Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KONSEP KEBUTUHAN DALAM ISLAM

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah :

“EKONOMI MIKRO ISLAM”


Disusun Oleh :
1. Mediana Tri Jayanti (402220111)
2. Melanie Ramadhan S.D. (402220113)

Dosen Pengampu
Hanik Fitriani, M.E.SY.

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmat, taufik, serta petunjuk- Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah "Konsep
Kebutuhan Dalam Islam" sebagai tugas dari mata kuliah “Ekonomi Mikro Islam" tepat waktu
tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Hanik Fitriani, M.E.Sy sebagai dosen
pengampu mata kuliah ekonomi mikro islam yang telah membantu memberikan arahan dan
pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan.

Ponorogo, Oktober 2022

Penyusun

II
DAFTAR ISI

Table of Contents

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................II
DAFTAR ISI............................................................................................................................................III
BAB I......................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................3
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................................................1
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................1
A. Konsep Islam Tentang Kebutuhan.............................................................................................2
1. Pengertian Kebutuhan dalam perspektif Konvensional dan Islam.........................................2
2. Teori Kebutuhan Maslow vs Perspektif Islam........................................................................2
3. Macam-macam kebutuhan Menurut Islam...........................................................................3
B. Maslahah Versus Utilitas...........................................................................................................4
C. Pengalokasian Sumber untuk Memenuhi Kebutuhan................................................................5
D. Konsep Pemilihan dalam Konsumsi...........................................................................................8
BAB III..................................................................................................................................................11
PENUTUP.............................................................................................................................................11
A. KESIMPULAN............................................................................................................................11
B. SARAN......................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................12

III
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ekonomi adalah ilmu sosial yang mempelajari perilaku manusia dalam mengelola
sumber daya yang terbatas dan menyalurkannya ke dalam berbagai individu maupun
kelompok. Ekonomi berkaitan erat dengan kebutuhan dan keinginan manusia dalam
upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dalam kehidupan sehari-hari kebutuhan
merupakan aspek penting yang harus terpenuhi dan apabila tidak terpenuhi maka akan
mengganggu fisik dan psikis manusia. Sedangkan keinginan apabila tidak terpenuhi
maka akan menganggu aspek psikis saja. Kebutuhan dan keinginan tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Maka dari itulah dalam ekonomi islam terdapat
pembahasan tentang konsep kebutuhan dalam islam. Konsep kebutuhan dalam islam
berbeda dengan konsep kebutuhan dalam ekonomi konvensional. Oleh karena itu
maka pembahasan tentang bagaiaman konsep kebutuhan dari sudut pandang ekonomi
islam sangat diperlukan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep islam tentang kebutuhan ?
2. Bagaimana maslahah versus utilitas ?
3. Bagaimana pengalokasian sumber daya untuk memenuhi kebutuhan ?
4. Bagaimana konsep pemilihan dalam konsumsi ?

IV
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep islam tentang kebutuhan.
2. Untuk mengetahui perbedaan dari maslahah versus utilitas.
3. Untuk mengetahui pengalokasian sumber daya dalam pemenuhan kebutuhan.
4. Untuk mengetahui tentang konsep pemilihan dalam konsumsi.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Islam Tentang Kebutuhan


