Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

KONSEP POLITIK ISLAM DI INDONESIA

DISUSUN OLEH KELOMPOK 6 :

1. FAHMIL ANBYA (2206135272)


2. MUHAMMAD MAKINUN AMIN (2206124752)
3. NELVI ZULHIJRIANI (2206111058)
4. PUTRI MILDA (2206111056)
5. SALSA GADING DEWITA (2206113836)

DOSEN PENGAMPU :
INDRA LESMANA S.Pi., M.Si

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKAN
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas
Pendidikan. Agama Islam tentang Sistem Politik Islam dengan baik meski
memiliki halangan maupun rintangan. Tugas ini kami harapkan dapat membantu
bagi pembaca. Dan juga diharapkan dapat menambah nilai yang ada. Dalam
penyusunan tugas ini, kami tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih pada
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini.

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan di masa
mendatang dan semoga manfaatbagi kita semua.

Pekanbaru , 14 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER...............................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah............................................................................................1
B. Perumusan Masalah...................................................................................................4
C. Tujuan dan Manfaat...................................................................................................4
a. Tujuan....................................................................................................................4
b. Manfaat..................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...............................................................................................................6
2.1 Pengertian Politik Islam...........................................................................................6
2.2 Prinsip-prinsip Dasar Politik (Siyasah) Islam...........................................................8
BAB III...........................................................................................................................11
PENUTUP.......................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan............................................................................................................11
3.2 Saran......................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pembahasan tentang politik Islam tidak pernah kering dari kajian‐kajian
yang dilakukan oleh para akademisi baik dari kalangan Muslim maupun Barat.
Beratus pemikir dan beribu jilid buku berkaitan dengan politik Islam menghiasi
sejumlah perpustakaan di dunia. Beragam bentuk karya ilmiah baik berupa jurnal,
skripsi, tesis atau    disertasi yang membahas politik Islam telah memberikan
kontribusi pengayaan pemikiran politik Islan. Perbedaan pemahaman pun tak
terelakkan lagi baik antara kalangan muslim sendiri atau bahkan antara kalangan
Barat sekalipun.  Ini menunjukkan bahwa kajian politik Islam merupakan kajian
yang cukup rumit akan tetapi tetap menarik dan menantang untuk dikaji.

Kajian tentang hubungan Islam dan politik adalah suatu kajian yang tidak
aka nada habis‐habisnya sebagaimana diumpamakan oleh Nurcholis Madjid
laksana menimba air Zamzam di tanah suci. Kenapa? Pertama, disebabkan
kekayaan sumber bahasan, sebagai buah limabelas abad sejarah akumulasi
pengalaman Dunia Islam dalam membangun kebudayaan dan peradaban. Kedua,
kompleksitas permasalahan, sehingga setiap pembahasan dengan sendirinya
tergiring untuk memasuki satu atau beberapa pintu pendekatan yang terbatas.
Pembahasan yang menyeluruh akan menuntut tidak saja kemampuan yang juga
menyeluruh, tapi juga kesadaran untuk tidak membiarkan diri terjerembab ke 2
dalam reduksionisme dan kecenderungan penyederhanaan persoalan. Ketiga,
pembahasan tentang agama dan politik dalam Islam ini agaknya akan terus
berkepanjangan, mengingat sifatnya yang mau‐tak‐mau melibatkan pandangan
ideologis berbagai kelompok masyarakat, khususnya kalangan kaum Muslim
sendiri.

