Anda di halaman 1dari 22

RIBA DAN BUNGA BANK

DISUSUN OLEH:

NAMA : Adila Jelita (71200524008)

Sri rahmayani (

MATA KULIAH :Muammalat

PRODI PENDIDIKAN FISIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UINSU

2022

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat s

okerta karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan makalah ini dengan judul “Riba

dan Bunga Bank”. Makalah ini dibuat guna untuk memenuhi tugas pada mata kuliah

Pendidikan Agama Islam (Muammalat).

Ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada dosen pengampu mata

kuliah yang telah membimbing kami dalam mata kuliah ini. Penulis menyadari atas

kekurangan kemampuannya dalam pembuatan makalah ini, sehingga akan menjadi suatu

kehormatan besar bagi penulis apabila mendapatkan kritikan dan saran yang membangun agar

makalah ini selanjutnya akan lebih baik dan sempurna serta komprehensif. Besar harapan

penulis, makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis dan bagi pembaca.

Medan, Oktober 2022

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI KATA
PENGANTAR ............................................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................
ii BAB I:
PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ...............................................................................................................


1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................................................
1
C. Tujuan dan Manfaat ......................................................................................................
2
BAB II: PEMBAHASAN ........................................................................................................ 3

A. Pengertian Riba dan BungaBank ...................................................................................


3
B. Macam-macam Riba ......................................................................................................
4
C. Dasar Hukum Larangan Riba.........................................................................................
6
D. Hikmah Diharamkan Riba .............................................................................................
8
BAB III: PENUTUP .............................................................................................................. 15

A. Simpulan ......................................................................................................................
15
B. Saran ............................................................................................................................
15
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................
16
ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Masalah bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang

berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya.

Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki

simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabahkepada bank (nasabah yang memperoleh

pinjaman. Dalam sistem ekonomi konvensional, bunga merupakan harga uang

(priceofcapital). Dimana dalam literatur-literatur ekonomi moneter banyak disebutkan bahwa

tinggi rendahnya permintaan dan penawaran akan uang tergantung pada tingkat tingkat

bunga. Dalam mekanisme ini bunga akan memiliki perilaku seperti harga sebagaimana pada

pasar barang. Pada masa sekarang, masyarakat dihadapkan pada masalah bank, yang dalam

prakteknya memberlakukan sistem bunga pada siapa saja yang terlibat transaksi di dalamnya.

Melakukan transaksi dengan bank sama melakukan perbuatan riba.

Persoalan halal tidaknya bunga bank sebagai instrumen keuangan sudahmerupakan

hal yang kontroversial dalam dunia Islam sejak lama. Kontroversi tersebut berkaitan dengan

penafsiran ayat-ayat Al-Quran yang melarang praktekriba. Berdasarkan penafsirannya, ada

sebagian kaum muslimin yangmenyimpulkan bahwa kontrak pinjaman adalah perbuatan yang

tidak bermoral, tidak saha dan haramBank banyak menimbulkan kontroversi tentang status

hukumnya bila dikaitkan dengan bunga dan riba khususnya umat islam sering menghadapi

dilema tersebut, apakah bunga bank itu haram, halal, atau subhat. Dalamal- Quran dan

alHadits sendiri hanya menyebutkan kata-kata riba, bukan berarti riba itu sama dengan bunga.

Oleh karena itu penulis akan menjelaskan antara riba dan bunga bank dalam pandangan

ekonomi islam.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam makalah ini yakni
sebagai berikut:
1. Apakah perbedaaan riba dan bunga bank ?
2. Apasajakah macam-macam riba ?
3. Bagaimana dasar hukum larangan riba ?
4. Apakah hikmah diharamkan riba bagi kehidupan manusia ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari meyelesaikan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui perbedaan Riba dan Bunga Bank
2. Untuk mengetahui hukum larangan riba
3. Untuk mengetahui macam-macam riba
4. Untuk menyelesaikan hikmah diharamkan riba

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Perbedaan Riba dan Bunga Bank

1. Pengertian Riba

Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti tambahan (Az Ziyadah), berkembang (an

nuuwuw), meningkat (al irtifa‟) dan membesar (al „uluw). Menurut istilah riba berarti

pengambilan tambahan dari pokok harta secara bathil. Secara bathil maksudnya adalah

pengambilan tambahan dari modal pokok itu tanpa disertai imbalan pengganti atau

kompensasi yang dapat dibenarkan oleh hukum syariah.15 Para ulama berbeda pendapat

dalam mendefinisikan riba. Perbedaan ini lebih di pengaruhi pada penafsiran atas pengalaman

masing-masing ulama mengenai riba didalam konteks kehidupannya.

