Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

RIBA

Di Susun Oleh: Kelompok 5

NAMA : MUHAMMAD HUSAINI NPM: 201111265

FAKULTAS : SYARI’AH, DAKWAH DAN USHULUDDIN

JURUSAN/SEM : HTN/ III (TIGA)

DOSEN : DARMAWAN, MA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TAKENGON

KABUPATEN ACEH TENGAH

ACEH 2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dan puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
tepat waktu. Tanpa ridha dan petunjuk dari-Nya mustahil makalah ini dapat di rampungkan.
Besar harapan kami bahwa makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai
pegangan dalam mempelajari materi tentang Riba Juga merupakan harapan kami dengan
hadirnya makalah ini, akan mempermudah teman-temansemua dalam proses perkuliahan
pada matakuliah Fiqh Muamalah. Sesuai kata pepatah “tak ada gading yang tak retak”, kami
mengharapkan saran dan kritik, khususnya dari rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Akhir kata, semoga segala daya dan upaya yang
kami lakukan dapat bermanfaat, Amin.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah Fiqh
Muamalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ”Riba”.

Penulis,

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………….…………………….…………..i
DAFTAR ISI………………………………………………………….………………..……ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Pendahuluan……………………………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………...…………….1
C. Tujuan…………………………………………………………………………...…………1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Riba……………………………………………………………………………4
B. Pengertian Riba Menurut Para Ulama ……………………...……………..………………6
C. Jenis Jenis Riba …………………………………………..………………………..…...…7
D. Hukum Riba………………………………………………………………….……………9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan……………………………………………………………………………….11

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..….11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Riba merupakan praktek ekonomi yang sudah dijalankan sama tuanya dengan peradaban
umat manusia. Sejak manusia hidup di bumi praktek-praktek riba sudah ada sesuai dengan
perkembangan masyarakatdalam hal ekonomi pada masa tersebut. Islam sebagai agama
sempurna,dan agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam juga memberikan rambu-
rambu dan regulasi berkaitan dengan praktek riba tersebut. Dalam Al-Qur’an dan Hadist
disebutkan secara jelas mengenai pengharaman dan manfaat di haramkannya riba.

Seiring dengan berkembangnya kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi serta


berkembangnya ekonomi secara nasional dan internasional, praktek riba juga mengikuti
perkembangannya. Saat ini banyak sekali praktek riba yang dilakukan oleh lembaga maupun
perorangan. Termasuk yang dilakukan oleh lembaga diantaranya perbankan asuransi,
perdagangan, pengadaian dan banyak lagi lainnya. Maka dengan dibuatnya makalah ini akan
membantu untuk menjawab tentang bagaimana hokum riba yang di mana masih dalam
ambang yang belum terang.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Riba?
2. Bagaimana Pengertian Riba Menurut Para Ulama?
3. Apa Saja Jenis-Jenis Riba Yang Terdapat Dalam Hukum Islam?
4. Bagaimana Hukum Riba Itu?

C. Tujuan
1. Agar Memahami Pengertian Riba?
2. Agar Dapat Memahami Bagaimana Pengertian Riba Menurut Para Ulama?
3. Agar Mengehtahui Apa Saja Jenis-Jenis Riba Yang Terdapat Dalam Hukum Islam?
4. Dapat Memahami Bagaimana Hukum Riba Itu?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN RIBA

Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara
linguistic riba juga berarti tumbuh dan membesar. (Zainuddin Ali,2008: 37). Menurut istilah
teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta dari harga pokok atau modal secara batil
(Zainuddin Ali, 2008: 88). Kata riba juga berarti ; bertumbuh menambah atau berlebih. Al-
riba atau ar-rima makna asalnya ialah tambah tumbuh dan subur.

Adapun pengertian tambahan dalam konteks riba adalah tambahanuang atas modal yang
diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara ‘ , apakah tambahan itu berjumlah sedikit
atau banyak seperti yang disyaratkan oleh Al-Quran . riba sering diterjemahkan orang dalam
bahasa inggris sebagai “usury’’ artinya “the act of lending money at an exorbitant or illegal
rate of interest” sementara para ulama fikih mendefinisikan riba dengan “kelebihan harta
dalam suatu muammalah dengan tidak ada imbalan atau gantinya”.

