Anda di halaman 1dari 20

AL-DILALAH AL- QUR’ANIYYAH; TA’RIFUHA WA

MAUDHU’UHA WA NASY’ATUHA
Makalah Ini Disusun Sebagai Salah Satu syarat ntuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Imu Balaghah

Disusun oleh :
Kelompok 1
Mauliyah Mahfudhoh (21211704)
Nur Afiani Triwardana (21211735)
Nurhidayatul Khoiriyah (21211743)

Dosen Pengampu :
Mohammad Husen, M.Ag.

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU ALQURANA (IIQ)
JAKARTA
2024/1445 H
KATA PENGANTAR PENULIS

Alhamdulillahi Rabbil Alamin segala puji bagi Allah swt yang telah
yang menurunkan Al-Qur'an sebagai mukjizat kekal sepanjang masa sebagai
penjelas atas segala sesuatu, dan yang telah memberikan nikmat baik itu
nikmat Iman, Islam, maupun Ihsan sehingga penulis mampu berbagi informasi
pengetahuan tentang Semantik Al-Qur’an. Shalawat serta salam yang selalu
tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah menjelaskan
Al- Qur'an kepada umatnya, dan telah menuntun umatnya dengan sunnahnya,
baik perkataan perbuatan maupun ketetapannya. Begitu pula kepada keluarga,
para sahabat, serta orang-orang yang dalam mengarungi hidup dan kehidupan
ini selalu menjadikan Al-Qur'an dan Hadits sebagai pedoman dan rujukan.

Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya
kepada bapak Mohammad Husen, M.Ag. selaku dosen pembimbing mata
kuliah Semantik Al-Qur’an, yang telah membimbing dan memotivasi kami
dalam penulisan makalah ini. Kami mengucapkan rasa terima kasih kepada
para pembaca, semoga apa yang kami tuliskan dalam makalah ini akan
menjadi ilmu yang bermanfaat.

Terakhir kali, jika ada kebenaran dan kebaikan dalam pembahasan


makalah ini, maka sejatinya kebenaran itu berasal dari Allah SWT. Sementara,
segala kesalahan yang ada di dalamnya sejatinya berasal dari kebodohan dan
kefakiran penulis sendiri. Karena itulah, penulis dengan tulus memohon maaf
dan menerima dengan lapang dada segala kritik dan saran untuk nantinya
dapat membuat makalah yang lebih baik lagi.

Tangerang Selatan, 18 Februari 2024

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................1


B. Rumusan Masalah ................................................................................3
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................4

A. Pengertian Dilalah Al-Qur’aniyyah .....................................................4


B. Objek Pembahasan Dilalah Al-Qur’aniyyah .......................................6
C. Sejarah Munculnya Dilalah Al-Qur’aniyyah .......................................7

BAB III PENUTUP ......................................................................................10

A. Kesimpulan ........................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................16

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa sebagai media komunikasi terus mengalami
perkembangan seiring dengan berkembangnya pemikiran pemakaian
bahasa. Karena pemikiran bahasa berkembang, maka pemakaian kata
dan kalimat menjadi berkembang pula. Perkembangan tersebut dapat
berwujud penambahan atau pengurangan. Karena kata dan kalimat
yang mengalami perubahan, maka dengan sendirinya perubahan
maknanya pun berubah.
Ilmu Dalalah sebagai ilmu yang mengkaji mengenai makna
berkembang seiringan dengan bahasa, dimana ia merupakan sarana
untuk berhubungan dalam kehidupan masyarakat, kemudian
perkembangan gaya hidup juga mempengaruhi perkembangan bahasa
juga.
Perkembangan semantik juga mengkaji tentang perubahan
makna, termasuk faktor munculnya perkembangan makna.
Perkembangan makna dalam konsep ini tidak harus ke arah yang
selalu meningkat namun kemungkinan terjadi perkembangan atau
peralihan dari makna yang sempit atau khusus ke makna yang luas
atau umum dan sebaliknya, hal ini sesuai dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Maka dalam Tulisan ini pemakalaj akan membahas mengenai
perkembangan makna, sejarah munculnya dalalah, apa objek objek
perkembangan dilalah al-quraniyyah.

