudukan sistem politik dalam islam?


3. Jelaskan prinsip – prinsip dasar politik dalam islam?

4. Jelaskan tentang demokrasi dalam islam?

5. Bagaimana prinsip – prinsip politik luar negeri dalam islam dan kontribusi apa yang
di berikan umat islam terhadap kehidupan politik di Indonesia?

C. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui penjelasan tentang sistem politik dalam islam .

2. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan sistem politik dalam islam .

3. Untuk mengetahui prinsip – prinsip dasar politik dalam islam .

4. Untuk mengetahui penjelasan tentang demokrasi dalam islam

5. Untuk mengetahui prinsip – prinsip politik luar negeri dalam islam dan
kontribusi apa yang di berikan umat islam terhadap kehidupan politik di
Indonesia
2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian sistem politik islam

Menurut Ibnu Qoyyim, politik adalah sesuatu kegiatan yang menjadi umat manusia mendekat
kepada hidup maslahat dan menjauhkan dari kerusakan, sedangkan menurut Abdul Hamid
Al-Ghozali, politik memiliki manksa sebagai memerintah dan menjalankan negara.

Terdapat lima kerangka konseptual dalam memahami makna politik:

1.Sebagian usaha warga negara dalam membicarakan dan mewujudkankebaikan bersama.

2.Berkaitan dengan penyelenggaraan Negara.

3.Sebagai kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan memepertahankankekuasaan dalam


masyarakat.

4.Digunakan sebagai kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan


umum.
5.Sebagai konflik dalam rangka mencari atau mempertahankan sumber-sumber yang
dianggap penting.

Politik dalam Islam adalah suatu kebijakan untuk mengatur suatu pemerintah yang berdaulat
atau masyarakat dalam bernegara. Pembahasan sistem politik Islam (siyasah) ada tiga bagian,
yaitu :

1. Siyasah Dusturiyah

Ruang lingkup dalam Fiqih Siyasah Dusturiyah (Politik Tata Negara) merupakan hubungan


antara pemimpin disatu puhak dengan rakyatnya dipihak lain, dan kelembagaan-kelembagaan
yang ada didalam masyarakatnya.

2. Siyasah Dauliyah

Titik berat pembicaraan Siyasah Dauliyah atau hukum Tata Negara adalah sekitar hubungan
antara negara dan orang-orang yang tercakup dalam hukum internasional.

3. Siyasah Maliyah

Di dalam Siyaasah Maliyah dibicarakan bagaimana cara-cara yang harus diambil untuk
mengharmoniskan orang-orang kaya dan orang-orang miskin agar tidak terjadi kesenjangan.
Dalam Siyasah Maliyah ada beberapa hal yang menjadi pembahasan, antara lain persoalan
hak milik, zakat, harta wakaf, perpajakan, dan bea cukai.

B. Kedudukan sistem politik dalam islam

Terdapat tiga pendapat di kalangan pemikir muslim tentang kedudukan politik dalam syariat
islam. Yaitu:

Pertama,kelompok yang menyatakan bahwa islam adalah suatu agama yang serbah lengkap
didalamnya terdapat pula antara lain system ketatanegaraan atau politik. Kemudian lahir
sebuah istilah yang disebut dengan fikih siasah (system ketatanegaraan dalam islam)
merupakan bagian integral dari ajaran islam. Lebih jauh kelompok ini berpendapat bahwa
system ketatanegaraan yang harus diteladani adalah system yang telah dilaksanakan oleh nabi
Muhammad SAW dan oleh para khulafa al-rasyidin yaitu sitem khilafah.

Kedua, kelompok yang berpendirian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian barat.
Artinya agama tidak ada hubungannya dengan kenegaraan. Menurut aliran ini nabi
Muhammad hanyalah seorang rasul, seperti rasul rasul yang lain bertugas menyampaikan
risalah tuhan kepada segenap alam. Nabi tidak bertugas untuk mendirikan dan memimpin
suatu Negara.Aliran

Ketiga menolak bahwa Islam adalah agama yang serba lengkap yang terdapat didalamnya
segala sistemketatanegaraan, tetapi juga menolak pendapat bahwa islam sebagaimana
pandanaganbarat yang hanya mengatur hubungan manusia dengan tuhan. Aliran
iniberpendirian bahwa dalam islam tidak teredapat sistem ketatanegaraan, tetapaiterdapat
seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara.

