Fiqh Muamalah
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Kelompok 6
2023 M/ 1445H
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, dengan berkat, rahmat dan
kekuatan-Nya-lah penulis dapat menyusun buku ajar dengan judul “Transaksi Jasa Dalam
Islam”. Sholawat serta salam semoga senantiasa dihaturkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW, para Sahabat dan para pengikutnya sampai hari kiamat kelak.
Tugas ini kai buat untuk memberi dan menambah wawasan atau pengetahuan kita
semua tentang transaksi jasa dalam islam serta melengkapi tugas fiqh muamalah.Semoga
kita semua bisa mengambil isi pelajaran dari hasil makalah yang kami buat.
Tentunya dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan tanpa penulis
sengaja atau karena minim pengetahuan penulis. Oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan
saran dari pembaca yang bersifat membangun. Semoga dengan adanya kritik dan saran
tersebut dapat bermanfaat dan menjadi pedoman bagi penulis dalam melakukan perbaikan.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada dosen pengampu dan pembaca yang
memberikan dukungan tanpa batas kepada penulis untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Besar harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna untuk pedoman di
masa yang akan datang.Atas perhatian dan waktunya kami ucapkan terimakasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................2
A. Ijarah (Sewa-menyewa,Upah-mengupah).......................................................................2
B. Wakalah (Perwakilan).....................................................................................................4
C. Ji’alah (Sayembara).........................................................................................................7
A. Kesimpulan.......................................................................................................................11
B. Saran.................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Transaksi jual beli merupakan kegiatan jual beli yang hidup dalam lingkungan
masyarakat dan bagian dari kehidupan sehari-hari.Transaksi jual beli ini termasuk dalam
kategori muamalah dalam istilah islam. Muamalah dalam islam tidak hanya mencakup
transaksi jual beli, akan tetapi muamalah bersifat luas seperti mencakup sewa menyewa,
pinjam meminjam dan transaksi lainnya yang tidak bertentangan dengan hukum islam.
Layaknya dalam suatu perekonomian, apa pun sistem ekonomi yang dipakai
hubungan antar pihak yang melakukan kegiatan ekonomi akan berakhir dengan transaksi
(transaksi).Secara umum, transaksi dapat diartikan sebagai kejadian ekonomi/keuangan yang
melibatkan paling tidak dua pihak (seseorang dengan seseorang atau beberapa orang lainnya)
yang saling melakukan pertukaran,melibatkan diri dalam perserikatan usaha, pinjam-
meminjam dan lain-lain atas dasar suka sama suka atau pun atas dasar suatu ketetapan
hukum/syariah yang berlaku.
Dalam sistem ekonomi Islam, transaksi senantiasa harus dilandasi olehaturan hukum-
hukum Islam (syariah) karena transaksi adalah manifestasi amal manusia yang bernilai
ibadah di hadapan Allah SWT, sehingga dalam Islam transaksi dapat dinyatakan dua menjadi,
yakni Transaksi yang halal, dan Transaksi yang haram.Transaksi halal adalah semua transaksi yang
dibolehkan oleh syariah Islam,sedangkan transaksi haram adalah semua transaksi yang dilarang oleh
syariah Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sewa-menyewa (Ijarah)
2. Apa yang dimaksud dengan perwakilan (Wakalah)
3. Apa yang dimaksud dengan Sayembara (Ji’alah)
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apa itu sewa-menyewa
2. Untuk mengetahui apa itu perwakilan
3. Untuk mengetahui apa itu Sayembara
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ijarah (Sewa-Menyewa)
1. Pengertian dan Dasar Hukum Ijarah
Menurut bahasa Ijarah berasal dari kata al-ajru, yang berarti al-iwadh.
