Anda di halaman 1dari 9

AYAT NASIKH WAL MANSUKH

TENTANG RIBA

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Individu


Mata Kuliah :Nasikh Wal Mansukh

Dosen Pengampu:
Husni Idrus, Lc.,M.Si

Oleh:
Mursyidul Mas’ud : 173042009

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
IAIN SULTAN AMAI GORONTALO
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini saya
membahas mengenai penjelasan ayat nasikh wal mansukh tentang riba . Atas
dukungan yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka kami
mengucapkan terima kasih.

Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Akhir kata saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah untuk selanjutnya.

Gorontalo, 17 juli 2020

Mursyidu Mas’ud
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Riba merupakan pendapatan yang di peroleh secara tidak adil. Riba telah
berkembang sejak zaman jahiliyah hingga sekarang ini. Sejak itu banyaknya
masalah-masalah ekonomi yang terjadi di masyarakat dan telah menjadi tradisi
bangsa arab terhadap jual beli maupun pinjam-meminjam barang dan jasa.
Sehingga sudah mendarah daging, bangsa arab memberikan pinjaman kepada
seseorang dan memungut biaya jauh di atas dari pinjaman awal yang di berikan
kepada peminjam akibatnya banyaknya orang lupa akan larangan riba.

Sejak datangnya Islam di masa Rasullullah saw. Islam telah melarang


adanya riba. Karena sudah mendarah daging, Allah SWT melarang riba secara
bertahap. Allah SWT melaknat hamba-hambanya bagi yang melakukan perbuatan
riba. Perlu adanya pemahaman yang luas, agar tidak terjerumus dalam Riba.
Karena Riba menyebabkan tidak terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara
menyeluruh.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Riba?
2. Bagaimana penjelasan ayat nasikh wal mansukh terkait Riba?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Riba

Riba adalah penetapan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat


pengembalian berdasarkan presentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang
dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna Ziyadah (tambahan).
Dalam pengertian lain, secara linguistic riba juga berarti tumbuh dan membesar.
Sedangkan menurut istilah, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok
atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, tetapi
secara umum tetapi secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa
riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam
meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.

B. Penjelasan Ayat Nasikh wal Mansukh tentang Riba

Ayat yang diturunkan berkenaan dengan riba dalam al-Qur’an cukup


banyak. Sehingga banyak orang menganggap ayat-ayat tersebut terjadi proses
nasakh wal mansukh. Mereka mengatakan bahwa pengharaman riba oleh Allah
Swt adalah bertahap. Adapun urutan yang mereka ungkapkan adalah sebagai
berikut:

   


  
   
    
   
 
 

Artinya: “dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah
pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa
yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya)”.

Mereka mengatakan ayat ini diturunkan dimakkah tetapi tidak


menunjukan isyarat apapun mengenai haramnya riba. Kemudian turun ayat:

  


  
  
   
  
  
  
  
 
  


Artinya: “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas


(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) Dihalalkan bagi mereka,
dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan
disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang
batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu
siksa yang pedih”.

Mereka mengatakan ayat ini diturunkan dimadinah sebelum perang Bani


Quraidzah. Ayat ini menggambarkan sifat orang Yahudi yang menjalankan
praktik riba. Mereka mengatakan inilah yang mengharamkan segala bentuk
praktik riba dengan tegas dan bersifat mutlak. Namun pada pembahasan yang
benar mengenai nasikh wal mansukh adalah bahwa masalah riba tidak terjadi
nasikh wal mansukh. Hal ini dapat dilihat dari beberapa argumentasi berikut:

1. Surah Ar-Ruum ayat 39


Imam Qurtubi dalam tafsirnya mengatakan bahwa ayat tersebut tidak
membahas masalah riba, melainkan membahas masalah hadiah. Ibnu Katsir
mengomentari ayat ini dalam tafsirnya, “Barang siapa yang memberikan sesuatu
kepada seseorang dengan harapan orang tersebut akan membalas dengan
pemberian yang lebih baik dari pada yang telah diberikan, maka pemberian
tersebut tidak bernilai pahala disisi Allah Swt.”
Jadi, kata riba disini bukanlah riba yang dimaksud sebagai tambahan
yang diperoleh dari seseorang yang meminjamkan sesuatu dengan tempo. Tapi
dalam arti bahasa, yaitu sebagai tambahan saja.

