Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TRANSAKSI YANG DILARANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah: Lembaga Keuangan Syariah Non Bank

Dosen Pengampu: Muhamat Nur Ma’arif, Lc,M.H.

Disusun oleh:

1. Muhammad Anas Hudaifi (2120210066)


2. Salman Dhahlawi (2120210073)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

FAKULTAS SYARIAH

PROGAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

TAHUN AKADEMIK 2023


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah dan Lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq hidayah-
Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul
“Transaksi Yang Dilarang” tepat pada waktunya. Penyusunnan maklah ini sudah kami
lakukan semaksimal mungkin, kami sadar bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa serta aspek-aspek lainnya.

Maka dari itu, dengan lapang dada kami membuka seluas-luasnya pintu bagi para
pembaca yang ingin memberikan kritik ataupun sarannya demi penyempurnaan makalah ini.
Kami berharap semoga dari makalah yang sederhana ini bisa bermanfaat dan bisa
menginspirasi para pembaca untuk mengangkat berbagai permasalahan lainnya yang masih
berhubungan pada makalah-makalah berikutnya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Kudus,1 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................1

A. Latar belakang.............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................................2

C. Tujuan penulisan.........................................................................................................2

BAB II........................................................................................................................................3

PEMBAHASAN........................................................................................................................3

A. Pengertian Riba...........................................................................................................3

B. Pengertian gharar.........................................................................................................5

C. Pengertian Maisir.........................................................................................................6

D. Kontroversi Bunga Bank.............................................................................................7

BAB III.....................................................................................................................................10

PENUTUP................................................................................................................................10

A. Kesimpulan................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT adalah makhluk sosial,
maksudnya manusia tidak bisa berdiri sendiri tanpa berinteraksi dengan orang lain
yang kemudian disebut dengan hidup bermasyarakat. Salah satu hubungan interaksi
antar sesama manusia dapat dijumpai dalam kegiatan ekonomi atau bermuamalah. 1
Kegiatan ekonomi atau muamalah merupkan kegiatan transaksi harta benda yang
dilakukan manusia berdasarkan ketentuan-ketentuan umum yang ada dalam syara’
seperti larangan gharar, maysir dan riba.2
Bisnis konvensional (non syariah) modern sekarang ini pada umumnya
mengandung tiga unsur yang dilarang dalam ideologi perekonomian Islam, yakni
gharar, maisir dan riba. Hal ini terjadi tidak lepas dari trend perkembangan bisnis
konvensional dan belum meluasnya kesadaran serta cakupan layanan perekonomian
berbasis perekonomian Islam. Bank muamalat Indonesia adalah bank pertama murni
syariah di Indonesia yang secara prinsip seua produk utamanya baik pada layanan
produk strategi pembiayaan maupun produk pembiayaan berbasis sistem Islam.
Jadi untuk setiap individu umat Islam diwajibkan untuk melakukan pencitraan
positif terhadap dirinya, orang lain, serta lingkungannya. Sehingga masing-masing
individu bertanggung jawab atas kondisi dan situasi yang mengelilinnginya.
Keberadaan lingkungan sosial yang baik dan damai, kondisi ekonomi masyarakat
yang sejahtera, dan situasi politikyang aman merupakan bagian dari ibadah yang
dapat dilakukan oleh ummat Islam yang merupakan bentuk penghambaan kepada
Allah SWT.
Kontroversi bunga bank masih mewarnai wacana yang hidup di masyarakat.
Dikarenakan bunga bank merupakan sesuatu yang diharamkan, wacana ini masih saja

1
Masduha Abdurrahman, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Perdata Islam “Fiqh Muamalah”, (Surabaya:
Central Media, 1992), h. 74
2
Muhammad, Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontenporer, (Yogyakarta: UII Pres, 2000), h. 2

1
membumi dimasyarakat, dikarenakan beragam argumentasi yang dikemukakan untuk
menghalalkan bunga, bahwa bunga tidak sama dengan riba.3
Dunia perbankan dengan sistem bunga kelihatannya semakin tidak mungkin
menghindarinya, apalagi menghilangkannya. Padahal bank pada saat ini merupakan
kekuatan ekonomi masyarakat modern, terutama di negara-negara Barat.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Riba
2. Pengertian Gharar
3. Pengertian Maisir
4. Kontroversi Bunga Bank

