Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran dan Sunnah merupakan pilar utama dan sumber hukum yang paling utama. Al-
Qur’an dan sunnah itu mempunyai daya atur yang universal, meliputi segenap aspek dalam
persoalan kehidupan umat manusia di dunia. Hal itu dapat dilihat dari teksnya yang selalu tepat
untuk diimplikasikan dalam kehidupan aktual, misalnya daya jangkauan dan daya aturnya dalam
bidang muamalah duniawiyah.
Muamalah ialah kegiatan yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan tata cara
hidup sesama manusia untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari.1 Dan menurut Muhammad
Yusuf Musa adalah peraturan-peraturan Allah yang diikuti dan ditaati dalam hidup
bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia. Dari pengertian di atas, dapat diketahui
bahwa fiqh muamalah adalah aturan-aturan (hukum) Allah SWT, yang ditunjukan untuk
mengatur kehidupan manusia dalam urusan keduniaan atau urusan yang berkaitan dengan urusan
duniawi dan sosial kemasyarakatan. 2 Menurut pengertian ini, manusia, kapanpun dan
dimanapun, harus senantiasa mengikuti aturan yang ditetapkan oleh Allah SWT, sekalipun ada
pemisahan antara amal dunia dan amal akhirat, sebab sekecil apapun aktivitas manusia didunia
harus didasarkan pada ketetapan Allah SWT agar kelak selamat diakhirat.
Dalam bermu'amalah manusia selalu membutuhkan bantuan dari orang lain, karena
manusia disebut sebagai makhluk sosial (Zone Politicon). Berarti manusia tidak dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Interaksi antar sesama manusia
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia demi kelangsungan hidupnya. Dalam kehidupan
bermuamalah, Islam telah memberikan garis kebijaksanaan perekonomian yang jelas. Transaksi
bisnis merupakan hal yang sangat diperhatikan dan dimuliakan oleh Islam. Perdagangan yang
jujur sangat disukai oleh Allah SWT. Allah SWT memberikan rahmat-Nya kepada orang-orang
yang berbuat demikian. Perdagangan, bisa saja dilakukan oleh individual atau perusahaan dan
berbagai lembaga tertentu yang serupa.
Kegiatan bermuamalah salah satunya adalah berniaga atau berdagang. Kegiatan tersebut
merupakan anjuran dari Rasulullah SAW. Jual beli merupakan suatu perjanjian tukar-menukar

1
Hendi Suhendi, Fikih Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 1

2
Rachmat syafei, Fiqih Muamalah (Bandung : Pustaka Setia, 2001), hlm 15

1
barang atau benda yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu
menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan
yang telah dibenarkan oleh syara‟ dan disepakati.3

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep fiqih muamalah?
2. Bagaimanakah ruang lingkup fiqih muamalah?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui konsep fiqih muamalah
2. Untuk mengetahui ruang lingkup fiqih muamalah

3
Hendi Suhendi, Fikih Muamalah, …. hlm. 68

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP FIQIH MUAMALAH


1. Pengertian Fiqih Muamalah
Kata fiqh secara etimologi adalah (‫ )الفقه‬yang memiliki makna pengertian atau
pemahaman.4 Menurut terminologi, fiqh pada mulanya berarti pengetahuan keagamaan yang
mencakup seluruh ajaran agama, baik berupa aqidah, akhlak, maupun ibadah sama dengan arti
syari’ah islamiyah. Namun, pada perkembangan selanjutnya, fiqh diartikan sebagai bagian dari
syariah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syari’ah Islamiyah yang berkaitan dengan
perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil yang terinci.
Secara bahasa Muamalah berasal dari kata amala yu’amilu yang artinya bertindak, saling
berbuat, dan saling mengamalkan. Sedangkan menurut istilah Muamalah adalah tukar menukar
barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditentukan. 5 Muamalah juga dapat
diartikan sebagai segala aturan agama yang mengatur hubungan antara sesama manusia, dan
antara manusia dan alam sekitarnya tanpa memandang perbedaan.
Aturan agama yang mengatur hubungan antar sesama manusia, dapat kita temukan dalam
hukum islam tentang perkawinan, perwalian, warisan, wasiat, hibah perdagangan, perburuan,
perkoperasian dll. Aturan agama yang mengatur hubungan antara manusia dan lingkungannya
dapat kita temukan antara lain dalam hukum Islam tentang makanan, minuman, mata
pencaharian, dan cara memperoleh rizki dengan cara yang dihalalkan atau yang diharamkan.
Firman Allah dalam surat An Nahl ayat 89:
            