C. Prinsip – prinsip dasar politik dalam islam

Prinsip-Prinsip Dasar Politik Islam

1. Musyawarah

Asas musyawarah yang paling utama adalah berkenaan dengan pemilihan ketua negara dan
orang-orang yang akan menjawab tugas-tugas utama dalam pentadbiran ummah. Asas
musyawarah yang kedua adalah berkenaan dengan penentuan jalan dan cara pelaksanaan
undang-undang yang telah dimaktubkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Asas
musyawarah yang seterusnya ialah berkenaan dengan jalan-jalan bagi menentukan perkara-
perkara baru yang timbul di kalangan ummah melalui proses ijtihad.

2. Keadilan

Prinsip ini adalah berkaitan dengan keadilan sosial yang dijamin oleh sistem sosial dan sistem
ekonomi Islam. Dalam pelaksanaannya yangluas, prinsip keadilan yang terkandung dalam
sistem politik Islam meliputi dan merangkumi segala jenis perhubungan yang berlaku dalam
kehidupan manusia, termasuk keadilan di antara rakyat dan pemerintah, di antara dua pihak
yang bersebgketa di hadapan pihak pengadilan, di antara pasangan suami isteri dan di antara
ibu bapa dan anak-anaknya.kewajiban berlaku adil dan menjauhi perbuatan zalim adalah di
antara asas utama dalam sistem sosial Islam, maka menjadi peranan utama sistem politik
Islam untuk memelihara asas tersebut.

Pemeliharaan terhadap keadilan merupakan prinsip nilai-nilai sosial yang utama kerana
dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia dalam segala aspeknya.

3. Kebebasan

Kebebasan yang diipelihara oleh sistem politik Islam ialah kebebasan yang makruf dan
kebajikan yang sesuai dengan Al–Qur’an dan Hadist.Menegakkan prinsip kebebasan yang
sebenarnya adalah tujuan terpenting bagi sistem politik dan pemerintahan Islam serta menjadi
asas-asas utama bagi undang-undang perlembagaan negara Islam.

4. Persamaan

Persamaan di sini terdiri daripada persamaan dalam mendapatkan dan menuntut hak,
persamaan dalam memikul tanggung jawab menurut peringkat-peringkat yang ditetapkan
oleh undang-undang perlembagaan dan persamaan berada di bawah kuat kuasa undang-
undang.

5. Hak menghisab pihak pemerintah

Hak rakyat untuk menghisab pihak pemerintah dan hak mendapat penjelasan terhadap tindak
tanduknya.Prinsip ini berdasarkan kepada kewajipan pihak pemerintah untuk melakukan
musyawarah dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan dan pentadbiran negara dan
ummah.Hak rakyat untuk disyurakan adalah bererti kewajipan setiap anggota dalam
masyarakat untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan kemungkaran.
6. Diwajibkan untuk memperkuat tali silaturahmi Dikalangan kaum muslimin di dunia dan
untuk mencegah semua kecenderungan sesat yang didasarkan pada perbedaan ras, bahasa,
ras, wilayah ataupun semua pertimbangan materealistis lainya serta untuk melestarikan dan
memperkuat kesatuanMillah Al-Islamiyyah

7. Kedaulatan tertinggi atas alam semesta dan hukumnya hanya berada di tangan Allah
semata.

D. Demokrasi dalam pandangannya islam

Islam adalah agama satu-satunya yang benar dan sempurna yang tidak hanya mengurusi
urusan ibadah semata, akan tetapi segala aspek kehidupan termasuk pemerintahan dan
penetapan hukum islam telah mengaturnya. Para sahabat telah melakukannya dengan adanya
kekhilafahan yang menjadi bukti bahwa islam adalah agama yang mengatur segala aspek
dalam kehidupan. Demokrasi dalam pemerintahan sendiri tidak pernah dikenal dan
dicontohkan Nabi SAW kepada para sahabat dalam pemerintahan karena yang ditingalkan
nabi adalah sistem pemerintahan khilafah yang memiliki rukun-rukun yang berbeda dengan
demokrasi.