2. Surah An-Nisa ayat 160-161


Ibnu Katsir mengomentari ayat ini, beliau mengatakan “disebabkan
kedzaliman Yahudi, maka Allah mengharamkan kepada mereka makanan yang
sebelumnya dihalalkan untuk mereka, yakni tiada lain kami mengharamkan hal itu
karena mereka berhak mendapatkannya sebab mereka merka telah melampaui
batas, durhaka.” Jelaslah bahwa ayat ini sangat menegaskan atas pengharaman
riba yang bersifat mutlak.

3. Surah Ali Imran ayat 130


Sebenarnya ayat ini tidak sekedar mengharamkan riba yang berlipat
ganda, tapi semua jenis riba secara keseluruhan. Memang benar ayat tersebut
hanya menyebutkan riba yang biasa terjadi pada saat itu, tapi tidak berarti hanya
riba tersebut saja yang diharamkan. Melainkan untuk semua jenis riba
diharamkan. Penjelasan ini semua dapat dilihat dalam kitab tafsir Fathul Qadir
karangan Imam Asy-Syaukani, Tafsir Ahkam karangan Imam Asy-Sayyis yang
mengatakan bahwa ayat ini tidak ada mafhum mukhalafahnya karena
bertentangan dengan bentuknya. Sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa selain
riba yang berlipat ganda adalah halal.

4. Surah al-Baqarah ayat 278


Imam Ath-Thabari dalam al-Bayan mengatakan bahwa ayat ini bercerita
tentang kaum yang baru masuk Islam yang sebelumnya mereka lakukan riba yang
belum tuntas. Dan Allah Swt memaafkan riba yang telah mereka ambil sebelum
masuk Islam. Sementara sisa riba setelah mereka masuk Islam disuruh untuk
ditinggalkan.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa ayat ini terkait dengan
cerita Zaid bin Aslam tentang bani Amr bin Umair dari Tasqif yang terkait riba
dengan bani Mughirah dari bani Makhzum sebelum mereka masuk Islam.
Kemudian Ibnu Katsir mengatakan bahwa ayat ini merupakan peringatan keras
dan ancaman yang tegas bagi orang yang masih melaksanakan praktik riba setelah
diberi peringatan.

Mengenai riba ini tidak ada penghapusan ayat dalam al-Qur’an, karena
hukum riba itu sendiri bersifat mutlak. Hukum atas keharamnnya tidak dapat
dirubah dalam hal apapun. Mayoritas ulama bersepakat atas pengharaman segala
jenis riba, baik riba nasi’ah maupun riba fadhl. Imam Malik berpendapat dalam
kita al-Muwaththa’ bahwa itu adalah pendapat Ibnu Abbas pertama kali. Akan
tetapi, ia mengoreksi pendapatnya setelah mendapati berbagai riwayat hadits-
hadits shahih yang mengharamkan riba sebagaimana dibahas dalam kitab nasikh
wal Mansukh karya al-Hazimi.

Abu Ja’far mengatakan Allah Swt mengahalalkan keuntungan dalam


perdagangan dan jual beli, serta mengharamkan riba, yakni adanya tambahan yang
disebabkan penundaan pelunasan hutang setelah jatuh tempo. Meskipun keduanya
menghendaki adanya tambahan, Allah Swt menghalalkan bentuk tambahan pada
jual beli dan tidak pada hutang piutang. Hal tersebu adalah urusan Allah Swt, dia
berbuat sesuai apa yang dikehendaki-Nya. Oleh karena itu kita dituntut untuk taat
dan tidak menentang perkara ini.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat


pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang
dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan).
Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta
pokok atau modal secara bathil. Macam-macam riba yaitu: Riba Yad, Riba
Jahiliyah, Riba Qardhi, Riba Fadli, dan Riba Nasi’ah.

Di masa sekarang ini riba banyak di temukan di bank konvensional.


Faktor-faktor yang melatar belakangi perbuatan memakan hasil riba yaitu: Nafsu
dunia kepada harta benda, serakah harta, tidak pernah merasa bersyukur dengan
apa yang telah Allah SWT berikan, imannya lemah, serta selalu ingin menambah
harta dengan berbagai cara termasuk riba.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Bantani, Nawawi. Maraqi AL-‘Ubudiyyah, Jakarta Selatan: Yayasan Wali,


2016.

Nashr Akbar, Al-Faizin, Abdul Wahid. Tafsir Ekonomi Kontemporer, Jakarta:


Gema Insani, 2018.

Nasrudin, Juhana. Kaidah Ilmu Tafsir al-Qur’an Praktis, Yogyakarta: Budi


Utama, 2017.

Anda mungkin juga menyukai