Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN


Diajukan guna memenuhi Tugas Filsafat Ekonomi Islam
Dosen pengampu : M. Sultan Mubarok, S.E.Sy.,M.E

Disusun oleh:
Kelompok 3
1. Winahyu Alifia (4119157)
2. Izza Alfiyatin Nur (4119159)
3. Eli Hidayah (4119160)

Kelas D

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-NYA
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ISLAM DAN ILMU
PENGETAHUAN“. Sholawat serta salam tak lupa kami junjungkan kepada pimpinan
agung kita baginda Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafaatnya di
akhirat nanti. Selain itu kami juga berterima kasih kepada bapak M. Sultan Mubarok,
S.E.Sy.,M.E. selaku Dosen mata kuliah Filsafat Ekonomi Islam yang telah
memberikan tugas ini kepada kami serta membimbing kami dalam pembuatan
makalah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kami dalam memahami mengenai Islam dan Ilmu
Pengetahuan, semoga makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Pekalongan, 30 November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................2
2.1 Definisi Filsafat Islam............................................................................2
2.2 Pendekatan Filsafat Islam......................................................................3
2.3 Hakikat Filsafat Islam............................................................................5
2.4 Objek Kajian Filsafat Islam...................................................................7
2.5 Hubungan Filsafat Islam dengan Keilmuan Islam Lainnya dan Ilmu
Pengetahuan Umum...............................................................................7
2.6 Kiblat Berfikir Umat Islam....................................................................9
BAB III PENUTUP....................................................................................................12
3.1 Kesimpulan...........................................................................................12
3.2 Saran.....................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berfikir merupakan hal yang selalu dilakukan oleh manusia, dan berpikir
pula merupakan keistimewaan yang diberikan oleh Allah swt kepada kita manusia.
Akal yang diberikan oleh-Nya merupakan suatu pembeda antarakita dengan makhluk
lainnya. Para ilmuan-ilmuan yang terkemuka memberikan definisi tentang ilmu
Filsafat namun masing-masing definisi mereka berbeda akan tetapi tidak
bertentangan, bahkan saling mengisi dan saling melengkapi dan terdapat kesamaan
yang saling mempertalikan semua definisi itu. Hal tersebut baik untuk menambah
wawasan kita karena dengan mengetahui pengertian dari para ilmuan-ilmuan sebelum
kita, kita banyak belajar dari sana.
Filsafat merupakan suatu upaya berfikir yang jelas dan terang tentang seluruh
kenyataan, filsafat dapat mendorong pikiran kita untuk meraih kebenaran yang dapat
membawa manusia kepada pemahaman, dan pemahaman membawa manusia kepada
tindakan yang lebih layak.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari filsafat islam?
2. Apa saja pendekatan filsafat islam?
3. Bagaimana hakikat filsafat islam?
4. Bagaimana objek kajian filsafat islam?
5. Bagaimana hubungan filsafat islam dengan keilmuan islam lainnya dan ilmu
pengetahuan umum?
6. Bagaimana kiblat berfikir umat islam?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi filsafat islam.
2. Untuk mengetahui apa saja pendekatan filsafat islam.
3. Untuk mengetahui hakikat filsafat islam.
4. Untuk mengetahui objek kajian filsafat islam.
5. Untuk mengetahui hubungan filsafat islam dengan keilmuan islam lainnya dan
ilmu pengetahuan umum.
6. Untuk mengetahui kiblat berfikir umat islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Filsafat Islam


Filsafat islam adalah perkembangan pemikiran umat Islam dalam masalah
ketuhanan, kenabian, manusia, dan alam semesta yang disinari ajaran Islam. Adapun
definisinya secara khusus seperti apa yang dituliskan oleh penulis Islam sebagai
berikut.1
a. Ibrahim Madkur, filsafat Islam adalah pemikiran yang lahir dalam dunia Islam
untuk menjawab tantangan zaman, yang meliputi Allah dan alam semesta,
wahyu dan akal, agama dan filsafat.
b. Ahmad Fuad Al-Ahwany, filsafat Islam adalah pembahasan tentang alam dan
manusia yang di sinari ajaran Islam.
c. Muhammad Atif Al-EIraqy, filsafat Islam secara umum di dalamnya tercakup
ilmu kalam, ilmu ushul fiqh, ilmu tasawuf, dan ilmu pengetahuan lainnya yang
diciptakan oleh intelektual Islam.

Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim.


Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama,
meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani
terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran
Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih
'mencari Tuhan', dalam filsafat Islam justru Tuhan 'sudah ditemukan, dalam arti
bukan berarti sudah usang dan tidak dbahas lagi, namun filsuf islam lebih
memusatkan perhatiannya kepada manusia dan alam, karena sebagaimana kita
ketahui, pembahasan Tuhan hanya menjadi sebuah pembahasan yang tak pernah ada
finalnya.

Filsafat islam terdiri dari dua kata yaitu filsafat dan islam. Filsafat diartikan
sebagai berfikir yang bebas, radikal dan berada dalam dataran makna. Bebas yang
berarti tanpa halangan pikiran bekerja, karena kerja untuk berfikir ada pada otak yang
tak ada seorangpun yang dapat menghalanginya. Sedangkan kata islam, secara
semantic berasal dari akar kata salima yang berarti menyerah, tunduk, dan selamat.
Yakni dalam arti luas islam artinya menyerahkan diri pada Allah untuk memperoleh

1
HasyimZXsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 17.

2
keselamatan dan kedamaian-Nya. Jadi, filsafat islam atau Islamic philosophy, pada
hakikatnya adalah filsafat yang bercorak islami. Namun, filsafat islam bukan berarti
tentang islam, tetapi cara berfikir yang bebas, radikal, dan berada pada taraf makna,
yang mempunyai sifat, corak dan karakter yang menyelamatkan dan memberikan
kedamaian hati.

Pengertiannya secara khusus adalah pokok-pokok atau dasar-dasar pemikiran


filosofis yang dikemukakan para filosof muslim. Jelaslah bahwa filsafat Islam
merupakan hasil pemikiran umat islam secara keseluruhan. Pemikiran umat Islam ini
merupakan buah dari dorongan ajaran Al-Quran dan Hadis. Kedudukan akal yang
tinggi dalam kedua sumber ajaran Islam tersebut, bertemu dengan peranan akal
yang besar dan ilmu pengetahuan yang berkembang maju dalam peradaban umat
lain, terutama peradaban Yunani, Persia, dan India. Dengan kata lain, umat Islam
merupakan pewaris tradisi peradaban ketiga bangsa tersebut, yang sebelumnya
telah mewarisi pula peradaban bangsa sekitarnya seperti Babilonia, Mesir, Ibrani
dan lainnya.

2.2 Pendekatan Filsafat Islam


Terdapat berbagai pendekatan dalam filsafat islam2, antara lain :
1. Pendekatan Historik
Secara historic, islam lahir oleh risalah kenabian Muhammad saw. di Mekkah
pada tahun 571 M yang merupakan sejarah kemanusiaan dalam kondisi krisis
untuk memberikan jalan kepada manusia merancang hari depan kehidupannya
yang lebih manusiawi. Seorang filosof memiliki pemikiran dengan corak dan
model yang sangat terang, yakni membaca realitas dengan kesadaran ilahiyah
yang dapat membukakan mata hati manusia sehingga hakikat realitas tertangkap
jelas. Dengan demikian, filsafat islam basisnya bukan dan tidak lagi pada
pemikiran Yunani yang rasionalistik, tetapi di bangun di atas landasan sunnah
Rosulullah dalam berfikir yang bercorak rasional transndental.
2. Pendekatan Doktrinal
Sesuai yang tercantum dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa Nabi
Muhammad  saw. dibekali dengan kitab dan hikmah. QS. Al Jumu’ah ayat 2
yang maksudnya yaitu kitab suci Al-Qur’an dan hikmah merupakan filsafat.
Oleh karena itu menggambarkan pribadi Muhammad saw. dari sisi kitab dan
2
Musa Asy’arie, Filsafat Islam, (Lesfi: Yogyakarta, 2002), hal. 9.