Pengertian Kebutuhan dalam perspektif Konvensional dan Islam

Dalam perspektif ekonomi konvensional kebutuhan adalah segala sesuatu


yang diperlukan manusia terhadap barang maupun jasa yang dapat memberikan
kesejahteraan dan kepuasaan, baik kepuasaan jasmani maupun kepuasaan rohani.
Kebutuhan manusia itu tidak terbatas, karena menusia selalu merasa kekurangan.
Hal ini dapat dilihat dari kenyataaan yang menunjukkan bahwa jika suatu
kebutuhan sudah terpenuhi, maka kebutuhan lainnya akan muncul. Dalam
perspektif ini memandang kebutuhan adalah senilai dengan keinginan yang
ditentukan oleh konep kepuasan.
Kebutuhan dalam perspektif islam adalah kepemilikan atau kekuataan barang
atau jasa yang mengandung elemen-elemen dasar dan tujuan kehidupan umat
manusia didunia ini dan perolehan pahala untuk kehidupan akhirat. Jadi dalam
islam kebutuhan itu ditentukan oleh konsep maslahah yang memandang bahwa
kebutuhan dan keinginan itu berbeda jauh. Hal ini dikarenakan islam memandang
kebutuhan sebagai sesuatu yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya dan menjalakan tugasnya sebagai hamba allah dengan beribadah.
V
Sedangkan keinginan itu muncul dalam rangka memenuhi kebutuhan ini dengan
adanya hawa nafsu(syahwat) yang diberiakan Allah kepada manusia. Kajian
perilaku konsumen dari kerangka maqasid syariah (tujuan syariah) berkaitan erat
dengan konsep kebutuhan islam. Tujuan syariah islam yang dimaksud yaitu
tercapainya kesejahteraan umat manusia (maslahat al-ibad).

Teori Kebutuhan Maslow vs Perspektif Islam

Berdasarkan teori Abraham Maslow yang merujuk pada pola pikir


konvensional yang merujuk pada pola pikir konvensional, hierarki kebutuhan
dasar manusia yaitu sebagai berikut :
a. Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan paling dasar pada manusia. Antara lain :
pemenuhan kebutuhan oksigen dan pertukaran gas, makanan, minuman,
istirahat, tidur, dan aktivitas.
b. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan, dibagi menjadi perlindungan fisik dan
perlindungan psikologis. Perlindungan fisik meliputi perlindungan dari
ancaman terhadap tubuh dan kehidupan seperti kecelakan, penyakit, dan lain-
lain. Perlindungan psikologis berupa perlindungan yang berkaitan dengan
kondisi kejiwaan seseorang.
c. Kebutuhan rasa cinta, yaitu kebutuhan untuk memiliki dan dimiliki, memberi
dan menerima kasih sayang, kehangatan, persahabatan, dan kekeluargaan.
d. Kebutuhan esteem, yaitu kebutuhan akan harga diri oleh orang lain serta
pengakuan dari orang lain.
e. Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk berkontribusi pada orang
lain atau lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya.

Sedangkan dalam perspektif islam, tahapan pemenuhan kebutuhan dari


seseorang individu sama seperti yang Maslow gambarkan, tapi perlu dijelaskan
lebih detail bahwa pemuasan keperluan hidup setelah tahapan pertama akan
dilakukan ketika memang secara kolektif keperluan kebutuhan dasar tadi sudah
ada posisi yang aman. Jadi diperlukan peran suatu negara atau otoritas dalam
memastikan itu semua. Perlu dipahami bahwa parameter kepuasan islam bukan
hanya sebatas pada benda-benda yang konkrit, tetapi juga pada benda-benda yang
bersifat abstrak, seperti amal shaleh yang manusia perbuat.1
1
H. Zainal, Konsep Dasar Kebutuhan Manusia Menurut Perspektif Ekonomi Islam,vol.9, An-Nahl, 2017, hal 34-
37.

VI
Macam-macam kebutuhan Menurut Islam

Menurut Syatibi, maslahah dibedakan mejadi tiga antara lain sebagai berikut :2
a. Kebutuhan Dharuriyah (kebutuhan Primer)
Daruriyah adalah sesuatu yang wajib adanya dan kebutuhan utama yang
menjadi pokok kebutuhan hidup untuk menegakkan kemaslahatan
manusia. Kebutuhan ini meliputi,khifdu din (menjaga agama), khifdu nafs
(menjaga kehidupan), khifdu nasl (menjaga keturunan), dan khifdu mal
(menjaga harta). Hal inilah yang menyebabkan diturunkannya syariat
islam yang sesuai dengan firman Allah Swt, dalam QS.Al-Baqarah ayat
179 dan 193.
b. Kebutuhan Hajiyat (Kebutuhan Sekunder)
Kebutuhan hajiyat adalah kebutuhan yang pemenuhannya setelah
kebutuhan dharuriyat terpenuhi atau kebutuhan pelengkap yang
mengokohkan, menguatkan, dan melindungi kebutuhan dharuriyat dengan
tujuan untuk memudahkan atau menghilangkan kesulitan manusia di
dunia. Apabila kebutuhan hajiyat tidak terpenuhi maka tidak akan
mengancam keselamatan kehidupan manusia, namun manusia akan
mengalami kesulitan dalam melakukan suatu kegiatan.
c. Kebutuhan Tahsiniyat (Kebutuhan Tersier)
Kebutuhan tahsiniyat adalah kebutuha pelengkap yang pemenuhannya
setelah kebutuhan dahruriyah dan kebutuhan hajiyat terpenuhi. Dengan
kata lain kebutuhan ini jika tidak terpenuhi maka tidak akan menimbulkan
kesulitan dan tidak mengancam kelima hal pokok kehidupan manusia.