Menurut terminologi, riba artinya kelebihan pembayaran tanpa ganti rugi atau

imbalan, yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yangmelakukan transaksi, baik

tambahan itu berasal dari dirinya sendiri, maupun berasal dari luar berupa imbalan. Ada

beberapa pengertian riba yang dikemukakan oleh para ulama.

Menurut Muhammad Ibnu Abdullah sebagaimanayang dikutip oleh Tim Pengembang

Perbankan Syariah: “Riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksudriba dalam

ayat al-qur‟an yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya suatu „iwadi (pengganti)

yang dibenarkan syariah.”

Menurut syariah riba berarti penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi

bisnis riil.” Ibnu Katsir Rahimallahu, berkata segaimana yang dikutip Dr. Muhammad Arifin

Baderi: bergerak dengan menumbuhkan tetumbuhan dan tanah sebelumnya mati (gersang)

menjadi hidup, lalu batangnya menjulang tinggi dari permukaan tanah. Dengan hujan Allah

menumbuhkan berbagai rupa dan macam buah-buahan,tanaman, tumbuh-tumbuhan dengan

beraneka ragam warna,rasa, aroma, bentuk dan kegunaannya.

3
Jadi, kesimpulan dari pendapat para ahli mengenai riba adalah tambahan yang tidak

dibenarkan atas modal yang dilakukan untuk mengambil keuntungan secara bathil tanpa suatu

usaha yang nyata

2. Pengertian Bunga Bank

Bank adalah suatu lembaga bisnis, sedangkan bunga adalah suatu mekanisme bank

dalam pengelolaan peredaran dana masyarakat. Anggota masyarakat yang memiliki dana,

dapat atau bahkan dihimbau untuk menitipkan dana mereka yang tidak digunkan pada bank

untuk jangka waktu tertentu. Kemudian bank meminjamkan dana itu kepada anggota

masyarakat lain yang membutuhkan dana untuk usaha dalam jangka waktu tertentu pula.

Anggota masyarakat yang meminjam dana dari bank pada umumnya untuk dipergunakan

sebagai modal usaha, bukan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif, dan dia akan mendapat

keuntungan dari usahanya yang dimodali oleh bank tersebut.Para ahli berbeda pendapat

dalam merumuskan apakah bunga termasuk riba atau apakah sama dengan riba. Jika memang

bunga adalah riba, maka hukumnya haram. Sebaliknya, jika bunga bukan riba, maka

hukumnya mungkin mungkin mubah atau makruh bagi umat Islam.

Mayoritas praktisi perbankan konvensional berpendapat bahwa yang dimaksud

dengan riba bukanlah bunga, melainkan usuary, bunga yang berlipat ganda atau jumlahnya

terlalu besar. Sedangkan riba mengacu kepada bunga uang yang terlalu tinggi pada pinjaman

konsumtif. Pada umumnya dalam ilmu ekonomi, bunga itu timbul dari sejumlah uang

pokoknya, yang lazim disebut dengan istilah “kapital” atau “modal” berupa uang. Bunga itu

juga dapat disebut dengan istilah “rente” atau “interest”. Menurut Goedhart bunga atau rente

itu adalah perbedaan nilai, tergantung pada perbedaan waktu yang berdasarkan atas

perhitungan ekonomi.

Persoalan halal tidaknya bunga (interest) sebagai instrumen keuangan merupakan

sumber kontroversi di seluruh dunia Islam sejak lama. Sumber kontroversi ini adalah ayatayat

4
al-Qur‟an yang melarang riba sebuah praktik Arab kuno, yakni apabila seseorang berhutang,

maka hutangnya akan berlipat jika ia menunggak lagi. Selama berabad-abad, banyak kaum

Muslimin yang menyimpulkan bahwa ayat-ayat mengenai kontrak pinjaman yang

menetapkan keuntungan tertentu bagi si pemberi pinjaman adalah perbuatan yang tidak

bermoral, tidak sah atau haram, terlepas dari tujuan, jumlah pinjaman, maupun lembaga yang

terlibat. Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang

berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya.

Bunga juga dapat diartikan sebagai harga kepada deposan (yang memiliki simpanan) dan

kreditur (nasabah yang memperoleh pinjaman) yang harus dibayar kepada bank.