1. Sistem Pemerintahan Khilafah Islamiyyah


Khilafah adalah pemerintahan islam yang tidak dibatasi oleh wilayah territorial, sehinga
kekhilafahan islam meliputi berbagai bangsa suku dan bangsa. Ikatan yang mempersatukan
kekhilafahan adalah islam sebagai agama. Kekhalifahan adalah kepemimpinan umum bagi
kaum diseluruh penjuru dunia untuk menegakkan hukum-hukum syari’at Islam dan memikul
dakwah islam keseluruh dunia. Menegakkan khalifah adalah suatu kewajiban bagi seluruh
kaum muslimin diseluruh penjuru dunia, dan menjalankan kewajiban yang diwajibkan Allah
bagi setiap kaum muslimin berdasarkan ‘Ijma sahabat, wajib hukumnya mendirikan
kekhalifahan. Setelah Raulullah SAW wafat mereka sepakat untuk mendirikan kekhalifahan
yang akhirnya dipilihlah Abu Bakar, kemudian dilanjutkan Umar bin Khatab, Utsman bin
Affan, dan Ali bin Abi Thalib yang dikenal sebagai Khulafa Arrasyiddin, dan setelah masing-
masing dari mereka wafat para sahabat tetap bersepakat sepanjang hidup mereka untuk
mendirikan kehalifahan, meski berbeda pendapat tentang orang yang akan dipilih sebagai
Khalifah, tetapi mereka tidak berbeda pendapat secara mutlak mengenai berdirinya
kekhalifahan. Oleh karena itu, kekhalifahan (khilafah) adalah penegak agama dan sebagai
pengatur soal-soal duniawi dipandang dari segi agama. Jabatan ini merupakan pengganti Nabi
Muhammad SAW dengan tugas yang sama untuk mempertahankan agama dan menjalankan
syari’at Islam serta memimpin ummat islam. Lembaga ini disebut kekhilafahan (khilafah) dan
orang yang menjalan tugas untuk memimpinnya disebut Khalifah.

2. Rukun-rukun Pemerintahan Islam


Sistem pemerintahan Islam tertegak diatas empat rukun seperti dibawah ini.
A. Kedaulatan ditangan Syara’
B. Kekuasaan ditangan ummat
C. Dipimpin oleh seorang khalifah
D. Hanya khalifah yang berhak melakukan tabanni (menerima pakai) terhadap hukum-hukum
yang berhubungan dengan syara’. Khalifah juga berhak untuk membuat dan menentukan
undang-undang.

a. Kedaulatan di Tangan Syara


Prinsip ini menjelaskan kepada kita bahwa kedaulatan bukanlah di tangan manusia/
ummat sebagaimana yang ada pada sistem demokrasi. Ini jelas dengan memandang
kepada keadaan dimana semua urusan dan aspirasi individu adalah ditangani dan
diatur oleh syari’at bukanlah individu itu sendiri dengan sesukanya, seluruh
perbuatandan tindakan setiap individu adalah terkait dengan pertintah dan larangan
Allah SWT. Dalil yang berkaitan dengan hal ini adalah sebagaimana firman Allah
SWT:

ِ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا أَ ِطيعُوا هَّللا َ َوأَ ِطيعُوا ال َّرسُو َل َوأُولِي اأْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ْم ۖ فَإ ِ ْن تَنَا َز ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوهُ إِلَى هَّللا ِ َوال َّرس‬
‫ُول إِ ْن ُك ْنتُ ْم‬
‫تُ ْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر ۚ ٰ َذلِكَ خَ ْي ٌر َوأَحْ َسنُ تَأْ ِوياًل‬
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”(An-Nisa: 59)

Pengertian “kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul” adalah mengembalikan kepada


hukum syara’ yakni mengembalikan kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits dan berarti bahwa,
yang menetapkan hukum dietengah-tengah ummat dan individu serta yang menangani dan
mengendalikan aspirasinya adalah apa-apa yang datang dari Allah SWT dan Rasulullah
SAW, dimana semua ummat dan individu semuanya wajib tunduk kepada hukum syara’,
karena itulah kedaulatan ada ditangan syara’.
Dan juga dalam ayat lainnya di surat An-Nisa:

َ َ‫ك فِي َما َش َج َر بَ ْينَهُ ْم ثُ َّم اَل يَ ِجدُوا فِي أَ ْنفُ ِس ِه ْم َح َرجًا ِم َّما ق‬
‫ضيْتَ َويُ َسلِّ ُموا تَ ْسلِي ًما‬ َ ‫فَاَل َو َربِّكَ اَل ي ُْؤ ِمنُونَ َحتَّ ٰى ي َُح ِّك ُمو‬

