TEKNIK ARSITEKTUR
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
08 DESEMBER 2016
1
Mendirikan Negara Islam tidaklah wajib bagi kaum Muslimin. Tapi mendirikan
masyarakat yang berpegang teguh pada ajaran Islam adalah sesuatu yang wajib
Al-Maghfurlah KH.Abdurrahman Wahid
2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah atas segala rahmat, nikmat dan
hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan makalah Pancasila dan
Kewarganegaraan yang berjudul Sekularisasi dan Pengaruhnya Terhadap
Perjuangan ke Arah Negara Islam di Indonesia dengan baik.
Tak lupa ucapan terima kasih dihaturkan kepada Bapak Moh. Anas Kholis,
S.HI, M.HI selaku dosen pengampu mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan
karena tanpa beliau, penulis tidak akan mendapat bimbingan dalam mempelajari
mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan sehingga penulis dapat mengerjakan
makalah ini dengan lancar.
Perlu diketahui metode pembahasan masalah dalam makalah ini yaitu
dengan meresensi dan menganalisis buku-buku yang membahas sejarah
sekularisasi dan sistem ketatanegaraan di Indonesia.
Kesempurnaan hanyalah milikNya, manusia tentu tidak pernah sempurna.
Begitu pula dengan makalah ini tentu masih banyak kekurangan yang perlu
diperbaiki. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca.
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ....................................................................................... 3
DAFTAR ISI ...................................................................................................... 4
BUKU TAFSIR NEGARA ISLAM
DALAM DIALOG KEBANGSAAN DI INDONESIA .......................... 5
4
Cover luar buku Tafsir Negara Islam Dalam Dialog Kebangsaan di Indonesia
Cover dalam buku Tafsir Negara Islam Dalam Dialog Kebangsaan di Indonesia
5
ANATOMI BUKU
Cetakan ke :1
Dimensi : 14,5 x 21 cm
Sinopsis buku :
Kelebihan :
Buku ini diambil dari bahan disertasi Dr. Ahmad Yani Anshori sehingga
memiliki kualitas penulisan yang tinggi tetapi mudah dipahami
Kekurangan :
Kesimpulan :
Buku ini cocok untuk kalangan intelektual baik dari tingkat awam sampai
tingkat tinggi untuk mendalami sejarah ketatanegaraan di Indonesia.
6
BAB I : PENDAHULUAN
Adalah suatu hal yang menarik membaca hubungan lslam dan negara
dalam konfigurasi politik dan praktik politik Islam di Indonesia. Hubungan
keduanya meskipun dalam beberapa kasus terlihat sejalan, namun pada
kenyataannya sering terjebak dalam ruang politik yang konfrontatif, juga
diskursus yang dikedepankan keduanya menjadi akar polemik yang tak kunjung
usai. Apa yang salah dengan fenomena hubungan keduanya dalam pentas politik
Indonesia? Jawaban yang diberikan kepada pertanyaan ini sering berbeda dari
satu disiplin ilmu ke disiplin ilmu lainnya dan dari satu peneliti ke peneliti
lainnya. Tetapi semuanya berawal dari upaya untuk mengkaji uniknya
penghadapan Islam versus negara dalam proses demokratisasi di Indonesia.
7
Islam oleh para pendukungnya. Sementara kalangan Islam yang lain cenderung
memaknai sifat universalitas Islam ke arah yang lebih substansialistik.
Kecenderungan demikian lebih mengutamakan isi dari pada sekedar wadah politik
yang dalam raktik politiknya bukan bertujuan untuk memapankan strukturpolitik
yang ditandai dengan terbentuknya label Negara Islam secara formal, tetapi lebih
tertarik kepada penggarapan aspek etika dan moralitas politik yang diilhami oleh
substansi ajaran-ajaran Islam.
8
platform politik nas yang memisahkan unsur agama dari negara dan platform
kekuasaan politik yang menyatukan unsur agama dengan negara.
9
mempedulikan sisi objektivitas sejarah masa lampau sebaliknya ia menganggap
bahwa sejarah merupakan tradisi yang menjadi alas untuk menuju masa depan.
Dengan demikian, kekayaan khazanah teologis penafsir sangat mempengaruhi
dalam pengungkapan sejauh mana suatu teks dapat diungkap makna dan
maksudnya 30 Metode demikian dipilih untuk menafsirkan ada apa di balik upaya
perjuangan ke arah Negara Islam di Indonesia pascakemerdekaan, baik di dalam
Parlemen atau di luar Parlemen yang terjadi tempo dulu tetapi masih mengemuka
hingga kini, terutama dari dimensi teologis dan setting sosial politik yang
melatarinya.