Al-Qur‟an mengakui bahwa meminum-minuman keras itu bukan tidak ada

manfaatnya sama sekali, tetapi Islam mengharamkannya karena akibatakibat buruk yang

diakibatkan oleh minuman-minuman keras itu jauh lebih besar dari pada manfaatnya. Kita

mengakui bahwa dalam pelaksanaan sistem bunga dalam bank itu tidak selalu baik, dan dapat

mencelakakan nasabah yang meminjam uang dari bank, tetapi jumlah yang merasa tertolong

oleh sistem bunga yang diperlakukan oleh bank-bank konvensional itu jauh lebih banyak dari

pada mereka yang dirugikan. Maka analogi dengan hukum minum-minuman keras, sistem

bunga dalam bank konvensional itu tidak haram.

Dalam literatur ulama fiqih klasik tidak dijumpai pembahasan yang mengkaitkan

antara riba dan bunga perbankan, sebab lembaga perbankan seperti yang berkembang

sekarang ini tidak dijumpai dalam zaman mereka. Bahasan bunga bank apakah termasuk riba

atau tidak, baru ditemukan dalam berbagai literatur fiqih kontemporer.

5
B. Macam-macam Riba

Secara garis besar, riba diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu riba yang terjadi

akibat hutang-piutang dan riba yang terjadi akibat jual-beli. Kelompok pertama terbagi lagi

menjadi riba qardh dan riba jahiliyah. Adapun kelompok yang kedua, riba jual-beli menjadi

riba fadhl dan riba nasi’ah. Sementara jumhur ulama, membagi riba dalam dua bagian, yaitu

riba fadhl dan riba nasi’ah

1) Riba Qardh (pinjaman)

Riba qardh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan

terhadap yang berhutang (muqtaridh). Dalam arti lain, bahwa beban bunga (tambahan)

dibebankan kepada yang berhutang, yang di dalamnya ada unsur eksploitasi. Riba qardh atau

bunga atas pinjaman, membebankan atas pinjaman karena berlalunya waktu (pinjaman

berbunga) dan hal ini sering kali disebut sebagai riba nasi’ah (bunga karena menunggu).

2) Riba Jahiliyah

Riba jahiliyah yaitu hutang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak

mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan. Riba jahiliyah dilarang karena

kaidah “kullu qardin jarra manfa’ah fahuwa riba” (setiap pinjaman yang mengambil manfaat

adalah riba). Dari segi penundaan waktu penyerahannya, riba jahiliyah tergolong riba nasiah,

namun dari segi kesamaan obyek yang dipertukarkan tergolong riba fadhl. Dari Qatadah,

bahwa riba jahiliyah adalah bila seseorang berhutang, karena tidak sanggup membayar pada

masa yang disepakati, ia dikenakan tambahan atas hutang pokok untuk pelunasan berikutnya.

Selain itu, riba ini kadang berpangkal pada pemanfaatan ketidaktahuan sebagian masyarakat

terhadap jenis-jenis barang tertentu dan kadang pada pemanfaatan kebutuhan mereka

terhadap satu jenis tertentu.

6
3) Riba Fadhl

Riba fadhl (tunai) disebut juga riba buyu’ yaitu riba yang timbul akibat pertukaran

barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama jenisnya ( ‫ ب م ثل م ثال‬,(sama kualitasnya (

‫واء‬OO‫واء س‬OO‫( ب س‬dan sama waktu penyerahanya ( ‫د ي دا‬OO‫ ب ي‬.(Jenis riba ini diharamkan karena

penyebab atau pembawa kepada riba nasi’ah.

Dengan demikian pelarangan riba fadhl karena beliau takut kalau mereka berbuat riba

nasi’ah. Wahbah al-Zuhaili mendefinisikan riba fadhl dengan “Penambahan pada salah satu

dari benda yang dipertukarkan dalam jual-beli benda ribawi yang sejenis, bukan karena faktor

penundaan pembayaran.

Bentuk riba yang berkaitan dengan jual-beli, yakni kelebihan yang diperoleh dalam

tukar-menukar barang sejenis, misalnya emas dengan emas, perak dengan perak, gandum

dengan gandum dansebagainya. Pertukaran seperti ini mengandung gharar yaitu

ketidakjelasan bagi kedua pihak akan nilai masing-masing barang yang dipertukarkan.

Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan tindakan zalim terhadap salah satu pihak, kedua pihak

dan pihak-pihak yang lain.

4) Riba Nasi’ah

Riba nasi’ah merupakan penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang

ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi’ah terjadi karena

adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang

diserahkan kemudian. Riba nasi’ah juga disebut dengan riba buyu‟, yaitu riba yang timbul

akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria untung rugi muncul bersama

resiko dan hasil usaha muncul bersama biaya (al-kharaj bi dhaman). Ibn Abbas, Usamah ibn

Jaid ibn Arqam, Jubair ibn Jabir, dan lain-lain berpendapat bahwa riba yang diharamkan

hanyalah riba nasi’ah Ulama lainnya menentang pendapat tersebut dan memberikan dalildalil

7
yang menetapkan riba fadhl, sedangkan tabi’in sepakat tentang haramnya kedua riba tersebut.