3
hikmah seperti termaktub dalam QS. Al Jumu’ah ayat 2. Nabi Muhammad
dilihat disisi kitab adalan Rosul yang dipilih untuk menerima wahyu, kitab suci.
Sedangkan dilihat dari sisi hikmah ia adalah seorang filosof yang dapat
menjelaskan secara akurat dan menyeluruh tentang wahyu yang diterimanya,
dengan pemahaman mendalam yang dimilikinya. Dalam kaitan ini, maka sunnah
Nabi dalam berfikir yaitu rasional transcendental telah dibakukan dalam hikmah
dan kitab. Hikmah yang bermuara pada cara kerja rasio bebas dan mendalam,
sedangkan kitab merupakan kumpulan ayat-ayat Allah menjadi basis bagi proses
transendensi rasio. Dengan demikian berarti filsafat islam mempunyai titik tolak
yang jelas yaitu berfikir rasional transcendental dan berbasis pada kitab dan
hikmah.
3. Pendekatan Metodik
Menawarkan suatu metode berfikir dalam pemikiran filsafat yang dijalankan
dan dikembangkan untuk menemukan hakikat kebenaran. Dalam metode filsafat
islam dibangun berdasarkan sunnah Rosul dalam berfikir, yang artinya apa yang
ditempuh dalam proses berfikirnya untuk memahami, memikirkan, dan mencari
solusi dari akar masalahnya.
4. Pendekatan Organik
Dalam metode ini pemikiran yang rasional transcendental secara organik
digerakkan oleh pikiran yang bekerja di otak, yang berada di kepala dan qalb
yang bekerja di hati yang halus, yang ada di rongga dan dada. Rasio atau pikiran
bekerja melalui analisis terhadap fakta, sedangkan qalb bekerja melalui
penyatuan dengan realitas spiritual, untuk membawa rasio akan mentransendir
realitas.
Oleh karena itu, filsafat islam bertumpu pada mekanisme aqal sebagai kesatuan
ornganik pikiran dan qalb tyaitu dalam kesatuan piker (rasional) dan dzikir (qalb
transendensi).3
5. Pendekatan Teleologik
Secara teleologik, filsafat islam mempunyai tujuan dan karenanya tidaklah
netral, ia menyatakan keberpihakannya pada keselamatan dan kedamaian hidup
manusia. Filsafat islam bukan sekedar hasrat intelektual, untuk mencari dan
memahami hakikat kebenaran semata-mata, namun tak jauh lagi untuk
mengubah dan bergerak (transformasi) kea rah transendensi, menyatu dan
3
Musa Asy’ari, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’an, (Lesfi: Yogyakarta, 1992), hal. 98.

4
memasuki pengalaman kehadiran Allah. Dengan inilah, filsafat dapat
memberikan makna dalam keselamatan dan kedamaian, yakni pada penyatuan
dan penyerahan total kepada kehadiran Allah.

Filsafat islam dengan demikian menjadi filsafat yang terpanggil, hadir, dan
melibatkan diri dari dalam kancah perubahan, untuk menjadi hikmah yang hadir untuk
pembebasan dan peneguhan kemanusiaan, mencapai keselamatan dan kedamaian
bersama, dalam pencerahan cahaya kebenaran Allah. Filsafat islam menetapkan
tujuannya pada penemuan dan pencapaian nilai-nilai untuk mewujudkan keselamatan
dan kedamaian kehidupan manusia. Namun, dalam penetapan filsafat islam tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip filsafat yang berusaha menemukan hakikat
kebenaran dari sesuatu yang menjadi focus pemikirannya, karena kebenaran yang
ditemukan dalam filsafat itu akan membawa konsekuensi pada kebenaran yang
ditemukannya, meskipun tidak bersifat mutlak.