C. Tujuan penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Riba
2. Untuk Mengetahui Pengertian Gharar
3. Untuk Mengetahui Pengertian Maisir
4. Untuk Mengetahui Kontroversi Bunga Bank

3
Yuni, Analisis Tentang Suku Bunga dan Hukum Bunga Dalam Perbankan Menurut Pandangan Hukum Islam,
(2014), h. 4

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Riba
Secara etimologi riba berarti Az-Ziyadah artinya tambahan. Sedangkan
menurut terminologi adalah kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/ imbalan
yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang membuat akad (transaksi).
Diantara akad jual beli yang dilarang keras antara lain adalah Riba. Riba secara
bahasa berarti penambahan, pertumbuhan, kenaikan, dan ketinggian. Sedangkan
menurut syara’, riba berarti akad untuk satu ganti khusus tanpa diketahui
perbandingannya dalam penilaian syariat ketika berakad atau bersama dengan
mengakhirkan kedua ganti atau salah satunya.4
Dengan demikian riba menurut istilah ahli fikih adalah penambahan pada
salah satu dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti dari tambahan ini. Tidak semua
tambahan dianggap riba, karena tambahan terkadang dihasilkan dalam sebuah
perdagangan dan tidak ada riba didalamnya hanya saja tambahan yang di istilahkan
dengan nama ‘riba’ dan al-Qur’an datang menerangkan pengharamannya adalah
tambahan yang diambil sebagai ganti rugi dari tempo yang ditentukan.
Qatadah berkata: “Sesungguhnya riba orang jahiliyah adalah seseorang menjual satu
jualan sampai tempo tertentu dan ketika jatuh tempo dan orang yang berhutang tidak
bisa membayarnya dia menambahkan hutangnya dan melambatkan tempo.

Ayat yang melarang riba :

1). Surah ali-imron: 130

‫َيا َأُّي َهاا َّلِذ ي َن آ َم ُنوا اَل َتْأ ُك ُلواالِّر َبا َأْض َع ا ًف ا ُمَض ا َع َف ًۖة َو ا َّتُقواال َّلَهَل َع َّلُك ْم ُتْف ِل ُح‬
‫و َن‬

Terjemahannya : “Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba


dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.”

4
Sjahdeini, Sutan Remy, Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya (Jakarta: Kencana
Prenamedia Group, 2014) h. 171.

3
2). Al-baqarah: 275

‫َو َأَح اَّل ل َّلُها ْل َب ْي َع َو َح َّر َم الِّر َبا‬

Terjemahannya: “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”

Jenis-jenis Riba5
1) Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan
kualitas berbeda yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan. Contoh:
tukar-menukar emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras
dan sebagainya.
2) Riba Yadd, yaitu berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan diterima,
maksudnya: orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelum ia
menerima barang tersebut dari si penjual, pembeli menjualnya kepada orang
lain. Jual beli seperti itu tidak boleh sebab jual beli masih dalam ikatan dengan
pihak pertama.
3) Riba Nasi’ah yaitu riba yang dikenakan kepada orang yang berhutang
disebabkan memperhitungkan waktu yang ditangguhkan. Contoh: ‘Aisyah
meminja cincin 10 gram pada Amina. Oleh Amina disyaratkan membayarnya
tahun depan dengan cincin emas sebesar 12 gram, dan apabila terlambat 1
tahun maka, maka tambah 2 gram lagi, menjadi 14 gram dan seterusnya.
Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun.
4) Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau
tambahan bagi orang yang meminjami atau yang memberi hutang. Contoh:
Muhammad meminjam uang sebesar Rp 25.000 kepada kepada Ali. Ali
mengharuskan dan mensyaratkan agar Muhammad mengembalikan hutangnya
kepada Ali sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000.

