Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan nikmat kesehatan dan waktu luang sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang di beri judul “Islamisasi Ilmu Pengetahuan”.
Dan tidak lupa pula ucapan terima kasih kepada teman-teman yang memberikan
dukungan dalam penyelesain makalah ini. Memang dalam mencari referensinya butuh
waktu dalam mencari inti dari sebuah pembahasan. Ucapan terimakasih juga buat dosen
pembimbing kami yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
menyelesaikan makalah ini.

Penulis juga mohon maaf yang sebesar-besarnya jika pembaca merasa


tersinggung dengan isi makalah ini jika ada kesilapan dalam penyampaian penulis.
Memang dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari silap dan salah. Karena penulis
sebagai manusia biasa yang memang membutuhkan komentar dan koreksi dari pembaca
tentang isi makalah ini yang mungkin kurang dalam penjelasan maupun penulisan nya.
Sesuai dengan pepatah tidak ada gading yang tak retak begitu juga dengan isi makalah
ini.

Bengkalis, 14 Februari 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................1

DAFTAR ISI.....................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................3

A. Latar Belakang........................................................................................................3

B. Tujuan Penulisan....................................................................................................4

C. Rumusan Masalah..................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................5

A. Islamisasi Ilmu Pengetahuan..................................................................................5

B. Agama dan Ilmu.....................................................................................................7

BAB III PENUTUP.........................................................................................................12

A. Kesimpulan...........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................13

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang mengatur seluruh aspek di dalam kehidupan
manusia, mulai dari bangun tidur hingga bangun Negara. Islam tidak hanya mengatur
masalah ibadah yang bersifat ritual, yang merupakan penghambaan diri kepada Allah
swt bersifat vertikal. Tetapi, Islam memberikan aturan yang lebih luas dan kaffah.
Ibadah yang dilakukan oleh ummat islam juga dapat bersifat horizontal, yaitu ibadah
yang dilakukan atas dasar hubungan pada lingkungan social, ekonomi, dan politik.

Berawal dari keberagaman konsep pemikiran kemudian banyak bermunnculan


aliran-aliran pemikiran, baik di dalam ilmu agama Islam maupun di dalam ilmu umum,
kita menjumpai adanya aliran atau mazhab yang amat beraneka ragam yang pada
gilirannya amat mempengaruhi pola pikir, sikap, dan cara pandang manusia. Pengaruh
ini satu sisi dapat dilihat sebagai suatu kewajaran bahkan menguntungkan, karena dapat
memperkaya khazanah pemikiran manusia, tapi pada sisi yang lain dalam proses
penggunaannya tidak boleh bertentangan dengan wahyu.

Pendidikan merupakan sesuatu yang fundamental bagi suatu peradaban, baik itu
peradaban Islam maupun Peradaban barat. Islam sebagai agama tidak hanya
mengajarkan kehidupan akhirat akan tetapi juga kehidupan dunia sehingga keduanya
berimbang. Sehingga apa bila hanya mempelajari ilmu pengetahuan dunia tanpa
berlandaskan Islam maka akan terjadi kebobrokan moral dan etika. Dengan demikian
muncullah sebuah kekritisan dari seorang cendekiawan muslim yang mencetuskan
gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan.

Islamisasi yaitu karakter atau identitas yang dimana Islam sebagai pandangan
dalam semua aspek kehidupan yang didalamnya terdapat pandangan yang
berkesinambungan terhadap konsep ilmu (epistemologi) dan konsep Tuhan (teologi).
Bahkan tidak hanya itu, Islam merupakan agama yang memliki pandangan mendasar
tentang Tuhan, alam semesta, kehidupan manusia dan lain sebagainya.