(upah,sewa,jasa,imbalan atau ganti).1 Sedangkan secara istilah ijarah dikemukakan oleh
beberapa pendapat para ulama, antara lain:
a. Menurut Ali al-Khafif, al-ijarah adalah transaksi terhadap sesuatu yang bermanfaat
dengan imbalan.2
b. Menurut ulama Syafi'iyah, al-ijarah adalah transaksi terhadap sesuatu manfaat yang
dimaksud, tertentu, bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
c. Menurut ulma' Malikiyah dan Hanabilah, ijarah adalah pemilikan suatu manfaat yang
diperbolehkan dalam waktu tertentu dengan imbalan.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka ijarah tidak boleh dibatasi dengan
syarat. Akad ijarah tidak boleh dipalingkan, kecuali ada unsur manfaat, dan akad ijarah tidak
boleh berlaku pada pepohonan untuk diambil buahnya.
Ijarah menurut arti lughat adalah balasan, tebusan, atau pahala. Menurut syara’ berarti
melakukan akad mengambil manfaat sesuatu yang diterima dari orang lain dengan jalan
membayar sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan dengan syarat-syarat tertentu pula.
Hukum asalnya menurut Jumhur Ulama adalah mubah atau boleh bila dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh syara' berdasarkan ayat al-Qur'an, hadis-hadis
Nabi, dan ketetapan Ijma Ulama. Adapun dasar hukum tentang kebolehan al-ijarah sebagai
berikut:
“Jika mereka telah menyusukan anakmu, maka berilah upah mereka”. (QS. at-Thalaq: 6)
1
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Vol.3 (Beirut : Dar al-Kitab al-’Arabi, 1971), hal.177
2
Ali al-Khafif, Ahkama I-Mu’amalat al-Syar’iyyah, (Beirut: Dar al-Fikr, t.tp.), hal.403
2
2)
An-taradin, artinya kedua belah pihak berbuat atas kemauan sendiri.
Sebaliknya tidak dibenarkan melakukan upah-mengupah atau sewa-menyewa
karena paksaan oleh satu pihak atau pihak lain.
b. Sesuatu yang diakadkan (barang dan pekerjaan), disyaratkan:
1) Objek yang disewakan dapat diserahterimakan baik manfaat maupun
bendanya.
2) Manfaat dari objek yang diijarahkan harus sesuatu yang dibolehkan agama
(mutaqawwimah).
3) Manfaatkan dari objek yang akan diijârahkan harus diketahui sehingga
perselisihan dapat dihindari.
4) Manfaat dari objek yang akan disewakan dapat dipenuhi secara hakiki maka
tidak boleh menyewakan sesuatu yang tidak dapat dipenuhi secara hakiki,
seperti menyewa orang bisu untuk berbicara.
5) Jelas ukuran dan batas waktu ijarah agar terhindar dari perselisihan.
6) Perbuatan yang diupahkan bukan perbuatan yang fardhu atau diwajibkan
kepada muajir (penyewa), seperti shalat, puasa, imamah shalat, azan dan
iqamah.
7) Manfaat yang disewakan menurut kebiasaan dapat disewakan.
c. Upah/imbalan, disyaratkan:
1) Upah/imbalan berupa benda yang diketahui yang dibolehkan
memanfaatkannya (mal mutaqawwim).
2) Sesuatu yang berharga atau dapat dihargai dengan uang sesuai dengan adat
kebiasaan setempat.
3) Upah/imbalan tidak disyaratkan dari jenis yang diakadkan.
d. Shiqat (ijab dan qabul), disyaratkan berkesesuaian dan menyatunya majelis akad.3
3. Macam-Macam Ijarah
Akad ijarah dilihat dari segi objeknya menurut ulama fikih dibagi menjadi 2 (dua)
macam, yaitu:
a. Ijarah yang bersifat manfaat, pada ijarah ini benda atau barang yang disewakan harus
memiliki manfaat. Misalnya sewa-menyewa rumah, tanah pertanian, kendaraan,
pakaian, perhiasan, lahan kosong yang dibangun pertokoan dan sebagainya.
b. Ijarah yang bersifat pekerjaan, pada ijarah ini seseorang mempekerjakan untuk
melakukan suatu pekerjaan, dan hukumnya boleh apabila jenis pekerjaannya jelas dan
tidak mengandung unsur tipuan. Seperti tukang jahit, tukang dan kuli bangunan,
buruh pabrik, dan sebagainya.4
3
Akad ijarah diaplikasikan dalam perbankan syariah pada pembiayaan ijarah dan
IMBT (al-Ijarah al-Muntahiyah Bi al-Tamlik). Pembiayaan ijarah diluncurkan berdasarkan
fatwa Dewan Syariah Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah.