5
Azzam Abdul, Aziz Muhammad, Fiqh Muamalat System Transaksi dalam Islam (Jakarta: AMZAH. 2010) h.
215

4
B. Pengertian gharar
Gharar merupakan larangan utama kedua dalam transaksi muamalah setelah
riba. Penjelasan pasal 2 ayat (3) peraturan Bank Indonesia no.10/16/PBI/2008 tentang
perubahan atas peraturan Bank Indonesia no.9/19/PBI?2007 tentang pelaksanaan
prinsip syari’ah dalam kegiatan penghipunan Dana dalam penyaluran Dana serta
pelayanan Jasa Bank Syari’ah memberikan pengertian mengenai Gharar sebagai
transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya,
atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam
syari’ah. Gharar mengacu pada ketidakpastian yang disebabkan karena ketidakjelasan
berkaitan dengan objek perjanjian atau harga objek yang diperjanjikan dalam akad.
Sedangkan definisi menurut beberapa Ulama:
a. Imam syafi’i : Gharar adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam
pandangan kita dan akibat yang paling mungkin muncul adalah yang paling kita takuti
(tidak dihendaki).
b. Wahbah al-Zuhaili: Gharar adalah penampilan yang menimbulkan kerusakan atau
sesuatu yang tampaknya menyenangkan tetapi hakikatnya menimbulkan kebencian.
c. Ibnu Qayyim: Gharar adalah yang tidak bisa diukur penerimaannya, baik barang itu
ada maupun tidak ada, seperti menjual hamba yang melarikan diri dan unta yang liar.
d. Imam Malik mendefinisikan Gharar sebagai jual beli objek yang belum ada dan
dengan demikian belum dapat diketahui kualitasnya oleh pembeli. Contohnya : jual
beli budak yang melarikan diri, jual beli binatang yang telah lepas dari tangan
pemiliknya, atau jual beli anak binatang yang masih dalam kandungan induknya.
Menurut Imam Malik, jual-beli tersebut adalah jual-beli yang haram karena
mengandung unsur untung-untungan.

Jenis-jenis gharar6
Dilihat dari peristiwanya, jual-beli Gharar yang diharamkan bisa ditinjau dari tiga sisi,
yaitu:
a. Jual-beli barang yang belum ada (Ma’dum), seperti seperti jual-beli habal al-
habalah (janin dari hewan ternak).
b. Jual-beli barang yang tidak jelas (majhu) baik yang mutlak, seperti pernyataan
seseorang: “saya menjual barang dengan harga seribu rupiah,” tetapi barangnya tidak
diketahui secara jelas, atau seperti ucapan seseorang: “aku jual mobilku ini kepadamu
6
Sjahdeini, Sutan Remy, h. 169.

5
dengan harga sepuluh juta,” namun jenis dan sifat-sifatnya tidak jelas, seperti ucapan
seseorang: “aku jual tanah kepadamu seharga lima puluh juta”, namun ukuran
tanahnya tidak diketahui.
c. Jual-beli barang yang tidak mampu diserahterimakan. Seperti jual-beli budak yang
kabur, atau jual-beli mobil yang dicuri. Ketidakjelasan ini juga terjadi pada harga,
barang dan pada akad jual-belinya.
Hukum Gharar
Dalam syari’at Islam, jual-beli gharar ini terlarang. Dengan dasar sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallama dalam hadis Abu Hurairah yang artinya: “Rasulullah
melarang jual-beli al-hashah dan jual beli gharar.”

C. Pengertian Maisir
Maisir adalah transaksi yang digantungkan pada suatu keadaan yang tidak
pasti dan bersifat untung-untungan. Identik dengan kata maisir adalah qimar. Menurut
Muhammad Ayub, baik maisir maupun qimar dimaksudkan sebagai permainan
untung-untungan (game of cance). Dengan kata lain, yang dimaksudkan dengan
maisir adalah perjudian.7
Kata maisir dalam bahasa Arab secara harfiah adalah memperoleh sesuatu
dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja.
Yang biasa disebut berjudi. Judi dalam terminologi agama diartikan sebagai “suatu
transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk kepemilikan suatu benda atau jasa
yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan
transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu”.
Agar bisa dikategorikan judi harus ada tiga unsur untuk dipenuhi: pertama,
adanya taruhan harta/materi yang berasal dari kedua pihak yang berjudi.
Kedua,adanya suatu permainan yang digunakan untuk menetukan pemenang dan yang
kalah. Ketiga, pihak yang menang mengambil harta (sebagian/seluruhnya) yang
menjadi taruhan, sedangkan pihak yang kalah kehilangan hartanya.
Hukum Maisir