         
   
Artinya: “(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami, bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi
atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas
seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan

4
Ahmad Munawwir, Kamus Arab –Indonesia Terlengkap, (Surabaya:Pustaka Progresif, 1997), hal. 1068

5
Rachmad Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hal. 14

3
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah
diri.”(QS.An-Nahl: 89)6
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan pengertian dari Fiqh Muamalah ialah
peengetahuan ketentuan-ketentuan hukum tentang usahausaha memperoleh dan mengembangkan
harta, jual beli, hutang piutang dan jasa penitiapan diantara anggota-anggota masyarakat sesuai
keperluan mereka, yang dapat dipahami dan dalil-dalil syara’ yang terinci.
Fiqh Muamalah menurut para ahli dalam arti luas:7
1. Menurut Ad-Dimyati, fiqh muamalah adalah aktifitas untuk menghasilkan duniawi
menyebabkan keberhasilan masalah ukhrawi.
2. Menurut pendapat Muhammad Yusuf Musa yaitu ketentuan-ketentuan hukum mengenai
kegiatan perekonomian, amanah dalam bentuk titipan dan pinjaman, ikatan kekeluargaan,
proses penyelesaian perkara lewat pengadilan, bahkan soal distribusi harta waris.
3. Menurut pendapat Mahmud Syaltout yaitu ketentuan-ketentuan hukum mengenai
hubungan perekonomian yang dilakukan anggota masyarakat, dan bertendensikan
kepentingan material yang saling menguntungkan satu sama lain.
4. H. Lammens, S.J., guru besar bidang bahasa Arab di Universitas Joseph, Beirut
sebagaimana dikutip dalm buku Pengantar Fiqh Mu’amalah karya Masduha
Abdurrahman, memaknai fiqh sama dengan syari’ah. Fiqh, secara bahasa menurut
Lammens adalah wisdom (hukum). Dalam pemahamannya, fiqh adalah rerum divinarum
atque humanarum notitia (pengetahuan dan batasan-batasan lembaga dan hukum baik
dimensi ketuhanan maupun dimensi manusia).
5. Abdul Wahab Khallaf mendefinisikan fiqh dengan pengetahuan tentang hukum-hukum
syara’ mengenai perbuatan manusia yang diusahakan dari dalil-dalil yang terinci atau
kumpulan hukum syara’ mengenai perbuatan manusia yang diperoleh dari dalil-dalil yang
terinci.
Aturan-aturan Allah ini ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan yang
berkaitan dengan urusan duniawi dan sosial kemayarakatan. Manusia kapanpun dan dimanapun
harus senantiasa mengikuti aturan yang telah ditetapkan Allah sekalipun dalam perkara yang
bersifat duniawi sebab segala aktifitas manusia akan dimintai pertanggung jawabannya kelak di
6
Depatemen Agama Republik Indonesia, Syaamil Al-Qur’an Miracle The refrerence,(Bandung, Sygma
Publising, 2010) Surah An-Nahl Jus 14 Ayat 89, hal. 551

7
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hal. 70-71

4
akhirat. Dalam Islam tidak ada pemisahan antara amal perbuatan dan amal akhirat, sebab sekecil
apapun aktifitas manusia di dunia harus didasarkan pada ketetapan Allah SWT agar kelak
selamat di akhirat.
Fiqh Muamalah menurut para ahli dalam arti sempit:8
1. Menurut Hudhari Beik, muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia saling
menukar manfaat.
2. Menurut Idris Ahmad adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan
manusia dalam usahanya mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang
paling baik.
Jadi pengertian Fiqh muamalah dalam arti sempit lebih menekankan pada keharusan
untuk menaati aturan-aturan Allah yang telah ditetapkan untuk mengatur hubungan antara
manusia dengan cara memperoleh, mengatur, mengelola, dan mengembangkan mal (harta
benda). Fiqh muamalah juga membahas tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak yang
melakukan akad agar setiap hak sampai kepada pemiliknya serta tidak pihak yang mengambil
sesuatu yang bukan haknya.

