Anda di halaman 1dari 21

FIQH MUAMALAH

“RIBA”

DISUSUN OLEH :

1. ARDIANSYAH SAPUTRA (FEBI.11.21.005)


2. ZALSYAKILA AMALIA PUTRI (FEBI.11.21.026)

Dosen Pengampu :

SUMARNI, S.E.,M.E

Jurusan Ekonomi Syariah


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Institut Agama Islam Al-Mawaddah Warrahmah Kolaka
2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu. Alhamdulillah. Puji syukur


kehadirat Allah yang maha Esa senantiasa kita ucapkan. Atas rahmat dan karunia- nya
yang berupa iman dan kesehatan akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat serta salam tercurah pada Rasulullah SAW. Semoga syafaatnya mengalir
pada kita kelak.

Makalah dengan judul “RIBA”. Dibuat untuk melengkapi tugas mata kuliah
fiqh muamalah. Pada isi makalah yang akan dijelaskan definisi riba, dasar hukum riba,
macam-macam pendapat ulama tentang riba, jenis-jenis riba, ekonomi berbasis bagi
hasil pada Lembaga keuangan syariah, hikmah pengharaman riba

Penulis mengucapkan terimah kasih kepada pihak yang telah mendukung serta
membantu menyelesaikan makalah fiqh muamalah ini. Besar harapan penulis agar
makalah ini bisa menjadi rujuan malakalah lainnya. Penulis juga berharap agar isi
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Dengan kerendahan penulis, penulis memohon maaf jika apabila ada


kesalahan penulisan. Kritik yang terbuka dan membangun sangat penulis nantikandemi
kesempurnaan makalah. Demikian kata pengantar ini penulis sampaikan. Terima kasih
atas semua pihak yang membantu penyusunan dan membaca makalahini.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Kolaka, 23 september 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................................... 2
D. Manfaat ..................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 4

A. Definisi riba............................................................................................... 4

B. dasar hukum riba .......................................................................................5

C. Pendapat ulama tentang riba ..................................................................... 7

D. jenis-jeniis riba .......................................................................................... 9

E. Ekonomi berbasis bagi hasil pada lembaga keuangan syariah................ 12

F. Hikmah pengharaman riba ........................................................................ 14


BAB III PENUTUP ....................................................................................... 17

A. Kesimpulan… ........................................................................................... 17
B. Saran .......................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam bingkai ajaran Islam, aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh


manusia untuk dikembangkan memiliki beberapa kaidah dan etika atau moralitas
dalam syari'at Islam. Allah telah menurunkan rizki ke dunia ini untuk dimanfaatkan
oleh manusia dengan cara yang telah dihalalkan oleh Allah dan bersih dari segala
perbuatan yang mengandung riba.
Pada dasarnya transaksi riba dapat terjadi dari transaksi hutang piutang,
namun bentuk dari sumber tersebut bisa berupa qard1 dan lain sebagainya. Para
ulama menetapkan dengan tegas dan jelas tentang pelarangan riba, disebabkan riba
mengandung unsur eksploitasi yang dampaknya merugikan orang lain, hal ini
mengacu pada Kitabullah dan Sunnah Rasul serta ijma' para ulama. Bebarapa
pemikir Islam berpendapat bahwa riba tidak hanya dianggap sebagai sesuatu yang
tidak bermoral akan tetapi merupakan sesuatu yang menghambat aktifitas
perekonomian masyarakat, sehingga orang kaya akan semakin kaya sedangkan
orang miskin akan semakin miskin dan tertindas. Manusia merupakan makhluk
yang "rakus", mempunyai hawa nafsu yang bergejolak dan selalu merasa
kekurangan sesuai dengan watak dan karakteristiknya, tidak pernah merasa puas,
sehingga transaksi-transaksi yang halal susah didapatkan karena disebabkan
keuntungannya yang sangat minim, maka harampun jadi (riba). Ironis memang,
justru yang banyak melakukan transaksi yang berbau riba adalah dikalangan umat
Muslim. Riba merupakan suatu tambahan lebih dari modal asal, biasanya transaksi
riba sering dijumpai dalam transaksi hutang piutang dimana peminjam meminta
tambahan dari modal asal kepada yang dipinjami. Tidak dapat dinafikkan bahwa
dalam jual beli juga sering terjadi praktek riba, seperti menukar barang yang tidak
sejenis, melebihkan atau mengurangkan timbangan atau dalam takaran.