Dalam fatwa ini dinyatakan bahwa ijarah merupakan akad pemindahan hak guna (manfaat)
atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Bank Islam yang mengoperasionalkan
produk ijarah dapat melakukan operating lease maupun financial lease.5
5. Berakhirnya Ijarah
Ijarah berakhir karena sebab-sebab sebagai berikut.
a. Menurut Hanafiyah, akad ijarah berakhir dengan meninggalnya salah seorang dari
dua orang yang berakad. Ijarah hanya hak manfaat hak ini tidak dapat diwariskan
karena kewarisan berlaku untuk benda yang dimiliki.
b. Akad ijarah berakhir dengan iqâlah (menarik kembali). Ijarah adalah akad
mu'awadhah.
c. Sesuatu yang disewakan hancur atau mati, misalnya hewan sewaaan mati atau rumah
sewaan hancur.
d. Manfaat yang diharapkan telah terpenuhi atau pekerjaan telah selesai, kecuali ada
uzur atau halangan.
B. Wakalah (Perwakilan)
1. Pengertian dan Dasar Hukum Wakalah
Artinya: "Menyerahkan suatu pekerjaan yang dapat digantikan kepada orang lain agar
dikelola dan dijaga pada masa hidupnya".
5
Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Tazkia Cendekia, 2001), hlm.
118-119
6
Fadhilah al-Syaikh Hasan Ayub, Fiqh al-Mu'amalah al-Maliyah fi al-Islam, (Kairo, Dar al-Salam, 2010),
hlm. 246. Lihat juga Ali Jum'ah Muhammad, op.cit., hlm. 23.
4
Dari dua definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa wakalah adalah sebuah
transaksi di mana seseorang menunjuk orang lain untuk menggantikan dalam mengerjakan
pekerjaannya/perkaranya ketika masih hidup.7
a) Wakalah al-Mutlaqah, yaitu mewakilkan secara mutlak, tanpa batas waktu dan untuk
segala urusan.
b) Wakalah al-Muqayyadah, yaitu penujukan wakil untuk bertindak atas namanya dalam
urusan-urusan tetentu.
c) Wakalah al-Ammah, perwakilan yang lebih luas dari al-Muqayyadah tetapi lebih
sederhana ari pada al-Mutalaqah.
Rukun wakalah menurut jumhur adalah muwakil, wakil, muwakil bih dan shigat,
seperti yang dijelaskan berikut ini:
7
Hasbi Ash-Shiddieqie, Pengantar Fiqh Muamalah, (Jakarta: Bulan Bintang. 1984).hal. 91.
5
3) Sesuatu yang diwakilkan itu merupakan milik dari muwakil dan berada dalam
kekuasaannya.
4) Sesuatu yang diwakilkan itu berada dalam pengetahuan dan kemampuan orang yang
menerima wakil. Artinya perbuatan yang ditugaskan oleh pemberi kuasa harus
diketahui dengan jelas oleh orang yang menerima kuasa.
a. Kliring, yaitu penagihan warkat-warkat bank yang dilakukan oleh bank- bank di
dalam suatu wilayah kliring tertentu untuk penyelesaian transaksi antar nasabah
mereka.
b. Inkaso adalah proses penagihan warkat-warkat bank yang dilakukan oleh bank-bank
yang berada di luar wilayah kliring untuk penyelesaian transaksi antarnasabah
mereka.
