Anda di halaman 1dari 14

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU

EKONOMI ISLAM Dr.Muhaimin,S.Ag.MA

Disusun Untuk Tugas


Pengantar Ekonomi Islam Tahun 2023

RIBA

OLEH:
Indira Riyani Ramadhini
230105010069

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI ANTASARI BANJARMASIN
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Alhamdulillah segala puji penulis panjatkan kehadirat allah swt. Berkat


bimbingan dan kemudahan yang allah anugerahkan kepada penulis, sehingga
mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan penyusunan makalah Riba ini.
Sebagai manusia yang mempuyai keterbatasan, penulis menyadari adanya
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Penulis sangat mengharapkan saran
atau kritik yang bersifat membangun dari teman-teman ataupun para guru agar
menambah pengetahuan dalam penyusunan sebuah tugas untuk kedepannya.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada selaku dosen pengampu mata kuliah pengantar ekonomi islam
yaitu bapak Dr.Muhaimin,S,Ag,MA. Penulis menyadari bahwa terdapat banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini maka itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Banjarmasin, 30 oktober 2023

Indira Riyani Ramadini


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….
A.Latar Bekalang…………………………………………………………
B.Rumusan Masalah………………………………………………………
C.Tujuan Masalah…………………………………………………………..
BAB II PEMBASAHAN…………………………………………………………..
A.Definisi riba………………………………………………………………
B.Macam-macam riba………………………………………………………
C.Dalil riba………………………………………………………………….
D.Dampak dan hikmah mengetahui riba……………………………………
BAB III PENUTUP………………………………………………………………..
A.Kesimpulan………………………………………………………………
B.Saran……………………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Melakukan kegiatan ekonomi merupakan tabiat manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dengan kegiatan itu ia memperoleh rezeki, dan dengan rezeki
itu dia dapat melangsungkan hidupnya. Bagi orang islam, al-quran adalah petunju
untuk memenuhi kebutuhan hidupnnyaa yang absolut. Sunnah rasulullah saw
berfungsi menjelaskan kandungan al-quran, 1 terdapat banyak ayat al-quran dan
hadist nabi yang merangsang manusia untuk rajin bekerja dan mencela orang
menjadi pemalas. Tetapi tidak setiap kegiatan ekonomi di banarkan oleh al-quran.
Apabila kegiatan itu memiliki watak yang merugikan banyak orang dan
menguntungkan sebagian kecil orang, seperti monopoli,calo,perjudian,dan riba,
pasti akan di tolak.
Riba sebagai persoalan pokok dalam makalah ini, di sebutkan dalam al-
quran di beberapa tempat secara berkelompok. Dari ayat ayat tersebu para ‘ulama’
membuat rumusan riba, dan dari rumusan itu kegiatan ekonomi didentifikasikan
dapat di masukkan kedalam kategori riba atau tidak. Dalamushul fiqih dikenal
dengan ta’lil (mencari ‘illat). Hokum suatu peristiwa atau keadaan itu sama dengan
hukum peristiwa atau keadaan lain yang di sebut oleh nash apabila sama ‘illat-nya2
Kendati riba dalam al-quran dan hadist secara tegas di hukumi haram tetapi
karena tidak di beri Batasan yang jelas, sementara masalah ini sangat dekat dengan
aktivitas ekonomi masyarakat sejak dulu hinga kini, hal ini menimbulkan beragam
interpretasiterhadapnya, sejak masa awal, persoalan riba telah di pandang sebagai
salah satu permasalahan agama yang paling pelik. Sampai-sampai umar bin
khatftab dikabarkan menyatakan: “ada tiga perkara yang sanga aku sukai
seandainya rasullah meninggalkan wasiat untuk kita, yakni persoalan pewarisan
kakek(datuk), kalalah, dan persoalan riba, karena itu, tinggalkanlah riba dan ribah
(hal-hal yang meragukan)
Jadi alasan pelarangannya adalah untuk menghindari adanya unsur
eksploitasi dan mendapatkan tambahan dengan cara yang tidak benar sangat
merugikan dari harta orang lain. Hal ini sesuai dengan Ayat alquran: (QS. Al-
Baqarah-188)
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu
dengan jalannya yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu

1
Muhammad’ajjaj al-khatib, ushul al- hadist wa mustalahuh, hlm 46-50
2
Fathu ad-daraini, alfigh al- islam al-muqarin ma’a al-mazahib(dimasyqa: jamiah dimasyqa).hlm
49-54
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang
lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”

B.Rumusan Masalah
1.apa definisi riba?
2.apa dalil riba?
3.apa macam-macam riba?

