Tentang
TAFSÎR AL-IBRÎZ
Disusun Oleh:
Kelompok V
Ali Musolli Sohibi H : 1820080013
Suprianto : 1820080032
Dedi Candra : 1820080017
Dosen Pembimbing:
Dr. Urwatul Wusqa, Lc, M.A
1
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, (Ciputat: Sejahtera Kita, 2013), Cet. 2, h. vii
2
J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya, (Jakarta:
Grasindo, 2010), h.104
1
B. PEMBAHASAN
1. Pengenalan Pengarang dan Kitab Tafsir Al-Ibrîz
a. Pengenalan Pengarang3
Bisri Musthafa dilahirkan di kampung Sawahan, Rembang,
Jawa Tengah pada tahun 1915 dengan nama asli Mashadi (yang
kemudian diganti menjadi Bisri Musthafa setelah menunaikan ibadah
haji). Bisri Musthafa merupakan putra pertama dari pasangan H. Zainal
Musthafa dengan Hj. Chotijah.4
3
Pengenalan Pengarang, yang dimaksud oleh penulis adalah Biografi K.H Bisyri Musthafa,
selaku penulis kitab Tafsir Al-Ibrîz
4
Izzul Fahmi, Lokalitas Kitab Tafsīr Al-Ibrīz Karya KH. Bisri Mustofa, ISLAMIKA
INSIDE: Jurnal Keislaman dan Humaniora, Volume 5, Nomor 1, (Juni 2019), h. 100
5
Luqman Chakim, Tafsir-tafsir ayat nasionalisme dalam Tafsir al-Ibriz karya K.H Bisyri
Musthafa, Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, 2014, h. 39-40
2
tidak lain adalah putri KH. Cholil sendiri. Dari pernikahannya, Bisri
Musthafa dikaruniai delapan orang anak, yakni:6
6
Mafri Amir, Op.cit, h. 135
7
Ridhoul Wahidi, Karakteristik Penafsiran Bisri Musthofa dalam Al-Ibrîz li Ma’rifati
Tafsîr Al-Qur’an Al-Azîz, Tesis Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang, 2013, h. 63
8
Mafri Amir, Op.cit, h. 139
3
Selanjutnya setelah itu, H. Zuhdi mendaftarkan Bisri Musthafa lagi ke
sekolah HIS (Hollands Inlands School).9
9
Izzul Fahmi, Op.cit, h. 101
10
Ibid
11
Luqman Chakim, Op.cit, h. 42-43
4
Di Mekah, beliau belajar dari satu ke guru lain secara langsung
dan privat. Beliau pernah belajar kepada Syeikh Baqil asal Yogyakarta,
Syeikh Umar Hamdan Al Maghriby, Syeikh Ali Malik, Sayid Amid,
Syeikh Hasan Massath, Sayid Alwi dan KH. Abdullah Muhaimin.
12
Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa,
(Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara, 2005), h. 20
13
Ibid, h. 5
5
Kesemuanya itu berjumlah kurang lebih 114 judul, ada yang berbahasa
Jawa (Arab Pegon), ada yang berbahasa Indonesia (Arab Pegon), ada
yang berbahasa Indonesia (huruf Latin) dan ada yang berbahasa Arab.
Diantaranya:14
14
Mafri Amir, Op.cit, h. 141
6
24) Al-Wasaya Lil Aba’ Wal Abna’
25) Islam dan Keluarga Berencana (KB)
26) Kutbah Jum’ at
27) Cara-cara ini pun Ziarah lan Sintenke Mawon Walisongo Punika
28) At-Ta’ liqat al-Mufidah Li al-Qasidah al-Munfarijah
29) Syair-syair Rajabiyah
30) Al-Mujahadah wa ar-Riyadah
31) Risalah al-Ijtihad Wa at-Taqlid
32) Al-Habibah
33) Al-Qawaidu al-Fiqhiyyah
34) Buku Islam dan Salat
35) Buku Islam dan Tauhid, dan lain-lain.
Karya-karya KH. Bisri Musthafa pada umumnya ditunjukkan
pada dua sasaran. Pertama, kelompok santri yang sedang belajar di
pesantren. Kedua, kelompok masyarakat umum di pedesaan yang giat
dalam pengajian di Surau atau di Langgar.
15
Lihat, KH. Bisri Musthafa, Al-Ibrîz Li Ma’rifah Al-Qur’ân Al-‘Azîz bi Al-Lughah Al-
Jâwiyah, (Rembang: Menara Kudus, t.th), Jld. I, h. Cover
16
Abu Rokhmad, Telaah Karakteristik Tafsir Arab Pegon Al-Ibriz, Jurnal “Analisa”
Volume XVIII, No. 01, (Januari - Juni 2011), h. 34
7
Abu Rokhmad berpendapat dalam tulisannya bahwa tafsir al-
Ibrîz yang dijilid per-juz ini memiliki kelebihan bagi para
pembacanya. Selain mudah untuk dibawa, tafsir ini masih diajarkan
setiap hari jum’ at yang diasuh oleh KH. Bisri Musthafa. Pengajian
ini tidak diikuti oleh santri mukim (Pondok) – yang setiap ba’ da
subuh mengaji tafsir Jalâlaini tetapi diikuti oleh santri lajo
(berangkat pagi dan pulang siang pada hari itu juga) yang berasal
dari desa-desa sekitar pesantren.17
2) Latar Belakang Penulisan Kitab
Tafsir al-Ibrîz yang mempunyai judul lengkap al-Ibrîz li Ma’
rifah Tafsîr al-Qur’ ân al-’ Azîz merupakan salah satu karya KH.
Bisri Musthafa yang cukup dikenal di kalangan para muslim jawa,
khususnya di lingkungan pesantren. Tafsir Al-Ibrîz pun sengaja
menggunakan bahasa Jawa-Pegon dalam penyusunannya karena
K.H Bisri Musthafa menginginkan agar ilmu yang beliau peroleh itu
dapat bermanfaat. Sehingga selain untuk diri sendiri, Bisri
berkeyakinan ilmu harus bermanfaat juga bagi orang lain. Dan
karena adanya kepentingan ekonomi yang didasari atas kesadaran
dan tanggung jawab terhadap kepentingan keluarga.
Tujuan KH. Bisri Mushthafa menulis Tafsir al-Ibrîz ini agar
umat Islam dari berbagai latar belakang bahasa yang berbeda, bisa
lebih untuk memahami pesan maupun makna yang terkandung di
dalam al-Qur’an. KH. Bisri Mushthafa juga ingin turut serta untuk
menyebarkan pesan dan makna dalam al-Qur’an dengan
menghadirkan Tafsir al-Qur’an berbahasa jawa. Selain untuk
melestarikan bahasa jawa, sebenarnya hal ini juga tidak terlepas dari
kultur di pesantren-pesantren tradisional di pulau.
