Anda di halaman 1dari 9

KAIDAH MEMAHAMI AZ-ZIYADAH

DALAM RASM UTSMANI

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Individu


Mata Kuliah :Rasm Utsmani

Dosen Pengampu:
Husni Idrus, Lc.,M.Si

Oleh:
Mursyidul Mas’ud : 173042009

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
IAIN SULTAN AMAI GORONTALO
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini saya
membahas mengenai penjelasan kaidah-kaidah az-Ziyadah. Atas dukungan yang
diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka kami mengucapkan terima kasih.

Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Akhir kata saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah untuk selanjutnya.

Gorontalo, 17 juli 2020

Mursyidu Mas’ud
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an sebagai kalam Allah memiliki kemukjizatan dari berbagai


aspeknya. Hal ini tidak lepas dari kedudukan al-Qur’an sebagai risalah Allah bagi
seluruh umat manusia. Untuk mengetahui betapa besarnya rahasia al-Qur’an maka
perlu mengkaji makna dan kandungan ayat-ayatnya, sehingga bentuk daripada
pengetahuan terhadap al-Qur’an adalah bagaimana mengetahui penafsiran al-
Qur’an itu sendiri. Penafsiran al-Qur’an membutuhkan perangkat ilmu untuk
membantu memahami makna-maknanya. Salah satu aspek yang menabjukkan
adalah dari sisi kebahasaannya.

Tafsir dengan pendekatan kebahasaan sangat diperlukan dalam


memahami al-Qur’an di samping karena al-Qur’an menggunakan bahasa arab
yang penuh dengan sastra, balaghah, fashahah, bayan, tamsil dan retorika, al-
Qur’an juga diturunkan pada masa kejayaan syair dan linguistik. Bahkan pada
awal Islam, sebagian orang masuk Islam hanya karena kekaguman linguistik dan
kefasihan al-Qur’an.

Kandungan dan cakupan bahasa arab yang amat luas tentu akan
menimbulkan keragaman tafsir lughawi, mulai dari metode penyajian,
pembahasan hingga jenis-jenisnya. Keragaman tersebut tidak bisa dilepaskan dari
kecenderungan setiap mufassir dalam mengkaji dan menyajikan al-Qur’an kepada
audiensnya. Disamping itu, kapasitas intelektual seorang mufassir juga sangat
berperan dalam menafsirkan al-Qur’an melalui pendekatan linguistik.

B. Rumusan Masalah

a. Apa defenisi az-Ziyadah?


b. Bagaimana kaidah-kaidah memahami ziyadah dalam Rasm Utsmani?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Az-Ziyadah

Kata ziyadah secara etimologi berakar dari huruf ‫ز‬-‫ي‬-‫ د‬yang berarti
tambahan, kelebihan. Secara terminologi, ulama berbeda pendapat tentang definisi
al-ziyadah yang satu sama lain saling berkaitan, meskipun ada perbedaan yang
signifikan. Perbedaan itu disebabkan tujuan mereka menggunakan al-ziyadah. Di
antara ulama tersebut adalah:

1. Ulama Nahwu mengatakan bahwa al-ziyadah adalah lafaz yang tidak memiliki
posisi dalam i’rab. Artinya az-Ziyadah bagi mereka bukan terletak pada makna,
akan tetapi terletak pada lafaz-lafaz tersebut. Begitupun yang dimaksud oleh
ulama tashrif.

2. Ulama Bahasa berpendapat bahwa az-Ziyadah adalah penambahan huruf atau


lafaz yang tidak mempenyai arti dan faedah sama sekali, hanya sebagai
penghias kata.

3. Ulama Tafsir cenderung berpendapat sama dengan ulama nahwu, terlebih lagi
bahwa az-Ziyadah tidak mungkin terjadi dalam al-Qur’an jika yang dimaksud
al-ziyadah adalah penambahan huruf atau lafaz yang tidak berfaiedah atau sia-
sia. Hanya ulama tafsir memperingatkan agar waspada menggunakan istilah
ziyadah karena dapat menimbulkan kesalahpahaman dan kebimbangan dalam
masyarakat awam.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam makalah ini, yang dimaksud


dengan al-ziyadah adalah penambahan huruf atau lafaz yang mempunyai tujuan
dan faedah tertentu yang tidak didapatkan ketika lafaz tersebut dibuang. Namun
jika lafaz tersebut dibuang, maka makna dasarnya tidak rusak atau berubah.
B. Kaidah-Kaidah Az-Ziyadah

Penambahan (al-ziyadah) disini berarti penambahan huruf alif atau ya


atau hamza pada kata-kata tertentu.
a. Penambahan huruf alif
1. sesudah waw apda akhir setiap isim jama’ kata benda berbentuk jamak
atau mempunya hokum jamak
2. Penambahan huruf alif sesudah hamza (hamza yang ditulis di atas rumah
waw)
b. Penambahan huruf ya

Az-Ziyadah memiliki beberapa kaidah dalam memahami makna ayat


dalam al-Qur’an maupun mengetahui sumber penulisannya. Kaidah tersebut ada 4
macam yaitu:

1. “Tidak ada tambahan (ziyadah) dalam al-Qur’an”

Maksud dari kaidah ini adalah pada dasarnya tidak ada ziyadah dalam al-
Qur’an karena al-Qur’an itu sendiri disucikan dari segala bentuk kesia-siaan atau
penambahan-penambahan yang tidak memiliki faedah. Kaidah ini mencakup dua
hal:

a. Sesuatu yang tidak memiliki makna atau makna yang tidak dibutuhkan.
Bentuk al-ziyadah ini tidak mungkin terdapat dalam al-Qur’an karena
dianggap sia-sia dan dapat merusak kemukjizatannya.

b. Lafaz atau huruf yang tidak merusak makna aslinya jika dibuang, akan
tetapi penambahannya berimplikasi pada penambahan maknanya.