2.3 Hakikat Filsafat Islam

Hakikat dari filsafat Islam adalah akal dan wahyu. Akal merupakan hal yang
memungkinkan aktifitas tersebut menjadi aktifitas kefilsafatan. Sedangkan wahyu
merupakan cirri khas keislamannya. Filsafat Islam tidak bisa meninggalkan wahyu
karena wahyu bersifat spiritual. Akal dan wahyu di sini memiliki hubungan yang
bersifat dialektis. Akal dengan otonomi penuh bekerja dengan semangat wahyu. Akal
sebagai subjek mempunyai komitmen moralitas yang bersumber pada wahyu.4

Pengertian akal dapat dijumpai dalam penjelasan ibnu Taimiyah (Bidgoli,


A.S., 1995, hal. 61). Lafadz akal adalah lafadz yang mujmal (bermakna ganda) sebab
lafadz akal mencakup tentang cara berfikir yang benar dan mencakup pula tentang
cara berfikir yang salah. Adapun cara berfikir yang benar adalah cara berpikir yang
mengikuti tuntunan yang telah ditetapkan norma-norma agama. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, akal adalah daya pikir untuk memahami sesuatu atau kemampuan
melihat cara-cara memahami lingkungannya. Akal dalam bahasa arab bermakna
mencegah dan menahan, dan ketika akal dihubungkan dengan manusia maka
bermakna orang yang mencegah dan menahan hawa nafsunya. Selain itu akal juga
digunakan dengan makna pemahaman dan tadabbur. Jadi akal dari segi leksikalnya

4
Damardjati Supadjar, Sosok dan Perspektif Filsafat Islam Tinjauan Aksiologis, (Yogyakarta: Lembaga
Studi Filsafat, 1992), hlm. 52.

5
bisa bermakna menahan hawa nafsu sehingga dapat membedakan antara benar dan
salah, juga bisa bermakna memahami dan bertadabbur sehingga memperoleh
pengetahuan. Wahyu adalah petunjuk dari Tuhan yang diturunkan hanya kepada para
nabi dan rasul melalui mimpi dan sebagainya. Wahyu adalah sesuatu 19 yang
dimanifestasikan, diungkapkan. Ia adalah pencerahan, sebuah bukti atas realitas dan
penegasan atas kebenaran. Setiap gagasan yang di dalamnya ditemukan kebenaran
ilahi adalah wahyu, karena ia memperkaya pengetahuan sebagai petunjuk bagi
manusia (Bidgoli, A.S., 1995, hal. 78).

Antara akal dan wahyu terdapat ruang dimana keduanya dapat bertemu dan
bahkan saling berinteraksi dan terdapat pula ruang dimana keduanya harus berpisah.
Pada saat wahyu merekomendasikan berkembangnya sains dan lestarinya budaya
dengan memberikan ruang kebebasan akal agar berpikir secara dinamis, kreatif dan
terbuka, di sanalah terdapat ruang bertemu antara akal dan wahyu. Secara ontologis
kebebasan berpikir sebagai kinerja akal tidak terikat dengan nilai, tetapi implikasi
kebebasan berpikir itu secara aksiologis dibatasi dengan tanggungjawab dan moral.
Hanya sebagaian filosof Barat seperti Galileo Galilie dan para pengikutnya yang
membebaskan manusia mengembarakan akal pikirnya sebebas-bebasnya. Kebebasan
itu tidak ada sangkut pautnya dengan nilai, sehingga mereka berpendapat bahwa ilmu
sebagai produk kinerja akal adalah bebas nilai secara total.

Akal memang suatu timbangan yang tepat dan bisa dipercayai, tetapi
menggunakan akal untuk mencari hakikat dan segala yang berhubungan dengan alam
gaib sama halnya menggunakan timbangan emas untuk menimbang gunung, demikian
ungkapan Ibnu Khaldun dalam bukunya “Muqaddimah Ibnu Khaldun”. Demikian
pula Herbert Spencer, mengatakan “ilmu alam memberikan batas tertentu yang dapat
dijangkau akal yang menghasilkan ilmu tetapi tidak akan mampu mengenal sebab
pertama 27 (Tuhan) dan bagaimana hakikatnya”. Disinilah diperlukan bimbingan
wahyu untuk menghilangkan kelemahannya. Demikianlah wahyu itu menuntun akal
umat manusia untuk berolah akal, yaitu berpikir/berfilsafat dan merasa bertasawuf.
Akal harus ditempatkan di bawah wahyu dan ilmu filsafat serta ilmu tasawuf harus
ditempatkan di bawah iman, singkatnya wahyu di atas akal dan iman di atas ilmu.