3
B. Tujuan Penulisan
1. Mampu memahami islamisasi ilmu pengetahuan
2. Mampu memahami konsep agama dan ilmu
3. Mampu memahami konsep agama dan ekonomi
4. Memahami tentang pengajaran ilmu

C. Rumusan Masalah
1. Apa itu islamisasi ilmu pengetahuan?
2. Apa hubungan agama dan ilmu?
3. Apa hubungan agama dan ekonomi?
4. Apa itu pengajaran ilmu?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Dalam menyusun pengertian Islamisasi ilmu pengetahuan setidaknya ada 3 kata
yang perlu diartikan yaitu Islamisasi, Ilmu, dan Pengetahuan. Menurut KBBI Daring
Islamisasi merupakan pengislaman.1 Sedangkan ilmu adalah cara berfikir dalam
menghasilkan kesimpulan yang berupa pengetahuan yang dapat diandalkan. Ilmu
merupakan produk dari hasil berfikir menurut langkah-langkah tertentu yang secara
umum dapat disebut berfikir secara ilmiah.2 Dan Pengetahuan dalam KBBI Daring
disebutkan yaitu merupakan segala sesuatu yang diketahui. 3 Jadi dapat disimpulkan dari
pengertian di atas, Islamisasi ilmu pengetahuan adalah mengislamkan segala ilmu
pengetahuan.

Adapun pengertian menurut tokoh-toko yaitu diantaranya menurut AI-Faruqi dalam


bukunya Budi Handrianto; menyebutkan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan
(Islamization of knowladge) merupakan usaha untuk mengacukan kembali ilmu, yaitu
untuk mendefenisikan kembali, menyusun ulang data, memikir kembali argument dan
rasionalisasi, menilai kembali tujuan dan melakukannya secara yang membolehkan
disiplin itu memperkaya visi dan perjuangan Islam. Islamisasi ilmu juga merupakan
sebagai usaha yaitu memberikan defenisi baru, mengatur data-data, memikirkan lagi
jalan pemikiran dan menghubungkan data-data, mengevaluasi kembali kesimpulan-
kesimpulan, memproyeksikan kembali tujuan-tujuan dan melakukan semua itu
sedemikian rupa sehingga disiplin-disiplin itu memperkaya wawasan Islam dan
bermanfaat bagi cause (cita-cita) Islam.

Islamisasi ilmu pengetahuan menurut al-Attas, yaitu Pembebasan manusia dari


tradisi magis, mitologis, animistis, kultur-nasional (yang bertentangan dengan Islam)
dan dari belengu paham sekuler terhadap pemikiran dan bahasa Juga pembebasan dari
kontrol dorongan fisiknya yang cenderung sekuler dan tidak adil terhadap hakikat diri

1
APA: islamisasi. 2016. Pada KBBI Daring. Diambil 15 Februari 2022, dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/islamisasi
2
Muh. Albar dan M. Makbul, “Islamisasi Ilmu Pengetahuan” Bab II, hal. 3
3
APA: pengetahuan. 2016. Pada KBBI Daring. Diambil 15 Februari 2022, dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pengetahuan
5
atau jiwanya, sebab manusia dalam wujud fisiknya cenderung lupa terhadap hakikat
dirinya yang sebenarnya, dan berbuat tidak adil terhadapnya. Islamisasi adalah suatu
proses menuju bentuk asalnya yang tidak sekuat proses evolusi dan devolusi.

Ini artinya dengan Islamisasi ilmu pengetahuan, umat Islam akan terbebaskan dari
belengu hal-hal yang bertentangan dengan Islam, sehingga timbul keharmonian dan
kedamaian dalam dirinya, sesuai dengan fitrahnya.

Untuk melakukan Islamisasi ilmu pengetahuan tersebut, menurut al-Attas, perlu


melibatkan dua proses yang saling berhubungan. Pertama ialah melakukan proses
pemisahan elemen-elemen dan konsep-konsep kunci yang membentuk kebudayaan dan
peradaban Barat, dan kedua, memasukan elemen-elemen Islam dan konsep-konsep
kunci ke dalam setiap cabang ilmu pengetahuan masa kini yang relevan. Jelasnya, “ilmu
hendaknya diserapkan dengan unsur-unsur dan konsep utama Islam setelah unsur-unsur
dan konsep pokok dikeluarkan dari setiap ranting.