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan
kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa
dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya.”(An-Nisa: 65)

b. Kekuasaan di Tangan Ummat


Adapun prinsip kedua yaitu kekuasaan ditangan ummat diambil dari fakta bahwa
syara’ telah menjadikan pengangkatan khalifah oleh ummat, dimana seorang khaliah
hanya memiliki kekuasaan melaui bai’at, sebagaimana hadits yang diriwayatkan
Imam Muslim:
ِ ‫”……فَبَايَ ْعنَهُ فَ َكانَ فِ ْي َم اَ َخ َذ َعلَ ْينَا اَ ْن بَايَ ْعنَا َعلَى ال َّس ْم ِع َو الطَّا َع ِة فِي َم ْن َشتِنَا َو َم ْك َر ِهنَا َو يُس‬
ِ ‫ْرنَا َو ُعس‬
“…….‫ْرنَا‬

“…Lantas kami membai’at beliau, dan diantara janji yang diambil atas kami adalah, untuk
kami berjanji selalu mendengar dan ta’at pada saat senang ataupun terpaksa dan pada saat
kami lapang ataupun sulit…”(HR. Muslim)
Serta hadits dari Ubadah bin Walid:
“…‫ْر َو ْال َم ْن َش ِط و ْال َم ْك َر ِه‬
ِ ‫ْر َو ْاليُس‬
ِ ‫َّمع َو الطَّ َع ِة في ْال ُعس‬
ِ ‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َعلَى الس‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬
َ ‫”بَيَ ْعنَا َرس‬

“Kami pernah membai’at Rasulullah SAW untuk mendengar dan ta’at baik dalam keadaan
lapang ataupun sempit, dalam keadaan semangat ataupun terpaksa”(HR. Muslim)

Bai’at tersebut diberikan oleh kaum muslimin kepada khalifah bukan oleh khalifah kepada
kaum muslimin, karena yang sebenarnya mengangkat khalifah sebagai penguasa adalah
mereka.
Kekuasaan ini menunjukkan bahwa kekuasaan berada di tangan ummat, nabi Muhammad
SAW-pun sekalipun ia adalah rasulullah namun beliau tetap mengambil bai’at dari ummat
untuk memimpin kaum muslimin, yang berarti menunjukkan bahwa bai’at adalah untuk
mendapatkan kekuasaan dan pemerintahan bukan untuk kenabian, beliau telah mengambil
bai’at tersebut baik dari laki-laki maupun perempuan dan beliau tidak mengambil bai’at dari
anak-anak kecil yang belum baligh karena kaum musliminlah yang mengangkat seorang
khaliifah dan membai’at mereka dengan kitabullah dan sunnah rasulnya. Maka semuanya
telah menjadi dalil yang jelas bahwa kekuasaan berada di tangan ummat, dimana ummat
boleh memberikannya kepada siapa saja yang dikehendakinya

c. Dipimpin Seorang Khalifah


Prinsip yang ketiga adalah mengankat seorang khalifah hukumnya wajib, ini
berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Nafi’ yang berkata” Abdullah bin Umar
telah berkata kepadaku:
Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
ً‫احلِيَّة‬ َ ‫طا َع ِة لَقِ َي هّللا َ يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة الَ ُح َّجةً لهُ َو َم ْن َماتَ و لَي‬
ِ ‫ْس في ُعنُقِ ِه بَ ْي َعةٌ ماتَ ِميتَة َج‬ َ ‫من خَ لَ َع يَدَا ِم ْن‬
ْ
“Siapa saja yang melepaskan tangan dari keta’atan, ia akan bertemu dengan Allah di
hari kiamat tanpa memiliki hujjah dan siapa saja yang mati sedangkan diatas
pundaknya tiada bai’at, maka ia mati dalam keadaan mati jahiliyah”.(HR. Muslim)
Dan dalil bahwa khalifah itu hanya satu orang ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan
dari sahabat Abi Sa’id Al-Khudriy dari Nabi Muhammad SAW yang bersabda:
‫اِ َذا يُوبِع لِخَ لِفَتَ ْي ِن فَ ْقتُلُو االَ ِخ َر ِم ْنهُ َما‬
“Apabila dibai’at dua orang khalifah maka bunuhlah yang paling akhir diantara
Keduanya”(HR. Muslim)
Hadits ini dengan tegasnya mengharakan kaum muslimin untuk memiliki lebih dari satu
orang khalifah.