C.Tujuan Masalah
1.untuk mengetahui tentang riba
2.untuk mengetahui dalil riba
3.untuk mengetahui macam-mcam riba
BAB II
PEMBAHASAN

A.Definisi Riba
Pengertian riba dalam Bahasa arab adalah “azziyadah” yang mempunyai arti
bertambah, dan dinamakan demikian karena ada penambahan pengembalian hutang
yang di pinjam dari seseorang.
Sedangkan menurut arti syar’i adalah suatu akad yang terjadi atas penukaran
barang tertentu (emas/perak atau makanan) yang tidak di ketahui kesamaannya
dalam ukuran timbangan syariat(agama islam) ketika terjadinya akad (dsn itu
disebut riba fadl), atau dengan mengakhirkan penyerahan barang atau harganya
setelah terjadinya transaksi tanpa menyebutkan waktu (dan itu disebut riba yadh)
atau dengan menyebutkan waktu kapan terjadinya penyerahannya (dan itu disebut
riba nasa’).3
Menurut Abdurrahman al-jaiziri , yang di maksud dengan riba ialah akad
yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak di ketahui sama atau tidak menurut
aturan syara’ atau terlambat salah satunya.
Syaikh Muhammad abduh berpendapat bahwa yang di maksud dengan riba
ialah penambahan-penambahan yang di isyaratkan oleh orang yang memiliki harta
kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya) , karena pengunduran janji
pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah di tentukan 4
Riba dapat timbul dalam pinjaman (riba dayn) dan dapat pula timbul dalam
perdagamgam (riba ba’i). riba ba’I terdiri dari dua jenis, yaitu riba karena
pertukaran barang sejenis, tetapi jumlahnya tidak seimbang (riba fadhl), dan riba
karena pertukaran barang sejenis dan jumlahnya di lebihkan karena melibatkan
jangka waktu (riba nasi’ah).5

3
Dr.habib segaf baharun, fiqih muamalat,hlm 30
4
Hendi suhendi, fiqih muamalah hlm 57
5
Ascarya,akad wa bank syari’ah, hlm 13
B.Macam-macam riba
Riba itu ada empat macam, yaitu:
1.Riba fuduli
Fuduli artinya lebih, misalnya menjual salah satu dari dua barang yang
sejenis yang saling di pertukarkan lebih banyak dari pada yang lainnya.
Misalnya:
Menjual uang Rp. 100.000,-dengan uang Rp. 110.000,-
Menjual 10 kg beras dengan 11 kg beras.
Yang di maksud lebih ialah dalam timbangannya pada barang yang
ditimbang; takaran pada barang yang di takar;ukuran pada barang yang di ukur, dan
jumlah banyak pada uang yang di pertukarkan dan sebagainya.
2.Riba qardi
Riba qardi yaitu, meminjam dengan syarat keuntungan bagi yang
menghutangi (qardi=pinjam), seperti orang berhutang Rp.100.0000,-dengan
perjanjian akan akan membayar kembali kembali kelak Rp. 110.000
3.Ribaa yad
Riba yad, yaitu berpisah sebelum tumbang terima. Misalnya rang yang
membeli sepeda motor, sebelum ia menerima barang yang di beli dari si penjual, si
penjual tidak boleh menjual sepeda motor itu kepada siapapun, sebab barang yang
di beli dan belum di terima masih dalam ikatan jual-beli yang pertama.
4.Riba nasa’
Riba nasa’ misalnya: dipersyararkan salah satu dari kedua barang yang di
pertukarkan di angguhkan pembayarannya. Umpama, membeli barang kalua tunai
Rp. 100.000,- tetapi kalua tidak tunai harganya Rp. 125.000,- kelebihan membayar
Rp,25.000,- inilah yang dinamakan riba nasa 6
Jumhur ulama membagi riba dalam dua bagian, yaitu riba fadhl dan riba nasi’ah. 7
a.Riba fadhl
menurut ulama hanafiyah, riba fadhl adalah tambahan zat harta pada akad
jual beli yang di ukur dan sejenis. Dengan kata lain , riba fadhl adalah jual-beli yang
mengandung unsur riba pada barang sejenis dengan adanya tambahan pada salah