Secara umum, Islamisasi ilmu tersebut dimaksudkan untuk memberikan


respon positif terhadap realitas ilmu etahuan modern yang sekularistik dan Islam
peng
yang “terlalu” religius, dalam model pengetahuan baru yang utuh dan integral tanpa
pemisahan di antaranya.
Selain kedua tokoh di atas, ada beberapa pengembangan definisi dari Islamisasi
ilmu pengetahuan tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Osman Bakar,
Islamisasi ilmu pengetahuan adalah sebuah program yang berupaya memecahkan
masalah-masalah yang timbul karena perjumpaan antara Islam dengan sains modern
sebelumnya. Progam ini menekankan pada keselarasan antara Islam dan sains modern
tentang sejauhmana sains dapat bermanfaat bagi umat Islam.

Dari pengertian Islamisasi pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa Islamisasi


dilakukan dalam upaya membangun kembali semangat umat Islam dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan melalui kebebasan penalaran intelektual dan kajian-
kajian rasional – empirik dan filosofis dengan tetap merujuk kepada kandungan Al-
quran dan Sunnah Nabi. Sehingga umat Islam akan bangkit dan maju menyusul
ketinggalan dari umat lain, khususnya Barat.4

Muh. Albar dan M. Makbul, “Islamisasi Ilmu Pengetahuan” Bab II, hal. 4-6
4

6
B. Agama dan Ilmu
Perkataan ilmu pengetahuan (sains) dan ilmu agama (Islam) kadang
menimbulkan distorsi, sebagian orang memahami bahwa sains bersifat rasional,
empiris, positif, dapat diobservasi, terukur, dan dapat diuji. Di sebagian yang lain
memahami bahwa agama bersifat ghoib, supranatural, melampaui fisik, tidak empiris,
dan metapositif. Atas dasar itulah maka agama kemudian dianggap sebagai sesuatu
yang bersifat metafisik, metaempiris, dan metapositif. Dalam perkembangan
berikutnya pandangan yang memisahkan antara sains dan agama itu dipersoalkan,
karena antara keduanya ada titik temu yang saling melengkapi dan menguatkan.5
Persinggungan antara ilmu pengetahuan dan dan ilmu agama telah menjadi
bahan pembicaraan yang hangat, dalam berbagai diskusi menjadi topik yang menarik
bagi beberapa kalangan, terutama akademisi. Pemahaman sebagian orang tentang ilmu
pengetahuan dan ilmu agama terkadang kurang pas, hal ini terjadi karena adanya
pandangan mereka tentang ilmu pengetahuan dan ilmu agama itu yang tidak utuh,
masing- masing dipahami secara terpisah, sehingga seakan-akan antara keduanya
adalah sesuatu yang berbeda dan tidak bisa dipertemukan.6
Sebagian orang memahami bahwa agama sebagai cita rasa terhadap hal-hal yang
bersinggungan dengan misteri, karena antara manusia dengan agama seringkali terjadi
persinggungan yang yang bersifat batiniah luar biasa dan mampu memberikan kepuasan
yang amat, sebagai sesuatu yang mengarah pada hal-hal yang bersifat transenden. Di
sisi lain, ilmu pengetahuan modern (sains) telah menunjukkan keberhasilannya yang
gemilang dalam berbagai aspek kehidupan manusia yang maju dan terukur, terutama
sejak terjadinya renaisan, dimana ilmu pengetahuan berhasil mempercepat dan
mempermudah manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.7

Relasi ilmu pengetahuan dan agama tidak perlu dirisaukan dan bahkan menjadi
suatu kebutuhan antara keduanya. Dalam kajian Islam, semua ”kebenaran” berasal dari
Tuhan. Kebenaran agama berasal dari Allah yang kemudian kebenaran berwujud
firmân (ayat qawlî), dan kebenaran ilmu pengetahuan (natural sciences, social sciences,
and human sciences) berwujud realitas empiris (ayat kauni). Hakekatnya keduanya
berasal/bersumber dari Allah, maka kebenaran keduanya tidak akan berbeda apalagi
5
Hidayatullah, “Realisasi ilmu pengetahuan dan agama” Proceeding of ICECRS, 1 (2016) 902
6
Hidayatullah, “Realisasi ilmu pengetahuan dan agama” Proceeding of ICECRS, 1 (2016) 902
7
Hidayatullah, “Realisasi ilmu pengetahuan dan agama” Proceeding of ICECRS, 1 (2016) 902
7
bertentangan. Jika dalam hal realitas empirik dan agama terjadi pertentangan, maka ada
dua kemungkinan; yaitu: (1) ilmu pengetahuan (sains) dan agama belum menemukan
kebenaran final (masih dalam proses berkembang),atau(2) pemahaman manusia
terhadap wahyu qawlî belum menemukan pemahaman yang tepat sesuai ilmu Allah.8

Sebagai contoh hubungan antara agama dan ilmu bisa dibuktikan melalui apa
yang telah rasul sabdakan dan riset secara ilmiah.