1
Riba dalam pandangan Islam berada dalam kelebihan baik dalam bentuk
uang ataupun barang. Riba berarti kelebihan atau pertambahan dan jika dalam suatu
kontak penukaran satu barang yang sama, hingga itu disebut dengan riba. Riba
disebut juga pembayaran yang dikenakan terhadap pinjaman yang berlaku dimana
modal yang berada dalam pinjaman tersebut digunakan. Riba juga merupakan
sebagian dari kegiatan ekonomi yang telah berkembang sejak zaman jahiliyah
hingga pada sampai saat ini. Sistem pinjam meminjam pada sistem riba ini banyak
menguntungkan kaum pemilik modal karena banyak mendapat keuntungan yang
lebih dari yang dipinjamkan. Dari adanya riba tersebut sehingga Islam melarang
atau mengharamkan adanya riba karena menumbuhkan tradisi shadaqah agar tidak
ada yang teraniaya karena adanya riba. Dalam kesamaan antara Bunga dan Riba
yang dilarang di Al-Qur’an dan hadits tapi masih banyak umat muslim yang masih
bergabung dengan bank konvensional yang menggunakan sistem bunga dalam
kehidupan maka dari itu turunlah ayat Allah yang melarang adanya riba yang
menyebabkan kemelaratan dan kerusakan dalam kehidupan manusia.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Jelaskan definisi riba ?


2. Apa dasar hukum riba ?
3. Sebutkan macam-macam pendapat ulama tentang riba ?
4. Sebutkan jenis-jenis riba ?
5. Jelaskan ekonomi berbasis bagi hasil pada Lembaga keuangan syariah ?
6. Apa hikmah pengharaman riba ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi riba
2. Untuk mengetahui hukum riba
3. Untuk mengetahui macam-macam pendapat ulama tentang riba
4. Untuk mengetahui jenis-jenis riba

2
5. Untuk mengetahui ekonomi berbasis bagi hasil pada Lembaga keuangan
syariah
6. Untuk mengetahui hikmah pengharaman riba

D. MANFAAT
1. Dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya bagi kami sebagai mahasiswa

2. Dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi mahasiswa yang lain

3. Dapat dijadikan sebagai contoh dalam pembuatan makalah bagi mahasiswa


lain.

4. Dapat mengetahui definisi riba, dasar hukum riba, macam-macam pendapat


ulama tentang riba, jenis-jenis riba, ekonomi berbasis bagi hasil pada Lembaga
keuangan syariah, hikmah pengharaman riba.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI RIBA
Ilmu mengenai hubungan antar manusia atau muamalah dalam pinjam
meminjam, sewa menyewa, dan jual beli wajib hukumnya untuk dipahami. Apalagi
jika seseorang menjadi seorang penjual maka wajib baginya belajar tentang ilmu
halal dan haram dalam berdagang. Banyak orang secara tidak sengaja telah jatuh
dalam perkara haram seperti riba akibat tidak mencoba memahami ilmunya.

Kata riba berasal dari bahasa Arab, secara etimologis berarti tambahan
(azziyadah), berkembang (an-numuw), membesar (al-'uluw) dan meningkat (al-
irtifa'). Menurut terminologi ilmu fiqh, riba merupakan tambahan khusus yang
dimiliki salah satu pihak yang terlibat tanpa adanya imbalan tertentu. Dikalangan
masyarakat sering kita dengar dengan istilah rente, rente juga disamakan dengan
“bunga” uang. Karena rente dan bunga sama-sama mempunyai pengertian dan
sama-sama haram hukumnya di agama Islam.