B. Maslahah Versus Utilitas


Dalam konsep ekonomi konvensional, konsumen dalam mengeluarkan
uangnya diasumsikan selalu bertujuan untuk memperoleh kepuasan (utility) dalam
kegiatan konsumsinya. Utility secara bahasa berarti berguna (usefulness), membantu
(helpfulness) atau menguntungkan (advantage). Utility adalah suatu ukuran

2
Hanik Fitriani, Ekonomi Mikro Menakar Paradigma melalui Perspektif Islam, (Pekalongan: PT. Nasya
Expanding Management:2021), hal 66-68.

VII
kepuasan/kebahagiaan yang diperoleh konsumen dari sekelompok barang.3 Dalam
konteks ekonomi, utilitas dimaknai sebagai kegunaan barang yang dirasakan oleh
seorang konsumen dalam mengonsumsi suatu barang. Karena rasa inilah maka sering
kali utilitas dimaknai juga sebagai rasa puas dan kepuasan yang dirasakan oleh
seorang konsumen dalam mengonsumsi suatu barang atau jasa. Jadi, kepuasan dan
utilitas dianggap sama, meskipun sebenarnya kepuasan adalah akibat yang
ditimbulkan oleh utilitas. Mashlahah secara etimologi berarti sesuatu yang baik,
dirasakan lezat, oleh karena menimbulkan kesenangan dan kepuasan serta diterima
oleh akal yang sehat. Tujuan Allah Swt dalam menetapkan hukum adalah untuk
memberikan kemaslahatan kepada umat manusia dalam kehidupannya di dunia
maupun dalam persiapannya menghadapi kehidupan akhirat. Sedangkan makna
terminologinya yaitu: Al-Mashlahah adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi
manusia, yang dapat diraih oleh manusia dengan cara memperolehnya maupun
dengan cara menghindarinya. Seperti halnya menghindari perbudakan yang tentu
membahayakan manusia.4
Perbedaan maslahah dan utilitas antara lain, sebagai berikut :5
1. kepuasan (utility) dikorelasikan dengan keinginan (want), sedangkan Konsep
maslahah dikorelasikan dengan kebutuhan (need).
2. Utility atau kepuasan bersifat individualistis, maslahah tidak hanya dirasakan
individu tetapi juga orang lain, kelompok maupun masyarakat.
3. Utilitas memiliki kriteria yang subjektif dengan tingkat kepuasan antara satu
individu berbeda dengan individu yang lain. Sedangkan maslahah memiliki
kriteria yang objektif (kriteria tentang halal dan baik) sehingga suatu benda
ekonomi dapat diputuskan memiliki maslahah atay tidak.
4. Utilitas individu sering bersebrangan dengan utilitas sosial. Sedangkan maslahah
individu relatif konsisten dengan maslahah sosial.
5. Utility dalam ekonomi konvensional , mengukur konsumen dari kepuasan yang di
peroleh konsumen dan keuntungannya yang maksimal bagi produsen dan
distributor, sehingga berbeda tujuan yang akan dicapainya. Sedangkan maslahah
menjadikan tujuan dari seluruh pelaku ekonomi (produsen,konsumen,dan

3
M. Ridwan, et.al, Diktat Ekonomi Mikro Islam,(2017:Medan),hal 74
4
Rahmawati dan Husni Thamrin, ”Relevansi Utility dan Maslahah dalam Ekonomi Mikro syariah”, Syarikat:
Jurnal Rumpun Ekonomi Syariah vol.4 No.2 (Desember 2021), hal 4
5
Hanik Fitriani, Ekonomi Mikro Menakar Paradigma melalui Perspektif Islam, (Pekalongan: PT. Nasya
Expanding Management:2021), hal 169-170.