1
Dalam diskursus semantik, setiap kata akan mengalami proses
sinkronik dan diakronik. Maksudnya, sebuah kata akan mengalami
pergeseran-pergeseran makna dari masa pra-Islam hingga Islam masuk
sebagai implikasi logis atas pengaruh konsep monoteisme yang
dibawanya. Dalam pandangan linguistik, hal ini dibenarkan karena sebuah
bahasa tidak bisa lepas dari komunitas yang menggunakannya. Ini artinya,
kajian linguistik memiliki porsi tinggi dalam menafsirkan al-Qur’an. Oleh
karenanya, dalam makalah ini akan mengangkat kata kunci dalalah dalam
pembahasannya.

2
B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan Latar Belakang masalah diatas maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa Pengertian Dilalah Al-Qur’aniyyah ?
2. Apa Saja Objek Pembahasan Dilalah Al-Qur’aniyyah ?
3. Bagaimana Sejarah Munculnya Dilalah Al-Qur’aniyyah ?

C. Tujuan Penulisan
Dari Rumusan masalah diatas tujuan penulisan makalah yaitu :
1. Untuk mengetahui apa itu Dilalah Al-Qur’aniyyah
2. Untuk mengetahui objek pembahasan Dilalah Al-Quraniyyah
3. Untuk mengetahui Ilmu-ilmu lain terkait sejarah munculnya
Dilalah Al-Qur’aniyyah

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dilalah Qur’aniyah

Secara bahasa, tata kata ‫ د اَِللاة‬merupakan bentuk mashdar dari -َّ‫دال‬


‫ ّْيادُل‬yang memiliki arti menunjukkan atau membuktikan. Perlu diketahui
bahwa sebagian ulama ahli bahasa berbeda pendapat dari sudut
fashahah-nya, ada yang menyebutnya ‫ د اَِللاة‬dengan mengkasrahkan huruf
‫ د‬diawal kata, namun ada juga yang menyebutnya ‫ دا اَللاة‬dengan
memfathahkan huruf ‫ د‬pada awal kata. Fashahah yang dimaksud dalam
uraian ini adalah banyaknya penggunaan kata tersebut dan selalu
diulang-ulang dalam pelafalannya orang arab.

Struktur kata ‫ د اَِللاة‬terbangun dari wazan ‫ فِعاالاة‬sedangkan struktur


kata ‫ دا اَللاة‬terbangun dari wazan ‫فاعاالاة‬, dan keduanya memiliki perbedaan
mendasar dalam sudut makna. Setiap kata apapun yang terbangun dari
wazan ‫ فِ اعالاة‬pada umumnya digunakan untuk memproduksi suatu makna
tertentu yang memiliki keterkaitan dengan kata berikutnya pada satu
kalimat, sedangkan wazan ‫ فاعاالاة‬biasa digunakan untuk menunjukkan
keorisinilan makna yang terkandung dalam kata tersebut.

Al-‘Allamah Asy-Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqithi (W.


1393 H) berpendapat bahwa huruf ‫ د‬berharakat fathah pada awal kata
‫ دَللة‬lebih fashih diucapkan ketimbang berharakat kasrah. Sedangkan
Imam Ahmad bin Muhammad Al-Fayyoumi (W. 770 H) berpendapat
bahwa huruf ‫ د‬berharakat kasrah pada awal kata ‫ دَللة‬lebih fashih
diucapkan ketimbang berharakat fathah. Namun karena wazan ‫ فِعاالاة‬biasa
digunakan untuk membuat suatu makna tertentu yang memiliki
keterkaitan dengan kata berikutnya pada satu kalimat, yang berarti untuk
4
melahirkan makna sempurna antara satu kata dengan kata lainnya dalam
seutas kalimat membutuhkan suatu proses pembuatan, sedangkan wazan
‫ فا اعالاة‬biasa digunakan hanya untuk menunjukkan keorisinilan makna yang
terkandung dalam suatu kata saja, maka dalam uraian substansi ini
ulama memakai wazan ‫ فِعاالاة‬dalam penggunaan kata ‫د اَِللاة‬.

Adapun pengertian ‫ د اَِللاة‬secara istilah sebagaimana yang tertuang


dalam Ilmu Adab Al-Bahts Wa Al-Munazharah adalah :

‫فا ْه ُمَّأ ا ْم ٍرَّمِ ْنَّأ ا ْمر‬

ٍ”Memahami sesuatu hal dari (perantara) sesuatu yang lain.”