c. Transfer dalam negeri maupun luar negeri, yaitu transaksi kiriman uang antarbank,
baik dalam negeri, maupun luar negeri untuk kepentingan nasabah maupun pihak
bank sendiri.
d. Comercial ducumentary collection, adalah transaksi yang berkaitan dengan jasa
penagihan atas dokumen-dokumen ekspor-impor sehubungan dengan pembukaan
letter of credit ekspor dan impor oleh nasabah suatu bank.
e. Financial documentary collection adalah jasa penagihan yang diberikan bank kepada
nasabah atas warkat-warkat yang tertarik di bank lain untuk kepentingan nasabah.9
8
Abdurrahman al-Jaziri, op.cit., hal. 169-170
9
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 35/DSN-MUI/IX/2002 Tntang Letter of Credit Import Syriah
6
5. Mewakilkan Dalam Jual Beli
Apabila seseorang mewakilkan penjualan suatu barang tanpa menentukan harga dan
cara pembayarannya, maka wakil harus menjualnya dengan harga pasaran yang berlaku dan
dengan cara pembayaran tunai. Apabila wakil itu tidak menjual barang tidak dengan harga
pasar atau dengan cara pembayaran angsur, akad jual beli seperti ini tidak dibolehkan kecuali
dengan kerelaan muwakkil, karena penjualan itu bertentangan dengan kemashlahatan orang
yang mewakilkan dan muwakkil adalah orang yang berhak menentukan bagaimana
barangnya harus dijual.
Oleh karenanya, seorang wakil terikat pada kebiasaan jual beli yang dilakukan para
pedagang dan harus berusaha mendatangkan mashlahat bagi orang yang mewakilkannya.
Namun, Imam Hanafi berpendapat bahwa wakil boleh menjual sekehendaknya, baik tunai
maupun angsur, harga umum atau tidak, mata uang setempat atau mata uang asing. Dan ini
merupakan wakalah yang bersifat mutlak.
5. Berakhirnya Wakalah
Akad wakalah berakhir karena:
a. Muwakil mencabut wakalahnya dari wakil
Apabila muwakil mencabut wakalahnya maka akad wakal berakhir karena wakalah
bersifat ghairu lazim (tidak mengikat).
b. Hilangnya kecakapan bertindak hukum dari muwakil (orang yang memberi mandat)
ataupun wakil, seperti hilang akal atau meninggal dunia.
c. Pekerjaan yang diwakilkan telah selesai dilaksanakan.
d. Salah seorang dari dua orang yang berakad (muwakil atau wakil) membatalkan akad
wakalah.
e. Hilangnya hak kekuasaan pemberi kuasa atas objek yang dikuasakan. Misalnya
barang yang menjadi objek perwakilan disita negara, atau hilang. atau hancur.
C. Sayembara (Ji’alah)
1. Pengertian dan Dasar Hukum Ji’alah
Ji'alah atau ju'âlah berasal dari kata ja'ala - yaj'alu - ja'lân. secara harfiah bermakna
mengadakan atau menjadikan, sedangkan ju'alah berarti upah. Sayyid Sabiq menjelaskan
ji'âlah menurut bahasa, berarti:
َيْفَع ُلُه َأْم ٍر َع َلى اِإل ْنَس اَن ُيْع َطاُه َم ا َاْو َش ْي ٍء ِفْعل َع َلى ِلِإل ْنَس اِن َيْج َع ُل َم ا
7
"Sesuatu yang diberikan kepada seseorang terhadap apa yang dikerjakannya atau
sesuatu yang diberikan kepada seseorang terhadap perkara yang dikerjakannya".
10
Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, juz 3, (Libanon: Darul Fikri, 1983), hal. 292.
11
Ibid.
