Disusun Oleh:
Kelompok 5
Muthi`ah Nur Hanifah (21211712)
Mutiara Salsabila (21211743)
Nurul Hasanah (21211745)
Dosen Pengampu:
Muhammad Daud, MA.
Kelompok 5
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tulisan tangan yang berasal dari mulai abad ke-13 biasa
disebut naskah dalam Bahasa Indonesia, makhthuthat dalam
Bahasa arab, manuscript dalam Bahasa inggris dan codex dalam
Bahasa latin. Naskah yang dimaksud disini adalah semua
peninggalan tertulis yang memakai bahan kertas, kulit kayu,
lontar, dan rotan.
Dalam rumpun keilmuan islam, peranan naskah-naskah
kuno tersebut sangat penting dalam menyimpan berbagai
informasi ilmu-ilmu keislaman yang langsung berasal dari para
ulama.
Ilmu filologi berperan untuk menyelidiki, mengkaji dan
menyelamatkan segala ilmu dan kebudayaan yang terdapat dalam
naskah-naskah kuno. Filologi tidak hanya mengkaji teks, ia juga
memberikan komentar dan penjelasan yang diperlukan yang
kemudian melahirkan karya sastra.
Dalam menyelidiki dan mengkaji mengkaji naskah-
naskah kuno, pasti memerlukan teori-teori dan metologi-
metodologi khusus untuk memudahkan dalam prosesnya. Dalam
makalah ini kita bahas beberapa teori dan metode penelitian
filologi.
1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Apa saja teori penelitian filologi?
2. Apa saja macam-macam metode penelitian filologi?
3. Tujuan penelitian filologi?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Metode Penelitian Filologi
1. Filologi dan Kritik Teks
Kritik teks menjadi salah satu aktivitas penting dalam
penelitian filologi. Kritik teks pula yang membedakan
pendekatan filologi dengan pendekatan lainnya, dalam
memperlakukan naskah. Dalam tradisi filologi klasik, kritik teks
dipahami sebagai upaya mengembalikan teks sedekat mungkin
dengan tulisan pertama nya (autograph). Prinsip ini dilandasi
oleh sebuah kenyataan bahwa naskah yang tulis oleh pengarang
ratusan tahun silam sangat jarang dijumpai sehingga pemahaman
atas sebuah karya klasik hanya bisa mengandalkan pada sejumlah
salinan naskah saksi (witnesses) yang tertinggal.
Masalahnya, sifat dan watak naskah saksi yang dihasilkan
melalui proses penyalinan, apalagi telah berkali- kali, sering
mengandung keragaman bacaan, tambahan (interpolation),
pengurangan, atau bahkan kesalahan tulis. Ini memang sebuah
risiko tak terelakkan dari proses transmisi teks secara manual
yang menyebabkan beragamnya kualitas naskah salinan,
terutama jika secara fisik naskah asalnya pun telah mengalami
kerusakan (physical damage). Apalagi jika transmisi teks
tersebut terjadi dengan me- libatkan tangan-tangan ceroboh
(fallibility of scribes) yang tidak memahami makna teks yang
disalinnya, atau dilakukan oleh mereka yang terlalu jauh campur
tangan dalam menambahkan teks sesuai kepentingan pribadinya
3
(effects of deliberate interpolation), maka originalitas teks yang
dihadapi menjadi lebih sulit dipastikan sehingga memerlukan
sebuah tahap kritik teks sebelum menampilkannya kepada
khalayak pembaca.
Inilah antara lain beberapa dasar pertimbangan yang
menjadi latar belakang munculnya tradisi kritik teks pada masa
klasik, dan yang menyebabkan berkembangnya pendekatan
filologi.
Sejumlah sarjana mencoba merekonstruksi sebab-sebab
mengapa para penyalin teks lama cenderung melakukan banyak
dan beragam kesalahan ketika menyalin naskah. Beberapa di
antaranya diakibatkan oleh faktor penyalin seperti kesalahan
membaca dan memahami teks yang disalinnya, atau malah salah
mengeja sebuah kata. Akan tetapi, beberapa lainnya merupakan
konsekuensi logis dari faktor teks itu sendiri yang tak terelakkan
seperti tidak ada nya pembagian kata atau paragraf dalam tradisi
penulisan naskah lama, sehingga penyalin cenderung out of
control, atau karena dalam tradisi beberapa aksara tertentu,
sejumlah kata memiliki kemiripan yang bisa membuat bingung
penyalin.