2. Prinsip-Prinsip Fiqh Muamalah


Dalam mengatur hubungan antar manusia dengan manusia lain yang sasarannya adalah
harta benda fiqh muamalah mempunyai prinsip-prinsip untuk dijadikan acuan dan pedoman
untuk mengatur kegiatan muamalah. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:9
a. Muamalah adalah Urusan Duniawi maksudnya adalah urusan muamalah berbeda dengan
ibadah di mana dalam ibadah semua perbuatan dilarang kecuali yang diperintahkan
sedangkan dalam muamalah semua boleh dilakukan kecuali yang dilarang, oleh karena
itu semua bentuk transaksi dan akad muamalah boleh dilakukan oleh manusia asal tidak
bertentangan dengan ketentuan syara’.
b. Muamalah adalah Urusan Duniawi maksudnya adalah urusan muamalah berbeda dengan
ibadah di mana dalam ibadah semua perbuatan dilarang kecuali yang diperintahkan
sedangkan dalam muamalah semua boleh dilakukan kecuali yang dilarang, oleh karena

8
Syafei, Fiqh Muamalah..., hal. 16

9
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010) hal. 3-6

5
itu semua bentuk transaksi dan akad muamalah boleh dilakukan oleh manusia asal tidak
bertentangan dengan ketentuan syara’.

B. RUANG LINGKUP FIQIH MUAMALAH


Dalam ruang lingkupnya Fiqh Muamalah dibagi menjadi 2 yaitu AlMuamalah Al-
Adabiyah dan Al-Muamalah Al-Madin.
1. Al-Muamalah Al-Adabiyah
Yaitu muamalah yang ditinjau dari segi cara tukar menukar benda yang
bersumber dari panca indera manusia, yang unsur penegaknya adalah hak-hak dan
kewajiban-kewajiban. Ruang lingkup fiqh muamalah yang bersifat Adabiyah
mencangkup beberapa hal berikut ini:
a. Ijab Qabul
b. Saling meridhai
c. Tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak
d. Hak dan kewajiban
e. Kejujuran pedagang
f. Penipuan
g. Pemalsuan
h. Penimbunan
i. Segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang ada kaitannya dengan
peredaran harta dalam hidup bermasyarakat.
2. Al-Muamalah Al-Madiyah
Yaitu muamalah yang mengkaji objeknya sehingga sebagian para ulama
berpendapat bahwa muamalahal-madiyah adalah muamalah yang bersifat kebendaan
karena objek fiqh muamalah adalah benda yang halal, haram, dan syubhat untuk diperjual
belikan. benda-benda yang memadharatkan, benda-benda yang mendatangkan
kemaslahatan bagi manusia, dan beberapa segi lainnya. Beberapa hal yang termasuk ke
dalam ruang lingkup muamalah yang bersifat Madiyah adalah sebagai berikut:

a. Jual beli (al-Bai’ al-Tijarah)

6
Menurut etimologi, jual beli adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Kata
lain dari jual beli adalah al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah.
Menurut terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya,
antara lain :
 Menurut ulama Hanafiyah:10 Jual beli adalah ”pertukaran harta (benda) dengan harta
berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan).”
 Menurut Imam Nawawi11 dalam Al-Majmu’ : Jual beli adalah ”pertukaran harta dengan
harta untuk kepemilikan.”
 Menurut Ibnu Qudamah12 dalam kitab Al-mugni ‘ : Jual beli adalah ”pertukaran harta
dengan harta, untuk saling menjadikan milik.”
Pengertian lainnya Jual beli ialah persetujuan saling mengikat antara penjual (yakni pihak
yang menyerahkan/menjual barang) dan pembeli (sebagai pihak yang membayar/membeli
barang yang dijual). Pada masa Rasullallah SAW harga barang itu dibayar dengan mata uang
yang terbuat dari emas (dinar) dan mata uang yang terbuat dari perak (dirham).
Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus
dipenuhi agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum Islam).
 Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan pembeli adalah :
1. Berakal,
2. Baliqh,
3. Berhak menggunakan hartanya.
 Adapun syarat-syarat ijab kabul adalah :
1. Orang yang mengucap ijab kabul telah akil baliqh.
2. Kabul harus sesuai dengan ijab.
3. Ijab dan kabul dilakukan dalam suatu majlis.
 syarat-syarat barang yang diperjual-belikan antara lain :
1. Barang yang diperjual-belikan itu halal.
2. Barang itu ada manfaatnya.
3. Barang itu ada ditempat, atau tidakada tapi ada ditempat lain.
10
Alaudin Al-Kasyani, Badai’ Ash-Shanai’fi Tartib Asy-Syarai’. Juz V, Hlm. 133