2.4 Objek Kajian Filsafat Islam

6
Adapun objek kajian filsafat ialah objek kajian filsafat pada umumnya, yaitu
realitas, baik yang material maupun yang ghaib. Perbedaannya terletak pada subjek
yang mempunyai komitmen Qur’ani.5 Filsafat Islam membahas hakikat semua yang
ada, sejak dari tahapan ontologis, hingga menjangkau dataran yang metafisis. Filsafat
islam juga membahas mengenai nilai-nilai, yang meliputi dataran epistemologis,
estetika, dan etika. Di samping itu, filsafat Islam membahas pula tema-tema
fundamental dalam kehidupan manusia yaitu, Tuhan, manusia, alam dan kebudayaan
yang disesuaikan dengan kecenderungan perubahan dan semangat jaman.

Kajian filsafat Islam terhadap objeknya (objek material), dari waktu ke waktu,
mungkin tidak berubah, tetapi corak dan sifat serta dimensi yang menjadi tekanan
atau fokus kajiannya (objek formal) harus berubah dan menyesuaikan dengan
perubahan, serta konteks kehidupan manusia, dan semangat baru yang selalu muncul
dalam setiap perkembangan jaman.

Filsafat abad pertengahan membedakan antara objek material dan objek


formal. Obyek material mengarah pada keseluruhan eksistensi yang merupakan
kedalaman subyek. Para filosof dan saintis berpendapat bahwa obyek material
pengetahuan tidak lain adalah manusia itu sendiri. Manusia sebagai wujud material
bukan dalam pengertian materialistits metafisis sebagaimana Feuerbach mengartikan
manusia merupakan entitas sempurna dari ‘ada’nya di dunia. Sementara obyek formal
itu menyangkut ciri atau dimensi khas yang lebih dilihat sebagai watak karakteristik
disipin pengetahuan yang berbeda-beda. Obyek formal inilah yang membedakan
kekhususan masing-masing ilmu pengetahuan.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa objek filsafat itu sama dengan objek
ilmu pengetahuan, bila ditinjau secara material, berbeda bila secara formal. Adapun
objek kajian filsafat islam itu sendiri mencakup Tuhan, alam, dan manusia, yang
bersumber kepada Al-Quran, Hadis, dan akal.

2.5 Hubungan Filsafat Islam dengan Keilmuan Islam Lainnya dan Ilmu
Pengetahuan

Memasuki lapangan-lapangan ilmu ke-Islaman dan mempengaruhi


pembatasan-pembatasannya. Penyelidikan terhadap keilmuan meliputi kegiatan

5
Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 32.

7
filsafat dalam dunia Islam. Dan yang menjadi perluasan ilmu dengan tidak
membatas diri dari hasil-hasil karya filosof Islam saja, tetapi dengan memperluas
pembahasannya. Hal ini meliputi ilmu kalam, tasawuf, dan ilmu fqih.
Para ulama Islam memikirkan sesuatu dengan jalan filsafat ada yang lebih
berani dan lebih bebas daripada pemikiran-pemikiran mereka yang biasa dikenal
dengan nama filosof-filosof Islam. Di mana perlu diketahui bahwa pembahasan
ilmu kalam dan tasawuf banyak terdapat pikiran dan teori-teori yang tidak kalah
teliti daripada filosof-filosof Islam. Pemikiran Islam mempunyai ciri khas tersendiri
dibanding dengan filsafat Aristoteles, seperti halnya pemikiran Islam pada
ilmu kalam dan tasawuf. Demikian pula pada pokok-pokok hukum Islam
(tasyri’) dan ushul fiqhi juga terdapat beberapa uraian yang logis dan sistematis
dan mendukung segi-segi kefilsafan. Syekh Mustafa Abdur Raziq adalah orang yang
pertama mengusulkan ilmu fiqh menjadi bagian filsafat.
Antara filsafat Islam dengan ilmu lainnya (ilmu kalam, ilmu tasawuf, dan
fiqih) mempunyai kesatuan, pertautan, dan saling mengisi. Untuk  menghadapi
kompleksitas dan pluralitas persoalan kemanusiaan dewasa ini, maka di perlukan
suatu tauhid ilmu-ilmu untuk mendeksi dan memecahkan persoalan tersebut, suatu
pendekatan yang sering di sebut sebagai multidicipline approach. Berikut adalah
hubungan filsafat islam dengan keilmuan islam lainnya.