d. Hanya Khalifah yang Berhak Melakukan Tabanni (Mengadopsi) Terhadap


Hukum Syara’
Prinsip yang keempat adalah, bahwa hanya khlaifah saja yang berhak melakukan
Tabanni (mengadopsi) terhadap hukum-hukum syara’. Prinsip ini ditegaskan dalil dan
Ijma’ sahabat, mereka menetapkan bahwa hanya khalifah yang berhak untuk
mengadopsi hukum-hukum syara’. Hal ini diambil dari kaidah ushul fiqih yang sangat
populer:

‫امراالمام يرفع الخالف‬


“Amrul imam yarfa’ul khilaf”
“Perintah imam (khalifah) menghilangkan perselisihan (di kalangan fuqaha)”.
‫امر االمام نافد‬
“Amru al-imam naafidun”
“Perintah imam (khalifah) dilaksanakan”.

10

Khalifah Abu Bakar pernah mengatakan bahwa ketika ada seorang yang menjatuhkan thalaq
tiga maka jatuhny thalaq satu, serta pembagian ghanimah (harta rampasan) dibagi sama rata
maka para qadi ketika itu mematuhinya, dan begitupun ketika zaman khalifah Umar bin
Khattab beliau menetapkan bahwa ketika ada yang menjatuhkan thalaq tiga maka jatuhnya
tetap thalaq tiga dan pembagian ghanimah dibagi sesuai keperluan maka qadi pada zaman
itupun mematuhinya juga.
Jadi ijma’ sahabat menyatakan dua hal: yang pertama yakni khalifah berhak melegislasi
hukum syara’ dan kedua wajib atas seluruh rakyat menta’atinya.
E. Prinsip – prinsip politik luar negeri dalam islam dan kontribusi yang di
berikan umat islam terhadap kehidupan politik di Indonesia

Prinsip-prinsip Politik Luar Negeri Dalam Islam

            Prinsip-prinsip politik luar negeri dalam Islam adalah seagai berikut:

1)     Saling menghormati fakta-fakta dan traktat-traktat (Al-Anfaal ayat 58)


2) Kehormatan dan integrasi nasional (Surah An-Nahl ayat 92
3) Keadilan universal (internasional) (Surah Al-Maidah ayat 8)
4)  Menjaga perdamaian abadi (Surah Al-Maidah ayat 61)
5)    Menjaga kenetralan terhadap Negara-negara lain (Surah An-Nisaa’ ayat 89,
90)
6) Larangan terhadap eksploitasi para imperialis (Surah Al-An’am ayat 92)
7)   Memberikan perlindungan dan dukungan pada orang-orang Islam yang hidup
di Negara lain (Surah Al-Anfaal ayat 72)
8) Bersahabat dengan kekuasaan-kekuasaan netral (Surah Al-Mumtahinah ayat
8,9)
9) Kehormatan dalam hubungan Internasional (Surah Ar-Rohman ayat 60)
10) Persamaan dan keadilan untuk para penyerang (Surah Al-Baqarah ayat 195)

11

Prinsip politik dalam negeri menurut Islam ialah, bahwa manusia diciptakan Allah
dalamberbagai bangsa, berbagai suku bangsa, dan atau yang sejenisnya dengan tujuan, agar
manusia saling kenal mengenal antara san ngatu dengan yang lain. Sesuai dengan Surah Al-
Hujarat ayat 13 :
Artinya: Wahai manusia! Sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan kami telah menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku agar supaya kamu saling berkenalan. Sesungguhnya yng paling mulia diantara kamu
dalam pandangan Allah adalah mereka yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui dan Maha Mendengar.

Dalam kaitan itu, prinsip bertetangga perlu dipelihara. Prinsip ini sangat erat kaitannya
dengan iman. Dalam suatu hadis Nabi Muhammad saw disebutkan bahwa seorang muslim
belum dapat dikatakan beriman, apabila ia tidak melaksanakan prinsip bertetangga baik
terhadap para tetangganya.

Menurut Islam hubungan antar Negara harus dilandasi oleh prinsip Jiwar, karena dengan cara
ini perdamaian dapat dipelihara.