Masih menurut pendapat Nurcholis Majdid pula bahwa usaha memahami


masalah politik dalam Islam memang bukan perkara sederhana. Hal itu karena ada
dua alasan. Pertama, bahwa Islam telah membuat sejarah selama lebih dari empat
belas abad. Jadi akan merupakan suatu kenaifan jika kita menganggap bahwa

1
selama kurun waktu yang panjang tersebut segala sesuatu tetap stationer dan
berhenti. Kesulitannya ialah, sedikit sekali kalangan kaum Muslim yang memiliki
pengetahuan, apalagi kesadaran, tentang sejarah itu. Kedua, selain beraneka
ragamnya bahan‐bahan kesejarahan yang harus dipelajari dan diteliti kekuatan‐
kekuatan dinamik di belakangnya, juga terdapat perbendaharaan teoritis yang
kaya raya tentang politik yang hambpir setiap kali muncul bersama dengan
munculnya sebuah peristiwa atau gejala sejarah yang penting.2 Kesulitan dalam
memahami masalah politik dalam Islam, berimplikasi pada belum adanya
kesepakatan pendapat mengenai konsep negara Islam.

Musdah Mulia, dalam karya disertasinya tentang pemikiran politik Islam


Husain Haekal yang mengutip pendapat John L. Esposito dalam Islam dan Politik
(Jakarta: Bulan Bintang, 1990), menyebutkan beberapa faktor ketidaksepakatan
itu: 1) negara Islam yang didirikan Nabi Muhammad SAW di Madinah yang
dipandang ideal ternyata tidak memberikan suatu model terperinci, 2) pelaksanaan
khilafah pada masa Bani Umayyah dan Bani Abbas hanya memberikan suatu
kerangka mengenai lembaga‐lembaga politik dan perpajakan, 3) pembahasan
mengenai rumusan ideal (hukum Islam dan teori politik) hanya menghasilkan
rumusan idealis dan teoritis dari suatu masyarakat yang utopian, dan 4) hubungan
agama dan negara dari masa ke masa menjadi subyek bagi keragaman
interpretasi.3 Munawir Sadzali menyebutkan tiga aliran tentang hubungan antara
Islam dan kenegaraan.

Aliran pertama berpendirian bahwa Islam bukanlah semata‐ mata agama


dalam pengertian Barat, yakni hanya menyangkut hubungan antara manusia dan
Tuhan, sebaliknya Islam adalah suatu agama yang sempurna dan yang lengkap
dengan peraturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan
bernegara. Karena itu, Islam tidak perlu atau bahkan jangan meniru sistem negara
Barat. Sistem politik Islam yang harus diteladani adalah sistem yang telah
dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW dan oleh empat al‐Khulafa al‐Rasyidin.

Aliran kedua, berpendirian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian


Barat, yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Menurut aliranini
Nabi Muhammad SAW hanyalah seorang rasul biasa seperti rasul‐rasul

2
sebelumnya, dengan tugas tunggal mengajak manusia kembali kepada kehidupan
yang mulia, dan Nabi tidak pernah dimaksudkan untuk mendirikan dan
mengepalai satu negara. Aliran ketiga, menolak pendapat bahwa Islam adalah
suatu agama yang serba lengkap dan bahwa dalam Islam terdapat sistem negara.
Tetapi aliran ini juga menolak anggapan bahwa Islam adalah agama dalam
pengertian Barat yang hanya mengatur hubungan antara manusia dan Tuhannya.
Dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata
nilai etika bagi kehidupan bernegara.

Berdasarkan ketiga aliran tersebut, Sukron Kamil, dalam tulisannya di


Jurnal Universitas Paramadina, melakukan tipologisasi pemikiran politik Islam:
tradisional, sekuler, dan moderat. Tipologi tradisional, memandang bahwa Islam
adalah agama dan negara. Hubungan Islam dan negara betul‐betul organic dimana
negara berdasarkan syariat Islam dengan ulama sebagai penasehat resmi eksekutif.
Yang termasuk tipologi ini adalah Rasyi Ridla, Sayyid Qutub, Al‐ Maududi, dan
di Indonesia Muhammad Natsir. Tipologi Sekuler, memandang bahwa Islam
adalah agama murni bukan negara. Tipologi ini terbelenggu dan sangat terpesona
oleh pemikiran nation state Barat Modern. Pemikir yang termasuk tipologi ini
adalah Ali Abd al‐Raziq, A. Luthfi Sayyid, dan di Indonesia Soekarno.