Rasulullah bersabda, ‘Tidaklah seorang anak Adam mengisi sebuah bejana yang
lebih buruk dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam untuk makan beberapa suap
makanan sekedar untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak maka sepertiganya
untuk makanan, sepertiganya untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk udara (napas).”
(HR Ibnu Majah)

Riset ilmiah membuktikan bahwa kegemukan (obesitas) dapat membahayakan


tubuh manusia. Hasil sensus sebuah perusahaan asuransi di Amerika Serikat
menyimpulkan, bahwa semakin panjang garis lingkar perut, makan semakin pendek
garis umur. Laki-laki yang lingkar perutnya lebih besar daripada lingkar dadanya, maka
potensi kematiannya akan semakin besar.

Nabi Muhammad SAW memerintahkan umat Muslim untuk menyeimbangkan


pola makan dan minum, dan tidak berlebihan dalam keduanya. Ia juga melarang untuk
mengisi lambung dengan makanan secara penuh, karena dapat merusak tubuh dan
termasuk pemborosan. Pelakunya dianggap sebagai orang-orang mubazir yang dicap
Allah sebagai saudara-saudara setan.

Allah berfirman, “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-


saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS Al-Isra’: 27)

C. Agama dan Ekonomi

Ekonomi adalah Suatu ilmu yang mempelajari perilaku manusia sebagai


hubungan antara berbagai tujuan dan alat-alat (untuk mencapai tujuan) yang langka
adanya dan karena itu mengandung alternatif dalam penggunaannya, maka tujuan

8
Hidayatullah, “Realisasi ilmu pengetahuan dan agama” Proceeding of ICECRS, 1 (2016) 902
8
maupun cara-cara penggunaan alat-alat tersebut untuk mencapai suatu tujuan harus
disesuaikan dengan syari’ah Islam sebagai suatu cara dan pandangan hidup. Kegiatan
ekonomi menurut pandangan Islam tidak diatur oleh keinginan- keinginan dan
pengalaman manusia saja, Tuhan melalui wahyu-Nya telah memberikan pedoman yang
kemudian dirumuskan oleh para 'ulama menjadi syari’ah. Kegiatan ekonomi apapun
harus disandarkan kepada wahyu yang tercantum dalam Al Quran dan Sunnah.9

Di dalam Islam, ekonomi erat kaitannya dengan istilah muamalah yaitu


hubungan antara manusia dalam usaha mendapatkan alat-alat kebutuhan jasmaniah
dengan cara sebaik-baiknya sesuai dengan ajaran-ajaran dan tuntutan agama. Agama
Islam juga memberikan norma dan etika yang bersifat wajar dalam usaha mencari
kekayaan untuk memberi kesempatan pada perkembangan hidup manusia dibidang
muamalah dikemudian hari.10

dalam kehidupan ekonomi perilaku manusia dipengaruhi oleh dua jenis hal, yaitu
perilaku yang didorong motif ekonomi dan motif moral atau agama. Motif ekonomi
tercipta karena adanya rasa kurang dan rasa takut terhadap kekurangan.11 Demikianlah,
ajaran moral yang berbeda akan menghasilkan pola perkembangan ekonomi
yang berbeda pula. Hal ini merupakan perkara lumrah, sebab, setiap agama besar pasti
memliki pandangan dasar mengenai manusia, secara eksplisit atau implisit. Ini adalah
bukti nyata ketidakmungkinan membangun ekonomi syari’ah di atas sistem ekonomi
yang bercorak kapitalistik.12