Oleh karena itu, al-Zarkasyi menjelaskan bahwa ungkapan ulama “Huruf


atau lafaz ini zaidah” bertujuan bahwa huruf atau lafaz tersebut jika dibuang tidak
akan merusak makna aslinya.
Terlepas dari polemik tentang pengungkapan kata ziyadah dalam al-
Qur’an, penulis beranggapan bahwa jika yang dimaksud -ziyadah adalah
penambahan yang tidak memiliki arti dan faedah, maka hal itu tidak mungkin
terjadi, namun jika yang dimaksud dengan ziyadah adalah penambahan yang tidak
merusak makna aslinya jika dihilangkan, sebagaimana ungkapan ulama nahwu
maka hal itu tidak ada masalah. Sebab kebutuhan terhadap sesuatu akan berbeda
satu sama lain sesuai dengan maksud dan tujuan.

2. “Penambahan menunjukkan adanya penambahan makna (Kekuatan lafaz


karena kuatnya makna)“

Yang dimaksud dengan kaidah ini adalah setiap kali ada penambahan
huruf atau penambahan wazan (timbangan lafaz) atau penambahan tasydid pasti
berdampak pada penambahan makna atau penegasannya.

Diantara contoh penambahan wazan adalah ‫ الرحمن‬lebih balig (kuat) dari


pada wazan ‫ الرحيم‬dimana kata ‫ الرحمن‬diarahkan pada kasih sayang Allah di dunia
yang mencakup semua makhluk-Nya, baik mukmin maupun kafir, sedangkan
‫ الرحيم‬dikhususkan pada hamba-hamba-Nya di akhirat saja. Begitu juga wazan
‫ الرحيم‬lebih kuat maknanya dari pada wazan ‫ الراحم‬karena ‫ الرحيم‬menunjukkan
makna yang berulangkali atau menjadi sifat, sedangkan ‫ الراحم‬menunjukkan makna
kasih sayang yang terjadi satu kali saja.

3. “Penggabungan dua kata yang serupa maknanya akan menghasilkan makna


yang tidak ditemukan ketika lafaz tersebut terpisah/tersendiri”

Penggunaan dua lafaz yang pada dasarnya mempunyai makna yang sama
(mutaradif) memberikan faedah tersendiri dibanding jika lafaz tersebut sendiri-
sendiri. Faedah yang dapat dihasilkan adalah faedah at-taukid (penguat/penegas)
dengan dasar bahwa penambahan huruf saja dapat memberikan makna tambahan,
apa lagi penambahan lafaz. Di antara contohnya adalah pengulangan lafaz ‫نداء‬
setelah lafaz‫ دعاء‬dalam QS. al-Baqarah ayat 171.
4. “Setiap huruf yang ditambahkan dalam kalimat Arab karena penegasan maka

statusnya sama dengan pengulangan kalimat tersebut”

Kaidah tersebut hampir sama dengan kaidah nomor dua yang


mengatakan bahwa penambahan bina’ akan berdampak pada penambahan makna.
Namun, kaidah kedua tersebut lebih mengarah pada penambahan atau perubahan
bina’, sedangkan kaidah keempat ini mengarah pada penambahan huruf, fi’il dan
isim, namun penambahan fi’il jarang terjadi atau sedikit sedangkan penambahan
isim lebih jarang lagi.
BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
Az-Ziyadah merupakan bagian dari kaidah-kaidah yang terkait dengan
kebahasaan atau balagah, khususnya ilm al-ma’ani, yang bertujuan untuk
memperkuat atau menegaskan sebuah kalimat sesuai dengan kebutuhan dalam arti
tidak mengambang dan tidak membingungkan. az-Ziyadah merupakan
penambahan huruf atau lafaz dengan tujuan tertentu.

Kaidah-kaidah yang terkait dengan az-Ziyadah ada empat yang pada


intinya adalah setiap ada penambahan dalam kalimat al-Qur’an, apakah
penambahan huruf atau penambahan lafaz memiliki dampak tertentu dan tujuan
tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Abu Hayyan, Muhammad ibn Yusuf al-Andalusi. Al-Bahr al-Muhit Fi al-Tafsir.


Baerut: Dar al-Fikr, 1992.
Al-Harani, Abu al-‘Abbas Taqy al-Din Ahmad al-Halim ibn Taimiyah. Majmu’al-
Fatawa. Dar al-Wafa, 2005.
AL-Qattan, Manna. Mabahis Fi ‘Ulum al-Qur’an. Beirut: Muassasah al-Bisalah,
1983.

Anda mungkin juga menyukai