11
Muhammad Asy-Syarbini, Mugni Al-Muhtaj. Juz II, hlm. 2

12
Ibnu Qudamah, Al-Mugni. Juz III, hlm. 559

7
4. Barang itu merupakan milik si penjual atau dibawah kekuasaanya.
 Adapun syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual itu adalah :
1. Harga jual disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.
2. Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli, walaupun
secara hukum, misalnya pembayaran menggunakan kartu kredit.
3. Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-muqayadah (nilai tukar barang yang
dijual bukan berupa uang tetapi berupa uang.13

b. Sewa Menyewa (Ijarah)


Menurut etimologi, ijarah adalah ‫ع المنفعه‬RR‫( بي‬menjual manfaat). Demikian pula artinya
menurut terminology syara’. Untuk lebih jelasnya, di bawah akan dikemukakan beberapa definisi
ijarah menurut pendapat beberapa ulama fiqh:
a) Ulama Hanafiyah:14
‫عقد عل المنا فع بعو ض‬
Artinya: Akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti
b) Ulama Asy-Syafi’iyah:15
“Akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah, serta
menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu”
c. Ulama Malikiyah16 dan Hanabilah17
“Menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu dengan pengganti”.
Berdasarkan definisi-definisi diatas, ijarah adalah menukar sesuatu dengan ada
imbalannya, diterjemahkan menjadi sewa-menyewa dan upah mengupah. Sewa-menyewa adalah
‫( المنفعة بيع‬menjual manfaat) dan upah mengupah adalah ‫( بيع القو ة‬menjual tenaga atau kekuatan).
Sewa digunakan untuk benda, seperti “seseorang menyewa kamar untuk tempat tinggal.”
Sedangkan upah digunakan untuk tenaga, seperti “para karyawan bekerja ditoko dibayar
upahnya per hari”. Dalam bahasa arab upah dan sewa disebut ijarah.

13
Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah,…. h. 65
14
Alauddin Al-Kasani, Badai’ Ash-Shana’I fi TartibAsy-Syara’i, juz IV, hlm. 174

15
Muhammad Asy-Syarbini, Mugni Al-Muhtaj, juz II, hlm. 332

16
Syarh Al-Kabir li Dardir, juz IV, hlm. 2

17
Ibn Qudamah. Al-Mugni, juz V, hlm. 398

8
Dengan demikian pengertian ijarah dapat di simpulkan yaitu suatu transksi baik berupa
barang maupun jasa dengan menjual manfaat dan serta ada pengganti baik di awal transaksi atau
di masa habis berlakunya ijarah atau sewa itu sendiri.

c. Salam
Salam berasal dari kata As salaf yang artinya pendahuluan karena pemesan barang
menyerahkan uangnya di muka.Para ahli fikih menamainya al mahawi’ij (barang-barang
mendesak) karena ia sejenis jual beli yang dilakukan mendesak walaupun barang yang
diperjualbelikan tidak ada di tempat.”Mendesak”,dilihat dari sisi pembeli karena ia sangat
membutuhkan barang tersebut di kemudian hari sementara dari sisi penjual,ia sangat
membutuhkan uang tersebut.
Salam dapat didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual beli di mana barang yang
diperjualbelikan belum ada ketika transaksi dilakukan,dan pembeli melakukan pembayaran di
muka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.PSAK 103 mendefinisikan
salam sebagai akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari
oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli (al muslam) pada saat
akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.Untuk menghindari resiko yang
merugikan,pembeli boleh meminta jaminan dari penjual.
Rukun salam ada 3,yaitu :
a. Pelaku,terdiri atas penjual (muslam illaihi) dan pembeli (al muslam).
b. Objek akad berupa barang yang akan diserahkan (muslam fiih) dan modal salam (ra’su
maalis salam).
c. Ijab kabul/serah terima.

d. Hutang Piutang (Qiradh)


Di dalam fiqih Islam, hutang piutang atau pinjam meminjam telah dikenal dengan istilah
Al-Qardh. Makna Al-Qardh secara etimologi (bahasa) ialah Al-Qath’u yang berarti memotong.
Diartikan demikian karena orang yang memberikan utang memotong sebagian dari hartanya
untuk diberikan kepada yang menerima utang.
Sedangkan secara terminologis (istilah syar’i), makna Al-Qardh ialah menyerahkan harta
(uang) sebagai bentuk kasih sayang kepada siapa saja yang akan memanfaatkannya dan akan