Oman Fathurrahman dalam bukunya menyebut misalnya
apa yang disebut sebagai haplography, yakni hilangnya beberapa
kata atau huruf dalam sebuah kalimat yang seharusnya disalin
dua kali tetapi hanya disalin satu kali (saut du même au meme);
ini biasanya terjadi ketika pada 'pandangan pertama' mata
penyalin tertuju pada satu kata kunci tertentu dalam teks sumber,
lalu menyalin kata tersebut, dan pada 'pandangan kedua' matanya
4
berpin- dah pada kata kunci yang sama tetapi terletak di baris
lain, lalu menyalinnya begitu saja, dan dengan demikian secara
tak sengaja ia melewatkan serangkaian kata yang terletak di
antara dua kata kunci di atas.
Fenomena kesalahan lain yang lazim terjadi dalam proses
transmisi teks melalui penyalinan tangan adalah dittography,
yakni pengulangan satu kata atau lebih yang tidak seharus nya
terjadi, atau ada juga perubahan huruf yang memiliki kemiripan,
hilangnya satu bait puisi, dan perubahan urutan kata, di samping
tentunya ada perubahan yang disengaja oleh penyalin akibat
maksud-maksud tertentu, baik yang bersifat idelogis, ekonomis,
maupun lainnya. Untuk tujuan merespon fenomena transmisi
teks seperti itulah penelitian filologi dilakukan.1
2. Teori Skema
1
Oman Fathurrahman, Filologi Indonesia Teori dan Metode (Tangerang Selatan:
Penerbit Kencana, 2022), 67.
5
Ada beberapa lankah yang harus dilakukan ketika akan
menerapkan metode Skema ini, diantaranya;
a) Recensio
Recensio berarti mencari bentuk asal teks berdasarkan
salinan naskah yang dijumpai. Setelah merekonstruksi
hubungan kekerabatan antarnaskah berdasarkan kesalahan
bersama, juga dimungkinkan dilakukannya eliminasi
terhadap satu atau lebih salinan naskah yang dapat dipastikan
sebagai keturunan langsung dari sebuah naskah lainnya
(eliminatio codicum descriptum).
b) Examinatio
Setelah recensio, tahap berikutnya dalam metode stema
adalah examinatio, yakni tahap pengujian apakah teks yang
sudah diyakini sebagai bentuk mula berdasarkan pohon
silsilah yang terbentuk itu sudah "ajek" atau masih
mengandung banyak kesalahan.
c) Emendatio
Jika examinatio telah dilakukan, maka tahap akhir yang
perlu dilakukan adalah emendatio, yakni mengoreksi
berbagai kesalahan dalam teks dengan memanfaatkan
sejumlah naskah saksi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kalau koreksi dari naskah saksi pun tidak ditemukan, maka
kesalahan tersebut bisa diisolasi (dihilangkan) dari
keseluruhan teks.
6
Sayangnya, ada beberapa kendala. Salah satu kendalanya jika
diterapkan di kritik naskah Nusantara karena proses tradisi
penyalinan di Nusantara secara terbuka, dimana pada saat yang
bersamaan para penyalin merujuk pada beberapa sunber yang
berbeda untuk menghasilkan naskah salinannya. Padahal metode
Skema diasumsikan kepada teks dengan proses penyalinan
tertutup.
7
memulihkan teks kepada sebuah bentuk yang diperkirakan paling
sesuai dengan karangan aslinya lewat perbandingan naskah
secara cermat.
8
(3) klasifikasi naskah, dilakukan untuk memudahkan
pengenalan naskah serta untuk menentukan naskah sumber
primer dan sekunder
(4) komparasi naskah, melalui perbandingan kuantitas teks
untuk mendapatkan gambaran isi naskah secara jelas dan
mengetahui adanya unsur-unsur baru dalam naskah. Unsur-
unsur baru tersebut dapat menunjukkan perbedaan yang
mengakibatkan adanya penyimpangan redaksional antar
naskah. Perbedaan yang dimaksud berupa uraian peristiwa
yang berlainan, urutan uraian peristiwa yang berbeda, gaya
yang berbeda dengan kata yang sama serta kata-kata yang
berbeda
(5) silsilah naskah melalui stema melalui stema naskah dapat
ditentukan kekerabatan antar naskah yang memuat teks yang
sama lalu diwujudkan dalam bentuk silsilah naskah
(6) penentuan naskah dasar yang akan ditransliterasi serta
dilakukan dengan pertimbangan antara lain: isinya lengkap,
tidak lebih banyak penyimpangan dibanding dengan naskah
lainnya, kondisi naskah utuh, bahasanya linier dan mudah
dipahami
2. Metode kajian teks atau metode kritik teks
Jika naskah yang ditemui di lapangan berjumlah banyak,
maka ada beberapa metode yang dilakukan, yakni metode
intuitif, metode obyektif, metode gabungan dan metode
landasan. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a) Metode intuitif
9
Oleh karena sejarah penyalinan yang dibuat berulang
kali, maka pada umumnya tradisi teks sangat beragam.