6
Moh rifai,Mutiara fiqih, hlm 775-777
7
Ibn rusyd kama naqolat rachmat syafei, fiqh muamalah, hlm 262-263
satu benda tersebut. Oleh karena itu, jika melaksanakan akad jual-beli antarbarang
yang sejenis, tidak boleh di lebihkan salah satunya agar terhindar dari unsur riba.
b.Riba Nasi’ah
menjual barang dengan sejenisnya, tetapi satu lebih banyak, dengan
pembayaran di akhirkan, seperti menjual satu kilogram gandum dengan satu
setengah kilogram gandum, yang di bayarkan setelah dua bulan. Contoh jual beli
yang tidak di timbang, seperti membeli satu buah semangka dengan dua buah
semangka yang akan di bayar setelah sebulan.
Ibn abbas, usamah bin zaid bin arqam, jubair, ibn jabir, dan lain-lain
berpendapat bahwa riba yang di haramkan hanyalah riba nasi’ah.
Ulama syafi’iyah membagi riba menjadi tiga jenis:
a.Riba fadhl
Riba fadhl adalah jual beli yang di sertai adanya tambahan salah satu
pengganti (penukar) dari yang lainnya. Dengan kata lain, tambahan berasal dari
penukar barang paling akhir. Riba ini terjadi pada barang yang sejenis, seperti
menjual satu kilogram kentang dengan satu setengah kilogram kentang.
b.Riba yad
jual beli yang mengakhirkan penyerahan (al-qabdu), yakni bercerai-cerai
antara dua orang yang akad sebelum timbang terima, seperti mengangga sempurna
jual beli antara gandumdengan sya’ir tanpa harus saling menyerahkan dan
menerima di tempat akad.
Menurut ulaama hanafiyah, riba ini termasuk riba nasi’ah, yakni menambah yang
tampak dari hutang.
c.Riba nasi’ah
riba nasi’ah yakni jual beli yang pembayarannya di akhirkan, tetapi di
tamahkan harganya.
Menurut ulama syafi’iyah riba yad dan riba nasi’ah sama-sama terjadi pada
pertukaran barang yang tidak sejenis. Perbedaannya, riba yad mengakhirkan
pemegangan barang, sedangkan riba nasi’ah mengakhirkan hak dan ketika akad di
nyatakan bahwa waktu pembayaran di akhirkan walaupun sebentar. Al-mutawalli
menambahkan, jenis riba dengan riba qurdi (mensyaratkan adanya manfaat). Akan
tetapi, zarkasyi menempatkannyapada riba fadhl8

8
Muhammad asy-syarbini kama naqolat rachmat syafei, fiqh muamalat, hlm265
C. Dalil Riba

‫ّللا اتَّقُوا ا َمنُوا الَّذ ِۡينَ ٰۤيـاَيُّ َها‬ َ ‫الربٰٓوا مِنَ بَق‬
َ ٰ ‫ِى َما َوذَ ُر ۡوا‬ ِ ‫ُّم ۡؤ ِمن ِۡينَ ُك ۡنتُمۡ ا ِۡن‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang beIum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman" (Al Baqarah
278)
‫ّللا مِنَ بِ َح ۡرب فَ ۡاذَنُ ۡوا ت َۡفعَلُ ۡوا لَّمۡ فَا ِۡن‬
ِ ٰ ‫ۚو َرسُ ۡولِه‬
َ
Artinya: "Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu." (QS Al Baqarah 279).
ٰ ‫الربوا َو َح َّر َم ۡالبَ ۡي َع‬
‫ّللاُ َوا َ َح َّل‬ ِ ؕ
Artinya: "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS AL
Baqarah 275)