Oleh sebab itu, wajib hukumnya bagi kita yang muslim untuk memahami
konsep riba. Ditinjau dari sisi bahasa, riba adalah al-ziyâdah atau tambahan. Ulama
Hanâbilah dalam kitab al-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islâmi, mengatakan pengertian dari
sisi syariah, riba adalah tambahan tertentu yang diberikan pada barang tertentu.
Atau selanjutnya, riba adalah lebihan nilai harta yang ditentukan secara tidak adil
dengan tanpa adanya kesepakatan harga yang terjadi dalam transaksi tukar menukar
antara harta dengan harta baik berupa uang maupun barang.

Dalam merumuskan hukum Fiqih Islam, ulama biasanya memuat pandangan


dari empat mazhab besar yaitu, Syafi’i, Hambali, Maliki, dan Hanafi. Walaupun
dengan detail berbeda, keempatnya memiliki persamaan dalam merumuskan
pengertian riba. Riba adalah praktik merugikan yang secara khusus terjadi pada

4
akad (perjanjian) yang berbasis pertukaran atau barter. Kegiatan barter atau tukar
menukar ini bersifat identik dengan jual beli. Secara tidak langsung diklasifikasikan
bahwa riba dalam transaksi jual beli lahir akibat kelebihan takaran pada salah satu
barang yang ditukar, penambahan harga akibat penundaan, dan penyerahan harga
yang tidak kontan.

Dalam prakteknya, rente merupakan keuntungan yang diperoleh pihak bank


atas jasanya yang telah meminjamkan uang kepada debitur dengan dalih untuk
usaha produktif, sehingga dengan uang pinjaman tersebut usahanya menjadi maju
dan lancar, dan keuntungan yang diperoleh semakin besar. Tetapi dalam akad kedua
belah pihak baik kreditor (bank) maupun debitor (nasabah) sama-sama sepakat atas
keuntungan yang akan diperoleh pihak bank. Abu Zahrah dalam kitab Buhūsu fi al-
Ribā menjelaskan mengenai haramnya riba bahwa riba adalah tiap tambahan
sebagai imbalan dari masa tertentu, baik pinjaman itu untuk konsumsi atau
eksploitasi, artinya baik pinjaman itu untuk mendapatkan sejumlah uang guna
keperluan pribadinya, tanpa tujuan untuk mempertimbangkannya dengan
mengeksploitasinya atau pinjaman itu untuk di kembangkan dengan
mengeksploitasikan, karena nash itu bersifat umum.

B. DASAR HUKUM RIBA


Pada zaman dahulu kegiatan berdagang atau kepemilikan barang dilakukan
dengan cara barter. Kini uang tunai, kartu kredit dan uang elektronik menjadi alat
pembayaran umum. Alat pembayaran tersebut harus hati-hati penggunaannya agar
tidak terjerumus riba. Karena, segala macam transaksi riba adalah haram hukumnya
berdasarkan Al-Qur’an, Al-Hadits dan ijma’ (kesepakatan ulama). Dengan

Hukum riba adalah haram menurut semua agama samawi, kemudian agama
Islam datang dan menguatkan hukum tersebut. Allah Swt tidak mengizinkan

5
memerangi orang yang berbuat maksiat kecuali terhadap orang-orang yang
makan dari hasil riba. Hukum diharamkannya riba dijelaskan dalam Al-Qur’an,
Sunnah, serta ijma’ para ulama’.

Allah Swt berfirman :


ِّ ‫َوأ َ َح َّل هللاُ البَ ْي َع َو َح َّر َم‬
‫الربَوا‬

Artinya:
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS.
Al-Baqarah: 275).

Begitu juga dalam hadits riwayat Imam al-Bukhari yang bersumber dari Abu
Hurairah Ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:

ُ‫ َوقَتْ ُل النَّ ْف ِّس الَّتِّ ْي َح َّر َم هللا‬,‫الس ْح ُر‬ ُ ‫ قَالُوا يَا َر‬,ِّ‫س ْب َع ال ُم ْوبِّقَات‬
ِّ ‫ َو‬,ِّ‫ الش ِّْركُ بِّاهلل‬:َ‫سو َل هللاِّ َو َماه َُّن؟ قَال‬ َّ ‫ا ْجتَنِّبُوا ال‬
‫ب‬ ِّ ‫ وأ َ ْك ُل‬,‫ق‬
َ ‫الر‬ ِّ ‫إِّالَّ بِّال َح‬
Artinya:
“Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan.” Para sahabat bertanya, “Apa itu,
wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh
jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan riba” (HR. Bukhari
dan Muslim).[1]

Sedangkan dalil dari ijma’, para ulama’ sepakat bahwa hukum riba adalah haram.