Maksud dari pernyataan ini adalah tambahan terhadap modal uang yang timbul akibat
transaksi utang piutang yang harus diberikan terutang kepada pemilik uang pada saat utang
jatuh tempo (Muhammad, 2000:147). Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba,
namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah
pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli , maupun pinjam meminjam secara batil
atau bertentangan dengan prinsip mu’ammalat dalam Islam. Mengenai hal ini Allah
mengingatkan dalam AL-Quran Surat An-Nisa’: 29

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.”
B. PENGERTIAN RIBA MENURUT PARA ULAMA

1. Badr Ad-Din Al-Ayni pengarang Umadatul Qori’ syarah Shahih Al-Bukhari. Prinsip
utama dalam riba adalah penambahan. Menurut syari’ah riba berarti penambahan atas
harta pokok tanpa adanya transaski biaya riil. (Zainuddin Ali,2008: 89)
2. Imam Zarkasi dari mazab Hanafi Riba adalah tambahan yang disaratkan dalam transaksi
bisnis tanpa adanya iwadh (atau padanan yang dibenarkan syari’ah atas penambahan
tersebut).
3. Raghib Al-Asfahani Riba adalah penambahan atas harta pokok.
4. Imam An-Nawawi dari Madzab Syafi’i (Zainuddin Ali, 2008: 90). Berdasarkan
penjelasan Imam Nawawi diatas,dapat dipahami bahwa salah satu bentuk riba yang
dilarang oleh Al-Quran dan As-Sunnah adalah penambahan atas harta pokok karena
unsure waktu. Dalam dunia perbankan, hal tersebut dikenal dengan bunga kredit sesuai
lama waktu pinjaman.
5. Qatadah Riba, Jahiliyah adalah seseorang yang menjual barangnya secara tempo hingga
waktu tertentu. Apabila telah dating saat membayar dan si pembeli tidak mampu
membayar, makan ia memberikan bayaran tambahan atas penangguhan.
6. Zaid Bin Aslam yang dimaksud dengan Riba Jahiliyah yang beramplikasi pelipatgandaan
sejalan dengan waktu adalah seseorang yang memiliki piutang atas mitranya. Pada saat
jatuh tempo ia berkata “bayar sekarang atau tambah”.
7. Mujtahid, mereka menjual dagangannya dengan tempo. Apabila telah jatuh tempo dan
(tidak mampu membayar) sinpembeli memberikan “tambahan” atas tambahan waktu.
8. Ja’afar As-Shodiq dari kalangan Madzab Syi’ah Ja’far As-Shodiq berkata ketika ditanya
mengapa Allah SWT mengaharamkan riba supaya orang tidak berhenti berbuat kebajikan
karena ketika diperkenankan untuk mengambil bunga atas pinjaman maka seseorang tadi
tidak berbuat ma’ruf lagi atas transaksi pinjam meminjam dan seterusnya. Padahal Qord
bertujuan untuk menjalin hubungan yang erat dan kebajikan antar manusia.
9. Imam Ahmad Bin Hambal. Pendiri madzab Hambali Imam Ahmad Bin Hambal ketika
ditanya tentang riba beliau menjawab sesungguhnya riba itu adalah sesorang memiliki
utang maka dikatakn kepadanya apakah akan melunasi atau membayar lebih. Jikalau
tidak mampu melunasi, ia harus menambah dana (dalam bentuk bunga pinjaman) atas
penambahan waktu yang diberikan.
C. JENIS JENIS RIBA

Secara garis besar dikelompokan menjadi dua . masing-masing adalah riba utang-
piutang dan riba jual-beli. Kelompok yang pertama terbagi lagi menjadi riba jahiliyah dan
riba qardh. Sedangkan kelompok kedua riba jual beli terbagi menjadi riba Fadhl dan riba
Nasi’ah.