VIII
distributor), maka semua aktivitas ekonomi masyarakat baik konsumsi maupun
produksi, dan distribusi akan mencapai tujuan yang sama, yaitu kesejahteraan.
6. Dalam konteks perilaku konsumen, utility diartikan sebagai konsep kepuasan
konsumen dalam mengonsumsi barang maupun jasa. Sedangkan maslahah
diartikan sebagai konsep pemetaan perilaku konsumen berdasarkan asas
kebutuhan dan prioritas.

C. Pengalokasian Sumber untuk Memenuhi Kebutuhan


Tujuan hidup setiap manusia pada dasarnya adalah untuk mencapai
kesejahteraan meskipun manusia memaknai kesejahtraan dengan persepektif yang
berbeda. Sebagian besar paham ekonomi memaknai kesejahteraan materi semata.
Dalam upaya mencapai kesejahteraan manusia menghadapi masalah, yaitu
kesenjangan antara sumber daya yang ada dengan kebutuhan manusia. Allah
menciptakan alam semesta ini dengan berbagai sumber daya yang memadai untuk
mencukupi kebutuhan manusia.6

Upaya mencapai kesejahteraan manusia terbentur Dengan masalah, yaitu


kesenjangan antara sumberdaya yang ada dengan kebutuhan manusia. Allah
menciptakan alam semesta ini dengan berbagai Sumberdaya yang memadai untuk
mencukupi kebutuhan manusia. Keterbatasan manusia, serta munculnya konflik anara
tujuan duniawi dan ukrawi menyebabkan terjadinya kelangkaan relative.7
Keterbatasan manusia menyebabkan banyak hal terasa langka
(scare).Kelangkaan mencakupi kuantitas, kualitas, tempat dan waktu. Sesuatu tidak
akan langka jika jumlah (kuantitas) yang tersedia sesuai dengan kebutuhan berkualitas
baik, tersedia dimana saja (di Setiap tempat) dan kapan saja (waktu) dibutuhkan.Teori
ekonomi mikro berusaha untuk menjelaskan apakah masalah kelangkaan dan alokasi
sumber daya yang telah ditentukan yang efisien. Ekonomi efisiensi melibatkan
efisiensi dalam konsumsi, efisiensi dalam produksi dan distribusi dan atas segala
efisiensi ekonomi.Mengingat sumber daya ekonomi bersifat langka, pengalokasiannya
harus memberi manfaat bagi manusia, yaitu diantaranya, sumber daya alam, sumber
daya modal, sumber daya manusia. Imam Ali r.a diriwayatkan pernah mengatakan
“Janganlah kesejahteraan salah Seorang di antara kamu meningkat namun pada saat
yang sama kesejahteraan yang lain menurun.” Dalam ekonomi konvensional keadaan
ini dikenal sebagai efficient allocation of goods yaitu alokasi barang-barang dikatakan
efisien bila tidak seorang pun dapat meningkatkan utilitynya tanpa mengurangi utility
orang lain.