7
Ibid, Azzam Abdul, Aziz Muhammad, h. 217.

6
Niat tidak menghalalkan cara berjudi untuk membantu orang yang
memerlukan. Al-Maysir (perjudian) terlarang dalam syariat Islam, dengan dasar
alQur’an, as-Sunnah dan Ijma’.

Dalam al-Qur’an surah Al-Maidah:90

‫َيا َأُّي َهاا َّلِذ ي َن آ َم ُنوا ِإ َّنَم اا ْل َخ ْم ُر َو ا ْل َم ْي ِس ُر َو ا َأْل ْن َص اُبَو ا َأْل ْز اَل ُم ِر ْج ٌس ِم ْن َع َم اِل ل‬
‫َّش ْي َط ا ِن َفاْج َتِن ُبو ُهَل َع َّلُك ْم ُتْف ِل ُح و َن‬
terdapat firman Allah yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman!
Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi
nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu beruntung.” (QS. Al-Maidah:90)
Dari as-Sunnah, terdapat sabda Rasulullah SAW “Barangsiapa yang
menyatakan kepada saudaranya, ‘mari aku bertaruh denganmu’ maka hendaklah dia
bersedekah” (HR. Bukhari- Muslim)
Dalam hadis ini Nabi Muhammad SAW menjadikan ajakan bertaruh baik
dalam pertaruhan atau muamalah sebagai sebab membayar kafarat dengan sedekah,
ini menunjukkan keharaman pertaruhan.

D. Kontroversi Bunga Bank


MUI menjatuhkan vonis haram atas bunga bank, di tahun 2003, Fatwa yang
oleh Sebagian orang dianggap kontroversi oleh berbagai pihak. Bunga menjadi
instrumen yang digunakan untuk mengoperasionalkan perbankan, terkait dengan
produk perbankan. Pandangan terhadap bunga bank dalam perspektif yang berbeda,
bahwa bunga bank memiliki alasan-alasan pembenarannya sendiri, diantaranya:
a. Pada masa Rasulullah tidak ada inflasi, mata uang yang dipergunakan
pengembalian hutang sebesar jumlah pinjaman menggambarkan keadilan. Jika
kini terdapat inflasi pada mata uang tertentu, maka pengembalian hutang
sebesar jumlah pinjaman belum menggambarkan keadilan. Karena pemberi
pinjaman justru dirugikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa mata uang dinar dan
dirham relatif lebih stabil dibandingkan dengan mata uang lain. Kekebalan

7
relatif disebabkan oleh nilai intrinsik (nilai nominal yang tertulis sesuai
dengan nilai riil) bahan mata uang.
Jika kita ingin menjadikan inflasi sebagai faktor yang dipertimbangkan dalam
pembayaran hutang, maka hendaknya kita melakukannya secara adil dan
konsisten. Disamping memperhitungkan kondisi inflasi, kita pun hendaknya
memperhitungkan kondisi inflasi.
b. Bunga yang dilarang adalah bunga yang keji dan berlipat ganda. Suku bunga
yang wajar dan proporsional diperkenankan. Dalil tentang pengharaman riba
bahwa kreditor tidak berhak mendapkan selain pokok yang dipinjamkan.
Pemberian pinjaman kepada peminjam untuk dikelola sehingga
mendapatkan hasil, seandainya peminjam hanya mengembalikan sebesar
nominal yang dipinjam tentu peminjam tersebut dhalim. Kenapa ia
mendapatkan keuntungan dari uang yang dipinjam sementara ia tidak
memberikan sebagian keuntungan kepada pemberi pinjaman. Maka
selayaknya jika pemberi pinjaman sihargai dalam bentuk pemberian bunga.
Perdebatan terutama berkisar pada masalah apakah bunga bank
termasuk ke dalam kategori riba atau tidak. Pandangan umat Islam terbelah
menjadi dua, antara yang membedakan bunga bank dengan riba dan yang
menyamakan keduanya. Perdebatan bermuara pada anggapan bahwa sama
antara bunga bank dengan riba. Banyak orang berpendapat bahwa riba yang
diharamkan adalah yang ad’aan mudha’afatan sedangkan riba yang sedikit
atau dianggap ringan (8% atau 10%) tidak termasuk riba. Padahal presentase
bunga tidak bisa untuk menggambarkan riba atau tidak karena tergantung jenis
mata uang mana. Yaitu mata uang yang menurun nilainya sebesar itu, dan
menjadi berat bagi uang yang stabil nilainya.
Ringan atau berat tidak atau berat tidak bisa diukur dari nilai nominal
uang kertas. Berat atau ringan dapat diketahui jika nilai nominal uang kertas
sudah dikonversikan dengnan nilai riil. Jika tidak ada inflasi atau penurunan
nilai nominal uang kertas, tentu 8-10% sudah bisa dikatakan berat. Di negara
negra dengan besar inflasi nol atau nilai uangnya stabil, bunga bank sebesar
8% sudah sangat memberatkan.