Doktrin Islam mengajarkan mengenai beberapa prinsip bertetangga antara lain:

·         Hubungan Internasional dilandasi dengan prinsip untuk memelihara ketertiban dan


perdamaian dunia.

·         Doktrin Islam memerintahkan pada pemeluknya, agar memenuhi persetujuan dan


perjanjian internasional.

12

·         Sejak zaman Nabi Muhammad saw, hubungan internasional dilaksanakan dengan cara
pertukaran duta atau utusan. Sejak tahun ke 3 H Nabi Muhammad saw telah mengirimkan
beberapa utusan ke Negara-negara lain. Demikian juga pada tahun ke 9 H Nabi Muhammad
telah menerima duta atau utusan dari Negara-negara lain, sehingga tahun itu terkenal dengan
julukan tahun duta-duta.
 Bentuk Kontribusi Umat Islam terhadap Kehidupan Politik di Indonesia

Islam sebagai sebuah ajaran yang mencakup persoalan spritual dan politik memberikan
kontribusi yang cukup signifikan terhadap kehidupan politik di Indonesia partai-partai
berasaskan Islam serta partai nasionalis berbasis umat Islam dan kedua dengan ditandai
sekiap pro aktif tokoh-tokoh politik Islam dan umat Iislam terhadap keutuhan negara
kesatuan Republik Indonesia, sejak proses awal kemerdekaan sampai zaman reformasi.
Pertama ditandai dengan munculnya.

Berkaitan dengan keutuhan negara, misalnya Muhammad Natsir pernah menyerukan umat
Islam agar tidak mempertentangkan pancasila dengan Islam. Dalam pandangan Islam,
perumusan Pancasila bukan merupakan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Al-Quran
karena nilai-nilai yang terdapat dalam pancasila juga merupakan bagian dari nilai-nilai yang
terdapat dalam Al-Quran.

Demi keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa, umat Islam rela menghilangkan tujuh kata
dari sila pertama pancasila yaitu kata-kata “Kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi para
pemeluknya.”

Umat Islam Indonesia dapat menyetujui Pancasila dan UUD setidak-tidaknya atas dua
pertimbangan. Pertama, nilai-nilainya dibenarkan oleh ajaran agama Islam, kedua, fungsinya
sebagai nuktah-nuktah kesepakatan antar berbagai goongan untuk mewujudkan kesatuan
politik bersama.

Berikut merupakan bentuk kontribusi umat Islam dalam perpolitikan Indonesia di setiap era
masa bangsa ini:

13

 
a. Era Kerajaan-Kerajaan Islam Berjaya
Pengaruh Islam terhadap perpolitikan nasional punya akar sejarah yang cukup panjang. Jauh
sebelum penjajah kolonial bercokol di tanah air, sudah berdiri beberapa kerajaan Islam besar.
Kejayaan kerajaan Islam di tanah air berlangsung antara abad ke-13 hingga abad ke-16
Masehi.

b. Era Kolonial dan Kemerdekaan (Orde Lama)

Peranan Islam dan umatnya tidak dapat dilepaskan terhadap pembangunan politik di
Indonesia baik pada masa kolonial maupun masa kemerdekaan. Pada masa kolonial Islam
harus berperang menghadapi ideologi kolonialisme sedangkan pada masa kemerdekaan Islam
harus berhadapan dengan ideologi tertentu macam komunisme dengan segala intriknya.

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejarah secara tegas menyatakan kalau pemimpin-
pemimpin Islam punya andil besar terhadap perumusan NKRI. Baik itu mulai dari
penanaman nilai-nilai nasionalisme hingga perumusan Undang-Undang Dasar Negara.

Para pemimpin Islam terutama dari Serikat Islam pernah mengusulkan agar Indonesia berdiri
di atas Daulah Islamiyah yang tertuang di dalam Piagam Jakarta. Namun, format tersebut
hanya bertahan selama 57 hari karena adanya protes dari kaum umat beragama lainnya.
Kemudian, pada tanggal 18 Agustus 1945, Indonesia menetapkan Pancasila sebagai filosofis
negara.

c. Era Orde Baru

Pemerintahan masa orde baru menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas di dalam
negara. Ideologi politik lainnya dipasung dan tidak boleh ditampilkan, termasuk ideologi
politik Islam. Hal ini menyebabkan terjadinya kondisi depolitisasi politik di dalam
perpolitikan Islam.