3) Sebab Penamaan Kitab
Tafsir Al-Ibrîz merupakan kitab yang paling laris dan terus
mengalami cetak ulang tiap tahunnya. “rata-rata hingga 1.400 set (30
Juz),” ujar M. Sofin dari Menara Kudus. Kemudian baru urutan
17
Ibid, h. 34
8
kedua yang paling laku adalah buku Kumpulan Khutbah Jum’ at
serta Tuntunan Haji.18
Dalam penulisan tafsirnya, Entah mengapa KH. Bisri
Musthafa memberi nama Al-Ibrîz. Artinya beliau tidak
mencantumkan alasan kenapa diberi nama dengan Al-Ibrîz. Menurut
kamus bahasa arab terkemuka, Al-Munjid. Al-Ibrîz berasal dari
bahasa Yunani yang berarti Emas Murni.19
Dengan demikian berkemungkinan KH. Bisri Musthafa
berharap kitab ini menjadi seperti emas murni yang tidak lekang
oleh waktu. Yang jelas, sejak kitab Al-Ibrîz ditulis sampai sekarang
masih akrab dengan masyarakat jawa hingga saat ini, juga mudah
dijumpai di toko sehingga kalangan santri banyak memilikinya.20
4) Tempat Kitab ini Dicetak
Sebelum tafsir ini disebarluaskan kepada khalayak ramai,
terlebih dahulu di-taftisy (dikoreksi secara mendalam) oleh beberapa
ulama terkenal, seperti al-’ Allamah al-Hafidz KH. Arwani Amin,
al-Mukarram KH. Abu ‘ Umar, al-Mukarram al-Hafidz KH.
Hisyam, dan al-Adib al-Hafidz KH. Sya’ roni Ahmadi. Semuanya
adalah ulama asal Kudus Jawa Tengah. Dengan demikian,
kandungannya dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral
maupun ilmiah.21
Buku “emas mumi” ini suatu saat pernah ditawarkan ke
Penerbit Salim Nabhan, Surabaya, Jawa Timur. Saat bertemu
pemilik percetakan, seperti dikisahkan Yahya Staquf, cucu Kiai
Bisri, sang penulis memperkenalkan diri sebagai Ahmad, utusan kiai
Bisri Musthafa Rembang. “Saya bermaksud menjual naskah kitab
untuk diterbitkan.” Saat itu, harga yang diajukan adalah Rp 8.000.
Namun, Salim hanya berani menawar Rp 3.000. “Saya sampaikan
dulu tawaran Anda kepada Kiai,” kata Bisri. Keesokan harinya, Bisri
18
Mafri Amir, Op.cit, h. 146
19
Louis Ma’luf, Al-Munjîd fî Al-Lughah, (Beirut al-Maktabah al-Katulikiyah, t.t.h), h. 1
20
Mafri Amir, Loc.cit
21
Ibid, h. 145
9
kembali menemui Salim untuk menerima bayaran Rp 3.000. selain
di Penerbit Salim Nahban, kitab-kitab KH. Bisri Musthafa banyak
dicetak di Menara Kudus, Kudus.22
ضِ ات َوَﻣﺎ ﻓِﻲ ْاﻷ َْر ِ اﻟﻠﱠﻪ َﻻ إِﻟَﻪ إِﱠﻻ ﻫﻮ اﻟْﺤﻲ اﻟْ َﻘﻴﱡﻮم َﻻ ﺗَﺄْﺧ ُﺬﻩ ِﺳﻨَﺔٌ وَﻻ ﻧـَﻮم ﻟَﻪ ﻣﺎ ﻓِﻲ اﻟ ﱠﺴﻤﺎو
ََ َ ُ ٌْ َ ُ ُ ُ ُ َ َُ َ ﱡ
َﻣ ْﻦ َذا اﻟﱠ ِﺬي ﻳَ ْﺸ َﻔ ُﻊ ِﻋْﻨ َﺪﻩُ إِﱠﻻ ﺑِِﺈ ْذﻧِِﻪ ﻳـَ ْﻌﻠَ ُﻢ َﻣﺎ ﺑـَْﻴ َﻦ أَﻳْ ِﺪﻳ ِﻬ ْﻢ َوَﻣﺎ َﺧ ْﻠ َﻔ ُﻬ ْﻢ َوَﻻ ﻳُ ِﺤﻴﻄُﻮ َن ﺑِ َﺸ ْﻲ ٍء ِﻣ ْﻦ
ِ ِ ِ ات و ْاﻷَرض وَﻻ ﻳـﺌ ِ ِ ِ ِِ ِ
ﻴﻢ ُ َُ َ َ ْ َ ﻋ ْﻠﻤﻪ إِﱠﻻ ﺑِ َﻤﺎ َﺷﺎءَ َوﺳ َﻊ ُﻛ ْﺮﺳﻴﱡﻪُ اﻟ ﱠﺴ َﻤ َﺎو
ُ ﻮدﻩُ ﺣ ْﻔﻈُ ُﻬ َﻤﺎ َوُﻫ َﻮ اﻟْ َﻌﻠ ﱡﻲ اﻟْ َﻌﻈ
Artinya;“Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Mahahidup, Yang terus
menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-
Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat
memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang di
hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak
mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia
kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat
memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi, Mahabesar.”
Bahasa Jawa25
Allah Ta’ ala iku pangeran kang sejati, ora ono pangeran kang hak
kasembah kejobo panjenengan dewe, kang asifat urip, kang nansah
jumeneng ngurusi mahkluke, ora ngantuk lan ora sare, kang
kagungan sekabehane kang ono ing langit lan bumi. Oran ono wong
kang biso paring syafa’ at ono ing ngarsane panjenengan kejobo
kelawan izin panjenengan. Kang pirso semua barang kang ono ing
ngarepe mahkluke lan ono kang mburine, yo koyo perkoro dunyo lan
akhirat, Menuso ora biso weruh opo kang dipirsane Allah Ta’ ala
kejobo kang, dikersa’ ake pangerane. Kursine Allah biso amuat
22
Mafri Amir, Loc.cit
23
Ridhoul Wahidi, Op.cit, h. 74-75
24
Lihat, KH. Bisri Musthafa, Op.cit, h. 3
25
Ridhoul Wahidi, Op.cit, h. 76
10
langit lan bumi. Lan Allah Ta’ ala ora kabotan ngerekso langit bumi
mau. Allah Ta’ ala moho luhur lan moho agung.
Bahasa Indonesia
Allah Ta’ ala itu adalah Tuhan yang sejati, tidak ada Tuhan yang hak
disembah kecuali Dia sendiri, yang kekal, yang terus-menerus
mengurus hambanya. Tidak ngantuk dan tidak tidur, Yang memiliki
semua yang ada di langit dan di bumi. Tidak ada orang yang bisa
memberi pertolongan di sisi Allah kecuali mendapat izin-Nya. Yang
mengetahui semua barang yang ada di depan makhluk dan yang ada
dibelakangnya, yaitu urusan dunia dan akhirat, Manusia tidak akan
mengetahui kecuali apa yang di kehendaki-Nya. Kursinya Allah
mampu memuat langit da bumi dan Allah tidak merasa berat
menjaganya. Allah Ta’ ala Maha Tinggi dan Maha Besar.26
ﺚ ِﻣْﻨـ ُﻬ َﻤﺎ اﺣ َﺪةٍ َو َﺧﻠَ َﻖ ِﻣْﻨـ َﻬﺎ َزْو َﺟ َﻬﺎ َوﺑَ ﱠ ِﺲو
َ ٍ ﱠﺎس اﺗﱠـ ُﻘﻮا َرﺑﱠ ُﻜ ُﻢ اﻟﱠ ِﺬي َﺧﻠَ َﻘ ُﻜ ْﻢ ِﻣ ْﻦ ﻧَـ ْﻔ
ُ ﻳَﺎأَﻳـﱡ َﻬﺎ اﻟﻨ
ِر َﺟ ًﺎﻻ َﻛﺜِ ًﻴﺮا َوﻧِ َﺴﺎءً َواﺗﱠـ ُﻘﻮا اﻟﻠﱠﻪَ اﻟﱠ ِﺬي ﺗَ َﺴﺎءَﻟُﻮ َن ﺑِِﻪ َو ْاﻷ َْر َﺣ َﺎم إِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ َﻛﺎ َن َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ َرﻗِﻴﺒًﺎ
Artinya;“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah
menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah)
menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya
Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu
saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi mu.”