Misalnya di dalam pemerintahan, menurut Sjafruddin, masalah ekonomi tidak


bisa dilepaskan kaitannya dengan masalah agama. Oleh karena itu, adalah suatu
kekeliruan bila suatu pemerintahan hanya mendekati masalah ekonomi yang dihadapi
rakyatnya dari perspektif ekonomi semata. Pemerintah yang hanya melakukan hal
demikian, maka tidak akan bisa menyelesaikan masalah karena yang namanya
ekonomi murni tidak punya hati nurani. Sebab, pasar hanya akan berpihak kepada
orang yang kuat dan tidak peduli kepada orang yang lemah. Oleh karena itu, pihak
yang termarginalkan dalam proses ekonomi dan pasar tersebut tentu tidak akan senang

9
Drs. Dahrun Sajadi, MA, “Agama, Etika, dan Sistem Ekonomi”Article Text-1-10-2020927, hal. 2
10
H. Syaikhu Dkk, Fikih Muamalah,Yogyakarta: Penerbit K-Media, 2020, hal. 5
11
Anwar Abbas, “Agama dan Ekonomi”( https://www.republika.co.id/berita/p4tkvr440/agama-dan-
ekonomi, diakses pada 17 Februari 2022)
12
Drs. Dahrun Sajadi, MA, “Agama, Etika, dan Sistem Ekonomi”Article Text-1-10-2020927, hal. 3
9
dan tidak akan tinggal diam untuk mengambil hak-haknya, sehingga terjadilah tindak
kekerasan dan perbuatan-perbuatan tercela serta mendorong bagi terjadinya kekacauan
sosial.13

Untuk itu, agama harus diundang dan dilibatkan dalam kehidupan ekonomi dan
pasar agar keduanya menjadi tempat yang sejuk bagi semua pihak. Salah satu sebab
dari adanya kekacauan sosial dan perbedaan yang besar antara yang kaya dan
yang miskin di dunia ini adalah bahwa agama itu mau dipisahkan dari
ekonomi. Sebaliknya Islam mengajar bahwa dalam usaha kita mencari nafkah
untuk keperluan hidup, kita sekali-kali tidak boleh melupakan kewajiban kita
terhadap sesama manusia, khususnya terhadap orang-orang yang miskin dan
lemah.14

D. Pengajaran Ilmu

Menurut KBBI Daring Pengajaran adalah proses, cara, perbuatan,


mengajar,mengajarkan atau segala sesuatu yang berkaitan dengan mengajar.15
Sedangakan ilmu yaitu pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu
dibidang pengetahuan itu.16 Dari dua pengertian diatas dapat disimpulkan pengajaran
ilmu merupakan proses dalam mengajarkan pengetahuan tentang suatu bidang tertentu
yang disusun dengan menggunakan metode tertentu berdasarkan jenis ilmu yang
diajarkan.

Belajar dan mengajar adalah bagian terpenting dalam kehidupan, Atsar dari
Sayyidina Ali ini harus direnungkan oleh para penuntut ilmu dan yang mengajarkannya.
Senantiasa mengingatnya setiap akan melaksanakan aktivitas pendidikan, agar kita tidak
lupa tujuan utama dari aktivitas tersebut. Karena hidup kita -sebagaimana atsar di atas-

13
Anwar Abbas, “Agama dan Kehiduapan Ekonomi Menurut Sjafruddin Prawiranegara”, Al-Iqtishad:
Vol. V, No. 1, Januari 2013, hal 74
14
Anwar Abbas, “Agama dan Kehiduapan Ekonomi Menurut Sjafruddin Prawiranegara”, Al-Iqtishad:
Vol. V, No. 1, Januari 2013, hal 74-75
15
APA: pengajaran. 2016. Pada KBBI Daring. Diambil 15 Februari 2022, dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pengajaran
16
APA: ilmu. 2016. Pada KBBI Daring. Diambil 15 Februari 2022, dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ilmu
10
hanya untuk ibadah, maka dimensional ibadah itu harus selalu ada, dalam segala
kegiatan, apalagi mengajarkan ilmu.17