‫س ْب َع ا ْجتَنِبُوا‬ ِ ‫ ْال ُموبِقَا‬." ‫ّللا َرسُو َل يَا قَالُوا‬،


َّ ‫ت ال‬ ِ َّ ‫اّلل الش ِْركُ " قَا َل ه َُّن َو َما‬
ِ َّ ِ‫ب‬، ‫السح ُْر‬
ِ ‫و‬،َ ‫ّللاُ َح َّر َم الَّتِي النَّ ْف ِس َوقَتْ ُل‬
َّ
َّ‫ق إِل‬ ْ ْ َ
ِ ‫بِال َح‬، ‫الربَا َوأك ُل‬، ْ َ ْ َّ َّ
ِ ‫اليَت ِِيم َما ِل َوأك ُل‬، ‫الزحْفِ يَ ْو َم َوالت َولِي‬، ‫ف‬ ْ
ُ ‫ت َوقَذ‬ ِ ‫صنَا‬ ْ ْ
ِ ‫ت ال ُمؤْ ِمنَا‬
َ ‫ت ال ُم ْح‬ َ ْ
ِ ‫" الغَافِال‬
Artinya: “Jauhi tujuh hal yang membinasakan! Para sahabat berkata,: "Wahai,
Rasulullah! apakah itu? Beliau bersabda, "Syirik kepada Allah, sihir, membunuh
jiwa yang diharamkan Allah tanpa haq, memakan harta riba, memakan harta anak
yatim, lari dari medan perang dan menuduh wanita beriman yang Ialai berzina"
(Muttafaq 'alaih)

ِ ‫إتيان مث ُل أدناها بابًا وسبعون اثنان‬


. ‫الربا‬ ِ ‫الرج ِل‬
َّ ‫أ َّمه‬
Artinya:” Dosa riba terdiri dari 72 pintu. Dosa riba yang paling ringan adalah
bagaikan seorang Iaki-Iaki yang menzinai ibu kandungnya." (HR Thabrani).

‫الرجل يزنيها زنية وثالثين ست من الخطيئة اللهفي عند أعظم الربا من الرجل يصيبه الدرهم إن‬
Artinya:” Sesungguhnya satu dirham yang didapatkan seorang Iaki-laki dari hasil
riba Iebih besar dosanya di sisi Allah daripada berzina 36 kali." (HR Ibnu Abi
Dunya).