Hukum agama hendaknya memudahkan sehingga kini banyak kajian ulama


yang didasari alasan rasional memperbolehkannya. Walaupun terdapat dua harga
berbeda kontan dan cicilan, selama perjanjian disepakati dengan adil maka
hukumnya adalah bukan riba. Kini, mulai banyak tersedia pilihan kredit rumah
syariah Tidak dipungkiri, secara umum riba sangat merugikan orang yang sedang
berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan, larangan mengenai riba
sebetulnya tidak hanya dikenal dalam agama Islam saja karena konsepnya
merugikan.

6
Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa riba diharamkan:

1. Riba adalah suatu perbuatan mengambil harta orang lain tanpa ganti. Sebab
orang yang meminjamkan satu kali jumlah uang dengan dua kali jumlah
uang, maka orang tersebut mendapatkan keuntungan tanpa ganti. Sedangkan,
satu kali keuntungan tersebut dapat memenuhi kebutuhan hidup pihak yang
dipinjami.
2. Bergantung kepada riba dapat membuat orang malas bekerja. Orang yang
terjerumus dalam praktek riba menganggap mendapatkan uang adalah cara
yang mudah. Hal tersebut dilakukan dengan membebankan keuntungan pada
orang lain.
3. Riba akan menyebabkan terputusnya sikap belas kasih antara sesama manusia
dalam membantu. Membantu pihak yang sedang membutuhkan adalah
kewajiban dalam berhubungan sosial. Dengan adanya riba, semangat saling
bantu dapat pudar.
4. memperdalam ketimpangan sosial. Biasanya, pihak yang mengambil
keuntungan memiliki tingkat kehidupan yang lebih sejahtera. Jeratan
tambahan nilai barang atau hutang dapat memperparah keadaan orang yang
lebih membutuhkan.

C. MACAM-MACAM PENDAPAT ULAMA TENTANG RIBA


Pendapat ulama tentang riba:
1. Badr ad-Din al-Ayni, Pengarang Umdatul Qari Syarah Shahih al-Bukhari
“Prinsip utama dalam riba adalah penambahan. Menurut syariah, riba berarti
penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis riil.”
2. Imam Sarakhsi dari Mazhab Hanafi
Riba, adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya
iwadh (atau padanan) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.”
3. Ragibh al-Asfahan

7
“Riba adalah penambahan atas harta pokok”
4. Imam an-Nawawi dari Mazhab Syafi’i
“Salah satu bentuk Riba yang dilarang Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah
penambahan atas harta pokok karena unsure waktu. Dalam dunia perbankan,
hal tersebut dikenal dengan bunga kredit sesuia lama waktu pinjaman.”
5. Qatada
“Riba jahiliah adalah seseorang yang menjual barangnya secara tempo hingga
waktu tertentu. Apabila telah datang saat pembayaran dan sipembeli tidak
mampu membayar, ia memberikan bayaran tambahan atas penangguhan.”
6. Zaid bin Aslam
“Yang dimaksud dengan riba jahiliah yang berimplikasi pelipatgandaan
sejalan dengan dengan waktu adalah seseorang yang memilikipi utang atas
mitranya. Pada saat jatuh tempo, ia berkata ‘Bayar sekarang tau tambah.”
7. Mujahid
“Mereka menjual dagangannya dengan tempo. Apabila telah jatuh tempo dan
(tidak mampu bayar), si pembeli memberikan ‘tambahan’ atas tambahan
waktu.”
8. Imam Ahmad bin Hanbal, Pendiri Mazhab Hanbali
Ketika Imam bin Ahmad ditanya tentang riba, ia menjawab, “Sesungguhnya
riba itu adalah seseorang memiliki utang maka dikatakan kepadanya apakah
akan melunasi atau membayar lebih. Jikalau tidak mampu melunasi, ia harus
menambah dana (dalam bentuk bunga pinjaman) atas penambahan waktu
yang diberikan.