Imam Malik mengatakan bahwa ada kesepakatan bulat di antara ahli fiqih menyangkut semua

larangan transaksi kredit, di mana seseorang memberikan pinjaman, tetapi peminjam

mengembalikannya (atau berjanji untuk mengembalikan) sebelum jangka waktu yang telah

ditentukan habis. Apabila pemberi pinjaman mengurangkan jumlah pengembalian, atau

apabila peminjam memperpanjang masa hutangnya melebihi jangka waktu yang telah

disepakati, maka peminjam berjanji akan menambahkan jumlah hutangnya melebihi hutang

yang diterimanya, yang besarnya sesuai dengan yang ditetapkan pemberi pinjaman. Menurut

Imam Malik, hak itu merupakan bunga dan tidak ada keraguan terhadapnya masalah tersebut.

Transaksi semisal ini mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban penangguhan

penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang

ribawi lainnya.

C. Dasar Hukum Larangan Riba

a) Hukum Syariah Islam

Ajaran Islam memuat secara jelas tentang bunga atau riba. Seseorang yang memakan

riba sangat dikutuk dan diingatkan akan diancam dengan siksa neraka. Disebutkan

bahwa riba merupakan perbuatan orang-orang yang tidak beriman, dan sebagai ujian

bagi orang-orang yang beriman untuk meninggalkannya. Islam membenarkan

pengembangan uang dengan jalan perdagangan. Seperti firman Allah:

            


            

8
           
 

Artinya : 29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku

dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu.

Islam menutup pintu bagi siapa yang berusaha akan mengembangkan usahanya

dengan jalan riba. Maka diharamkanlah sedikit maupun banyak, dan mencela orang-orang

Yahudi yang menjalankan riba padahal mereka telah dilarangnya. Larangan riba yang

terdapat dalam Al-Quran tidak diturunkan secara sekaligus, akan tetapi diturunkan dalam

empat tahap:

1. Tahap pertama, penolakan terhadap anggapan bahwa riba merupakan adalah

upaya menolong mereka yang memerlukan sebagai perbuatan taqarrub

(mendekatkan diri) kepada Allah

              

      

      

    

9
   

     

Artinya: 39. dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah

pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang

kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan

Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan

(pahalanya).

2. Tahap kedua, dalam ayat ini mulai dijelaskan bahwa riba diharamkan dalam

hukum agama-agama terdahulu

              
               

           

 





10


  









 



 

11
 



Artinya: 160. Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas

(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) Dihalalkan bagi mereka, dan

karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah,

Artinya: 161. dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka

telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan

jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara

mereka itu siksa yang pedih.

3. Tahap ketiga, pada tahap ini praktek riba mulai dilarang

         


          
 

Artinya: 130. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan

berlipat ganda[228]] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat

keberuntungan.

4. Tahap keempat, tahap terakhir pelarangan riba dipertegas lagi dengan

melakukan pelarangan keras, barangsiapa yang mempraktekkan riba akan

diperangi oleh Allah dan Rasul-Nya..

12
         
             
 

             

 

   

 

 



 

Artinya: 278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan

tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.

13
Artinya: 279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka

ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat

(dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan

tidak (pula) dianiaya.

b) Agama Yahudi

Umat Yahudi dilarang mempraktekan pengambilan riba sebagaimana tercantum

dalam kitab perjanjian lamanya dan undang-undang Talmud:

“Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku orang yang miskin

diantaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih utang terhadap dia, janganlah

engkau bebankan bunga uang terhadapnya.(Kitab Exodus (keluaran) pasal 22 ayat 25).” c)

Agama Kristen

Agama Kristen, dalam perjanjian barunya tidak menyebutkan permasalahan bunga

secara jelas. Namun, sebagiankaum Kristiani menganggap larangan riba terdapat dalam kitab

Lukas:

“Jangan engkau memberinya uang dengan riba dan jangan engkau meminjaminya

makananmakanan untuk mendapatkan tambahan (Levitukus, pasal 25 ayat 25-37)”

C. Hikmah Diharamkan Riba

Islam dalam membahas persoalan haram riba semata-mata demi melindungi

kemaslahatan manusia, baik dari segi akhlaknya, masyarakatnya maupun perekonomiannya.