Tipologi Moderat, memandang bahwa meskipun Islam tidak menunjukkan


preferensinya pada sistem politik tertentu, tetapi dalam Islam terdapat prinsip‐
prinsip moral atau etika dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk
pelaksanaannya umat Islam bebas memilih sistem manapun yang terbaik. Yang
termasuk tipologi ini adalah Muhammad Husein Haikal (1888‐ 1956),
Muhammad Abduh (1862‐1905), Fazlurrahman, Mohamed Arkoun, dan di
Indonesia Nurcholish Madjid.5 Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, yang dikenal
dengan Buya Syafii Maarif, adalah seorang cendekiawan muslim yang concern
dalam bidang politik Islam. Ia berlatar belakang pendidikan formal Muallimin
Jogjakarta yang kemudian melanjutkan kesarjanaannya dalam bidang sejarah.
Karya disertasinya yang diterbitkan dalam sebuah buku yang berjudul “Islam dan
Masalah Kenegaraan: Studi tentang Percaturan dalam Konstituante”, adalah
sebuah refleksi dari pemikirannya tentang politik Islam meskipun tidak secara
utuh.

3
Penelitian ini akan mengerucutkan pemikiran politik Islam Syafii Maarif
secara utuh yang masih berserakan di berbagai makalah dan buku‐bukunya.
Sebagai pembuka wacana pemikirannya tentang politik Islam, pak Syafii
membagi Islam kedalam dua pandangan, yaitu Islam sejarah dan Islam cita‐cita.
Islam sejarah ialah Islam sebagaimana dipahami dan diterjemahkan ke dalam
konteks sejarah oleh umat Islam Indonesia dalam jawaban mereka terhadap
tantangan sosio‐politik dan cultural yang dihadapkan kepada mereka sebelum dan
sesudah kemerdekaan. Sedangkan Islam cita‐cita ialah Islam sebagaimana yang
dikandung dan dilukiskan oleh al‐Qur’an dan al‐Sunnah, tetapi yang belum tentu
senantiasa terefleksi dalam realitas sosio‐historis umat sepanjang abad. Islam cita‐
cita ini menggambarkan suatu totalitas pandangan hidup muslim, sekalipun belum
dirumuskan secara sistematis oleh yuris dalam sejarah Islam.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi latar belakang di atas, penulis merumuskan
penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana pemikiran Ahmad Syafii Maarif tetang hubungan Islam dan


negara?

2. Bagaimanakah tinjauan al‐salaf al‐shaleh terhadap pemikiran Ahmad Syafii


Maarif tentang hubungan Islam dan negara?

C. Tujuan dan Manfaat


a. Tujuan
1. Mendeskripsikan pemikiran Ahmad Syafii Maarif tentang hubungan Islam dan
negara. 2. Menganalisis dan mengkritisi pemikiran Ahmad Syafii Maarif tetang
hubungan Islam dan negara dalam timbangan al‐salaf al‐shaleh

b. Manfaat
Adapun manfaatnya adalah:

1. Secara akademis, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan khasanah


pemikiran politik Islam di Indonesia.  

4
2. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi keperluan dakwah. Khususnya
dalam menyebarkan Islamic Worldview dalam semua konsep kehidupan termasuk
negara Islam.  Menyadari akan maraknya 11 pemikiran‐pemikiran liberalisme,
sekularisme, dan pluralism yang dikumandangkan bukan hanya oleh pemikir non
muslim, bahkan oleh pemikir muslim sendiri, penulis tergerak untuk, paling tidak,
memberikan sedikit kontribusi untuk menangkal pemikiran‐pemikiran tersebut
dengan menggunakan sudut pandang Islamic Worldview.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Politik Islam


Secara umum telah banyak sekali pengertian tentang politik yang
diberikan para sarjana politik. Diantara pengertian-pengertian politik tersebut
adalah sebagai berikut.