6
P3EI. Ekonomi Islam. (Jakarta:Rajawali Pers, 2011), hal.42
7
Ibid,hal.43

IX
Sumber daya dibagi menjadi tiga yaitu:8
1. Sumber daya alam
Ada dua jenis sumber daya alam, yaitu sumber daya alam yang dapat
diperbarui dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Sumber daya
alam dapat diperbarui tidak akan habis selama masih bisa dikembangbiakkan.
Contohnya tumbuhan dan hewan. Sementara itu, sumber daya alam yang tidak
dapat diperbarui terbentuk melalui proses alam selama jutaan tahun sehingga
tidak dapat diperbarui oleh manusia. Contohnya bahan tambang dan minyak
bumi.
Semua kekayaan alam yang tersedia tersebut harus dimanfaatkan dan
dikelola dengan baik sehingga memberi manfaat besar bagi kemakmuran
rakyat. Misalnya tanah dapat dimanfaatkan untuk mendirikan bangunan, lahan
pertanian,perkebunan, peternakan, dan perumahan. Cadangan mineral seperti
emas dan besi digunakan sebagai bahan baku industri. batu bara dan minyak
bumi dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar.
Oleh karena sebagian sumber daya alam sifatnya tidak dapat
diperbarui, harus dimanfaatkan secara hemat dan efisien. Jika tidak, bukan
tidak mungkin akan terkuras dan akhirnya habis. Kelak, generasi selanjutnya
tidak lagi bisa menikmati kekayaan alam tersebut.
2. Sumber daya modal
Sumber daya modal atau kapital memberi kontribusi bagi kegiatan
produksi maupun pendukung sarana sosial dan ekonomi. Uang, mesin,
peralatan industri, gedung, kendaraan, jalan raya, dan jembatan merupakan
contoh modal. Modal ini digunakan untuk meningkatkan produksi dan
pembangunan ekonomi.
Pengalokasian dan pemanfaatan sumber daya modal tersebut harus
dilakukan secara merata dan efisien. Selain itu, sumber daya modal juga harus
dijaga dengan sebaik-baiknya. Salah satu caranya dengan merawat agar tahan
lama.
3. Sumber daya manusia
Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam proses
produksi dan pembangunan. Hal tersebut karena manusia itu sendiri adalah
pelaksana utama dalam seluruh proses pembangunan maupun produksi. Dalam
proses Produksi ada dua unsur dari sumber daya manusia, yaitu tenaga kerja
dan kewirausahaan.
Sumber daya manusia memanfaatkan kekuatan fisik, keahlian, dan
kepribadian manusia. Kekuatan fisik manusia tercermin dari kesehatan dan
kemampuan fisiknya. Manusia yang sehat dan kuat tentu dapat bekerja dan
8
Rismawanti, Konsep Kebutuhan dalam Islam, Diakses dari Bttp://rismawantil23blogsnot
co.id/2016/02konsep-kebutuhan-dalam-islam.btml (Diakses pada tgl 30-4gustus-201I7, pkl:
21.56 WIB)
X
belajar dengan baik. Selain fisik yang sehat dan kuat, keahlian yang dimiliki
seseorang juga menentukan kualitas sumber daya manusia. Sementara itu,
kepribadian ditentukan oleh sikap jujur dan keadilan seseorang.
Efisiensi alokasi hanya menjelaskan bahwa bila sumber daya yang ada
habis teralokasi, maka alokasi yang efiseinsi tercapai. Tetapi tidak mengatakan
apapun perihal apakah alokasi tersebut adil. Dalam konsep ekonomi islam,
adil adalah tidak mendzalimi dan tidak didzalimi.” Bisa jadi “sama rasa sama
rata” tidak adil dalam pandangam islam karena tidak memberikan insentif bagi
orang yang bekerja keras.
Untuk itu pemerintah harus membuat kebijakan-kebijakan agar alokasi
sumber daya ekonomi dilaksanakan secara efisien. Pemerintah harus membuat
kebijakan-kebijakan agar kekayaan terdistribusi secara baik dalam masyarakat,
misalnya melalui perpajakan, subsidi, pengentasan kemiskinan, transfer
penghasilan dari daerah kaya ke daerah miskin, bantuan pendidikan, bantuan
kesehatan, dan lain-lain.
Ekonomi Islam madzab mainstream menggunakan definisi efisiensi
yang sama dengan definisi ekonomi neoklasik, dimana persoalan efisiensi
diwujudkan sebagai masalah optimasi. Pada perilaku konsumen tunggal
efisiensi dicapai dengan mengalokasikan kombinasi input yang
memaksimalkan laba, atau penggunaan input yang meminimumkan biaya
untuk mencapai tingkat produksi tertentu.