1. Hubungan filsafat Islam dengan ilmu kalam


 Filsafat Islam: Mengandalkan akal dalam mengkaji objeknya Allah, alam
dan manusia. tanpa terikat dengan pendapat  yang ada (pemikiran-
pemikiran yang sama sifatnya, hanya berfungsi sebatas masukan dan
relatif). nash-nash agama hanya sebagai bukti untuk membenarkan hasil
temuan akal.
 Ilmu Kalam: Mengambil dalil aqidah sebagai tertera dalam wahyu yang
mutlak kebenarannya untuk menguji objeknya Allah dan sifat-sifatNya,
serta hubungan Allah dengan alam dan manusia sebagai tertuang dalam
kitab suci, menjadikan filsafat sebagai alat untuk membenarkan nash
agama. Walaupun objek dan metode kedua ilmu ini berbeda tapi saling
melengkapi dalam memahami Islam dan pembentukan aqidah muslim.6
2. Hubungan Filsafat Islam dengan Tasawuf

6
Ibid, hal. 7.

8
Tasawuf sebagai suatu ilmu yang mempelajari cara dan jalan bagaimana
seorang muslim berada sedekat mungkin dengan Allah, dapat dibedakan kepada
Tasawuf Amali/ Akhlaqi dan Tasawuf Falsafi. Dari pengelompokan ini tergambar
adanya unsur-unsur kefilsafatan dalam ajaran Tasawuf. Objek filsafat membahas
segala sesuatu yang ada, baik fisika maupun metafisika yang dikaji dengan
mempergunakan argumentasi akal dan logika. Objek tasawuf pada dasarnya
mengenal Allah, baik dengan jalan ibadah maupun melalui ilham dan intuisi.
3. Hubungan Filsafat Islam dengan Fiqih
Dalam memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-qur'an yang berkenaan
dengan hukum diperlukan ijtihad, yaitu suatu usaha dengan mempergunakan akal
dan prinsip kelogisan untuk mengeluarkan ketentuan-ketentuan hukum dari
sumbernya. mengingat pentingnya ijtihad ini para pakar hukum islam
menganggapnya sebagai sumber hukum ketiga, setelah Al-qur'an dan hadis.
termasuk dalam ijtihad tersebut adalah Qiyas, yakni menyamakan hukum sesuatu
yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang lain yang ada nash hukumnya
atas dasar persamaan illat (sebab) dalam menentukan persamaan diperlukan
pemikiran. Tanpa filsafat, fikih akan kehilangan semangat untuk perubahan, dan
fikih dapat menjadi beku, bahkan membelenggu ijtihad.
2.6 Kiblat Berfikir Umat Islam
Dunia Islam mencapai kemajuan atau menciptakan peradaban karena ilmu
pengetahuan mendapatkan apresiasi yang tinggi dari umat Islam. Hal itu disemangati
oleh ajaran Islam sendiri sebagaimana yang termuat di dalam kitab suci al-Qur’an.
Umat Islam pernah mengalami masa kejayaan di bidang ilmu pengetahuan. Menarik
bahwa keberhasilan dan kejayaan ini dilandasi oleh semangat kitab suci al-Qur’an.
Hal ini tidak saja diakui kebenarannya oleh umat Islam, tetapi termasuk oleh
sejarawan papan atas asal Amerika Serikat, Marshall Hodgson.3 Di antara ayat yang
dipandang memberi semangat peradaban tinggi terhadap umat Islam adalah sebagai
berikut: “Kamu adalah umat yang terbaik yang menyeru kepada kebaikan dan
meninggalkan segala keburukan”. Melalui kemajuan ilmu pengetahuan ini umat Islam
pernah mengalami kejayaan peradaban beberapa abad pada masa yang lalu. Memang
Islam sebagai sebuah agama mengatur kehidupan manusia untuk mencapai
kebahagian dunia dan akhirat. Untuk mencapai kesejahteraan itu manusia selain
dibekali Allah dengan akal pikiran juga diberikan wahyu yang berfungsi untuk
membimbing perjalanan hidupnya. Akal pikiran adalah anugerah Tuhan yang paling