Semua aktivitas pasti akan berdimensi ibadah, bila diiringi dengan niat yang
tulus dan tidak ada udang dibalik batu atau maksud tertentu untuk memenuhi keinginan
hawa nafsu. Dalam sebuah hadits yang sangat beken, kita dinasehatkan, bahwa segala
amalan, mengenai sah atau tidaknya dan intensitas nilainya dari suatu perbuatan itu
tergantung kepada apa yang kita niatkan.18

Salah satu kewajiban seorang yang berilmu ialah mengajarkannya, ia


mempunyai tanggung jawab untuk memecahkan problematika keumatan. Karena
mengajarkan ilmu berarti membuka gerbang kemajuan, dan merupakan upaya untuk
membangun peradaban. Sehingga Allah Subhanahu wa ta'ala pun tidak pernah
memandang rendah orang yang berilmu.19

Ia berfirman dalam salah satu ayat-Nya:

"Niscaya Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan


orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat..." (QS. Al-Mujadilah: 11)

Keberhasilan dalam menyampaikan ilmu dapat dilihat dari penerima ilmunya,


ketika ilmu yang kita berikan itu berhasil mengubah prilaku atau akhlaknya, ia menjadi
lebih beradab kepada Allah juga sesama, kendati yang kita sampaikan hanya satu ayat
saja tetapi begitu membekas dalam batinnya, berarti kita telah sukses dalam
menyampaikan ilmu.20

17
Usman Nurhakim,”Keutamaan Pengajaran Ilmu”
(https://www.kompasiana.com/usman51209/616b90c48bae93706e2ed902/keutamaan-
pengajaran-ilmu, diakses pada 18 Februari 2022)
18
Usman Nurhakim,”Keutamaan Pengajaran Ilmu”
(https://www.kompasiana.com/usman51209/616b90c48bae93706e2ed902/keutamaan-
pengajaran-ilmu, diakses pada 18 Februari 2022)
19
Usman Nurhakim,”Keutamaan Pengajaran Ilmu”
(https://www.kompasiana.com/usman51209/616b90c48bae93706e2ed902/keutamaan-
pengajaran-ilmu, diakses pada 18 Februari 2022)
20
Usman Nurhakim,”Keutamaan Pengajaran Ilmu”
(https://www.kompasiana.com/usman51209/616b90c48bae93706e2ed902/keutamaan-
pengajaran-ilmu, diakses pada 18 Februari 2022)
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islamisasi Ilmu pengetahuan merupakan mengembangkan ilmu
pengetahuan melalui kebebasan penalaran intelektual dan kajian-kajian rasional-
empirik dan filosofis dengan tetap merujuk kepada kandungan Al-quran dan
Sunnah Nabi. Karena pada dasarnya segala sesuatu baik itu menyangkut pada
bidang keilmuan maupun ekonomi pasti berhubungan erat dengan agama
khususnya Islam sebagai Agama yang Rahmatan lil’alamin.

12
DAFTAR PUSTAKA
H. Syaikhu Dkk, Fikih Muamalah: Memahami Konsep dan Dialektika
Kontemporer,Yogyakarta: Penerbit K-Media, 2020
Muh. Albar dan M. Makbul, “Islamisasi Ilmu Pengetahuan” Bab II

Hidayatullah, “Realisasi ilmu pengetahuan dan agama” Proceeding of


ICECRS, 1 (2016)

Drs. Dahrun Sajadi, MA, “Agama, Etika, dan Sistem Ekonomi”Article


Text-1-10-2020927

Anwar Abbas, “Agama dan Kehiduapan Ekonomi Menurut Sjafruddin


Prawiranegara”, Al-Iqtishad: Vol. V, No. 1, Januari 2013

Anwar Abbas, “Agama dan Ekonomi”


(https://www.republika.co.id/berita/p4tkvr440/agama-dan-ekonomi,diakses pada
17 Februari 2022)

KBBI Daring. Diambil 15 Februari 2022, dari


https://kbbi.kemdikbud.go.id

Eneng Susanti, “Bocoran ilmu kedokteran dalam setengah ayat Al-quran


dan satu hadist” (https://www.islampos.com/bocoran-ilmu-kedokteran-dalam-
setengah-ayat-alquran-dan-satu-kalimat-hadis-170484, diakses pada 18 Februari
2022)

13

Anda mungkin juga menyukai