Kata “sesuatu” yang disebutkan pertama merupakan ‫امدْلُ ْول‬


(madlul) atau objek yang ditunjuk, sedangkan kata “sesuatu” yang
disebutkan kedua merupakan ‫( دا ِليْل‬dalil) atau yang menjadi petunjuk.
Dalam korelasinya dengan hukum, suatu dalil disebut juga sebagai dalil
hukum. Contoh dalam kalimat “asap menunjukkan adanya kobaran api”.
Kata api disebut madlul sedangkan asap yang menunjukkan adanya api
disebut dalil. Jadi, dilalah qur’aniyah ialah memahami Al-Qur’an
dengan tanda petunjuk yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Dalam sistem
semiotik, bahasa dibedakan ke dalam tiga komponen, yaitu:1

1. Sintaksis, terkait dengan lambang dan bentuk hubungan.


2. Semantik, terkait dengan hubungan antar lambang dan
dunia luar yang diacunya.
3. Pragmatik, terkait dengan hubungan antara pemakai
bahasa dengan lambang dalam pemakaiannya.

1
Mastur, S. Ag, M. Pd. “Ilmu Dilalah,” (September 2021), h. 5.

5
B. Objek Pembahasan Dilalah Al-Qur’aniyyah

1. Objek Kajian Semantik A-Qur’an Sebagai disiplin ilmu yang


mengkaji masalah makna, maka yang menjadi obyek kajian ilmu dilalah
adalah :2
a) Aspek intonasi (suara atau al-aswat)
b) Aspek bentuk kata (sigah sarfiyyah)
c) Aspek makna kata (al-ma’na al-mu’jami)
d) Aspek struktur kalimat (al-tarakib al-Qawa’id, sarf wa nahw)
e) Aspek ungkapan terkait erat dengan budaya penutur dan terkadang
tidak dapat diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa lain. Jadi, ‘ilm
al-dilalah adalah salah satu ilmu pengetahuan cabang linguistik yang
berdiri sendiri yang mempelajari tentang makna dalam suatu bahasa dan
membahas faktor-faktor perubahan makna dalam bahasa.

2. Ruang Lingkup Semantik Al-Qur’an


Ilmu semantik memiliki beberapa jenis semantik, yang
dibedakan berdasarkan tataran atau bagian bahasa itu yang menjadi
objek penyelidikannya. Kalau yang menjadi objek penyelidikan adalah
leksikon dari bahasa itu, maka jenis semantiknya disebut semantik
leksikal. Dalam semantik leksikal ini diselidiki makna yang ada pada
leksem-leksem dari bahasa tersebut. Leksem adalah istilah yang
digunakan dalam studi semantik untuk menyebut satuan-bahasa
bermakna. Istilah kata yang lazim digunakan dalam studi morfologi dan
sintaksis, dan sebagai satuan gramatikal bebas terkecil, seperti kata
meja. Komponen bahasa yang dijadikan objek atau sasaran dalam studi
atau penelitian, dibedakan adanya berbagai jenis semantik, diantaranya;
ada semantik leksikal, semantik gramatikal, semantik kalimat, dan
2
Baiq Raudatussolihah, “Analisis Linguistik Dalam Al-Qur’an (Studi Semantik
Terhadap QS Al- ‘Alaq)” (UIN Alauddin Makassar, 2016). h. 30
6
sebagainya. Semantik leksikal objeknya berupa leksikon atau kosa kata
bahasa tersebut. Dalam semantik leksikal dibicarakan makna leksem-
leksem (satuan-satuan) bahasa yang bermakna. Makna leksikal adalah
makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dan lain-
lain. Makna leksikal dipunyai unsur-unsur bahasa lepas dari
penggunaanya atau konteksnya. Sedangkan semantik gramatikal
membicarakan makna-makna dalam struktur gramatikal bahasa
tersebut.3