10
BAB II : ISI
11
populer di telinga para simpatisan politik, maka dalam pertarungan wacana
seakan-akan telah mempolarisasi menjadi pertarungan antara ideologi Islam dan
ideologi Pancasila secara gilirannya menghadirkan sebuah berkepanjangan, yang
pada penghadapan antara Islam versus negara.
12
B . Pemikiran Islam Versus Pemikiran Sekuler
13
Bagi Natsir, cinta tanah air seperti yang digagas Soekarno pada dasarnya
sudah inheren dalam watak setiap manusia, dan oleh karena itu, nasionalisme
Indonesia harus bercorak Islam.
Secara umum, bagi kubu nasionalis sekuler, Islam adalah agama yang
masuk dalam wilayah privat sehingga tidak bisa dijadikan faham kebangsaaan,
lebih-lebih melihat karakter masyarakat bangga yang bersifat pluralistik. Agama
adalah subordinasi dari kebangsaan sehingga yang menjadi parameter kebangsaan
adalah nasionalisme. Mereka menganggap agama mempunyai sifat kolot yang
dapat menghambat kemajuan bangsa.
14
menyadari bahwa al-Quran dan Sunnah tidak punya tangan dan kaki untuk
membuat manusia berjalan sesuai dengan aturan-aturan Islam. Oleh karena itu,
Islam memerlukan alat yang cocok untuk menjamin agar aturan-aturannya
dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah digariskan Islam. Dalam
konteks ini, bagi Natsir, negara adalah alat yang cocok untuk menjamin agar
ajaran dan hukum Islam dijalankan. Islam dan negara adalah dua entitas religio-
politik yang bersenyawa. Dalam konteks perjuangan Islam, pada dasarnya negara
bukan menjadi tujuan, akan tetapi sebagai alat untuk menjamin terlaksananya
hukum Islam di tengah-tengah masyarakat.
Indonesia bukan negara teokrasi dan juga bukan negara sekuler secara
utuh sebagaimana telah dituliskan oleh B J. Boland bahwa Indonesia bukanlah
suatu negara Islam sebagaimana yang diinginkan oleh kelompok nasionalis Islam,
dan juga bukan negara sekuler yang memasukkan agama dalam wilayah pribadi
terpisah dari negara. Dalam pengamatan Boland, Indonesia adalah negara yang
ingin mengakui suatu asas keagamaan dan bersikap positif terhadap agama pada
umumnya dan dalam berbagai perwujudannya. Indonesia adalah suatu negara
yang ingin memandang agama sebagai suatu sumbangan yang mutlak terhadap
pembangunan national character building.
15
1. Sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia
2. Menjiwai semangat Revolusi tanggal 17 Agustustahun 1945
3. Musyawarah hendaknya menjadi dasar dalam segala perundingan dan
penyelesaian mengenai segala persoalan kenegaraan
16
Indonesia sebagai satu kesatuan dengan modal utama kuantitas pemeluk Islam
yang mayoritas telah sejalan dengan unsur-unsur yang akan diakomodir tersebut.
17
pendukungnya dalam Majlis Konstituante terutama antara Pancasila dan Islam ,
titik temunya adalah sebagai berikut:
Tetapi meskipun ada titik temunya, Pancasila dan Islam secara ideologis
berbeda. Islam dengan prosedur pelaksanaan hukum-hukumnya telah dapat
mencakup ide dan kandungan Pancasila, tetapi bagaimana dengan sumber-sumber
dan ajaran-ajaran Pancasila? Bagaimana hukum perdatanya, hukum pidana,
hukum perkawinan, hukum perang dan damai dan hukum-hukum lain menurut
Pancasila? Pertanyaan-pertanyaan ini, menurut Masykur, tidak akan mampu
dijawab oleh ajaran Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Memang secara
lahir ada titik pertemuan antara Islam dan Pancasila, tetapi filosofi yang
mendasarinya, tentu saja berbeda.
18
2. Bahwa Pancasila tetap merupakan rumusan kosong yang tidak
berketentuan arah dan tujuannya.
1. Islam adalah agama yang universal yang datang dari Allah, sementara
Pancasila adalah hasil rekayasa manusia yang bersifat lokal dan temporer.