Menurut Asad (1954), politik adalah menghimpun kekuatan;


meningkatkan kualitas dan kuantitas kekuatan; mengawasi dan mengendalikan
kekuatan; dan menggunakan kekuatan, untuk mencapai tujuan kekuasaan dalam
negara dan institusi lainnya.

Dalam pandangan Abdulgani, perjuangan politik bukan selalu “de kunst


het mogelijke” tapi seringkali malahan “de kunst van onmogelijke” (Politik adalah
seni tentang yang mungkin dan tidak mungkin). Sering pula politik diartikan
“machtsvorming en machtsaanwending” (Politik adalah pembentukan dan
penggunaan kekuatan).

Bluntschli (1935) memandang politik sebagai “Politik is more an art a


science and to do with the practical conduct or guidance of the state” (Politik lebih
merupakan seni daripada ilmu tentang pelaksanaan tindakan dan pimpinan
(praktis negara).

Isjwara (1967) Politik adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaan;


teknik menjalankan kekuasaan; masalah-masalah pelaksanaan dan kontrol
kekuasaan; atau pembentukan kekuasaan.

Secera istilah politik islam adalah pengurusan kemaslahatan umat manusia


sesuai dengan syara’. Pengertian siyasah lainya oleh Ibn A’qil, sebagaimana yang
dikutip oleh Ibnu Qayyim, politik Islam adalah segala perbuatan yang membawa
manusia lebih dekat kepada kemaslahatan dan lebih jauh dari kemafsadatan,

6
sekalipunRasullah tidak menetapkannya dan (bahkan) Allah SWT tidak
menentukanya.

Islam menyebut politik dengan istilah Siyasah. Jika yang dimaksud politik
adalah siyasah mengatur segenap urusan umat, maka Islam sangat menekankan
pentingnya siyasah. Bahkan Islam sangat mencela orang-orang yang tidak mau
tahu terhadap urusan umat.

Tetapi jika siyasah diartikan sebagai orientasi kekuasaan, maka


sesungguhnya Islam memandang kekuasaan hanya sebagai sarana
menyempurnakan pengabdian kepada Allah. Tapi Islam hanya menjadi sarana
dalam masalah kekuasaan.

Sebagian orang seringkali menilai istilah politik Islam diartikan sebagai


politik menurut perspektif Islam, hal itu sebagai bentuk kewajaran karena dalam
dunia nyata kita selalu disuguhkan praktik politik yang kurang atau sama sekali
menyimpang dari ajaran Islam. Sehingga muncul pertanyaan apakah politik Islam
itu ada? Apakah Islam punya konsep khusus tentang politik yang berbeda dengan
konsep politik pada umumnya?

Sampai batasan tertentu, Islam memang memiliki konsep yang khas


tentang politik. Akan tetapi, tentu saja Islam tetap terbuka terhadap berbagai
konsep politik yang senantiasa muncul untuk kemudian bisa melengkapi konsep
yang sudah ada, sepanjang tidak bertentangan dengan konsep Islam yang sudah
ada.

Sifat terbuka Islam dalam masalah politik ini tidak terlepas dari kenyataan
bahwa Islam tidaklah menetapkan konsep politiknya secara amat rinci. Dalam hal
ini, Islam memang harus memiliki corak politik. Akan tetapi, politik bukanlah
satu-satunya corak yang dimiliki oleh Islam. Sebab jika Islam hanya bercorak
politik tanpa ada corak Iain yang seharusnya ada, maka Islam yang demikian ialah
Islam yang parsial.

A. Varian interpretasi Agama

Munculnya varian-varian Islam dengan corak politik yang amat kuat pada
dasamya didorong oleh kelemahan atau bahkan keterpurukan politik umat Islam

7
saat ini. Karena kondisi sedemikian ini, politik kemudian menjadi salah satu tugas
panting umat Islam, untuk bisa bangkit dari kemunduran agar terhindar dari
komoditas politik pragmatis.