C. Sejarah Dilalah Al-Qur’aniyyah


Bahasa semenjak lama telah berhasil menarik perhatian para
pemikir, sebab bahasa adalah salah satu roda utama yang menjalankan
kehidupan manusia semenjak diciptakannya, baik dalam berfikir terlebih
lagi dalam hal berkomunikasi antar sesama manusia. Peranan bahasa tak
seorang pun akan memungkirinya. Dan dengan bahasa pula sejarah pun
tecatatkan dalam buku-buku. Bahkan kita-kitab suci yang dianggap
sakral bagi umat-umat terdahulu oleh manusia termaktubkan dengannya.
Orang-orang Hindustan, sebagai contoh, memiliki kitab suci, Weda
yang tak lain juga merupakan sumber studi bahasa dan daya ucap
khususnya. Dan dari sinilah, sejarah permulaan bahasa dianggap sebagai
mata pelajaran dan studi. Namun, tak ada yang luput dari perdebatan
dan perselisihan terhadap sesuatau yang belum jelas secara pasti
keberadaannya atau kelahirannya. Demikian halnya dengan bahasa,
sejarah lahirnya pun menuai pedebatan. Banyak pendapa yang
dilontarkan oleh para saintis sejarah dan bahasa mengenai kapan dan
dari mana awal kemunculan bahasa di tengah manusia. Di antara
sederetan pendapat itu, ada yang mengakatakan: ”keberadaan bahasa

3
Baiq Raudatussolihah, “Analisis Linguistik Dalam Al-Qur’an (Studi Semantik
Terhadap QS Al- ‘Alaq)”
7
erat kaitannya dengan hubungan antara kata dan makna, sama halnya
eratnya hubungan antara api dan asap”. Jadi, Bahasan addilalah pun
lebih fokus pada hubungan antara kata dan makna. Olehnya, ada dua sisi
yang saling kait-mengait dalam bahasan ini, hubungan antara kosakata
dan kalimat dan hubungan lafadz dan makna.4
Pada zaman Yunani para filusuf meneliti apa yang dimaksud
dengan bahasa dan hakikat bahasa. Para filusuf tersebut telah sepakat
bahwa bahasa adalah sistem tanda. Dikatakan bahwa manusia hidup
dalam tanda-tanda yang mencakup segala segi kehidupan manusia.
Tetapi mengenai hakikat bahasa, apakah bahasa mirip realitas atau tidak,
mereka belum sepakat. Dua filusuf besar yang pemikirannya terus
berpengaruh sampai saat ini adalah Plato dan Aristoteles. Plato (lahir
sekitar 427 SM – meninggal sekitar 347 SM) adalah seorang filsuf dan
matematikawan Yunani, penulis philosophical dialogues dan pendiri
dari Akademi Platonik di Athena sedangkan Aristoteles hidup pada
tahun 384 SM.

1. Masa Klasik

a). Masa Yunani Kuno Secara historis, sejarah kajian makna sudah ada
sejak zaman Yunani kuno. Aristoteles dilahirkan di kota Stagira,
Macedonia, 384 SM. Ayahnya seorang ahli fisika kenamaan. Pada umur
tujuh belas tahun Aristoteles pergi ke Athena belajar di Akademi Plato.
Masa Aristoteles merupakan periode awal dari sejarah ilmu ad-Dilalah
dengan istilah semantik. Hubungan kata dan makna berupa ide atau
segala sesuatu yang ada merupakan salah satu pembicaraan yang
terpenting pada abad pertengahan. Aristoteles adalah pemikir yang
menggunakan istilah makna lewat batasan pengertian kata. Menurut

4
MASTUR, Sejarah Perkembangan Dilalah Al-Qur’an Dan Tokoh-Tokohnya, 2021.
8
Aristoteles kata adalah satuan terkecil yang mengandung makna.
Karena kata dan makna memiliki hubungan yang sangat erat, seperti
halnya api dan asap. Uraian diatas memberikan gambaran bahwa cikal
bakal munculnya semantik adalah sejak masa Aristoteles, meskipun
sebelumnya telah ada yang mengkaji makna untuk hal-hal tertentu.
Namun hal itu lebih banyak mengaruh pada filsafat yang berkembang
pesat pada saat itu hubungan buatan atau urf. Bahasa itu adalah sistem
lambang yang berwujud bunyi, maka tentu ada yang dilambangkan.
Yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian, konsep atau ide pikiran
yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi. Oleh karena lambang-
lambang itu mengacu pada suatu konsep, idea tau pikiran maka dapat
dikaitkan bahwa bahasa itu merupakan makna. Lambang-lambang
bunyi bahasa yang bermakna itu di dalam bahasa berupa satuan-satuan
bahasa yang berwujud morfem, kata, frase, klausa, kalimat dan wacana.
Karena bahasa itu bermakna, maka segala ucapan yang tidak
mempunyai makana dapat disebut bukan bahasa.