ٰۤ
ِ ‫ّللا ِع ْندَ يَ ْرب ُْوا فَ َال ال َّن‬
ٰٓ ‫اس ا َ ْم َوا ِل فِ ْٰٓي ِليَ ْرب َُوا ِربًا م ِْن ات َ ْيت ُ ْم َو َما‬ ِ ٰ َ‫هُمُ فَاُولىِٕك‬
ِ ٰ ٰٓ ‫ّللا َو ْجهَ ت ُ ِر ْيد ُْونَ زَ كوة ِم ْن ات َ ْيت ُ ْم َو َما‬
َ‫ض ِعفُ ْون‬ْ ‫ – ْال ُم‬٣٩
Artinya :
"Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah,
maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridaan Allah, maka itulah
orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)".
Tafsiran:
Ayat ini menerangkan riba yang dimaksudkan sebagai hadiah atau memberi untuk
memperoleh lebih. Riba adalah pengembalian lebih dari utang. Kelebihan itu
adakalanya dimaksudkan sebagai hadiah, dengan harapan bahwa hadiah itu akan
berkembang di tangan orang yang menghutangi, lalu orang itu akan balik memberi
orang yang membayar utangnya itu dengan lebih banyak daripada yang
dihadiahkan kepadanya. Riba seperti itu sering dipraktekkan pada zaman jahiliah.
Dalam ayat ini ditegaskan bahwa perilaku bisnis seperti itu tidak memperoleh
berkah dari Allah. Ia tidak memperoleh pahala dari-Nya karena pemberian itu tidak
ikhlas. Oleh karena itu, para ulama memandang ayat ini sebagai ayat pertama dalam
tahap pengharaman riba sampai pengharamannya secara tegas. (Tahap keduanya
adalah pada Surah an-Nisa'/4: 161, yang berisi isyarat tentang keharaman riba;
tahap ketiga adalah ali 'Imran/3: 130, bahwa yang diharamkan itu hanyalah riba
yang berlipat ganda; tahap keempat adalah al-Baqarah/2: 278, yang mengharamkan
riba sama sekali dalam bentuk apa pun). Ada pula yang memahami ayat ini
berkenaan dengan pemberian kepada seseorang untuk maksud memperoleh balasan
lebih. Balasan lebih itu di antaranya terhadap pengembalian utang. Itulah yang
disebut riba dalam ayat di atas, dan banyak ulama membolehkannya berdasarkan
hadis: Rasulullah menerima hadiah dan memberi balasan atas hadiah itu. Beliau
memberikan balasan atas hadiah seekor unta perahan yang diberikan kepadanya,
dan beliau tidak menyangkal pemiliknya ketika dia meminta balasan. Beliau hanya
mengingkari kemarahan pemberian hadiah itu karena pembalasan itu nilainya lebih
dari nilai hadiah. (Riwayat al-Bukhari dari 'Aisyah) Akan tetapi, berdasarkan hadis
itu, yang dibenarkan sesungguhnya adalah membalas dengan lebih suatu
pemberian, bukan membayar utang lebih dari seharusnya. Memberi dengan maksud
memperoleh balasan lebih dari yang diberikan menunjukkan ketidakikhlasan yang
memberi. Hal ini juga tidak dibenarkan. Firman Allah: Dan janganlah engkau
(Muhammad) memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
(al-Muddassir/74: 6) Salah satu bentuk pemberian yang dimaksudkan untuk
memperoleh balasan lebih adalah memberi dengan maksud agar orang itu patuh
pada yang memberi, mau membantunya, dan sebagainya. Itu juga tidak dibenarkan,
karena tidak ikhlas. Secara lahiriah, larangan dalam ayat itu ditujukan kepada Nabi
saw. Akan tetapi, juga dimaksudkan untuk seluruh umatnya. Adapun yang akan
dilipatgandakan oleh Allah baik pahalanya maupun harta itu sendiri adalah
pemberian secara tulus, yang dalam ayat ini diungkapkan dengan istilah zakat
(secara harfiah berarti suci). Zakat di sini maksudnya sedekah yang hukumnya
sunah, bukan zakat yang hukumnya wajib. Orang yang bersedekah karena
mengharapkan pahala dari Allah, pasti akan dilipatgandakan pahala atau
balasannya oleh Allah minimal tujuh ratus kali lipat, sebagaimana difirmankan-Nya
dalam al-Baqarah/2: 261: Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di
jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap
tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan
Allah Mahaluas, Maha Mengetahui. (al-Baqarah/2: 261) Di samping itu, sedekah
juga akan melipatgandakan kekayaan pemilik modal, karena memperkuat daya beli
masyarakat secara luas. Kuatnya daya beli masyarakat akan meminta pertambahan
produksi. Pertambahan produksi akan meminta pertambahan lembaga-lembaga
produksi (pabrik, perusahaan, dan sebagainya). Pertambahan lembaga-lembaga
produksi akan membuka lapangan kerja sehingga dengan sendirinya akan meminta
pertambahan tenaga kerja. Pertambahan tenaga kerja akan meningkatkan
pendapatan masyarakat sehingga meningkatkan daya beli mereka, dan seterusnya.
Demikianlah terjadi siklus peningkatan daya beli, produksi, tenaga kerja, dan
sebagainya, sehingga ekonomi yang didasarkan atas pemberdayaan masyarakat luas
itu akan selalu meningkatkan kemajuan perekonomian. Sedangkan perekonomian
yang didasarkan atas riba, yaitu pengembalian lebih dari utang, selalu mengandung
eksploitasi, yang lambat laun akan memundurkan perekonomian.9

‫الربوا َّوا َ ْخ ِذ ِه ُم‬


ِ ْ‫ع ْنه ُ نُ ُه ْوا َوقَد‬ ِ َّ‫عذَابًا ِم ْن ُه ْم ل ِْلكف ِِريْنَ َوا َ ْعتَدْ َن ۗا ِب ْال َباطِ ِل الن‬
َ ‫اس ا َ ْم َوا َل َوا َ ْك ِل ِه ْم‬ َ ‫ ِل ْي ًما َۚا‬- ١٦١
Artinya:
"dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang
darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara tidak sah (batil). Dan
Kami sediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang pedih".
Tafsiran:
Diharamkannya sebagian makanan yang baik kepada orang-orang Yahudi juga
disebabkan oleh tindakan mereka memakan uang riba yang nyata-nyata telah
dilarang Allah dan disebabkan pula oleh perbuatan mereka yang batil seperti
memperoleh harta melalui sogokan, penipuan, perampasan dan sebagainya.
Terhadap perbuatan-perbuatan yang jahat itu Allah menyediakan siksa yang pedih
di akhirat.
D.Dampak dan hikmah pelarangan riba
Banyak pakar muslim yang menyatakan bahwa pelarangan riba oleh islam
memiliki 2 dimensi:
1. menghadirkan akad bisnis dan komersial dengan pembagian risiko yang
setara