Adapun hikmah diharamkannya riba, di antaranya sebagai berikut:

14
a. Riba adalah suatu perbuatan mengambil harta orang lain tanpa mengganti. Sebab

orang yang meminjamkan uang 1 Dirham dengan 2 Dirham misalnya, maka dia

dapat tambahan satu Dirham tanpa imbalan ganti. Sedangkan harta orang lain itu

merupakan standar hidup dan mempunyai kehormatan yang sangat besar, seperti

apa yang disebut dalam hadis Nabi:

Artinya: Bahwa kehormatan harta manusia, sama dengan kehormatan darahnya.

(HR. Tirmidzi). Oleh karena itu, mengambil harta orang lain tanpa ganti sudah

pasti haramnya.

b. Riba dapat menghalangi manusia dari kesibukan bekerja. Sebab kalau si pemilik

uang yakin, bahwa dengan melalui riba dia akan memperoleh tambahan uang, baik

kontan ataupun berjangka, maka dia akan mempermudah persoalan mencari

penghidupan, sehingga dia tidak mau menanggung beratnya usaha, dagang dan

pekerjaan-pekerjaan yang berat. Sedang hal semacam itu akan berakibat

terputusnya bahan keperluan masyarakat. Satu hal yang tidak dapat dipungkiri lagi,

bahwa kemaslahatan dunia seratus persen ditentukan oleh jalannya perdagangan,

pekerjaan, perusahaan dan pembangunan.

c. Riba akan menyebabkan terputusnya sikap yang baik (ma’ruf) antara sesama

manusia dalam bidang pinjam-meminjam. Sebab kalau riba itu diharamkan, maka

seseorang akan merasa senang meminjamkan uang satu Dirham dan dengan

tambahan satu Dirham juga. Tetapi apabila riba itu dihalalkan, maka seseorang

akan menganggap berat dengan meminjam uang satu dirham dengan

mengembalikan dua dirham. maka hal tersebut akan menyebabkan terputusnya

kasih sayang di antara umat Islam.

15
d. Pada umumnya pemberi piutang adalah orang yang kaya, sedang peminjam adalah

orang yang tidak mampu. Maka pendapat yang membolehkan riba, berarti

memberikan jalan kepada orang kaya untuk mengambil harta orang miskin yang

lemah sebagai tambahan. Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqh al-Sunnah

memberikan alasan-alasan mengapa Islam mengharamkan riba, yaitu; pertama, riba

merupakan penyebab timbulnya permusuhan antara sesama warga masyarakat, dan

menghilangkan semangat tolong-menolong antar mereka. Kedua, riba cenderung

melahirkan satu kelas di masyarakat yang hidup mewah tanpa bekerja, dan

akumulasi kekayaan di tangan kelas itu tanpa ikut berusaha, ibarat benalu yang

tumbuh atas kerugian pihak lain. Ketiga, riba adalah penyebab penjajahan.

Bukankah negeri-negeri kita pernah mengalami penjajahan yang disebabkan oleh

riba. Keempat, Islam menghimbau agar manusia memberikan pinjaman kepada

yang memerlukan, untuk mendapat pahala (dan bukan tambahan).

16
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Riba adalah pinjaman dengan kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti atau

imbalan yang disyaratkan bagi salah seorang pihak dari kedua belah pihak yang membuat

transaksi,sedangkan bunga adalah sejumlah uang yang dibayar untuk penggunaan

modal.Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau persentase modal yang

bersangkutan dengan itu dan dinamakan suku bunga modal.Dalam pandangan fiqhmu’

amalah dan ekonomi islam sendiri di katakana bahwa antara riba dan bunga bank adalah

sama,dikarenakan operasional diperbankan konvensional ,bungayangdibayarkanoleh nasabah

peminjam yang dilakukan jelas merupakan tambahan.Karena nasabah melakukan transaksi

dengan pihak bank berupa pinjaman uang tunai.

17
B. SARAN

Dalam makalah ini masih banyak kekurangan sehingga saya membutuhkan kritik serta

saran dari dosen pengampu agar makalah ini dapat menjadi lebih baik.

DAFTAR ISI

Ajahari, “Pemikiran Fazlur Rahman dan Muhammad Arkoun.”Jurnal Studi Agama dan

Masyarakat, Volume 12, No. 2 (Desember, 2016).

Ikhwan, Wahyu. “Riba dan Bunga Bank Perspektif Moh Hatta”. UIN Sunan Kalijaga: Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum. 2010.

Rahman, Fazlur. Riba and Interest.

Refika, Weli. “Pemikiran Muhammad Syafi‟I Antonio tentang Riba dalam Perspektif

Ekonomi Islam (Studi Tentang Riba dalam buku Bank Syariah dari Teori ke

Praktik)”. UIN Sultan Syarif Kasim: Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum. 2010.

18

Anda mungkin juga menyukai