1. Riba Qardh

Adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertetu yang disaratkan terhadap yang
berhutang (Muqtaridh). Contoh : Vina memeberikan pinjaman pada Zia sebasar Rp 500.000
dan wajib mengembalikan sebesar Rp 700.000 saat jatuh tempo dan kelebihan uang ini tidak
jelas untuk apa.

2. Riba Jahiliyah

Adalah utang dibayar lebih dari pokoknya,karena si peminjam tidak mampu


membayar hutangnya tepat waktu yang ditentukan. Contoh : Misalnya menukarkan emas
bagus / baru dengan emas lama yang sama beratnya, akan tetapi emas yang bagus baru dapat
diterima setelah satu bulan dari waktu transaksi dilaksanakan. Misal lain: Bila A menukarkan
uang kertas pecahan Rp 100.000,- dengan pecahan Rp. 1.000,- kepada B, akan tetapi B pada
waktu akad penukaran hanya membawa 50 lembar uang pecahan Rp. 1.000,- , maka sisanya
baru dapat ia serahkan setelah satu jam dari saat terjadinya akad penukaran, perbuatan
mereka berdua ini disebut riba nasi’ah.

3. Riba Fadhl

Adalah pertukaran dengan barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda,
sedangkan barang yang dipertukarkan yaitu termasuk jenis barang ribawi. Riba Fadhl tmbul
akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (mitslan bi
mistlin), sama kuantitasnya ( sawa-an bi sawa in) dan sama waktu penyerahannya (yadan bin
yadin). Pertukaran jenis ini mengandung gharar , yaitu ketidakjelasan bagi kedua belah pihak
akan masing-masing barang yang dipertukarkan. Ketidak jelasan ini akan menimbulkan
tindak zalim terhadap salah satu pihak , kedua pihak, dan pihak-pihak lain.
Dasar hukum riba fadhl adalah hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari Muslim:
“Janganlah kamu jual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,
sya’ir (padi lading) dengan syair, tamar (kurma) dengan kurma, garam dengan garam, kecuali
sama jenis dan kadarnya dan sama sama tunai. Barang siapa yang menambah atau meminta
tambah, maka sesungguhnya dia telah melakukan riba. (H.R. Bukhori dan Ahmad)

Barang ribawi (yang terkena hukum riba)

1. Emas

2. Perak

3. Burr (Suatu jenis Gandum)

4. Sya’ir atau suatu jenis gandum

5. Kurma

6. Garam

Contoh: 2 kg gandum yang bagus ditukar dengan 3 kg gandum yang sudah berkutu.

4. Riba Nasi’ah

Menurut Satria Efendi Riba Nasi’ah adalah tambahan pembayaran atas jumlah modal
yang disyaratkan lebih dahulu yang harus dibayar oleh si peminjam kepada yang meminjam
tanpa resiko sebagai imbalan dari jarak waktu pembayaran yang diberikan kepada si
peminjam. Riba Nasi’ah ini terjadi dalam hutang piutang (Satria Efendi, 1988 : 147).

Contoh: Alpi pinjam uang kepada Lisa sebesar Rp 100.000 dengan tempo 1 bulan jika
pengembalian lebih satu bulan maka ditambah Rp 1.000

Dalam kitam Fathul Mu’in, Riba dibagi 3 yaitu :

A. Riba Fadhal, yaitu selisih barang pada salah satu tukar menukar dua barang yang sama
jenisnya. Termasuk dalam macam ini adalah Riba Qordh yaitu jika dalam utang kembali pada
pihak pemberi utang.

B. Riba Yadh, yaitu jika salah satu dari penjual dan pembeli berpisah dari akad sebelum serah
terima.
C. Riba Nasa’, yaitu mensaratkan pada penundaan penyerahan dua barang ma’qud ‘alaih
dalam penukarannya (Jual Beli).