D. Konsep Pemilihan dalam Konsumsi


Pada dasarnya konsumsi muslim tidak dapat dipisahkan dari peranan
keimanan. Keimanan sangat mempengaruhi sifat, kuantitas, dan kualitas konsumsi
baik dalam bentuk kepuasan materi maupun spiritual. Upaya tersebut meningkatkan
keseimbangan antara orientasi duniawi dan ukhrawi. Keimanan memberikan saringan
moral dalam membelanjakan harta dan juga memotivasi pemanfaatan pendapatan
untuk hal-hal yang efektif. Dalam persepsi ini bertujuan untuk menjadi preferensi
yang serasi antara individual dan sosial, serta dalam rangka mewujudkan kebaikan
dan kemanfaatan.
Dalam konsep Ekonomi Konvensional, tidak ada benda lain yang lebih
berharga dari pada benda ekonomi lainnya, yang membedakan adalah tingkat
kepuasan yang diperoleh akibat mengkonsumsi benda tersebut. Karenanya, benda
yang memberikan utilitas lebih tinggi akan menjadi lebih berharga dibandingkan yang
memberikan utilitas lebih rendah. Sedangkan dalam konsep ekonomi Islam, terdapat
benda-benda ekonomi yang lebih berharga dan bernilai sehingga benda- benda
tersebut akan diutamakan dibandingkan pilihan konsumsi lainnya. Disamping itu,
terdapat suatu kebutuhan yang lebih mendesak berdasarkan tingkat kemaslahatannya.
Menurut Masyhuri dalam bukunya Teori Ekonomi Islam, tujuan dari Sistem ekonomi
pada prinsipnya ditentukan oleh pandangan masyarakat pendukungnya tentang dunia.
Jika manusia berpandangan bahwa alam ini terbentuk dengan sendirinya, maka
mereka tidak akan bertanggung jawab atas siapapun, dan mereka akan bebas hidup

XI
sesukanya. Tujuan hidup mereka untuk mencapai kepuasan maksimum dan tidak
mempengaruhi kepentingan orang lain. Sebaliknya, jika yang dimiliki didunia ini
milik Allah, maka mereka harus bertanggung jawab atas ciptaan-Nya.
Menurut Yusuf Qardhawi, Al-Qur’ an melarang perbuatan yang melampaui
batas (berlebih-lebihan) dalam belanja dan menikmati rizki yang baik. Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Sikap berlebih-lebihan itu adalah sikap
yang melampaui batas yang wajar. Konsumsi dalam islam yang dimaksud jalah
manusia tidak boleh berlebih- lebihan dalam membelanjakan harta dan tidak berfoya-
foya, karena sesungguhnya yang ada di dunia ini hanya milik Allah SWT. Di dalam
mengkonsumsi suatu barang, manusia harus bisa memprioritaskan suatu barang yang
lebih bermanfaat dalam pemenuhannya. Untuk melaksanakan hal tersebut, manusia
perlu adanya etika dan norma dalam konsumsi islami yang bersumber pada AI-Qur’an
dan Sunnah.9
Pada dasarnya konsumsi dibangun atas dua hal, yaitu, kebutuhan (hajat) dan
kegunaan atau kepuasan (manfaat). Secara rasional, seseorang tidak akan pernah
mengkonsumsi suatu barang manakala dia tidak membutuhkannya sekaligus
mendapatkan manfaat darinya. Dalam prespektif ekonomi Islam, dua unsur ini
mempunyai kaitan yang sangat erat (interdependensi) dengan konsumsi itu sendiri.
Mengapa demikian?, ketika konsumsi dalam Islam diartikan sebagai penggunaan
terhadap komoditas yang baik dan jauh dari sesuatu yang diharamkan, maka, sudah
barang tentu motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan aktifitas konsumsi
juga harus sesuai dengan prinsip konsumsi itu sendiri. Artinya, karakteristik dari
kebutuhan dan manfaat secara tegas juga diatur dalam ekonomi Islam.
1. Kebutuhan (Hajat)
“manusia adalah makhluk yang tersuSun dari berbagai unsur, baik
ruh,akal, badan maupun hati. Unsur-unsur ini mempunyai keterkaitan antar
satu dengan yang lain. Misalnya, kebutuhan manusia untuk makan, pada
dasarnya bukanlah kebutuhan perut atau jasmani saja, namun, selain akan
memberikan pengaruh terhadap kuatnya jasmani, makam juga berdampak
pada unsur tubuh yang lain, misalnya, ruh, akal dan hati. Karena itu, Islam
mensyaratkan setiap makanan yang kita makan hendaknya mempunyai
manfaat bagi seluruh unsur tubuh”.
Ungkapan di atas hendaknya menjadi perhatian kita, bahwa tidak
selamanya sesuatu yang kita konsumsi dapat memenuhi kebutubhan hakiki
dari seluruh unsur tubuh. Maksud hakiki di sini adalah keterkaitan yang positif
antara aktifitas konsumsi dengan aktifitas terstruktur dari unsur tubuh itu
sendiri. Apabila konsumsi mengakibatkan terjadinya disfungsi bahkan
kerusakan pada salah satu atau beberapa unsur tubuh, tentu itu bukanlah
kebutuhan hakiki manusia. Karena itu, Islam secara tegas mengharamkan
minum-minuman keras, memakan anjing,dan sebagainya dan seterusnya.
Selain itu, dalam kapasitasnya sebagai khalifah di muka bumi, manusia
juga dibebani kewajiban membangun dan menjaganya, yaitu, sebuah aktifitas