Perdebatan dan perselisihan dalam masyarakat Islam sesungguhnya adalah


perbedaan dalam masalah interpretasi, dan merupakan gambaran dari pencarian
bentuk pengamalan agama yang sesuai dengan kontek budaya dan sosial.
Misalnya dalam menilai persoalan-persoalan tentang hubungan politik dan agama
yang dikaitkan dengan persoalan kekuasaan dan suksesi kepemimpinan.

A. Orientasi Politik dalam Islam

Orientasi utama politik Islam terkait dengan masalah kekuasaan yaitu


tegaknya hukum-hukum Allah dimuka bumi, hal ini menunjukkan bahwa
kekuasaan tertinggi ialah kekuasaan Allah. Sementara, manusia pada dasarnya
sama sekali tidak memlliki kekuasaan. Bahkan Islam menentang adanya
penguasaan Absolut seorang manusia atas manusia yang lain.

2.2 Prinsip-prinsip Dasar Politik (Siyasah) Islam


Suatu sistem politik pasti tidak akan terlepas dari prinsip-prinsip dasarnya.
Sama halnya dengan sistem politik Islam yang selalu menjunjung prinsip-prinsip
dasarnya yang juga bersumber dari kitab suci Al-Quran. Prinsip-prinsip dasar
politik Islam meliputi

a) Musyawarah (Syuro)

Dalam prinsip politik Islam, konsep ini dapat membantu dalam memilih
sebuah keputusan atau kebijakan pemerintah dalam mengatur sebuah
pemerintahan itu sendiri dengan berdasarkan kesepakatan bersama. Sesuai dengan
firman Allah dalam QS. Ali Imran ayat 159:

‫فبما رحمة من هللا انت هم ولو كنت ال غليظ القلب النفضوا من حولك فَاِئفُ َع ْنهُ ْم َوا ْستَ ْغفِ ُر هُ ْم‬

‫وناويهم في األمر فون فوقت فتوكل على هللا إن هللا لمن المتولدين‬

8
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam
urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya."

b) Prinsip Keadilan (Al-'adalah)

Dalam ajaran agama Islam, keadilan merupakan komponen paling penting


terutama dalam sistem politik Islam. Istilah 'adil' berasal dari bahasa Arab, yaitu
yang berarti tengah atau seimbang. Dengan adanya keadilan dalam suatu
pemerintahan, akan menyeimbangkan atau menyamakan hak antara setiap waga
negara maupun antara pemerintah dengan rakyatnya. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam QS. An-Nahl ayat 90:

َ‫هللا يأمر بالعدل واإلحسان وإبناء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُون‬

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,


memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran."

c) Prinsip Kebebasan (Al-Hurriyah)

Maksud kebebasan disini bukan kebebasan yang bermakna negatif, tetapi


lebih mengarah kemakna positif. Kebebasan bermakna positif disini adalah
kebebasan yang berlandaskan kebaikan. Seperti, kebebasan memilih suatu yang
lebih baik atau kebebasan dalam berfikir mana yang lebih baik, sehingga dengan
pemikiran yang lebih baik itu dapat melakukan perbuatan yang lebih baik pula.

9
َ ‫ْض َع ُد ٌّو فَِإ َّما يَْأتِيَنَّ ُك ْم ِمنِّي هُدًى فَ َم ِن اتَّبَ َع هُدَا‬
‫ي‬ ُ ‫ال الهبطا ِم ْنهَا َج ِميعًا بَ ْع‬
ٍ ‫ض ُك ْم لِبَع‬ َ َ‫ق‬

‫فال يصل وال يقان‬

Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian


kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu
petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan
sesat dan tidak akan celaka" (QS. Taha ayat 123) Dari firman Allah di atas,
menceritakan kebebasan berfikir yang diberikan Allah kepada Nabi Adam dan
Hawa. Dari penggalan surat di atas juga menjadikan bukti bahwa Allah
memberikan setiap umatnya untuk bebas berfikir. Maka dari itu, perundang-
undangan Islam sangat menghargai nilai-nilai kebebasan.