9
tinggi kepada manusia. Akal pikiran yang dimiliki manusia inilah yang membedakan
dengan makhluk-makhluk lain. Dengan akal pikiran yang dimiliki ini pulalah manusia
menempati tempat tertinggi di antara makhluk-makhluk lain baik malaikat, jin,
binatang dan sebagainya. Islam memberikan penghargaan tertinggi terhadap akal.
Tidak sedikit al-Qur’an dan hadis Nabi yang menganjurkan dan mendorong manusia
untuk mempergunakan akalnya dan banyak berpikir guna mengembangkan
intelektualnya. Dengan penggunaan akal itulah manusia dapat mengasah intelek untuk
kemudian menimbulkan sikap kecendikiawanan dan kearifan baik terhadap diri
sendiri, masyarakat, lingkungan maupun terhadap Tuhan.7

Didalam ilmu filsafat, kebebasan berfikir sangat ertat kaitannya dengan filsafat
itu sendiri. Filsafat bagi sebagian besar ulama digunakan sebagai senjata yang paling
tajam untuk menaklukkan pemikiran-pemikiran sesat yang muncul dari filsafat itu
sendiri. Yang lahir dari kebebasan dalam berfikir tanpa nilai dan norma. Di alam
semesta ini dimana para filosof terkemuka yang menjadi kiblat para filosof dunia
tinggal dan sangat produktif melahirkan ide-ide filsafatnya, justru menjadi lahan
subur lahirnya reasisme serta memunculkan hilter. Berbeda ketika masa dimana
Rosulullah SAW. masih hidup, beliau tidak hanya berkutat pada nilai dan moralitas,
namun beliau juga berlogika. Logika sanggup menjangkau baik dan buruk dalam
lingkup yang universal dan tercemin dalam rangkaian kata rahmatan lil ‘alamin.
Kecermelangannya juga tercemin dan teruji dengan polemik cerdas yang terabadikan
dalam sejarah filsat dunia. namun selang berjalannya waktu, umat islam mengalami
kemunduran dan kelemahan, bukan karena umat islam malas berfikir, melainkan
karena dalam berfikir sebagian umat islam menjauhkan diri dari ajaran islam.
Terpukau dengan ajaran-ajaran diluar islam. Dikarenakan karena kebebasannya dalam
berfikir yang menempatkan akal diatas Al-Qur’an dan hadis.8

7
Hasbi Indara, Pandangan Islam Tentang Ilmu Pengetahuan dan Refleksinya Terhadap Aktivitas
Pendidikan Sains di Dunia Muslim, MIQOT Vol. XXXIII No. 2 Juli-Desember 2009, Jakarta Pusat: Kasubdit
Penelitian, Publikasi Ilmiah dan Pengabdian pada Masyarakat Diktis Kementrian Agama R.I
8
http://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/o1ce471. Rabu, 2 Desember 2020, 6:27 WIB.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Filsafat islam adalah perkembangan pemikiran umat Islam dalam masalah
ketuhanan, kenabian, manusia, dan alam semesta yang disinari ajaran Islam.
Pengertiannya secara khusus adalah pokok-pokok atau dasar-dasar pemikiran filosofis
yang dikemukakan para filosof muslim. Jelaslah bahwa filsafat Islam merupakan hasil
pemikiran umat islam secara keseluruhan. Pemikiran umat Islam ini merupakan buah
dari dorongan ajaran Al-Quran dan Hadis.