Adapun al-Maraghi membahas tentang rahasia pengharaman riba yang secara


ringkas disebut ada empat: Pertama, karena riba bisa menghambat seseorang
dalam mengambil profesi yang sesungguhnya. Misalnya seseorang yang
sebenarnya ahli di bidang industri, menjadi tidak ditekuni karena dengan riba dia
sudah bisa mangembangkan ekonominya,dan dengan cara ini menjadikannya
malas dan mempunyai keinginan untuk mangambil harta orang lain secara terus
menerus.

8
Kedua, riba bisa melahirkan permusuhan dan saling membenci serta
hilangnya sifat tolong menolong. Ketiga, bahwa dalam Islam memang
diperbolehkan mangambil keuntungan satu pihak dari pihak lain, tetapi dengan
riba uang bisa diambil tanpa adanya pengganti. Hal ini merupakan satu perbuatan
aniaya (dhalim). Keempat, perbuatan riba mangakibatkan kerusakan dan
kehancuran. Hal ini terlihat dengan banyaknya rumah yang harus dijual dan harta
yang hilang karena proses riba.

D. JENIS-JENIS RIBA
Beberapa pembagian jenis riba antara lain:
1. Riba dayn (riba utang piutang)
Riba dayn merupakan riba (tambahan) yang terjadi pada akad utang piutang
atau pinjam meminjam dan riba (berupa denda) pada akad utang piutang atau
jual beli tidak tunai (kredit) saat melewati jatuh tempo pembayaran.
Berdasarkan Pengertian tersebut ada dua hal yang perlu digaris bawahi yaitu:
a. Riba Qardh, riba (tambahan) yang dipersyaratkan pada akad pinjaman
Riba (tambahan) pada akad pinjam meminjam sering terjadi di berbagai
bahan dunia, dari masyarakat yang awam sampai masyarakat yang maha
terpelajar pun seakan telah menjadi tradisi masyarakat muslim.
Riba yang terjadi pada bentuk akad pinjam meminjam ini umumnya
dinamakan dengan istilah bunga atau bunga pinjaman sebagai konsekuensi
atas manfaat uang seiring perjalanan waktu atau konsekuensi terputusnya
kemungkinan mengembangkan harta (uang) tersebut jika digunakan selain
pinjaman itu misalnya investasi. Sehingga pihak peminjam perlu
mendapatkan manfaat atau keuntungan dari pinjaman (piutang) tersebut.
Contoh dari riba dalam akad pinjam meminjam ini adalah Pak Abdullah
meminjamkan uang kepada Pak Ula sebesar Rp1.000.000, dalam jangka
waktu 6 bulan. Pak Abdullah mempersyaratkan tambahan (bunga) sebesar
30% (Rp300.000, ketika dikembalikan. Berarti pada saat dikembalikan
uang Pak Abdullah sebesar Rp1.300.000). Berdasarkan contoh tersebut

9
dapat dikatakan bahwa manfaat uang Pak Abdullah sebesar Rp. 300.000,00
dalam waktu 6 bulan. Maka inilah yang dinamakan riba dalam utang
piutang. Yang perlu dipahami dalam riba dayn adalah bahwa semua bentuk
barang selain uang ketika akadnya hutang piutang atau pinjam meminjam
dan terdapat persyaratan tambahan atau imbalan maka dikategorikan riba
dayn (qardh). Hal ini sesuai dengan kaidah umum dari para ulama
diantaranya Ibnu qudamah, Ibnu Taimiyah, dan ucapan sahabat fudhalah
bin 'ubaid bahwa "setiap piutang yang melahirkan keuntungan atau
manfaat dari piutang adalah riba".
b. Riba jahiliyyah, (riba sebagai denda pada akad utang piutang transaksi jual
beli tidak tunai.)
Riba dalam akad hutang piutang dapat pula berbentuk dari pinjaman
berbunga dengan menetapkan beban bunga tambahan (denda) jika melewati
jatuh tempo pembayaran atau disebut pula sebagai tambahan utang
(pembayaran) saat melewati batas jatuh tempo. Riba jahiliyah disebut
sebagai riba yang dipraktikkan pada masa jahiliyah di mana jika utang
sudah jatuh tempo, maka hanya ada dua kemungkinan dibayar atau
dibungakan jika tidak mampu dibayar maka pemberi pinjaman menetapkan
tambahan utang untuk jangka waktu tertentu. Contohnya si A memiliki
hutang kepada si B sebesar Rp.1 juta, dengan tempo 1 tahun, saat jatuh
tempo si B menagih namun si A belum mampu membayarnya sehingga si
B menambah utang menjadi Rp.1,2 juta dan seterusnya.
Jika dicermati sesungguhnya akad utang-piutang ini merupakan bagian dari
prinsip ta'awun atau tolong-menolong bagi orang yang tidak mampu dan
membutuhkan, sedangkan prinsip orang meminjam atau berhutang karena
tidak mampu. Oleh karena itu sangatlah bertentangan tujuannya dan dapat
dikatakan Salim jika seseorang menolong saudaranya yang membutuhkan
lantas mengambil manfaat atau keuntungan kepadanya. Padahal dalam
Alquran memberikan petunjuk yang jelas dan membuka pintu kebaikan
bagi orang yang memberi kelonggaran.

