Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PERKREDITAN SYARIAH

RIBA DAN PENEJELASANNYA

Dosen pengampu: Ulfah Alfiyah Darajat ,S.E.I.,M.E

Disusun Oleh :

1. MUHAMMAD AL FATIH 21220029

2. SHOLAHUDDIN ROBBANI 21220042

3. RIDHO NURDIANSYAH 21220010

4. MAWARDI 212200

5. M RAIHAN PUTRA FIRDAN 21220027

UNIVERSITAS MALAHAYATI

FAKULTAS EKONOMI PRODI MANAJEMEN

BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke Hadirat Allah SWT Tuhan yang Maha esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah dengan judul “ Riba dan penjelasanya “ ini dapat tersusun hingga
selesai .Tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari banyak pihak
yang Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas dalam mata kuliah
Perkreditan syariah .Selain itu , pembuatan makalah ini juga bertujuan agar menambah
pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca .berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya .

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman maka kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini .Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini .Akhir kata , semoga
makalah ini dapat berguna bagi para pembaca .

Bandar lampung , 15-9-2022

Penulis
DAFTAR ISI

Cover……………………………………………………………………………

Kata pengantar………………………………………………………………….

Bab 1 Pendahuluan……………………………………………………………..

Latar belakang……………………………………………………………

Rumusan Masalah………………………………………………………..

Tujuan Penelitian…………………………………………………………

Bab 2 Pembahasan………………………………………………………………
BAB 1

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Pengertian Riba

Dalam kamus Lisaanul ‘Arab, kata riba diambil dari kata ‫ربَا‬. َ Jika seseorang berkata ‫َربَا‬
‫ ال َّشيُْئ يَرْ بُوْ َر ْب ًوا َو َربًا‬artinya sesuatu itu bertambah dan tumbuh. Jika orang menyatakan ُ‫ َأرْ بَيـْتُه‬artinya
aku telah menambahnya dan menumbuhkannya.

Dalam al-Qur-an disebutkan:

“…Dan menyuburkan sedekah…” [Al-Ba-qarah/2: 276]

Dari kata itu diambillah istilah riba yang hukumnya haram, Allah Ta’ala berfirman:

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah…” [Ar-Ruum/30: 39] ,Maka dikatakan,
‫( َربَا ْال َما ُل‬Harta itu telah bertambah). Adapun definisi riba menurut istilah fuqaha’ (ahli fiqih) ialah
memberi tambahan pada hal-hal yang khusus.

Dalam kitab Mughnil Muhtaaj disebutkan bahwa riba adalah akad pertukaran barang
tertentu dengan tidak diketahui (bahwa kedua barang yang ditukar) itu sama dalam pandangan
syari’at, baik dilakukan saat akad ataupun dengan menangguhkan (mengakhirkan) dua barang
yang ditukarkan atau salah satunya.

Riba hukumnya haram baik dalam al-Qur-an, as-Sunnah maupun ijma’.


Allah Ta’ala berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” [Al-Baqarah/2: 278]

Allah Ta’ala juga berfirman:

“…Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” [Al-Baqarah/2: 275]

Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba…” [Ali ‘Imran/3: 130]

Dalam as-Sunnah banyak sekali didapatkan hadits-hadits yang mengharamkan riba.


Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu anhu, ia berkata:

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat pemakan riba, yang memberi
riba, penulisnya dan dua saksinya,” dan beliau bersabda, “mereka semua sama.”

Dalam hadits yang sudah disepakati keshahihannya dari Abu Hurairah Radhiyallahu
anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Jauhilah tujuh perkara yang membawa kehancuran,” dan beliau menyebutkan di


antaranya, “Memakan riba.”

Dan telah datang ijma’ atas haramnya riba.

Imam ‘Ali bin Husain bin Muhammad atau yang lebih dikenal dengan sebutan as-Saghadi,
menyebutkan dalam kitab an-Nutf bahwa riba menjadi tiga bentuk yaitu:

Riba dalam hal peminjaman.

Riba dalam hal hutang.

Riba dalam hal gadaian.


Menurut terminologi ilmu fiqh, riba merupakan tambahan khusus yang dimiliki salah satu pihak
yang terlibat tanpa adanya imbalan tertentu.

Riba sering juga diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai "Usury" dengan arti tambahan
uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang dilarang oleh syara', baik dengan jumlah
tambahan yang sedikit atau pun dengan jumlah tambahan banyak. Berbicara riba identik dengan
bunga bank atau rente, sering kita dengar di tengah-tengah masyarakat bahwa rente disamakan
dengan riba.