9
dikembalikan berdasarkan kesepakatan yang telah disepakati. Atau dengan kata lain, Hutang
Piutang adalah memberikan sesuatu yang menjadi hak milik pemberi pinjaman kepada peminjam
dengan pengembalian di kemudian hari sesuai perjanjian dengan jumlah yang sama. Jika
peminjam diberi pinjaman Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) maka di masa depan si peminjam
akan mengembalikan uang sejumlah satu juta juga. Meberikan utang merupakan kebajikan yang
membawa kemudahan kepada muslim yang mengalami kesulitan dan membantunya dalam
memenuhi kebutuhan.18
Adapun yang menjadi rukun qardh adalah:
1. Muqridh (yang memberikan pinjaman).
2. Muqtaridh (peminjam).
3. Qardh (barang yang dipinjamkan)
4. Ijab qabul
Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam akad qardh adalah:
1. Orang yang melakukan akad harus baligh, dan berakal.
2. Qardh harus berupa harta yang menurut syara’ boleh digunakan/dikonsumsi.
3. Ijab qabul harus dilakukan dengan jelas.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

18
Al-Fauzan, shaleh. Fiqih Sehari-hari. (Jakarta: Gema Insani Press, 2005). h. 31

10
Fiqh Muamalah adalah pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi yang berdasarkan
hukum-hukum syariat mengenai perilaku manusia dalam kahidupannya yang diperoleh dari dalil-
dalil Islam secara rinci.
Secara umum ruang lingkup Fiqih Muamalah terdiri dari pertama, ruang lingkup
Adabiyah yaitu mencakup segala aspek yang berkaitan dengan masalah adab dan akhlak, seperti
ijab dan qabul, riba, garar, maisir saling meridai, tidak ada keterpaksaan, kejujuran penipuan,
pemalsuan, penimbunan dan segala sesuatu yang bersumber dari indra manusia yang kaitannya
dengan harta dalam hidup bermasyarakat. Kedua, ruang lingkup Madiyah yaitu mencakup segala
aspek yang terkait dengan kebendaan, yang halal haram dan subhat untuk diperjual belikan,
benda-benda yang menimbulkan kemudharatan dan lain-lain. Dalam aspek madiyah ini
contohnya adalah akad, jual beli, jual beli salam dan istishna’, ijarah, qardh, hawalah, rahn,
mudharabah, wadi’ah dan lain-lain.
Para ulama fiqih telah mencoba mengadakan pembidangan ilmu fiqih, namun diantara
mereka terjadi perbedaan pendapat dalam pembidangannya.
Ada yang membaginya menjadi dua bagian besar, yaitu:
1. Ibadah, yakni segala perbuatanyang dikerjakan untuk mendekatkan diri kepada Allah,
seperti shalat, shiyam, zakat, haji, dan jihad.
2. Muamalah, yakni segala persoalan yang berkaitan dengan urusan dunia dan undang-
undang.

B. Saran
Fiqih Muamalah sangat penting untuk dipelajari terutama bagi para pencari ilmu yang
ingin lebih tahu lebih jauh tentang hubungan-hubungan antar manusia dengan syariat Islam.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Munawwir, Kamus Arab –Indonesia Terlengkap, Surabaya:Pustaka Progresif, 1997

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Jakarta: Amzah, 2010

Alaudin Al-Kasyani, Badai’ Ash-Shanai’fi Tartib Asy-Syarai’. Juz V,

Al-Fauzan, shaleh. Fiqih Sehari-hari. Jakarta: Gema Insani Press, 2005. h. 31

Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993

Depatemen Agama Republik Indonesia, Syaamil Al-Qur’an Miracle The refrerence,

(Bandung, Sygma Publising, 2010 Surah An-Nahl Jus 14 Ayat 89

Hendi Suhendi, Fikih Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005

Ibnu Qudamah, Al-Mugni. Juz III,

Muhammad Asy-Syarbini, Mugni Al-Muhtaj, juz II,

Muhammad Asy-Syarbini, Mugni Al-Muhtaj. Juz II,

Rachmad Syafei, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001

Ibn Qudamah. Al-Mugni, juz V, hlm. 398

Syarh Al-Kabir li Dardir, juz IV, hlm. 2

12

Anda mungkin juga menyukai