9
Ibid,hlm 26-28
XII
berkelanjutan dan terus berkembang yang mnenuntut pengembangan seluruh
potensinya disertai keseimbangan penggunaan sumber daya yang ada.
Artinya,Islam memandang penting pengembangan potensi manusia selama
berada dalam batas penggunaan sumber daya secara wajar. Sehingga,
kebutuhan dalam prespektif Islam adalah, keinginan manusia menggunakan
sumber daya yang tersedia, guna mendorong pengembangan potensinya
dengan tujuan membangun dan menjaga bumi dan isinya,
2. Kegunaan atau Kepuasan (manfaat)
Sebagaimana kebutuhan di atas, konsep manfaat ini juga tercetak
bahkan menyatu dalam konsumsi itu sendiri. Para ekonom menyebutnya
sebagai perasaan rela yang diterima oleh konsumen ketika mengkonsumsi
suatu barang. Rela yang dimaksud di sini adalah kemampuan seorang
konsumen untuk membelanjakan pendapatannya pada berbagai jenis barang
dengan tingkat harga yang berbeda.
Ada dua konsep penting yang perlu digaris bawahi dari pengertian rela
di atas, yaitu pendapatan dan harga. Kedua konsep ini saling mempunyai
interdependensi antar satu dengan yang lain, mengingat kemampuan seseorang
untuk membeli suatu barang sangat tergantung pada pemasukan yang
dimilikinya. Kesesuaian di antara keduanya akan menciptakan kerelaan dan
berpengaruh terhadap penciptaan prilaku konsumsi itu sendiri. Konsumen
vang rasional selalu membelanjakan pendapatannya pada berbagai jenis
barang dengan tingkat harga tertentu demi mencapai batas kerelaan tertinggi.
Sekarang bagaimanakah Islam memandang manfaat, apakah sama
dengan terminologi yang dikemukakan oleh para ekonom pada umumnya
ataukah berbeda? Beberapa ayat al-Qur'an mengisyaratkan bahwa manfaat
adalah antonim dari bahaya dan terwujudn ya kemaslahatan. Sedangkan dalam
pengertian ekonominya, manfaat adalah nilai guna tertinggi pada sebuah
barang yang dikonsumsi oleh seorang konsumen pada suatu waktu. Bahkan
lebih dari itu, barang tersebut mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.
Jelas bahwa man faat ada lah termino logi Islam yang mencakup
kemaslahatan, faidah dan tercegahnya bahaya. Manfaat bukan sekedar
kenikmatan yang hanya bisa dirasakan oleh anggota tubuh semata, namun
lebih dari itu, manfaat merupakan cermin dari terwujudnya kemaslahatan
hakiki dan nilai guna maksimal yang tidak berpotensi mendatangkan dampak
negatif di kemudian hari.10