Pendapat itu disebabkan rente dan riba merupakan "bunga" uang, karena mempunyai arti yang
sama yaitu sama-sama bunga, maka hukumnya sama yaitu haram.

1.1 RUMUSAN MASALAH

1.apa pengertian riba?

2.apa saja jenis-jenis barang riba?

3.apa larangan riba dalam al qur an dan sunnah?

4.apa perbedaan investasi menggunakan bunga pada uang?

5.apa fatwa MUI tentang riba?

1.2 TUJUAN MASALAH

1.mengetahui pengertian ribah!

2. mengetahui jenis-jenis barang riba!

3. mengetahui larangan riba dalam al qur an dan sunnah!

4. mengetahui perbedaan investasi menggunakan bunga pada uang!

5. mengetahui fatwa MUI tentang riba!


BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian Riba

Kata riba berasal dari bahasa Arab, secara etimologis berarti tambahan (azziyadah),6
berkembang (an-numuw), membesar (al-'uluw) dan meningkat (al-irtifa'). Sehubungan dengan
arti riba dari segi bahasa tersebut, ada ungkapan orang Arab kuno menyatakan sebagai berikut;
arba fulan 'ala fulan idza azada 'alaihi (seorang melakukan riba terhadap orang lain jika di
dalamnya terdapat unsur tambahan adari sesuatu yang kamu berikan dengan cara berlebih dari
apa yang diberikan).

Menurut terminologi ilmu fiqh, riba merupakan tambahan khusus yang dimiliki salah satu pihak
yang terlibat tanpa adanya imbalan tertentu.

Riba sering juga diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai "Usury" dengan arti tambahan
uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang dilarang oleh syara', baik dengan jumlah
tambahan yang sedikit atau pun dengan jumlah tambahan banyak. Berbicara riba identik dengan
bunga bank atau rente, sering kita dengar di tengah-tengah masyarakat bahwa rente disamakan
dengan riba.

Pendapat itu disebabkan rente dan riba merupakan "bunga" uang, karena mempunyai arti yang
sama yaitu sama-sama bunga, maka hukumnya sama yaitu haram. Dalam prakteknya, rente
merupakan keuntungan yang diperoleh pihak bank atas jasanya yang telah meminjamkan uang
kepada debitur dengan dalih untuk usaha produktif, sehingga dengan uang pinjaman tersebut
usahanya menjadi maju dan lancar, dan keuntungan yang diperoleh semakin besar. Tetapi dalam
akad kedua belah pihak baik kreditur (bank) maupun debitur (nasabah) sama-sama sepakat
ataskeuntungan yang akan diperoleh pihak bank.

Timbullah pertanyaan, di mana letak perbedaan antara riba dengan bunga? Untuk menjawab
pertanyaan ini, diperlukan definisi dari bunga. Secara leksikal, bunga sebagai terjemahan dari
kata interest yang berarti tanggungan pinjaman uang, yang biasanya dinyatakan dengan
persentase dari uang yang dipinjamkan.9 Jadi, uraian di atas dapat disimpulkan bahwa riba
"usury" dan bunga "interest" pada hakikatnya sama, keduanya sama-sama memiliki arti
tambahan uang.

Abu Zahrah dalam kitab Buhūsu fi al-Ribā menjelaskan mengenai haramnya riba bahwa riba
adalah tiap tambahan sebagai imbalan dari masa tertentu, baik pinjaman itu untuk konsumsi atau
eksploitasi, artinya baik pinjaman itu untuk mendapatkan sejumlah uang guna keperluan
pribadinya, tanpa tujuan untuk mempertimbangkannya dengan mengeksploitasinya atau
pinjaman itu untuk dikembangkan dengan mengeksploitasikan, karena nash itu bersifat umum.

Abd al-Rahman al-Jaziri mengatakan para ulama' sependapat bahwa tambahan atas sejumlah
pinjaman ketika pinjaman itu dibayar dalam tenggang waktu tertentu 'iwadh (imbalan) adalaha
riba. Yang dimaksud dengan tambahan adalah tambahan kuantitas dalam penjualan asset yang
tidak boleh dilakukan dengan perbedaan kuantitas (tafadhul), yaitu penjualan barang-barang riba
fadhal: emas, perak, gandum, serta segala macam komoditi yang disetarakan dengan komoditi
tersebut.

Riba (usury) erat kaitannya dengan dunia perbankan konvensional, di mana dalam perbankan
konvensional banyak ditemui transaksi-transaksi yang memakai konsep bunga, berbeda dengan
perbankan yang berbasis syariah yang memakai prinsip bagi hasil (mudharabah) yang
belakangan ini lagi marak dengan diterbitkannya undang-undang perbankan syariah di Indonesia
nomor 7 tahun 1992.