d) Persamaan (Al-Musaawah)

Dalam ajaran Islam setiap manusia, laki-laki maupun perempuan memiliki hak
yang sama dalam menentukan sebuah pilihan, menyampaikan pendapat, dan tidak
ada pembeda darimana asal usulnya, bahasanya, serta keyakinan yang dianutnya.
Karena pada dasarnya dalam Al-Quran yang membedakan antar manusia adalah
ketaqwaannya. Sebagaimana firman Allah QS. Al-Hujurat ayat 13:

‫ال َأيُّهَا النَّاسُ ِإنَّا خلقناكم من ذكر وأنثى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَاِئ َل لِتَ َعا َرفُوا ِإ َّن َأ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هَّللا ِ الفاكم‬

‫إن هللا عليم خبر‬

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki


dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan sistem politik Islam, dapat diketahui bahwa Politik Islam itu
adalah suatu upaya pemerintah dalam mengatur suatu pemerintahan dalam hal ini
masyarakat sebagai objeknya sesuai aspek ajaran Islam. Dalam politik Islam ini
juga terdapat prinsip- prinsip dasar yang dapat menjadi sebuah pedoman dalam
kehidupan politik Islam, yaitu musyawarah, prinsip keadilan, prinsip kebebasan
dan persamaan. Sedangkan menurut Ali Anwar (2002:195), prinsip-prinsip politik
luar negeri dalam Islam terdiri dari

1. Saling menghormati fakta-fakta dan traktat-traktat.

2. Kehormatan dan integrasi nasional.

3. Keadilan universal (internasional).

4. Menjaga perdamaian abadi.

5. Menjaga kenetralan terhadap Negara-negara lain.

6. Larangan terhadap eksploitasi para imperialis.

7. Memberikan perlindungan dan dukungan pada orang-orang Islam yang


hidup di Negara lain.

8. Bersahabat dengan kekuasaan-kekuasaan netral,

9. Kehormatan dalam hubungan Internasional

11
10. Persamaan dan keadilan untuk para penyerang. Umat Islam juga sangat
berkontribusi besar dalam kepolitikan Nasional. Tak hanya sekali atau dua kali,
menurut sejarah umat Islam berkontribusi dalam era kemerdekan hingga sekarang.

3.2 Saran
Sebagai umat islam kita harus tahu dan ikut berpartisipasi dalam kepolitikan
Islam, agar menjadikan Indonesia yang lebih baik dan maju.

12
DAFTAR PUSTAKA

Haris,Syamsul.2005. Menumukan Demokrasi. Surakarta: Universitas


Muhammadiyah Surakarta.

Alim, Muhammad. 2001. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia dalam


Konstitusi Madinah dan UUD 1945. Yogyakarta: Ull Pres

Alam, Wawan Tunggul. 2003. Demi Bangsaku Pertentangan Bung Karno vx

Bung Hatta. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama138

Asshiddiqie, Jimly. 2007. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca


Reformasi. Jakarta: BIP.

Atmaja, I Dewa Gede. 2011. Konsepsi Demokrasi dalam Bingkai


Konstitusi,Malang: Setara Press.

Budisetyowati, Dwi Andayani. 2013. Kewenangan Mahkamah Konstitusi


Republik Indonesia sebagai Dasar Pelindung Hak - Hak Warga
Negara,Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara.

Bodin, Jean. 1995. Six Books Of Commonwealth Blackwell's political texts.


Michingan University.

Boyle, Kevin, 2000. Demokrasi: 80 Tanya Jawab Yogyakarta: Kanisius.

Budiardjo, Miriam. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama.

Deni JA. 2006. Catatan Politik. Yogyakarta: LKIS Yogyakarta.

13
Dantes, Nyoman. 2012. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi

Danim, Sudarwan, 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia

14

Anda mungkin juga menyukai