19
BAB III : PENUTUP
Namun, kehendak kelompok Islam ini ditolak oleh elemen bangsa lainnya
yang tidak setuju dengan Islam sebagai dasar dan ideologi negara, tanpa diberikan
kesempatan terlebih dulu untuk mempraktikkan Islam sebagai dasar
penyelenggaraan negara dan pemerintahan di Indonesia. Dari sinilah muncul
konflik ideologis antara dua kelompok; Kelompok Islam yang menghendaki Islam
sebagai dasar dan ideologi negara, dan kelompok sekuler yang menolak Islam
sebagai dasar dan ideologi negara, tetapi sebaliknya mereka menghendaki
ditetapkannya Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara.
20
Cover Luar buku Sekularisasi Setengah Hati
21
ANATOMI BUKU
Cetakan ke :1
Dimensi : 14,5 x 21 cm
Sinopsis buku :
Kelebihan :
Buku ini memiliki tata bahasa yang mudah dimengerti bagi kalangan
umum sehingga dapat mempelajari literatur sejarah politik islam di Indonesia
Kekurangan :
Kesimpulan :
22
BAB I : PENDAHULUAN
23
menahbiskan diri sebagai negara sekuler seperti Turki, Wacana tentang
sekularisme juga tidak menjadi diskusi yang populer dikalangan para pendiri
Republik. Hal ini sangat jelas bahwa selain karena beragamnya tradisi
keberagamaan warga Nusantara, Indonesia tidak memiliki pengalaman pahit
dengan politik agama seperti yang terjadi di Eropa atau Turki. Oleh karenanya,
tidak ada alasan menempuh jalan sekularisme.
Buku ini pada dasarnya ditulis sebagai sebuah naskah sejarah. Namun,
berbeda dengan kebanyakan buku sejarah, buku ini mengembangkan suatu
penelitian sejarah yang berbasis pada pendekatan teori sosial.
24
BAB II : ISI
Dalam konteks indah penulis hendak mengkaji tentang watak politik Islam
pada masa 1945-1955 sebuah periode yang sering disebut sebagai periode liberal
dalam tradisi demokrasi Indonesia, di satu sisi. Namun, di sisi lain liberalitas itu
sama sekali tidak ditunjang oleh kepastian legitimasi dari rakyat Indonesia.
Bagi politik Islam, fase itu adalah fase yang paling penting dalam
sejarahnya di Indonesia. Di hadapan berbagai intrik politik dan polarisasi yang
begitu tajam, mereka harus menangguhkan dahulu idealisme negara Islam yang
25
dicita-citakan sejak era pergerakan. Mereka harus menerima sistem politik
Barat yang diterapkan di sini. Dan, seiring waktu, mereka tidak kuasa
membendung proses sekularisasi yang tidak hanya menjangkiti varian non-Islam
di sini, namun kalangan Islam sendiri.
Buku ini tertolak dari sebuah teori klasik tentang sekularisasi. Secara
etimologis, istilah sekularisasi berpangkal dari kata Latin Saeculum, yang berarti
masa, waktu, atau abad. Sekular berarti masa kini atau zaman ini. Jadi istilah
sekular terkait dengan masalah waktu. Jadi, dapat dikatakan, makna sekular
menyangkut periode tertentu di dunia yang dipandang sebagai suatu proses
sejarah.
26
sedang menjalani proses modernisasi untuk melakukan sekularisasi. Sekularisasi
menurutnya, tidak sama dengan sekularisme. Kedua istilah itu berdiri sendiri
secara otonom, Sekularisasi adalah proses desakralisasi segala aspek yang bersifat
duniawi dan sementara sekularisasia dalah sebuah ideologi yang baku; doktrin
bahwa moralita sharus semata-mata ditumpukan pada kebaikan manusia dunia,
hingga menafikan pertimbangan-pertimbangan yang diambil berdasarkan
keyakinan akan Tuhan. Dengan arti lain sekularisasi bersifat terbuka sementara
sekularisme bersifat tertutup.
27
yang disebut netral agama. Pemisah kepentingan agama dan kepentingan non-
agama tentu saja adalah modus sekularisasi yang paling gamblang.
Akan tetapi, apapun aspek yang diambil, harus dijelaskan bahwa awal
abad duapuluh memberikan tenaga-tenaga eksogen baru yang mampu
mengenalkan banyak pengetahuan, persepsi dan visi baru kepada kalangan
pribumi.