8
Jika riba artikan dengan ziyadah jelas salah kaprah. Riba diharamkan
sedangkan ziyadah berarti laba, keuntungan atau profit. Riba sangat berbeda
dengan ziyadah. Riba diharamkan sedangkan ziyadah diharapkan.8

8
Dr. Hardiwinoto, Kontroversi Produk Bank Syariah dan Ribanya Bunga Bank (Semarang : Amanda Semarang.
2018) hal. 95

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara etimologi riba berarti Az-Ziyadah artinya tambahan. Sedangkan
menurut terminologi adalah kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/ imbalan
yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang membuat akad (transaksi).
Diantara akad jual beli yang dilarang keras antara lain adalah Riba.
Gharar merupakan larangan utama kedua dalam transaksi muamalah setelah
riba. Penjelasan pasal 2 ayat (3) peraturan Bank Indonesia no.10/16/PBI/2008 tentang
perubahan atas peraturan Bank Indonesia no.9/19/PBI?2007 tentang pelaksanaan
prinsip syari’ah dalam kegiatan penghipunan Dana dalam penyaluran Dana serta
pelayanan Jasa Bank Syari’ah memberikan pengertian mengenai Gharar sebagai
transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya,
atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam
syari’ah.
Maisir adalah transaksi yang digantungkan pada suatu keadaan yang tidak
pasti dan bersifat untung-untungan. Identik dengan kata maisir adalah qimar. Kata
maisir dalam bahasa Arab secara harfiah adalah memperoleh sesuatu dengan sangat
mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Yang biasa disebut
berjudi.
MUI menjatuhkan vonis haram atas bunga bank, di tahun 2003, Fatwa yang
oleh Sebagian orang dianggap kontroversi oleh berbagai pihak. Bunga menjadi
instrumen yang digunakan untuk mengoperasionalkan perbankan, terkait dengan
produk perbankan. Pandangan terhadap bunga bank dalam perspektif yang berbeda,
bahwa bunga bank memiliki alasan-alasan pembenarannya sendiri.

10
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, A. (2010). Fiqh Muamalat System Transaksi dalam Islam. Jakarta: Amzah.

Abdurrahman, M. (1992). Pengantar dan Asas-Asas Hukum Perdata Islam "Fiqh


Muamalah". Surabaya: Central Media.

Hardiwinoto, D. (2018). Kontroversi Produk Bank Syariah dan Ribanya Bunga Bank.
Semarang: Amanda Semarang.

Muhammad. (2000). Lembaga-Lembaga Keuangan Umat Kontenporer. Yogyakarta: UII


Pres.

Sjahdeini, S. R. (2014). Perbankan Syariah Produk-Produk dan Aspek-Aspek Hukumnya.


Jakarta: Kencana Prenamedia Group.

Yuni. (2014). Analisis Tentang Suku Bunga dan Hukum Bunga Dalam Perbankan Menurut
Pandangan Hukum Islam.

11

Anda mungkin juga menyukai