b). Hindustan bahasa sejak lama telah menjadi objek perhatian para
pemikir, sebab bahasa adalah salah satu roda utama dalam kehidupan
manusia semenjak diciptakannya, baik dalam berfikir maupun dalam
berkomunikasi antar sesame manusia. Dengan adanya bahasa sejarah
tercatatkan dalam buku-buku. Bahkan kitab-kitab suci yang dianggap
sakral bagi umat-umat terdahulu oleh manusia termaktubkan denganya.
Orang-orang hindistan sebagai contoh, mereka memiliki kitab suci
Weda yang tidak lain merupakan sumber studi bahasa dan daya ucap
khususnya. Dan dari sinilah sejarah permulaan bahasa dianggap sebagai
mata pelajaran dan studi. Orang-orang Hindustan mencurahkan
perhatian mereka kepada pembahasan semantik dari para pemikir
Yunani. Mereka mengkaji pembahasanpembahasan yang berhubungan

9
dengan pemahaman yang alami tentang kata dan kalimat. Bahkan
mereka mengkaji sebagian besar problematika yang diungkapkan dalam
linguistic modern dari pembahasan-pembahasan semantik. Diantara
tema-tema yang mereka bicarakan ialah:

1). Hubungan antara kata dan makna Tema ini menjadi sasaran
perhatian orang-orang Hindustan sebelum orang-orang Yunani. Ada
beberapa pendapat mereka seputar tema ini, diantara mereka ada yang
menerima ide tabayyun antara kata dan makna. Ada juga yang
menjelaskan hubungan antara kata dan makna dengan hubungan yang
klasik dan alami.

2). Jenis-jenis makna untuk suatu kata Orang-orang Hindustan


mempelajari susunan yang berbeda untuk Sesutu yang membentuk
makna kata. Seperti :

- Dalalah kata yang bermakna bentuk seperti, tinggi

- Dalalah kata yang bermakna peristiwa atau perbuatan


seperti,datang.

2. Masa Modern

Kegiatan para ilmuan di masa klasik dalam mengkaji makna belum


bisa dikatakan sebagai kajian semantik, sebagi ilmu yang berdiri sendiri,
akan tetapi kajian mereka itu merupakan embrio dari semantik. Baru di
akhir abad ke-19, istilah “semantik” di Barat, sebagai ilmu yang berdiri
sendiri ini dikembangkan oleh ilmuan Prancis, Michael Breal. Kajian
semantik menjadi lebih terarah dan sistematis setelah tampilanya
Ferdinand de Saussure dengan karyanya “Course de Linguistique
Generale” (1916), ia lahir di Jenewa, 26 November 1857 meninggal di
10
Vufflens le Chateau, 22 Februari 1913 pada umur 55 tahun. Ia dijuluki
sebagai bapak linguistik modern. Ide-ide Saussure memiliki dampak
besar pada pengembangan teori linguistik pada paruh pertama abad ke-
20, banyak dari ide-ide Saussure berada di bawah kritik berat. Ide
linguistiknya dianggap penting dalam waktu mereka, tetapi usang dan
digantikan oleh perkembangan seperti linguistik kognitif. Bidang
linguistik bergeser fokusnya dari Saussure tunggal-kata analisis untuk
analisis kalimat secara keseluruhan. Belanda mencatat bahwa sampai
tahun 1950-an Saussure dinikmati legitimasi dalam linguistik.

Ferdinand de Saussere dijuliki sebagai bapak linguistik modern.


Kajian de Saussure itu selain didasarkan pada analisis struktur bahasa
juga berdasarkan analisis sosial, psikologis dan pemikiran. Terdapat dua
konsep baru yang ditampilkan De Saussure dan merupakan revolusi
dalam bidang teori dan penerapan studi kebahasaan. Kedua konsep itu
adalah :

1. Linguistik pada dasarnya merupakan studi kebahasaan yang fokus


pada keberadaan bahasa itu pada waktu tertentu sehingga studi yang
dilaksanakan haruslah menggunakan pendekatan sinkronis atau studi
yang bersifat deskriptif. Sedangkan studi tentang sejarah dan
perkembangan suatu bahasa adalah kajian kesejarahan yang
menggunakan pendekatan diakronis.