Politik Islam terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama di sebut kaum skripturalis
yang hidup dalam suasana depolitisasi dan konflik dengan pemerintah. Kelompok kedua
adalah kaum subtansialis yang mendukung pemerintahan dan menginginkan agar Islam tidak
terjun ke dunia politik.
14

d. Era Reformasi

Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat Indonesia bersatu untuk
menumbangkan rezim tirani Soeharto. Perjuangan reformasi tidak lepas dari peran para
pemimpin Islam pada saat itu. Beberapa pemimpin Islam yang turut mendukung reformasi
adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ketua Nahdatul Ulama.

Muncul juga nama Nurcholis Majid (Cak Nur), cendikiawan yang lahir dari kalangan santri.
Juga muncul Amin Rais dari kalangan Muhamadiyah. Bertahun-tahun reformasi bergulir,
kiprah umat Islam dalam panggung politik pun semakin diperhitungkan.

Umat Islam mulai kembali memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi menggunakan
label Islam. Perpolitikan Islam selama reformasi juga berhasil menjadikan Pancasila bukan
lagi sebagai satu-satunya asas. Partai-partai politik juga boleh menggunakan asas Islam.

Kemudian bermunculanlah berbagai partai politik dengan asas dan label Islam. Partai-partai
politik yang berasaskan Islam, antara lain PKB, PKU, PNU, PBR, PKS, PKNU, dan lain-lain.

Dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya umat Islam
untuk terjun dalam perjuangan politik yang lebih serius. Umat islam tidak boleh lagi bermain
di wilayah pinggiran sejarah. Umat Islam harus menyiapkan diri untuk memunculkan
pemimpin-pemimpin yang handal, cerdas, berahklak mulia, profesional, dan punya integritas
diri yang tangguh.

Umat Islam di Indonesia diharapkan tidak lagi termarginalisasi dalam panggung politik.
Politik Islam harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai rahmatan lil alamin dan
dapat memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa ini.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah kami kaji, kami dapat menyimpulkan:

 Semua sumber politik islam yang kita pelajari adalah bersumber dari Alquran dan
Hadist.
 Politik dalam Islam adalah suatu kebijakan untuk mengatur suatu pemerintah yang
berdaulat atau masyarakat dalam bernegara. Pembahasan sistem politik Islam
(siyasah) ada tiga bagian, yaitu Siyasah Dusturiyah, Siyasah Dauliyah.dan Siyasah
maliyah.
 konsep demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan
dengan Islam. Prinsip dan konsep demokrasi yang sejalan dengan islam adalah
keikutsertaan rakyat dalam mengontrol, mengangkat, dan menurunkan pemerintah,
serta dalam menentukan sejumlah kebijakan lewat wakilnya.
 Parlemen atau lembaga perwakilan rakyat harus diisi dan didomisili oleh orang
orang.Islam yang memahami dan mengamalkan Islam secara baik, yang
merupakan hasil penerapan dari siyasah.
16

B. Saran

Dari hasil pemaparan di atas, kira tidak berlebihan jika penulis mengemukakan saran-saran
sebagai berikut :

1. Hendaknya para umat Islam, khususnya untuk politikus Islam bersama elit-elit
politiknya meningkatkan kompetensi politiknya dan mengupdate pemahaman kaum
muslimin tentang integrasi Islam dan Politik yang cenderung pemahaman di
Indonesia masih banyak yang beranggapan bahwa politk tidak perlu bersanding
dengan agama.
2. Perlu memberi pemahaman kepada Umat Muslim akan bentuk-bentuk
kontribusinya, bahwa Umat Islam telah banyak menyumbangkan pemikirian dan
perjuangannya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia untuk
membangkitkan semangat para umat muslim dalam mengambil peran dan
dukungan terhadap politik Islam.
3. Membuat generasi ilmuan muslim berkreasi mengembangkan sistem politik Islam,
sehingga sesuai dengan tuntunan zaman dan problematika kontemporer.
4. Umat Islam di Indonesia diharapkan tidak lagi termarginalisasi dalam panggung
politik. Politik Islam harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai
rahmatan lil alamin dan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa ini.

 
17

DAFTAR PUSTAKA

18

Anda mungkin juga menyukai