9
Al-syaikh ahmad bin Muhammad al-sawi, hasiyat sawi ala- tafsir alC-jalalain, ayat 39
2. menganggap tindakan pemberian pinjaman sebagai tindakan kebajikan
dengan alasan untuk membantu seseorang yang sedang membutuhkan
menurut yusuf qardhawi, para ulama telah menjelaskan Panjang lebar
hikmah di haramkannya riba secara rasional, antara lain:
a. Allah swt tidak mengharamkan sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi
manusia, tetapi hanya mengharamkan apa yang sekiranya dapat
membawa kerusakan baik individu maupun masyarakat.
b. Cara riba merupakan jalan usaha yang tidak sehat, karena keuntungan
yang di prtoleh si pemilik dana bukan merupakan hasil pekerjaan atau
herih payahnya. Keuntungannya diperoleh dengan cara memeras tenaga
orang lain yang pada dasarnya lebih lemah dari padanya.
c. Keharaman riba dapat membuat jiwa manusia menjadi suci dari sifat
lintah darat. Hal ini mengandung pesan moral yang sangat tinggi.
d. Biasanya orang yang memberi hutang adalah orang yang kaya dan orang
yang berutang adalah orang miskin. Mengambil kelebihan utang dari
orang yang miskin sangat bertentangan dengan sifat rahmat Allah SWT.
Hal ini akan merusak sendi-sendi kehidupan social.
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Secara etimologis (Bahasa), riba berarti tambahan (ziyadah) atau berarti
tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah saya adalah akad yang terjadi
dengan penukaran yang tertentu, tidak di ketahui sama atau tidaknya menurut
aturan syara’, atau terlambat menerimanya. Pada pakar ekonomi memahami lebih
banyak lagi bahaya riba mengikuti perkembangan praktik-praktik ekonomi. Di
antaranya adalah : buruknya distribusi kekayaan, kehancuran sumber-sumber
ekonomi, lemahnya perkembangan ekonomi, pengangguran, dan lain-lain.
Riba memiliki jenis-jenis, diantaranya adalah riba khardh, riba jahiliyah,
riba nasi’ah, dan riba fadhl dan masing masing dari semuanya memiliki perbedaan
terssendiri. Riba merupakan sebuah praktek yang di haramkan sejak zaman
rasulullah saw, baik larangan itu secara tugas dalam al-quran maupun hadist. Riba
merupakan dosa besar harus dihindari karena berpengaruh pada kehidupan manusia
terlebih lagi dalam masalah ekonomi.

B.Saran
Kepada para pembaca setelah memahami isi dari makalah ini agar dapat
menghindari riba dalam kehidupan sehari hari, menjakankan perintah dan larangan
Alllah SWT dan terhindar dari laknat Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA

https://jurnal.iain-bone.ac.id/index.php/ekspose/article/download/1143/723
As-Shabuni., M. Ali. (1980). Rawāiu'l Bayān Tafsīru Āyāti al-Ahkām min al-
Qurān. Damaskus: Maktabah Al-Ghazali.
Frastiawan, D., & Ghozali, M. (2016). Kajian Keharaman Riba dalam Islam dan
Kecenderungan Memilihnya. Islamic Economics Journal, 2(2).
Syarif, Mujar Ibnu. (2011). Konsep Riba Dalam al-Qur'an dan Literatur Fikih. Al-
Iqtishad: Vol. III, No. 2, Juli.
Ghofur, A. (2016). Konsep Riba dalam Al-Qur’an. Economica: Jurnal Ekonomi
Islam, 7(1), 1-26.
Ibn hajar al-‘asqalani, (2020), bulughul maram min adillat al-ahkam,hlm169-173
Segaf hasan baharun, fiqih muamalat menurut mazhab imam syafi’I RA, hlm 30-
39
Al-syaikh ahmad bin Muhammad al- sawi, (2019), hasiyat as-sawi ala tafsir al-
jalalain, al-baqarah

Anda mungkin juga menyukai