Ragam atau Macam-macam Riba

Pada dasarnya riba terbagi menjadi dua macam yaitu riba akibat

hutang piutang yang telah dijelaskan tentang keharamannya dalam al- Qur'an, dan riba jual beli
yang juga telah dijelaskan boleh dan tidaknya dalam bertransaksi dalam as-Sunnah.

 Menurut para ahli Fiqih Riba bisa diklasifikasikan menjadi 4 yaitu:

1. Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan kwalitas berbeda
yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan.

contoh : tukar menukar emas dengan emas,perak dengan perak, beras dengan beras dan
sebagainya.
2. Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan diterima, maksudnya : orang
yang membeli suatu barang, kemudian sebelum ia menerima barang tersebut dari si penjual,
pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak boleh, sebab jual beli masih
dalam ikatan dengan pihak pertama.

3. Riba Nasi’ah yaitu riba yang dikenakan kepada orang yang berhutang disebabkan
memperhitungkan waktu yang ditangguhkan. Contoh : Aminah meminjam cincin 10 Gram pada
Ramlan. Oleh Ramlan disyaratkan membayarnya tahun depan dengan cincin emas sebesar 12
gram, dan apa bila terlambat 1 tahun, maka tambah 2 gram lagi, menjadi 14 gram dan seterusnya.
Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun.

4. Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan bagi
orang yang meminjami/mempiutangi.

Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan dan
mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya kepada Adi sebesar Rp. 30.000 maka
tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.

Riba Dalam Pandangan Al-Qur’an dan Hadis

Secara istilah syar’i menurut A.Hassan, riba adalah suatu tambahan yang diharamkan didalam
urusan pinjam meminjam. Menurut Jumhur ulama prinsip utama dalam riba adalah penambahan,
penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis riil.Ada beberapa pendapat lain
dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa
riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam
secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
Kata riba tidak hanya berhenti kepada arti "kelebihan". Pengharaman riba dan penghalalan jual
beli tentunya tidak dilakukan tanpa adanya "sesuatu" yang membedakannya, dan "sesuatu" itulah
yang menjadi penyebab keharamannya. Sebagaimana dalam firman-Nya Surat Al- Baqarah ayat
275 : Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian
itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang- orang yang
Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu, (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-
penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Nabi Muhammad SAW telah menegaskan dengan bahasa yang keras untuk memperingatkan
umat manusia dan juga umat Islam mengenai riba, sebagai berikut:

Abu Hurairah telah mengatakan bahwa pesuruh Allah bersabda: “Riba terdiri dari tujuh puluh
jenis yang berbeda dan yang paling kurang bahayanya adalah setara dengan seorang pria
menikahi (yaitu melakukan hubungan jenis) dengan ibunya sendiri” (Ibn Majah, Baihaqi)

Abdullah Ibn Hanzala telah melaporkan bahwa pesuruh Allah bersabda: “satu dirham (koin
perak) riba, yang mana diterima oleh seseorang sedangkan dia mengetaui (itu adalah riba),
adalah lebih buruk dari melakukan zina sebanyak tiga puluh enam kali”. (Ahmad) Baihaqi
menyampaikannya, dari Ibn Abbas, dengan tambahan bahwa Nabi berikutnya bersabda: neraka
adalah lebih sesuai dari mereka yang dagingnya dibesarkan dengan apa yang haram.(Ahmad, Ibn
Majah)

Investasi dengan menggunakan bunga pada uang

a. Investasi adalah kegiatan usaha yag mengandung resiko karena berhadapan dengan unsur
ketidak pastian. Dengan demikian, problem kembalinya (return) tidak pasti dan tidak tetap.
b. Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko karena peroleh
kembalinya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap. Islam mendorong masyarakat ke arah
usaha yang tertata dan produktif. Islam mendorong masyarakat untuk melakukan investasi dan
melarang membungakan uang

Sesuai dengan definisi diatas, menyimpan uang di bank Islam termasuk kategori kegiatan
investasi karena peroleh kembalinya (return) dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak tetap.
Besar-kecilnya perolehan kembali itu bergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi
dilakukan bank sebagai mudharib atau pengelola dana. Dengan demikian, bank Islam tidak dapat
sekedar menyalurkan uang. Bank Islam harus terus berupaya meningkatkan kembalian atau
return of investment sehingga lebih menarik dan lebih memberi kepercayaan pemilik dana.

Fatwa MUI tentang riba

Anda mungkin juga menyukai