Bahasa Jawa;
Hei eleng-eleng poro menuso, khususe ahli Makkah, umume menuso
kabeh, siro kabeh podoho taqwa marang pangeran kang hanitahake
siro kaberh sangkeng wong siji, yo iku Nabi Adam, lan nuli
sangkeng Adam lan Hawa, Allah Ta’ ala nitahake menuso akeh
26
Ibid, h. 77
27
Ibid, h. 78
11
banget lanang lan wadon, lan podo wedio marang Allah kang asmane
tansah siro anggo sumpah, lan podho anjogo sanak, ojo nganti pedot,
sak temene Allah Ta’ ala iku tansah inginjen-inginjen-inginjen amal
iro kabeh.
Bahasa Indonesia;
Hai ingatlah para manusia, khusus nya ahli Mekah, umumnya semua
manusia. Bertakwalah kalian kepada Allah yang menjadikan kalian
dari satu orang, Nabi Adam, dan menjadikan ibu Hawa juga dari
Nabi Adam. Allah memperkembangbiakkan yang banyak darinya
laki-laki dan perempuan. Dan takutlah kepada Allah yang naman-
Nya engkau gunakan untuk sumpah, dan peliharalah sanak keluarga,
jangan sampai putus. Sesungguhnya Allah menjaga semua amal
kalian.
Bahasa Jawa;
Hei wong-wong mukmin, siro kabeh supoyo podo ngeto ake zakat
sangkeng hasil bagus oleh iro nyambut gawe, lan sangkeng hasil
bagus peweton bumi. Siro kabeh ojo nejo kang olo, kok infa’ ake
kanggo zakat kang siro dewe ora gelem ngalap.
28
Ibid
29
Ibid, h. 79
12
Bahasa Indonesia;
Hai orang-orang mukmin, kalian semua harus mengeluarkan zakat
dari hasil usaha kalian dari yang baik-baik, dan dari hasil yang
dikeluarkan oleh bumi. Kalian jangan sengaja melakukan yang
tercela, apa yang kalian zakatkan yang jika kalian diberi tidak mau
mengambilnya.
Dalam ayat ini sangat jelas bahwa penafsiran yang dilakukan oleh
Bisri Musthafa dalam kerangka metode ijmâli. Maksud kata أﻧﻔﻘﻮا
ditafsirkan dengan zakat. Artinya umat Islam diwajibkan mengeluarkan
zakat dari hasil usaha yang baik-baik dan hasil yang dikeluarkan dari bumi.
Dilarang mengeluarkan dari hasil yang buruk, dimana jika hal tersebut
diberikan kepada kalian maka tidak akan mau menerimanya.30
ﺎب ﻓِﻲ ِ َﻚ ﻓِﻲ اﻟﻨِّﺴ ِﺎء ﻗُ ِﻞ اﻟﻠﱠﻪُ ﻳـ ْﻔﺘِﻴ ُﻜﻢ ﻓِﻴ ِﻬ ﱠﻦ وﻣﺎ ﻳـْﺘـﻠَﻰ َﻋﻠَْﻴ ُﻜﻢ ﻓِﻲ اﻟْ ِﻜﺘ َ ََوﻳَ ْﺴﺘَـ ْﻔﺘُﻮﻧ
ْ ُ ََ ْ ُ َ
ﻮﻫ ﱠﻦ ِ
ُ ﺐ ﻟَ ُﻬ ﱠﻦ َوﺗَـ ْﺮ َﻏﺒُﻮ َن أَ ْن ﺗَـْﻨﻜ ُﺤ َ
ِاﻟﻼﺗِﻲ َﻻ ﺗُـ ْﺆﺗُﻮﻧَـﻬ ﱠﻦ ﻣﺎ ُﻛﺘ
َ ُ ﻳَـﺘَ َﺎﻣﻰ اﻟﻨِّ َﺴ ِﺎء ﱠ
ﻮﻣﻮا ﻟِْﻠﻴَـﺘَ َﺎﻣﻰ ﺑِﺎﻟْ ِﻘ ْﺴ ِﻂ َوَﻣﺎ ﺗَـ ْﻔ َﻌﻠُﻮا ِﻣ ْﻦ َﺧْﻴ ٍﺮ ﻓَِﺈ ﱠن ِ ِ ﻀﻌ ِﻔ
ُ ﻴﻦِ ﻣ َﻦ اﻟْ ِﻮﻟْ َﺪان َوأَ ْن ﺗَـ ُﻘ
َ َِ ْ ََواﻟْ ُﻤ ْﺴﺘ
ِ
ً اﻟﻠﱠﻪَ َﻛﺎ َن ﺑﻪ َﻋﻠ
ﻴﻤﺎ
Artinya; “Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang
perempuan. Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu
tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al-
Qur’an (juga memfatwakan) tentang para perempuan yatim
yang tidak kamu berikan sesuatu (maskawin) yang ditetapkan
untuk mereka, sedang kamu ingin menikahi mereka dan
(tentang) anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah
30
Ibid
31
Ibid, h. 81
13
menyuruh kamu) agar mengurus anak-anak yatim secara adil.
Dan kebajikan apa pun yang kamu kerjakan, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui.””