Hal ini menjadi ciri khas dari pergerakan-pergerakan yang muncul atas
nama Islam. Mereka tidak sedang melakukan islamisasi kepada mayoritas
penduduk pribumi yang sebagian besarnya adalah kaum Muslim sendiri. Mereka
sedang mentransformasikan umat Islam ke dalam identitas-identitas politiko-
kultural dan ideologis baru.
28
Sila pertama ia maksudkan untuk melebur keragaman suku,Kebangsaan
dan ras dalam satu bangsa. Sila kedua dimaksudkan untuk membendung semangat
chauvinisme. Menurut Soekarno, Internasionalisme tidak dapat hidup subur
kalau tidak berakar dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup
subur kalau tidak hidup dalam taman-sarinya internasionalisme.
Sila ketiga berintikan agar segala sistem politik masa lalu yang beragam
dan cenderungi feodalistik dikubur dan digantikan dengan sistem demokrasi dan
tradisi musyawarah. Sila keempat menegaskan bahwa hanya ada satu tujuan yang
hendak dicapai oleh sebuah negara merdeka, yakni kesejahteraan warganya. Sila
kelima menyatukan spirit hakiki dari beragam agama dan keyakinan yang ada di
Indonesia, yakni pengabdian kepada Tuhan.
29
Usul-usul itu memantik reaksi yang keras dari parapeserta sidang yang
lain, termasuk tokoh Islam terkemuka Agoes Salim. Ia menyanggah jika
presiden harus orang Islam bagaimana halnya terhadap wakil presiden, duta-duta,
dsb. Apakah artinya janji kita untuk melindungi agama lain?. Namun kharisma
Soekarno mampu meredam penentangan tersebut. Ia menyatakan bahwa
diperlukan suatu pengorbanan dari elemen bangsa yang lain untuk agar
perjuangan kemerdekaan tetap berjalan pada arah yang telah dibangun. Soekarno
merasa bahwa Islam sejak masa SI telah memberi kontribusi penting bagi lahir
dan menguatnya solidaritas berbangsa.
Sejak menjelang akhir periode revolusi hingga dua tahun pertama setelah
kembalinya Indonesia sebagai negara kesatuan, politik Indonesia telah diwarnai
pertarungan ideologis yang cukup kuat. Pergumulan ini sejatinya berakhir anti-
klimaks. Proses itu membawa kemunculan dua partai baru, PSII dan NU, serta
Satu partai lama yang kemudian lebih gigih menampilkan perannya, Perti.
Namun demikian, menjadi organisasi politik tidak setali tiga uang dengan
menjadi organisasi sosial keagamaan. Menjadi organisasi politik mengandaikan
kesiapan-kesiapan infrastruktur maupun suprastruktur yang berbeda. Yang
pertama menyangkut instrum en-instrumen keras seperti penyiapan
institusi,strategi kaderisasi dan propaganda, ketrampilan berdiplomasi, dan
sebagainya. Sementara yang kedua menyangkut masalahkesiapan visi, platform,
ideologi dan, terutama, mental.
30
Satu-satunya partai Islam yang siap baik secara infrastruktur maupun
suprastruktur adalah Masyumi. Selain dikuasai oleh para politisi muda yang
terampil dan visioner, Masyumi juga memiliki organisasi yang kokoh. Akan
tetapi, Masyumi bukan berarti tidak memiliki persoalan eksistensial. Masyumi
pada waktu itu menjadi satu-satunya partai politik yang mengalami Shock setelah
didera begitu banyak perpecahan.
Perdebatan yang menandai polarisasi yang cukup riuh tentang visi politik
keagamaan terjadi antara ormas-ormas Islam menyangkut bagaim ana posisi Islam
terhadap konsep ketatanegaraan. Masyarakat Islam di mana prinsip-prinsip dan
praktek-praktek Islam berfungsi sudah cukup untuk merepresentasikan suatu
eksplikasi negara Islam . Dengan pembangunan masyarakat maka pandangan
31
tentang negarapun akan berubah dan akhirnya sistem hukum Islam akan berjalan
sepenuhnya. Memaksakan pendirian negara terlebih dahulu atas masyarakat akan
berujung pada hasil yang terjadi pada negara-negara komunis.
32
BAB III : PENUTUP
33
DAFTAR PUSTAKA
34