2. Bahasa merupakan suatu totalitas yang didukung oleh berbagai


elemen. Elemen yang satu dengan yang lain saling ketergantungan
dalam rangka membangun keseluruhanya. Wawasan kedua ini, pada sisi
lain juga menjadi akar faham linguistic structural. Tokoh yang secara
sungguh-sungguh berusaha mengadaptasi pendapat De Saussure itu
dalam bidang semantik adalah Trier’s. t Setelah Ferdinand de
11
Saussure, ada juga ilmuan yang dianggap cukup memberikan corak,
warna, dan arah baru dalam kajian bahasa, yaitu Leonald Bloomfield.
Dalam bukunya Languange, ia dipengaruhi oleh aliran behaviorisme
yang terdapat dalam psikologi, karena ia menganggap bahwa bahasa
merupakan tingkah laku dan makana tidak lain daripada suatu kondisi
yang di dalamnya orang mengungkapkan sebuah kata ayau kalimat dan
direspon oleh pendengar. Sehingga makna menurutnya kondisi atau
respon. Tokoh lain yang berjasa dalam dalam perkembangan linguistik,
khususnya semantik adalah Noam Chomsky, seorang tokoh aliran tata
bahasa transformasi. Ia menyatakan bahwa makna merupakan unsur
pokok dalam analisis bahasa. Pikiran memiliki hubungan langsung
dengan simbol (lambang). Lambang tidak memiliki hubungan yang
arbitrer. Sehubungan dengan meaning, para pakar semantik bisa
menentukan fakta bahwa asal kata meaning (nomina) dari to mean
(verba), di dalamnya banyak mengandung meaning yang berbeda-beda.
Para ahli semantik sering tidak wajar memikirkan the meaning of
meaning yang diperlukan untuk pengantar studi semantik. Mereka
sebenarnya cenderung menerangkan semantik dalam hubunganya
dengan ilmu lain, para ahli sendiri masih memperdebatkan bahwa
makna bahasa tidak dapat dimengerti atau tidak dapat dikembangkan
kecuali dalam makna nonlinguistik.

Kajian dilalah selanjutnya sebagaimana Kristoffer Nyrof


mengkhususkan satu jilid yang sempurna dari kitabnya “Dirasah Tarikhi
Li Nahw al-Lughoh alFaransiah” ia mengkhususkan untuk
perkembangan semantik. Gustaf Stern (1913), mengembangkan kajian
tentang makna dan perkembanganya. Pada tahun 1825, seorang
berkebangsaan Jerman C. Chr. Resign mengemukkan konsep baru
tentang grammar yang meliputi tiga unsure utama, yaitu:

12
1. Semasiologi, ilmu tentang tanda

2. Sintaksis, ilmu tentang kalimat

3. Etimologi, ilmu tentang asal usul kata sehubungan dengan perubahan


bentuk maupun makna.

Dari sejarah munculnya pembahasan tentang makna diatas, maka


dapat disimpulkan bahwa Ilmu Dalalah/ semantik merupakan ilmu yang
cukup tua, namun ia mengalami kemapanannya pada era modern.
Awalnya hanya sebatas penentuan makna pada lafaz yang berdiri
sendiri, namun kemudian ia mulai merambah kepada makna didalam
struktur kalimat.5

Faktor-faktor Perkembangan Dilalah

Sebagaimana telah digambarkan di atas, sebuah kata dalam


perkembangannya akan mengalami perubahan. Perubahan makna terjadi
apabila hubungan antara lafal dan arti yang ditunjuk oleh lafal tersebut
telah berubah, dan perubahan tersebut tidak serta merta ada dengan
sendirinya, melainkan diakibatkan oleh beberapa faktor.Menurut Abdul
Chaer perkembangan makna kata disebabkan oleh dua faktor, yaitu:
perkembangan IPTEK dan perkembangan sosial budaya.