11
Terdapat berbagai pendekatan dalam filsafat islam antara lain, Pendekatan
Historik, Pendekatan Doktrinal, Pendekatan Metodik, Pendekatan Organik, dan
Pendekatan Teleologik. Hakikat dari filsafat Islam adalah akal dan wahyu. Akal
merupakan hal yang memungkinkan aktifitas tersebut menjadi aktifitas kefilsafatan.
Sedangkan wahyu merupakan cirri khas keislamannya.

Adapun objek kajian filsafat ialah objek kajian filsafat pada umumnya, yaitu
realitas, baik yang material maupun yang ghaib. Perbedaannya terletak pada subjek
yang mempunyai komitmen Qur’ani. Hubungan antara filsafat Islam dengan ilmu
lainnya (ilmu kalam, ilmu tasawuf, dan fiqih) mempunyai kesatuan, pertautan, dan
saling mengisi. Untuk  menghadapi kompleksitas dan pluralitas persoalan
kemanusiaan dewasa ini, maka di perlukan suatu tauhid ilmu-ilmu untuk mendeksi
dan memecahkan persoalan tersebut, suatu pendekatan yang sering di sebut sebagai
multidicipline approach.

Antara filsafat Islam dengan ilmu lainnya (ilmu kalam, ilmu tasawuf, dan
fiqih) mempunyai kesatuan, pertautan, dan saling mengisi. hubungan filsafat islam
dengan keilmuan islam lainnya diantaranya Hubungan filsafat Islam dengan ilmu
kalam, Hubungan Filsafat Islam dengan Tasawuf, Hubungan Filsafat Islam dengan
Fiqih.
Dunia Islam mencapai kemajuan atau menciptakan peradaban karena ilmu
pengetahuan mendapatkan apresiasi yang tinggi dari umat Islam. Hal itu disemangati
oleh ajaran Islam sendiri sebagaimana yang termuat di dalam kitab suci al-Qur’an.
Untuk mencapai kesejahteraan itu manusia selain dibekali Allah dengan akal pikiran
juga diberikan wahyu yang berfungsi untuk membimbing perjalanan hidupnya.
Didalam ilmu filsafat, kebebasan berfikir sangat ertat kaitannya dengan filsafat itu
sendiri. Filsafat bagi sebagian besar ulama digunakan sebagai senjata yang paling
tajam untuk menaklukkan pemikiran-pemikiran sesat yang muncul dari filsafat itu
sendiri.

3.2 Saran
Pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk
itu pemakalah sangat mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dan
memperbaiki untuk kemajuan dimasa yang akan datang.

12
DAFTAR PUSTAKA

Asy’arie, Musa. 2002. Filsafat Islam. Lesfi: Yogyakarta. hal. 9.


Asy’ari, Musa. 1992. Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’an. Lesfi: Yogyakarta.
hal. 98.
Indara, Hasbi, Pandangan Islam Tentang Ilmu Pengetahuan dan Refleksinya Terhadap
Aktivitas Pendidikan Sains di Dunia Muslim, MIQOT Vol. XXXIII No. 2 Juli-
Desember 2009, Jakarta Pusat: Kasubdit Penelitian, Publikasi Ilmiah dan
Pengabdian pada Masyarakat Diktis Kementrian Agama R.I
Nasution, Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama. h. 17.
Supriyadi, Dedi. 2009. Pengantar Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia. hal. 32.
Supadjar, Damardjati. 1992. Sosok dan Perspektif Filsafat Islam Tinjauan Aksiologis.
Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat. hlm. 52.

http://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/o1ce471. Rabu, 2 Desember 2020, 6:27


WIB.

13

Anda mungkin juga menyukai