10
2. Riba Ba'i (riba jual beli)
Riba ba'i sebagaimana dijelaskan pada definisi di atas adalah riba yang
objeknya adalah akad jual beli. Para fuqaha mengelompokkan riba ba'i terdiri
dari riba fadhl dan riba nasi'ah
a. Riba fadhl
Riba fadhl Telah didefinisikan sebelumnya adalah riba yang terjadi pada
pertukaran antara barang sejenis atau produk komoditi ribawi dengan kadar
atau tekanan yang berbeda. Definisi lain yang disebutkan dalam marwini
(2017) adalah riba yang timbul dalam akad jual beli atau pertukaran barang
yang sama jenisnya yang tidak memenuhi kualitas dan kuantitas yang sama.
Ribas jenis ini dikategorikan oleh Ibnu Qayyim sebagai riba khafi (samar),
karena riba ini merupakan pintu masuk pada riba nasi'ah.
Diantara contoh dari riba adalah jual beli tukar tambah emas, jual beli mata
uang baik sejenis maupun valas secara tidak tunai, dan selain sebagainya
yang merupakan unsur atau kategori dari 6 komoditi ribawi di atas. Oleh
karena itu tidak boleh seperti sopir angkot membeli uang kertas pecahan
Rp1.000 senilai 12.000 (12 lembar) seharga Rp10.000 (pecahan Rp10.000).
Atau jual beli emas secara kredit yang alat tukarnya (uang resmi) adalah
emas
b. Riba nasi'ah
Riba nasi'ah Adalah riba yang terjadi akibat pembayaran tertunda pada akad
tukar menukar barang komoditi ribawi baik satu jenis maupun berlainan
jenis dengan menunda penyerahan salah satu barang yang dipertukarkan
atau kedua-duanya. Riba nasi'ah terjadi bukan hanya pada jual beli akan
tetapi juga pada utang piutang. Sehingga riba nasi'ah disebut juga atau
disamakan dengan riba jahiliyah. Riba nasi'ah pada akad utang piutang
dapat dilihat pada contoh jahiliyah yang disebutkan di atas.
Contoh riba nasi'ah pada jual beli adalah menukarkan gram 10 liter dengan
1 kg kurma, akan tetapi pada saat akad berlangsung garamnya baru 5 liter
dan sisanya (5 liter)baru akan diserahkan di hari berikutnya sedangkan
kurmanya sudah diserahkan, maka transaksi ini merupakan riba nasiah.

11
E. EKONOMI BERBASIS BAGI HASIL PADA LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH

Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian


atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut
diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara
kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah
merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan
syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih
dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil
antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi
dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur
paksaan. Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan
syari’ah terdiri daridua sistem, yaitu: Profit Sharing dan Revenue Sharing

1. Profit sharing
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam
kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan
yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar
dari biaya total (total cost) didalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan
bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah
dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan
tersebut. Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and
loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung
dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.

Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan


bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola
modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di
antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika
mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di
awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan

12
ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing.
Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya
secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan
upah/hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya. Keuntungan
yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian setelah
dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya- biaya yang telah dikeluarkan
selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa negatif, artinya
usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi
biaya-biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi balance.
Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih (net profit) yang
merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total
revenue.

2. Revenue sharing

Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu,
revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk
kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian. Revenue sharing berarti
pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan. Revenue (pendapatan) dalam
kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari
penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) yang dihasilkannya
dari pendapatan penjualan (sales revenue). Dalam arti lain revenue merupakan
besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah out put yang dihasilkan
dari kagiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu
produksi tersebut. Di dalam revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total
biaya (total cost) dan laba (profit). Laba bersih (net profit) merupakan laba kotor
(gross profit) dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan keuangan.
Berdasarkan devinisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa arti
revenue pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari
hasil usaha dalam kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari total
pengeluaran atas barang ataupun jasa dikalikan

dengan harga barang tersebut. Unsur yang terdapat di dalam revenue meliputi

13
total harga pokok penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil pendapatan
penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal (capital) ditambah
dengan keuntungannya (profit).
Berbeda dengan revenue di dalam arti perbankan. Yang dimaksud
dengan revenue bagi bank adalah jumlah dari penghasilan bunga bank yang
diterima dari penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun titipan yang
diberikan oleh bank. Revenue pada perbankan Syari'ah adalah hasil yang
diterima oleh bank dari penyaluran dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva
produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan
selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank.
Perbankan Syari'ah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan
istilah Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total
pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana.
Lebih jelasnya Revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi
hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi
dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan
tersebut. Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan
dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan
dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank.

Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah


secara umum dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah,
Mudharabah, Muzara’ah dan Musaqah. Namun, pada penerapannya prinsip
yang digunakan pada sistem bagi hasil, pada umumnya bank syariah
menggunakan kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan Mudharabah.

F. HIKMAH PENGHARAMAN RIBA

Syekh Yusuf Al-Qaradhawi menyebutkan, jika Islam memperketat urusan


riba dan memperkeras keharamannya, sesunguhnya ia bermaksud memelihara
kemaslahatan manusia baik mengenai akhlak, hubungan sosial, maupun
ekonominya.

14
Para ulama Islam menyebutkan beberapa alasan rasional mengenai hikmah
diharamkannya riba. Penjelasan ini kemudian diperkuat oleh kajian-kajian
kontemporer. Imam ar-Razi, misalnya, di dalam tafsirnya menjelaskan sebagai
berikut:

Pertama: bahwa riba adalah mengambil harta orang lain tanpa imbalan, karena
orang yang menjual satu dirham dengan dua dirham berarti dia mendapatkan
tambahan satu dirham tanpa ada imbalan apa-apa. Sedang harta seseorang
merupakan standard hidupnya yang memiliki kehormatan besar, sebagaimana
disebutkan dalam hadits: “Kehormatan harta seseorang seperti kehormatan
darahnya.” Oleh karena itu mengambil harta orang lain tanpa imbalan sudah pasti
haram.

Kedua: bahwa bergantung kepada riba akan menghalangi orang dari melakukan
usaha, karena apabila pemilik uang sudah dapat menambah hartanya dengan
melakukan transaksi riba, baik tambahan itu dilakukan secara kontan maupun
berjangka, maka dia akan meremhkan persoalan mencari peghidupan, sehingga
nyaris dia tidak mau menangung risiko berusaha, berdagang, dan pekerjaan-
pekarjaan yang berat. Hal ini akan mengakibatkan terputusnya kemanfaatan bagi
masyarakat.