Menurut Ahmad Muhammad Qaddur dalam bukunya Mabâdi‟


Lisâniyât, menyebutkan bahwa faktor-faktor penyebab perkembangan
dan perubahan makna (dilalah) ada 2 yaitu:

5
Balkis Aminallah Nurul Mivtakh, Sejarah Perkembangan Ilmu Dalalah Dan Para
Tokoh-Tokohnya, vol. Volume 1 no 2 (Kota Yogyakarta, 2021).
13
a. Faktor intern yang terdiri dari segala sesuatu yang berhubungan
dengan bahasa seperti al-shauty, al-isytiqâq, an-nahwiyah, dan as-
siyaqiyah.

b. Faktor ekstern yang mengacu pada faktor sosial, sejarah, kebudayaan


dan psikologi.

Adapun menurut Ibrahim Anis, faktor perkembangan ilmu


dalalah atau semantik ada dua, yaitu faktor pemakaian bahasa dan
kebutuhan bahasa.6

6
Zaky Ahmad, Perkembangan Dilalah, vol. Jurnal Waraqat,2, no 1, 2017.
14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Semantik secara bahasa berasal dari bahasa Yunani semantikos


yang memiliki arti memaknai, mengartikan dan menandakan. Dalam
bahasa Yunani, ada beberapa kata yang menjadi dasar kata semantik
yaitu semantikos (memaknai), semainein (mengartikan), dan sema
(tanda). Adapun secara istilah semantik adalah ilmu yang menyelidiki
tentang makna, baik berkenaan dengan hubungan antar kata-kata dan
lambing-lambang dengan gagasan atau benda yang diwakilinya,
maupun berkenaan dengan pelacakan atas riwayat makna-makna itu
beserta perubahan-perubahan yang terjadi atasnya atau disebut juga
semiology Izutsu meneliti tentang konsep-konsep pokok yang terdapat
di dalam Al-Qur’an yang berkaitan dengan masalah-masalah
bagaimana dunia wujud distrukturkan, apa unsur pokok dunia, dan
bagaimana semua itu terkait satu sama lain. Konsep yang pertama
menentukan kata yang akan diteliti makna dan konsep yang terkandung
di dalamnya.
Konsep kedua adalah mengungkapkan makna dasar dan makna
relasional. Konsep ketiga mengungkapkan kesejarahan makna kata atau
semantik historis. Konsep keempat mengungkapkan konsep-konsep
apa saja yang ditawarkan Al-Qur’an kepada pembacanya agar bisa
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga terbentuklah
kehidupan yang berlandaskan aturan-aturan Qur’an (Allah), dan
mewujudkan visi Qur’ani terhadap alam semesta. Sejarah
perkembangan semantik Al-Qur’an sudah terlihat pada era klasik,
contohnya terdapat dalam “al-Asybah wa an-Naẓāir fī alQur’ān al-

15
Karīm dan Tafsīr Muqātil ibn Sulaimān,” karya Muqatil ibn Sulaiman.
Kemudian di era kontemporer contohnya terdapat dalam “al-Kitab wa
al-Kuna: Qira’ah Mu’ashirah” karya M. Syahrur yang sudah
menunjukkan kecenderungan semantik dalam menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an.

B. Saran
Kami menyadari bahwa tulisan ini tidak lepas dari kesalahan
dan kekurangan. Maka dari itu, kami berharap masukan-masukan
yang membangun dari pembaca agar menjadi bahan evaluasi bagi
kami sehingga kedepannya kami dapat menghadirkan tulisan-ulisan
yang lebih baik lagi. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk menambah
khazanah keilmuan para pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA

Balkis Aminallah Nurul Mivtakh. Sejarah Perkembangan Ilmu Dalalah Dan


Para Tokoh-Tokohnya. Vol. Volume 1 no 2. Kota Yogyakarta, 2021.

MASTUR. Sejarah Perkembangan Dilalah Al-Qur’an Dan Tokoh-Tokohnya,


2021.

Zaky Ahmad. Perkembangan Dilalah. Vol. Jurnal Waraqat,2, no 1, 2017.

Mastur, S. Ag, M. Pd. “Ilmu Dilalah,” (September 2021).

Baiq Raudatussolihah, “Analisis Linguistik Dalam Al-Qur’an (Studi


Semantik Terhadap QS Al- ‘Alaq)” (UIN Alauddin Makassar, 2016).

17

Anda mungkin juga menyukai