ﻆ ْاﻷُﻧْـﺜَـﻴَـْﻴ ِﻦ ﻓَِﺈ ْن ُﻛ ﱠﻦ ﻧِ َﺴﺎءً ﻓَـ ْﻮ َق اﺛْـﻨَـﺘَـْﻴ ِﻦ ﻓَـﻠَ ُﻬ ﱠﻦ ﺛـُﻠُﺜَﺎ ِّ ﻮﺻﻴ ُﻜ ُﻢ اﻟﻠﱠﻪُ ﻓِﻲ أ َْوَﻻ ِد ُﻛ ْﻢ ﻟِﻠ ﱠﺬ َﻛ ِﺮ ِﻣﺜْ ُﻞ َﺣ ِ ﻳ
ُ
س ِﻣ ﱠﻤﺎ ﺗَـَﺮَك إِ ْن ﺪ ﺴ اﻟ ﺎﻤ ﻬ ـ ﻨ ِ
ﻣ ٍ
ﺪ ِ
اﺣ و ِ
ﻞ ﻜ
ُ ِ
ﻟ ِ
ﻪ ﻳﻮ ـﺑَﻷ ِو ﻒ ﺼ ِ
ﻨ اﻟ ﺎ ﻬ ﻠ
َ ـﻓ ة ﺪ اﺣِ و ﺖ ﻧ ﺎﻛ ن ِ
إو كَ ﺮ ـﺗ ﺎ ﻣ
ُ َُُْ ﱡ َ ّ ْ َ َ َ ُ ْ ّ َ َ ً َ َ ْ َ َ ْ َ ََ َ
ِ ِ ِ ِ
س ِ
ُ ﺚ ﻓَﺈ ْن َﻛﺎ َن ﻟَﻪُ إ ْﺧ َﻮةٌ ﻓَﻸ ُّﻣﻪ اﻟ ﱡﺴ ُﺪ
ِ ُ َُﻛﺎ َن ﻟَﻪُ َوﻟَ ٌﺪ ﻓَِﺈ ْن ﻟَ ْﻢ ﻳَ ُﻜ ْﻦ ﻟَﻪُ َوﻟَ ٌﺪ َوَوِرﺛَﻪُ أَﺑـَ َﻮاﻩُ ﻓَﻸ ُِّﻣ ِﻪ اﻟﺜﱡـﻠ
َ ب ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﻧـَ ْﻔ ًﻌﺎ ﻓَ ِﺮ ِ ِ ٍِ ِ ِ
ًﻳﻀﺔ ُ ﻣ ْﻦ ﺑـَ ْﻌﺪ َوﺻﻴﱠﺔ ﻳُﻮﺻﻲ ﺑ َﻬﺎ أ َْو َدﻳْ ٍﻦ آﺑَﺎ ُؤُﻛ ْﻢ َوأَﺑْـﻨَﺎ ُؤُﻛ ْﻢ َﻻ ﺗَ ْﺪ ُرو َن أَﻳـﱡ ُﻬ ْﻢ أَﻗْـَﺮ
ِ ِ ِِ ِ
ﻴﻤﺎ
ً ﻴﻤﺎ َﺣﻜ ً ﻣ َﻦ اﻟﻠﱠﻪ إ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ َﻛﺎ َن َﻋﻠ
Artinya; “Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu
tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu)
bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang
anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang
jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang
saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan).
Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam
dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal)
mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai
anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka
ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal)
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat
seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah
(dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar)
utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu
tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah
Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”
Bahasa Jawa;
Paro sohabat podo nyuwun fatwa marang kanjeng Nabi ing bab
perkorone wong-wong wadon lan warisane. Kanjeng rasul
kedawuhan ngendiko: Allah ta’ ala paring dawuh. La ayat kang
woco, yo iku ayat (ﻛﻢ
ْ ُ ﻮﺻﻴ ُﻜ ُﻢ اﻟﻠﱠﻪُ ﻓِﻲ أ َْوَﻻ ِد
ِ )ﻳugo paring dawuh
ُ
perkorone yatimah-yatimah (yatim wadon) kang ora siro paringi
bagian warisane, lan siro kabeh podo ora demen nikah, mergo
ora ayu nanging ora kawin, siro nyegah mergo siro kuatir
warisane. Fatwa sangkeng Allah ta’ ala koyo mengkono iku ora
pareng. Ojo lakuni semono ugo bocah-bocah kang iseh cilik-
32
Ibid, h. 82
14
cilik. Allah merintahake supoyo siro kabeh podo ngadil marang
bocah-bocah yatim, opo siro lakoni, iku Allah ta’ ala pirso.
Bahasa Indonesia
Para sahabat meminta fatwa kepada Nabi mengenai masalah
wanita dan persoalan warisan. Nabi bersabda dan membaca ayat
(ﻛﻢُ ﻮﺻﻴ ُﻜ ُﻢ اﻟﻠﱠﻪُ ﻓِﻲ أ َْوَﻻ ِد
ْyatim
ِ )ﻳ, juga mengatakan perkara-perkara
ُ
dan yatimah (yatim perempuan) yang tidak kamu beri
warisan, dan jika kalian tidak suka menikah, karena tidak cantik
maka tidak kawin, kalian mencegah karena kalian khawatir
warisannya. Firman Allah ta’ ala itu merupakan larangan.
Jangan kalian lakukan hal tersebut kepaga anak-anak yang
masih kecil. Allah memerintahkan kepada kalian berlaku adil
kepada anak-anak yatim, apa yang kalian lakukan Allah
mengetahuai.
ﻮل َوأُوﻟِﻲ ْاﻷ َْﻣ ِﺮ ِﻣْﻨ ُﻜ ْﻢ ﻓَِﺈ ْن ﺗَـﻨَ َﺎز ْﻋﺘُ ْﻢ
َ َﻃﻴﻌُﻮا اﻟﱠﺮ ُﺳ ِ َﻃﻴﻌﻮا اﻟﻠﱠﻪ وأِ
َ َ ُ ﻳﻦ َآﻣﻨُﻮا أ َ ﻳَﺎأَﻳـﱡ َﻬﺎ اﻟﱠ ِﺬ
ِ ِ ِ ﻓِﻲ َﺷﻲ ٍء ﻓَـﺮﱡدوﻩ إِﻟَﻰ اﻟﻠﱠ ِﻪ واﻟﱠﺮﺳ
ﻚ َﺧْﻴـٌﺮ َ ﻮل إِ ْن ُﻛْﻨـﺘُ ْﻢ ﺗـُ ْﺆِﻣﻨُﻮ َن ﺑِﺎﻟﻠﱠ ِﻪ َواﻟْﻴَـ ْﻮم ْاﻵ ِﺧ ِﺮ َذﻟ ُ َ ُ ُ ْ
َﺣ َﺴ ُﻦ ﺗَﺄْ ِو ًﻳﻼْ َوأ
Artinya; “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah
dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang
kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah
(Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Bahasa Jawa;
Ta’ at marang ulil amri iku wajib, nanging kanti syarat, perintah
mau ora atentangan karo agomo. Sebab kanjeng Nabi dawoh
()ﻻﻃﻌﺔ ﻟﻤﺨﻠﻮق ﻓﻲ ﻣﻌﺼﻴﺔ اﻟﺨﺎﻟﻖ, ora ono toat marang makhluk
iku keno ing dalem maksiat marang khalik. Bali marang al-
Qur’an lan hadis, iku ora ateges kito ora diparengake nganggo
qqiyas lan ijmak, otowo dawoh-dawohe mujtahid, alaran ijmak
qiyas utowo dawuh-dawuhe mujtahid iku kabeh nganggo dasar
al-Qur’an lan hadis.
33
Ibid, h. 83
15
Bahasa Indonesia;
Taat atau patuh kepada pemimpin (ulil amri) itu wajib dengan
dua syarat. Pertama, perintah tersebut tidak bertentangan
dengan agama. Hal tersebut berdasarkan hadis Nabi Saw,
( )ﻻﻃﻌﺔ ﻟﻤﺨﻠﻮق ﻓﻲ ﻣﻌﺼﻴﺔ اﻟﺨﺎﻟﻖtidak ada ketaatan kepada
makhluk dalam maksiat kepada Allah Swt. Kedua, kembali
kepada al-Qur’an dan hadis. Tidak berarti tidak diperbolehkan
memakai ijma’ , qiyas dan qaul mujtahid sebab kesemuanya
bersumber dari al-Qur’an dan hadis
Bahasa Jawa;
Sak golongan duwe panemu yen fi sabilillah iku khusus marang
jihad fi sabilillah (perang fi sabillah), sak golongan duwe
panemu fisabilillah iku ngumum endi-endi dalan-dalan Allah ta’
ala yo iku dalan kebajikan. Sejatine golongan kang awwal mau
manut mazhab Syafi’ i lan jumhur ulama. Golongan kafindu
mau manut tafsir al-Manar. Golongan kafindu mau podo wani
nasarupne duit zakat kanggo ambangun masjid, langgar,
mushalla, madrasah, darul aitam lan liya-liyane.