D. HUKUM RIBA

1. Hukum Riba dalam Al-Quran

Hukum riba dalam Islam telah ditetapkan dengan jelas, yakni dilarang dan termasuk dari
salah satu perbuatan yang diharamkan. Namun proses pelarangan riba dalam Al-Quran tidak
diturunkan oleh Allah swt. sekaligus melainkan diturunkan dalam 4 fase, yakni (Syafi’i
Antonio, 2007 2-4).

A. Fase pertama Al-Quran Surat Ar-Rum : 39

39 (“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia,
maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk mencapai keridhoan Allah, maka (yang berbuat demikian”) itulah
orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).

B. Fase kedua Al-Quran Surat An-Nisa’ : 160-161

160. “Maka disebabkan kedzaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dank arena mereka
banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah.
161. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
dari padanya, dank arena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami
telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”)

2. Hukum Riba dalam Al-Hadits.

Hakim meriwayatkan adri Ibnu Mas’ud bahwasanya Nabi saw. telah bersabda “Riba itu
mempunyai 73 tingkatan, yang paling rendah (dosanya), sama dengan orang yang berzina
dengan ibunya.” HR. Mutafakum ‘Alaihi

3. Hukum Memakan Riba, Penulis Administrasi Riba dan Saksi Riba

Dari Jabir RA. Ia berkata “Rosululloh saw. mengutuk orang yang memakan riba, orang yang
memberikan makan dari hasil riba, penulis dan saksinya, Rosululloh saw. bersabda Mereka
itu sama.” (HR. Muslim/Bulughul Maram : 853)

Bukhari juga meriwayatkan hadist semisal dari hadist Abu Juhaifah (HR Bukhari/ Bulughul
maram 854):

“Dari Abdullah bin Mas’ud ra. Bahwa Nabi Saw bersabda : “Riba itu ada 73 bab. Yang
paling ringan ialah seperti seorang lelaki menikahi ibunya dan riba yang paling berat ialah
mencemarkan kehormatan seorang muslim”. (HR. Ibnu Majah dengan singkat, Hakim
dengan cukup sempurna dan telah disahihkan . Bulughul maram 855).

“Tidak boleh ada dua akad dalam suatu akad jual beli. Sesungguhnya Rasulullah melaknat
pemakan riba,yang member makan orang lain dengan riba,dua saksinya , dan pecatatnya”.

(HR. Ibnu Hibban no. 1053, Al-Bazzar dalam Musnadnya no. 2016 dan Al-Marwazi dalam
As-Sunnah (159-161) dengan sanad hasan)

Kandungan Hadist diatas:

1. Melakukan riba dan membantu riba termasuk dosa besar

2. Pembantu riba ,yaitu penulis,saksi dan pemberi riba sama dosanya

3. Menganiaya kehormatan muslim mulia termasuk macam riba paling berat

4. Zina dengan muhrim termasuk dosa paling buruk ,paling besar dan paling menjijikan.
Hakikat larangan tersebut tegas ,mutlak , dan tidak mengandung perdebatan. Tidak ada ruang
bahwa riba hanya mengacu sekedar pinjaman dan bukan bunga,karena Nabi melarang
mengambil,meskipun kecil, pemebrian jasa atau kebaikan sebagai syarat pinjaman , sebagai
tambahan dari uang pokok.

BAB III
PENUTUP
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistic
riba juga berarti tumbuh dan membesar. Menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan
tambahan dari harta dari harga pokok atau modal secara batil. Kata riba juga berarti ;
bertumbuh menambah atau berlebih. Al-riba atau ar-rima makna asalnya ialah tambah
tumbuh dan subur. Menurut Satria Efendi Riba Nasi’ah adalah tambahan pembayaran atas
jumlah modal yang disyaratkan lebih dahulu yang harus dibayar oleh si peminjam kepada
yang meminjam tanpa resiko sebagai imbalan dari jarak waktu pembayaran yang diberikan
kepada si peminjam. Hukum riba dalam Islam telah ditetapkan dengan jelas, yakni dilarang
dan termasuk dari salah satu perbuatan yang diharamkan. Namun proses pelarangan riba
dalam Al-Quran tidak diturunkan oleh Allah swt

Anda mungkin juga menyukai