10
Rismawati, Konsep Kebutuhan dalam Islam
http://rismawati123longspot.co.id/2016/02/konsep-kebutuhan-dalam -islam.html (Diakses
pada tgl 30-Agustus-2017, pkl: 21.56 WIB

XIII
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kebutuhan dalam perspektif islam adalah kepemilikan atau kekuataan barang atau
jasa yang mengandung elemen-elemen dasar dan tujuan kehidupan umat manusia
didunia ini dan perolehan pahala untuk kehidupan akhirat. Jika dalm perspektif
ekonomi konvensional memandang kebutuhan dan keinginan itu senilai, tetapi dalam
ekonomi islam memandang kebutuhan dan keinginan itu sangat berbeda jauh.
Sedangkan dalam perspektif islam, tahapan pemenuhan kebutuhan dari seseorang
individu sama seperti yang Maslow gambarkan, tapi perlu dijelaskan lebih detail
bahwa pemuasan keperluan hidup setelah tahapan pertama akan dilakukan ketika
memang secara kolektif keperluan kebutuhan dasar tadi sudah ada posisi yang aman
dengan danya peran negara.
Macam-macam kebutuhan dalam islam menurut al-syatibi yaitu kebutuhan
dahruriyat, kebutuhan hajiyat, dan kebutuhan tahshiyat. Terdapat perbedaan antara
konsep kebutuhan dalam ekonomi konvensional denan ekonomi islam, dimana dalam
ekonomi konvensional kebutuhan ditentukan oleh utilitas atau kepuasan sedangkan
dalam ekonomi islam kebutuhan ditentukan dengan konsep maslahah.
Dalam pengalokasian sumber daya dari pandangan ekonomi islam telah terfokus
pada maslaha pengalokasian sumber daya dengan adanya campur tangan pemerintah
agar alokasi sumber daya dapat terdistribusi dengan baik, dikarenakan sumber
ekonomi terbatas dan pengalokasiaanya harus merta dan memberikan manfaat dalam
kehidupan manusia. Di dalam mengkonsumsi suatu barang, manusia harus bisa
memprioritaskan suatu barang yang lebih bermanfaat dalam pemenuhannya. Untuk
melaksanakan hal tersebut, manusia perlu adanya etika dan norma dalam konsumsi
islami yang bersumber pada Al-qur”an dan as-sunnah. Pada dasarnya konsumsi
dibangun atas dua hal, yaitu, kebutuhan dan kegunaan atau kepuasan . Secara
rasional, seseorang tidak akan pernah mengkonsumsi suatu barang manakala dia tidak
membutuhkannya sekaligus mendapatkan manfaat darinya. 

B. SARAN
Penerapan konsep kebutuhan dalam islam yang berdsarkan islam seharusnya
dapat diterapkan oleh seluruh pelaku ekonomi dalam kehidupan sehari-hari sebagai
XIV
umat islam tentunya konsep kebutuhan islam ini harus diterapkam.

DAFTAR PUSTAKA

fitriani, Hanik . Ekonomi miikro dalam perspektif Islam. Pekalongan: PT. Nasya Expanding
management, 2021.

H, Zainur. “Konsep Dasar Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam.” An-Nahl, 2017: 43.

P3EI. Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2011.

Rahmawati, dan Husni Thamrin. “Relevansi Utility dan Maslahah Dalam Ekonomi Mikro
syariah.” jurnal Rumpun ekonomi Syariah, 2021: 9.

Ridwan, Muhammad. Diktat Ekonomi Mikro Islam. Medan, 2017.

Rismawati. Konsep kebutuhan dalam Islam. t.thn. Bttp://rismawantil23blogsnot


co.id/2016/02konsep-kebutuhan-dalam-islam.btml (diakses Agustus 30, 2021).

XV

Anda mungkin juga menyukai