Bahasa Indonesia;
Sekelompok golongan memberikan pendapat bahwa fi sabilillah
itu khusus untuk jihad (perang di jalan Allah), golongan lain
memiliki pendapat bahwa fi sabîlillâh itu bersifat umum mana-
mana jalan Allah yakni jalan kebajikan. Sebenarnya kelompok
kedua itu mengikuti tafsir al-Manar. Kelompok kedua berani
mengaplikasikan uang zakat untuk pembangunan masjid, surau,
mushalla, madrasah, darul aitam dan lain-lainnya.
34
Ibid, h. 84
16
artinya semua bentuk-bentuk kebajikan. Pendapat pertama
menggunakan dasar hadis dari Said al-Khudry.35
ﻻﺗﺤﻞ اﻟﺼﺪﻗﺔ ﻟﻐﻨﻰ اﻻ ﻟﺨﻤﺴﺔ اﻟﻰ.ان اﻟﻨﺒﻰ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ
اﻟﺤﺪﻳﺚ رواﻩ اﺣﻤﺪ وأﺑﻮ داود واﺑﻦ.ان ﻗﺎل أوﻏﺎز ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ
وﻗﺎل ﺻﺤﻴﺢ ﻋﻠﻰ ﺷﺮط اﻟﺸﻴﺨﻴﻦ.ﻣﺎﺟﺔ واﻟﺤﺎﻛﻢ
Artinya;
Bahwa Nabi Saw bersabda: kamu tidak dibolehkan sedekah
(zakat) kepada orang kaya kecuali untuk lima orang sampai
pada jihad di jalan Allah.
Bahasa Jawa;
Miturut sohabat Ibnu Abbas salat iku tafsirane iku moco al-
Qur’an. Kolo iku Nabi Muhammad ora pareng banter-banter
moco al-Qur’an mondo krungu wong-wong kafir, banjur dadi
sebab wong-wong kafir podo misuhi al-Qur’an lan Allah Ta’
ala.
Bahasa Indonesia
Menurut sahabat Ibnu Abbas salat itu penafsiran nya adalah
membaca al-Qur’an. Pada saat itu Nabi Muhammad dilarang
mengeraskan bacaan al-Qur’an agar tidak terdengar oleh orang
kafir yang nantinya menyebabkan orang-orang kafir menjelek-
jelekkan al-Qur’an dan Allah SWT.
35
Ibid, h. 85
36
Ibid, h. 86
17
Bisri Musthafa menggunakan pendapat sahabat Ibnu Abbas
ketika Menafsirkan kata salatika. Maksud salatika menurut Ibnu Abbas
adalah membaca al-Qur’an. Pada saat itu Nabi Muhammad dilarang
mengeraskan bacaan al-Qur’an agar tidak terdengar oleh orang kafir
yang nantinya menyebabkan orang-orang kafir menjelek-jelekkan al-
Qur’an dan Allah SWT.37
Contoh lain yang juga menggunakan pendapat sahabat adalah
tentang apa yang bisa seseorang mendapatkan manfaat pahala dari
orang lain. Dalam hal ini, Bisri Musthafa mengutip pendapat Ibnu
Abbas. Menurut golongan yang menafikan nasikh dan mansukh, tidak
bisa menerima kiriman pahala dari orang lain sebab bertentangan
dengan ayat 39 Q.S. An-Najm (53)
ِ وأَ ْن ﻟَﻴﺲ ﻟِ ِْﻺﻧْﺴ
ﺎن إِﱠﻻ َﻣﺎ َﺳ َﻌﻰ
Artinya; “Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang
َ َ ْ َ
telah diusahakannya”
Kata Ibnu Abbas ayat tersebut dinaskh oleh ayat 21 Q.S. Ath-
Thûr (52);
ٍ واﻟﱠ ِﺬﻳﻦ آﻣﻨُﻮا واﺗﱠـﺒـﻌْﺘـﻬﻢ ذُ ِرﻳـﱠﺘُـﻬﻢ ﺑِِﺈ
ُ َﻳﻤﺎن أَﻟْ َﺤ ْﻘﻨَﺎِ ﺑِ ِﻬ ْﻢ ذُِّرﻳـﱠﺘَـ ُﻬ ْﻢ َوَﻣﺎ أَﻟَْﺘـﻨ
ﺎﻫ ْﻢ َ ٍ ْ ُ ّ ْ ٍُ َ َ َ ِ َ ِ َ َِ
ِ
ٌ َ َ َ َ ﻣ ْﻦ َﻋ َﻤﻠ ِﻬ ْﻢ ﻣ ْﻦ َﺷ ْﻲء ُﻛ ﱡﻞ ْاﻣ ِﺮئ ﺑ َﻤ
ﻴﻦ ﻫ ر ﺐ ﺴ ﻛ ﺎ
Artinya; “Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu
mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami
pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga),
dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal
(kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang
dikerjakannya.”
Bahasa Jawa;
Mitirut sohabat Ibnu Abbas ayat iki mansukhah kelawan ayat
ٍ )واﺗﱠـﺒـﻌْﺘـﻬﻢ ذُ ِرﻳـﱠﺘُـﻬﻢ ﺑِﺈِﻳﻤayat nomer 21 Q.S.
(ﺎن أَﻟْﺤ ْﻘﻨَﺎ ﺑِ ِﻬﻢ ذُ ِرﻳـﱠﺘَـ ُﻬﻢ
ْAth-Thûr ّ ْ (52). َ َ ُْ ّ ُْ ََ َ
Bahasa Indonesia;
Menurut sahabat Ibnu Abbas ayat tersebut di mansukh oleh ayat
ٍ )واﺗﱠـﺒـﻌْﺘـﻬﻢ ذُ ِرﻳـﱠﺘُـﻬﻢ ﺑِِﺈayat 21 Q.S. Ath-Thûr
(ﺎن أَﻟْﺤ ْﻘﻨَﺎ ﺑِ ِﻬﻢ ذُ ِرﻳـﱠﺘَـ ُﻬﻢ
ْ(52). ّ ْ َ ﻳﻤ َ ُْ ّ ُْ ََ َ
37
Ibid, h. 87
18
d. Mengutip pendapat ulama
Bisri Musthafa mengutip Imam Kurkhi, bahwa ayat tersebut
bersifat umum dan di-takhsis oleh ayat 21 surat al-Thur dan hadis lain.
Sementara golongan yang mengatakan bahwa orang mati tetap bisa
mendapat pahala. Alasannya adalah, pertama, manusia bisa
memperoleh manfaat dari orang lain sebab doanya (intifa’ bi’ amali
al-ghair). Kedua, Nabi Muhammad memberi syafa’ at kepada ahlu al-
mauqifi dan ahli syurga. Ketiga, Nabi Muhammad bisa memberikan
syafa’ at kepada ahl kabair sehingga keluar dari Neraka (intifa’ bi sa’
yi al-ghair) dan masih banyak lainnya.38
Bisri Musthafa juga mengambil pendapat ulama dalam
Menafsirkan ayat al-Qur’an. Sebagai contoh Hukum membaca
basmalah, pada awal surat al-Bara’ ah, Berikut penafsiran nya:39
Bahasa Jawa
Dene hukume moco bismillah ono ing kawitane surat baroa’ h
iku sulayan, Miturut Ibnu Hajar hukume haram, miturut Jamal
Ramli hukume makruh.