Ketiga: bahwa riba akan menyebabkan terputusnya kebaikan antar-masyarakat


dalam bidang pinjam meminjam. Karena apabila riba diharamkan maka hati akan
merasa rela meminjamkan uang satu dirham dan kembalinya juga satu dirham.
Sedangkan jika riba dihalalkan, maka kebutuhan orang yang terdesak akan
mendorongnya untuk mendapatkan uang satu dirham dengan pengembalian dua
dirham. Hal demikian ini sudah barang tentu akan menyebabkan terputusnya
perasaan belas kasihan, kebaikan, dan kebajikan. (Alasan ini tentu dapat diterima
dari segi akhlak)

15
Keempat: Pada umumnya orang yang memberikan pinjaman adalah orang kaya,
sedang yang meminjam adalah orang miskin. Pendapat yang memperbolehkan riba
berarti memberikan jalan bagi orang kaya untuk memungut tambahan harta dari
orang miskin yang lemah. Padahal tindakan yang demikian itu tidak diperbolehkan
menurut asas kasih sayang Yang Maha Penyayang. (Ini ditinjau dari segi sosial).

Bahaya riba terhadap perekonomian. Dari sisi ekonomi, riba ini jelas
membagi-bagi manusia dalam dua tingkatan: tingkatan elite yang bergelimang
dalam kenikmatan dan kemewahan serta bersenang dengan keringat orang lain; dan
tingkatan miskin yang hidup dengan kepapaan serba kekurangan. Dari situlah
kemudian terjadilah pertentangan kelas. Riba merupakan cara bekerja untuk
mencari kekayaan yang paling buruk, dimana kekayaan hanya akan bertumpuk dan
berputar di tangan-tangan orang tertentu saja. Inilah pangkal terjadinya bala’, yang
selanjutnya menjadi bencana dan huru hara. Wallahu a’lam bissawab.

16
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Menurut terminologi ilmu fiqh, riba merupakan tambahan khusus yang dimiliki
salah satu pihak yang terlibat tanpa adanya imbalan tertentu. Dikalangan masyarakat
sering kita dengar dengan istilah rente, rente juga disamakan dengan “bunga” uang.
Karena rente dan bunga sama-sama mempunyai pengertian dan sama-sama haram
hukumnya di agama Islam.
Hukum riba adalah haram menurut semua agama samawi, kemudian agama Islam
datang dan menguatkan hukum tersebut. Allah Swt tidak mengizinkan memerangi
orang yang berbuat maksiat kecuali terhadap orang-orang yang makan dari hasil riba.
Riba terbagi atas riba dayn (riba utang piutang) atas riba Qardh, riba (tambahan)
yang dipersyaratkan pada akad pinjaman dan Riba jahiliyyah, (riba sebagai denda pada
akad utang piutang transaksi jual beli tidak tunai.). dan riba Ba'i (riba jual beli) ataas
Riba fadhl, telah didefinisikan sebelumnya adalah riba yang terjadi pada pertukaran
antara barang sejenis atau produk dan riba nasi'ah adalah riba yang terjadi akibat
pembayaran tertunda pada akad tukar menukar barang.
Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah
terdiri daridua sistem, yaitu: Profit Sharing dan Revenue Sharing. Para ulama Islam
menyebutkan beberapa alasan rasional mengenai hikmah diharamkannya riba.
Penjelasan ini kemudian diperkuat oleh kajian-kajian kontemporer. Imam ar-Razi.

B. SARAN

Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
apabila ada saran dan kritik yang ingin disampaikan, silahkan disampaikan agar
dapat menjadi pelajaran dipembuatan makalah berikutnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Chair, Wasilul : riba dalam perspektif Islam (2017)


Yulianti Timorita, Rahmani : riba dalam prespektif ekonomi Islam (2002)
Al-Bukhari: Shahih al-Bukhari, juz IV, hlm. 12, dan Muslim: Shahih Muslim, juz I, hlm.
92.
Tim Editorial Rumah. 2020. “ Mengenal Riba, Jenis, Dasar Hukumnya, dan Mengapa
Diharamkan”. https://www.rumah.com/panduan-properti/Riba-adalah-33929. Diakses
pada tanggal 22 September 2022

Alimusa, La ode.agustus 2020.manajemen perbankan syariah suatu kajian ideologis dan


teoritis. Yogyakarta : DEEPUBLISH

Indra Jaya lubis, Tinjauan Mengenai Konsepsi Akuntansi Bank Syariah, Disampaikan
pada Pelatihan – Praktek Akuntansi Bank Syariah BEMJ-Ekonomi Islam, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2001

Anda mungkin juga menyukai