8
Ulama mazhab Maliki, Syafi'i dan Hanbali memandang akad ji'alah sebaga perbuatan
yang sifatnya sukarela. Menurut mereka baik pihak pertama (jail) maupun pihak kedua (yang
melaksanakan pekerjaan) dapat membatalkan akad. Namun mereka berbeda pendapat tentang
kapan bolehnya melakukan pembatalan akad tersebut. Mazhab Maliki berpendapat bahwa
ji'alah hanya dapat dibatalkan oleh pihak pertama sebelum pihak kedua melaksanakan
pekerjaan.
Sementara itu, mazhab Syafi'i dan Hanbali berpendapat, pembatalan itu dapat
dilakukan oleh salah satu pihak setiap waktu selama pekerjaan itu belum selesai. Apabila
salah satu pihak membatalkan ji'alah sebelum pekerjaan dilaksanakan, maka keadaan ini tidak
memunculkan akibat hukum. Artinya pihak kedua tidak berhak terhadap upah yang dijanjikan
karena pekerjaan belum dilaksanakan.
Dalam SBIS Ju'alah, Bank Indonesia bertindak sebagai ja'il (pemberi pekerjaan); bank
syariah bertindak sebagai maj'ul lah (penerima pekerjaan); dan objek/underlying Ju'alah
(mahall al-aqdu) adalah partisipasi bank syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia
dalam pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan
menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan jangka waktu tertentu.
12
Abdul Aziz Dahlan (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, 3, Ji’alah, (Jakarta: Pt.Ikhtiar Baru Van Hoeve,
1997), hal. 817
9
d. Bank Indonesia berkewajiban mengembalikan dana SBIS Ju'alah kepada
pemegangnya pada saat jatuh tempo.
e. Bank syariah hanya boleh/dapat menempatkan kelebihan likuiditasnya pada SBIS
Ju'alah sepanjang belum dapat menyalurkannya ke sektor riil.
f. SBIS Ju'alah merupakan instrumen moneter yang tidak dapat diperjualbelikan (non
tradeable) atau dipindahtangankan, dan bukan merupakan bagian dari portofolio
investasi bank syariah.13
BAB III
PENUTUP
13
Fatwa DSN MUI No. 64/DSN-MUL/XII/2007 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah Ju'alah (SBIS
Ju'alah).
10
A. Kesimpulan
Ijarah merupakan transaksi terhadap manfaat suatu barang dengan suatu imbalan,
yang disebut dengan sewa-menyewa. Ijarah juga mencakup transaksi terhadap suatu
pekerjaan tertentu, yaitu adanya imbalan yang disebut juga dengan uoah-mengupah.
Wakalah merupakan perjanjian antara seseorang (pemberi kuasa) dengan orang lain
(orang yang menerima kuasa) untuk melaksanakan tugas tertentu atas nama pemberi kuasa.
JI’alah merupakan hadiah atau upah yang diberikan kepada seseorang karena
mengerjakan suatu pekerjaan tertentu, misalnya upah terhadap perbuatan untuk menemukan
barang yang hilang, berhasil membangun suatu bangunan, atau berhasil mengajarkan seorang
anak menghafal al-Qur’an.
B. Saran
Pemakalah mohon maaf jika pembaca menemukan banyak kesalahan dan kekurangan
pada makalah ini, karena manusia tidak luput dari kesalahan. Pemakalah menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka untuk itu kami sebagai pemakalah sangat
membutuhkan kritik dan saran yang membimbing agar pembuatan makalah di kemudian hari
dapat sempurna. Semoga makalah berikut dapat di selesaikan dengan hasil yang lebih baik
lagi.
DAFTAR PUSTAKA
11
al-Khafif Ali, Ahkama I-Mu’amalat al-Syar’iyyah, (Beirut: Dar al-Fikr, t.tp.),
hal.403
Ibid.
Sabiq Sayyid, Fiqh Sunnah, Vol.3 (Beirut : Dar al-Kitab al¬¬-’Arabi, 1971),
hal.177
Sabiq Sayyid, Fiqh as-Sunnah, juz 3, (Libanon: Darul Fikri, 1983), hal. 292
12