Bahasa Indonesia
Hukum membaca bismillah pada awal surat Bara’ ah itu ada
beberapa pendapat. Menurut Ibnu Hajar hukumnya haram
sedangkan menurut Jamal Ramli Hukumnya makruh.
38
Ibid, h. 88
39
Ibid
19
al-Taubah dan al-Anfal ditulis terpisah dan tidak bergandengan.
Sedangkan yang tidak ditulis basmalah mengikuti pendapat imam
Kharijah dan Abu Asyrah.
Contoh lainnya adalah ayat 57 Q.S. Maryam (19)40
Bahasa Jawa;
Dawuhe ()ﻋﻠﻴﺎ ﻣﻜﺎﻧﺎ ورﻓﻌﻨﻪ, iki poro ulama ahli tafsir surolayan
sakweneh ngendiko: diluhurake pangkate ono ing dunyo, sak
weneh ngendiko: Nabi Idris ano ing langit papat, sak wenwh
ngendiko: Nabi Idris sak wuse ngerasake mati nuli melebu
syurgo.
Bahasa Indonesia;
Firman Allah ()ﻋﻠﻴﺎ ﻣﻜﺎﻧﺎ ورﻓﻌﻨﻪ, ada bebrapa pendapta ulama,
adaya yang berpedapat di mulyakan di dunia, ada yang
berpendapat nabi Idris di langit tujuh, ada yang berpendapat,
Nabi setelah wafat sebentar lalu masuk syurga.
40
Ibid, h. 89
41
Ibid, h. 90
42
Ibid, h. 80
20
ﻚ ِ َ ﻚ ِﻣْﻨـﻬﻢ ﻣﻦ ﻗَﺼﺼﻨَﺎ ﻋﻠَﻴ ِ ِ
َ ﺺ َﻋﻠَْﻴْ ﺼ ُ ﻚ َوﻣْﻨـ ُﻬ ْﻢ َﻣ ْﻦ ﻟَ ْﻢ ﻧـَ ْﻘ ْ َ ْ َ ْ َ ْ ُ َ َوﻟََﻘ ْﺪ أ َْر َﺳ ْﻠﻨَﺎ ُر ُﺳ ًﻼ ﻣ ْﻦ ﻗَـْﺒﻠ
ﻀ َﻲ ﺑِﺎﻟْ َﺤ ِّﻖ َو َﺧ ِﺴَﺮ ِ ُﻮل أَ ْن ﻳﺄْﺗِﻲ ﺑِﺂﻳ ٍﺔ إِﱠﻻ ﺑِِﺈ ْذ ِن اﻟﻠﱠ ِﻪ ﻓَﺈِ َذا ﺟﺎء أَﻣﺮ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﻗٍ وﻣﺎ َﻛﺎ َن ﻟِﺮﺳ
ُْ َ َ َ َ َ ُ َ ِ ََ
ﻚ اﻟْ ُﻤْﺒ ِﻄﻠُﻮ َن
َ ُﻫﻨَﺎﻟ
Artinya; “Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul
sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami
ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak
Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa
suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang
perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil.
Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada
yang batil.”
Bahasa Jawa;
Tanbih: ayat iku temurun minongko kanggo mulak celatuane
wong kafir Makkah, kang podo usul marang kanjeng Nabi
Muhammad, supoyo Nabi Muhammad dadiake gunung di
dadeake emas.
Bahasa Indonesia;
Tanbih: ayat ini turun untuk menolak ejekan orang kafir Makkah
yang mengusulkan kepada Nabi agar beliau merubah gunung
menjadi emas.
Contoh lain dari asbâb an-Nuzûl dalam Q.S. Yâ Sîn (36): 76;43
ﻚ ﻗَـ ْﻮﻟُ ُﻬ ْﻢ إِﻧﱠﺎ ﻧَـ ْﻌﻠَ ُﻢ َﻣﺎ ﻳُ ِﺴﱡﺮو َن َوَﻣﺎ ﻳـُ ْﻌﻠِﻨُﻮ َن
َ ْﻓَ َﻼ ﻳَ ْﺤ ُﺰﻧ
Artinya; “Maka jangan sampai ucapan mereka membuat
engkau (Muhammad) bersedih hati. Sungguh, Kami mengetahui
apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan.”
Bahasa Jawa;
Muhimmah: sebab iki turune ayat amergo Ubay bin Khalaf
bantah marang kanjeng Nabi ono bab ananedino kebangkitan
nganti Uba bin Khalaf muring-muring lan ngancam arep mateni
kanjeng Nabi.
Bahasa Indonesia;
Muhimmah: sebab urunnya ayat ini disebabkan oleh Ubay bin
Khalaf yang membantah Nabi tentang adanya hari pembalasan
sampai-sampai Ubay marah-marah dan mengancam akan
membunuh Nabi.
43
Ibid
21
f. Kisah-Kisah Isrâiliyat
Bisri Musthafa juga menggunakan riwayat isrâiliyat. Isrâiliyat
sudah mulai memasuki kebudayaan Arab pada masa jahiliah, karena
ditengah-tengah mereka orang-orang Ahli Kitab Yahudi telah lama
hidup berdampingan. Adanya kisah isrâiliyat merupakan konsekuensi
logis dari akulturasi budaya dan ilmu pengetahuan antara bangsa Arab
jahiliah dan kaum Yahudi serta Nasrani.44
Hal ini tetap berlangsung sampai penafsiran-penafsiran ulama,
dimana ulama tersebut menyukai kisah-kisah dalam menafsirkan al-
Qur’an. Begitu juga dengan Bisri Musthafa, beliau menafsirkan al-
Qur’an dengan menggunakan kisah isrâiliyat.
Sebagai authar menyukai kisah-kisah yang selama ini belum
diketahui. Namun di sisi lain, perlu di cek ulang kebenaran kisah-kisah
yang ditampilkan dalam tafsirnya. Salah satu contohnya adalah kisah
Nabi Sulaiman dan Ratu Balqis, Q.S. An-Naml (27): 44.45
َ ُﺎل إِﻧﱠﻪ
ﺻ ْﺮ ٌح َ َﺖ َﻋ ْﻦ َﺳﺎﻗَـْﻴـ َﻬﺎ ﻗ ِ ﻴﻞ ﻟَ َﻬﺎ ْاد ُﺧﻠِﻲ اﻟ ﱠ
ْ ﺼ ْﺮ َح ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ َرأَﺗْﻪُ َﺣﺴﺒَـْﺘﻪُ ﻟُ ﱠﺠﺔً َوَﻛ َﺸ َﻔ َ
ِﻗ
ِ ِِ ِ ِ ِ ﻣﻤﱠﺮد ِﻣﻦ ﻗَـﻮا ِرﻳﺮ ﻗَﺎﻟَﺖ ر
ُ ب إِﻧّﻲ ﻇَﻠَ ْﻤ
بّ ﺖ َﻣ َﻊ ُﺳﻠَْﻴ َﻤﺎ َن ﻟﻠﱠﻪ َر ُ َﺳﻠَ ْﻤ
ْ ﺖ ﻧَـ ْﻔﺴﻲ َوأ ّ َ ْ َ َ ْ ٌ َُ
ﻴﻦ ِ
َ اﻟْ َﻌﺎﻟَﻤ
Artinya; Dikatakan kepadanya (Balqis), “Masuklah ke dalam
istana.” Maka ketika dia (Balqis) melihat (lantai istana) itu,
dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya (penutup)
kedua betisnya. Dia (Sulaiman) berkata, “Sesungguhnya ini
hanyalah lantai istana yang dilapisi kaca.” Dia (Balqis)
berkata, “Ya Tuhanku, sungguh, aku telah berbuat zalim
terhadap diriku. Aku berserah diri bersama Sulaiman kepada
Allah, Tuhan seluruh alam.”