Pada zaman dulu, banyak orang ingin mengetahui bentuk
asli karya-karya klasik Yunani dan Romawi. Di masa itu,
metode ilmiah obyektif belum dikembangkan sehingga
orang-orang bekerja secara intuitif (dengan menggunakan
naluri dan secara spontan) dengan cara mengambil
naskah yang dianggap paling tua. Di tempat-tempat yang
dipandang tidak betul, naskah itu diperbaiki berdasarkan
naskah lain dengan memakai akal sehat, selera baik dan
pengetahuan luas. Metode ini bertahan sampai abad ke-
19.
b) Metode Obyektif
Pada tahun 1830-an, ahli filologi Jerman, Lachmann dan
kawan-kawan meneliti secara sistematis hubungan
kekeluargaan antara naskah-naskah sebuah teks atas
dasar perbandingan naskah yang mengandung kesalahan
bersama. Jika dari sejumlah naskah, ada beberapa yang
selalu mempunyai kesalahan yang sama pada tempat
yang sama, maka dapat disimpulkan bahwa naskah-
naskah tersebut berasal dari satu sumber (yang hilang).
Dengan memperhatikan kekeliruan-kekeliruan bersama
dalam naskah tertentu, maka akan dapat ditentukan
silsilah naskah. Setelah itu, barulah dilakukan kritik teks
yang sebenarnya. Metode obyektif yang sampai kepada
silsilah naskah disebut metode stema. Penerapan metode
10
ini sangat penting karena pemilihan atas dasar
obyektifitas selera baik dan akal sehat dapat dihindari.
c) Metode Gabungan
d) Metode Landasan
Penerapan metode ini yaitu jika menurut tafsiran yang
tepat, ada satu atau segolongan naskah yang diyakini
lebih unggul kualitasnya dibandingkan dengan naskah
lain yang diperiksa dari sudut bahasa, kesastraan, sejarah
dan yang lain, maka dapat dinyatakan sebagai naskah
yang mengandung paling banyak bacaan yang baik. Oleh
karena itu, naskah tersebut dipandang paling baik untuk
dijadikan landasan dalam edisi. Metode ini disebut juga
11
dengan metode induk/legger. Dalam metode landasan,
varian-variannya hanya digunakan sebagai pelengkap.
Seperti halnya pada metode atas dasar bacaan mayoritas,
pada metode landasan ini pun varianvarian yang terdapat
dalam naskah-naskah lain yang seversi dimuat dalam
aparat kritik yaitu bahan pembanding yang menyertai
penyajian suatu naskah.2
2
ahmad sirfi fathoni, “Pernik-Pernik Metode dan Pendekatan dalam Penelitian
Filologi,” jurnal mahasantri , vol. 2 no. 1 (November 2021): h. 350-360.
12
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kritik teks menjadi salah satu aktivitas penting dalam
penelitian filologi. kritik teks dipahami sebagai upaya
mengembalikan teks sedekat mungkin dengan tulisan pertama
nya. Karena pada kenyataanya, naskah yang tulis oleh
pengarang asli di zaman dahulu sangat jarang dijumpai
sehingga pemahaman atas sebuah karya klasik hanya bisa
mengandalkan pada sejumlah salinan naskah.
14
dengan tujuan agar para pembaca dapat mengetahui dan
memahami kekhasan masing-masing teks.
B. Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini
banyak sekali kesalahan dan sangat jauh dari esempurnaan.
Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan
nantinya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran tentang pembahasan makalah diatas. Agar penulis
dapat memperbaiki makalah yang selanjutnya.
15
DAFTAR PUSTAKA
15