Bahasa Jawa;
Nabi sulaiman diaturi khobar deneng Jin yen sikile Balqis iku
koyo sikil Himar Khobar iku sa’ durunge tekane ratu Balqis.
Nabi Sulaiman enggal perintah gawe pendopo koco marang
syaitan-syaitan. Pendopo mau supoyo di gawe rupo koyo kolam
ombo diidi banyu lan iwak-iwak sak warnane iwak-nuli ditutup
koco kandel bening-supoyo disawang koyo segoro, yen diinjek
ora teles-eng tengah-tengah pendopo dipasang kursi kencono
44
Ibid, h. 90
45
Ibid, h. 93
22
kanggo pinarak Nabi Sulaiman lan tamune-naliko Balqis
didawuhi melebu-semono maju mundur. Sebab? Wong katone
banyu kok dipasangi kursi lan kanggo pinark pisan deneng Nabi
Sulaiman. Reheneng wus di acarani supoyo melebu, Bilqis
kapekso melebu banjur nyincing-nyincing. Bareng Nabi
Sulaiman pirso nyoto sikile ora koyo sikil Himar. Nabi
Sulaiman enggal-enggal melengus serono ngendiko ora usah-
njinjing-njinjing jalaran banyu wus ketutup nganggo koco
kandel kang bening. Balqis semono malu banget. Bareng wus
lenggah ono ing cedekke Nabi Sulaiman, Nabi Sulaiman nuli
nganjurake supoyo Bilqis melebu Islam. Bilqis iyo banjur
tunduk melebu Islam, pungkasane cerito, ratu Balqis akhire dadi
garuane Nabi Sulaiman.
Bahasa Indonesia;
Nabi Sulaiman diberi kabar oleh Jin bahwa kaki ratu Balqis
seperti kaki Himar. Dan berita ini disampaikan sebelum
kedatangan ratu Balqis. Kemudian, Nabi Sulaiman
memerintahkan syaitan-syaitan untuk membuat ruangan
(pendopo) dari kaca. Ruangan tersebut agar dibuat seperti kolam
yang lebar, kemudian di isi air dan berbagai jenis ikan kemudian
ditutup dengan kaca putih yang tebal. Agar terlihat seperti
kolam dan ketika diinjak tidak basah. Di tengah-tengah ruangan
dipasang kursi kencana (singgasana) Untuk Nabi Sulaiman dan
tamunya. Ketika Balqis disambut untuk memasuki ruangan, ia
ragu, maju mundur, sebab seperti air tapi bisa dipasang kursi dan
Nabi Sulaiman duduk di singgasana nya. Karena sudah
direncanakan agar masuk maka dengan terpaksa Balqis masuk
dengan mengangkat gaunnya, dan terlihat lah oleh Nabi
Sulaiman bahwa kaki Balqis tidak seperti kaki himar. Nabi
Sulaiman berkata kepada Balqis agar tidak mengangkat
gaunnya karena ini terbuat dari air yang ditutupi oleh kaca yang
tebal. Ratu Balqis tersipu malu. Setelah ke duanya duduk
berdampingan, Nabi Sulaiman mengajak ratu Balqis masuk
agama Islam. Ratu Balqis pun masuk Islam
23
maksum para Nabi dan mursalin dan menggambarkan mereka menolak
kenikmatan tuhan kepada kekejian dan keaiban yang tidak layak
sebagai manusia biasa, sebagai anugerah Allah sebagai seorang Nabi.46
Dalam penulisan tafsir al-Ibrîz, Bisri Musthafa memberikan
langkah-langkah atau metode yang sangat simpel. Langkah tersebut
dinyatakan langsung dalam mukadimah tafsirnya.47
Bahasa Jawa
Bentuk utawi wangunipun, dipun atur kado sing ngandap
puniko:
1) Al-Qur’an dipun serat in tengah mawi makna gandul
2) Terjemah ipun tafsir kaserat in pinggir kanti tanda nomor.
Nomor ipun ayat dumawah ing akhiripun. Nomor ipun
terjemah dumawah ing awalipun
3) Keterangan-keterangan sak sanesipun mawi tanda: tanbih,
faedah, muhimmah, lan sak punggalipun.
Bahasa Indonesia;
Bentuk-bentuk atau langkah-langkahnya dijelaskan dibawah
ini:
1) Al-Qur’an ditulis di tengahnya dengan diberi makna gandul
(arti yang bergantung dan miring)
2) Terjemah tafsir ditulis pada bagian pinggir dengan
menggunakan nomor. Nomor-nomor ayat pada bagian akhir,
dan nomor-nomor terjemah/tafsir diletakkan di awal ayat.
3) Keterangan-keterangan lain yang berkaitan dengan
penafsiran diletakkan dalam sub tanbih, faedah, muhimmah,
dan lain-lainnya.
46
Ibid, h. 94
47
Ibid
48
Lihat http://adisutrisno15.blogspot.com/2015/06/studi-kitab-tafsir-al-ibriz-karya-
kh.html?m=1 diakses pada kamis, 05 Desember 2019
24
setelah ia melakukan penelitian terhadap tafsir yang ditulis oleh KH. Bisri
Musthafa tersebut.49 Sebagai contoh adalah ketika menafsirkan lafal أو
ﻻﻣﺴﺘﻢ اﻟﻨﺴﺎءdalam Q.S. Al-Mâidah (5): 6
ِ ِِ ِ ِ وإِ ْن ُﻛْﻨـﺘُﻢ ﻣﺮﺿﻰ أَو ﻋﻠَﻰ ﺳ َﻔ ٍﺮ أَو ﺟﺎء أ
ََﺣ ٌﺪ ﻣْﻨ ُﻜ ْﻢ ﻣ َﻦ اﻟْﻐَﺎﺋﻂ أ َْو َﻻ َﻣ ْﺴﺘُ ُﻢ اﻟﻨّ َﺴﺎء
َ َ َ ْ َ َ ْ َ َْ ْ
Artinya;“... Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari
َ
tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan...”
Bahasa Jawa;
...Utowo ngepuk wong wadon utowo jimak, nuli siro kabeh ora nemu
banyu...
Bahasa Indonesia;
Atau menepuk wanita atau jimak, atau tidak menemukan air
ﺻ ُﺪﻗَﺎﺗِ ِﻬ ﱠﻦ ﻧِ ْﺤﻠَﺔً ﻓَِﺈ ْن ِﻃْﺒ َﻦ ﻟَ ُﻜ ْﻢ َﻋ ْﻦ َﺷ ْﻲ ٍء ِﻣْﻨﻪُ ﻧَـ ْﻔ ًﺴﺎ ﻓَ ُﻜﻠُﻮﻩُ َﻫﻨِﻴﺌًﺎ َﻣ ِﺮﻳﺌًﺎ ِ
َ ََوآﺗُﻮا اﻟﻨّ َﺴﺎء
Artinya;
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika
mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu
dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu
dengan senang hati.”
Bahasa Jawa
Siro kabeh yen kawen, kudu maringi bojo iro kabeh maskawen kang
sak Mestine kelawan senenge. Lamun bojo wadon lego atine
49
Lihat Ridhoul Wahidi, Op.cit, h. 103-121
50
Ibid
25
mangsulake mas Kawin mau, siro kabeh diparengake mangan
wangsulan mau tanpo ono alangan opo-opo.
Bahasa Indonesia
Jika kalian menikah. Wajib memberi kepada istrinya mahar yang
sepantasnya. Sesuai dengan kehendakmu. Jika istrimu ikhlas
mengembalikan mahar tersebut. Maka kalian boleh memakan
pengembalian mahar tanpa ada halangan apa-apa.
Dari tafsiran ayat diatas kita ketahui bahwa hukum memberikan mahar
kepada calon istri itu wajib
Persoalan fikih yang ditafsirkan tentang poligami yakni pada Q.S.
An-Nisâ (4): 3
ِ ََوإِ ْن ِﺧ ْﻔﺘُ ْﻢ أﱠَﻻ ﺗُـ ْﻘ ِﺴﻄُﻮا ﻓِﻲ اﻟْﻴَـﺘَ َﺎﻣﻰ ﻓَﺎﻧْ ِﻜ ُﺤﻮا َﻣﺎ ﻃ
َ ﺎب ﻟَ ُﻜ ْﻢ ِﻣ َﻦ اﻟﻨِّ َﺴﺎء َﻣﺜْـﻨَﻰ َوﺛَُﻼ
ث َ
ِ ِ ِ ِ
ﻚ أَ ْدﻧَﻰ أﱠَﻻ ﺗَـﻌُﻮﻟُﻮا ْ ﺎع ﻓَِﺈ ْن ﺧ ْﻔﺘُ ْﻢ أﱠَﻻ ﺗَـ ْﻌﺪﻟُﻮا ﻓَـ َﻮاﺣ َﺪةً أ َْو َﻣﺎ َﻣﻠَ َﻜ
َ ﺖ أَﻳْ َﻤﺎﻧُ ُﻜ ْﻢ َذﻟ َ ََوُرﺑ
Artinya;
“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah
perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika
kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang
saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu
lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.”
Bahasa Jawa;
Wong-wong Islam ing zaman awal, yen ono kang ngerumat yatimah ing
mongko kabeneran ora mahram (anak dulur umpamane), iku akeh-akehe
nuli di kawin pisan. Naliki iku nganti kedadian ono kang duwe bojo wolu
utowo sepuluh. Barang ayat no 2 mau temurun, wong mau nuli podo
kuwatiran ora bisa ngadil, nuli akeh kang podo sumpek, nuli Allah Ta’ ala
nurunake ayat kang no telu iki surasane yen siri kabeh kuatir ora bisa
ngadil ono ing antarane anak-anak yatim kang siro rumah, ya wayuh loro-
loro bahe, utowo telu-telu, utowo papat-papat sangkeng wadon kang siro
senengi. Ojo nganti punjul songko papat. Lamun siro kabeh kuatir ora biso
ngadil nafaqah lan nggilir, mongko nikah siji wae, utowo ngarap cukup
jariyah kang siro kang miliki, nikah papat utowo siji, utowo ngalap jariyah
iku sejatine luweh menjamin kengadilan ora melempeng.
Bahasa Indonesia;
Orang-orang Islam zaman awal, jika mendidik anak yatim perempuan
yang tidak mahram (anak saudara misalnya), itu kebanyakan dinikahi
sekalian. Pada saat itu sampai terjadi beristri delapan atau sepuluh. Ketika
ayat 2 turun, orang-orang khawatir tidak bisa berlaku adil dan banyak
orang yang terpojok. Kemudian Allah menurunkan ayat ke tiga ini. Jika
kalian khawatir tidak bisa berlaku adil terhadap anak-anak yatim yang
kamu didik, maka menikahlah dua-dua, tiga-tiga, atau empat-empat dari
26
perempuan yang kamu sukai. Jangan lebih dari empat. Namun jika
khawatir tidak bisa berlaku adil dalam hal nafkah dan menggilir, maka
lebih baik ikah satu saja. Atau nikahilah budak yang kamu miliki. Nikah
empat atau satu, atau menikahi budak sebenarnya lebih menjamin
keadilan.
27
C. PENUTUP
Kesimpulan
Tafsir Al-Ibrîz di tulis oleh KH. Musthafa Bisri yang lahir di kampung
Sawahan, Rembang, Jawa Tengah pada tahun 1915 dengan nama asli Mashadi.
Wafat di Semarang tanggal 16 Februari 1977 karena serangan jantung, tekanan
darah tinggi, berusia 62 tahun. Tafsir Al-Ibrîz merupakan kitab tafsir yang
lengkap hingga 30 juz, menggunakan metode ijmâli. Menggabungkan dua
penafsiran, yakni tafsir bi Al-Ma’ tsûr dan bi Al-Ra’ yi. Tafsir ini menggunakan
corak fiqhi.
Kelebihannya adalah menerjemahkan secara harfiah dengan tulisan
gantung di bawah tulisan ayat. Tidak menguatkan/memihak terhadap salah satu
pendapat. Kekurangan, Hadis dalam tafsirnya tidak disertai sanad yang
lengkap. Terdapat Isrâiliyat. Dalam pengutipan terkadang tidak di sertai yang
jelas penyebutan siapa ulama yang dikutif. Sukar di pahami orang luar jawa.
28
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Mafri, Literatur Tafsir Indonesia, Ciputat: Sejahtera Kita, 2013, Cet. 2
Chakim, Luqman, Tafsir-tafsir ayat nasionalisme dalam Tafsir al-Ibriz karya K.H
Bisyri Musthafa, Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, 2014
Fahmi, Izzul, Lokalitas Kitab Tafsīr Al-Ibrīz Karya KH. Bisri Mustofa, ISLAMIKA
INSIDE: Jurnal Keislaman dan Humaniora, Volume 5, Nomor 1, Juni 2019
Huda, Achmad Zainal, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa,
Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara, 2005
Ma’ luf, Louis, Al-Munjîd fî Al-Lughah, Beirut al-Maktabah al-Katulikiyah, t.t.h
Musthafa, KH. Bisri, Al-Ibrîz Li Ma’ rifah Al-Qur’ ân Al-’ Azîz bi Al-Lughah Al-
Jâwiyah, Rembang: Menara Kudus, t.th, Jld. I
Raco, J.R., Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya,
Jakarta: Grasindo, 2010
Rokhmad, Abu, Telaah Karakteristik Tafsir Arab Pegon Al-Ibriz, Jurnal “Analisa”
Volume XVIII, No. 01, Januari - Juni 2011
Wahidi, Ridhoul, Karakteristik Penafsiran Bisri Musthofa dalam Al-Ibrîz li Ma’
rifati Tafsîr Al-Qur’an Al-Azîz, Tesis Pascasarjana IAIN Imam Bonjol
Padang, 2013
29