Anda di halaman 1dari 32

ILMU BALAGHAH

(PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP)


Makalah Ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Ilmu Balaghah

Disusun Oleh :
Kelompok I
Nadia Zakia (21211718)
Najwa Kamila (21211722)
Nurhidayatul Khairiyah (21211743)
Nurul Hasanah (21211746)

Dosen Pengampu :
Dr. Ziyad Ul-Haq, M.A

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN
JAKARTA
2024 M/1445 H
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
sebab, dengan rahmat dan karunia-Nya, penulis mampu berbagi informasi
pengetahuan tentang Ilmu Balaghah. Sholawat dan salam semoga akan
senantiasa tercurahlimpahkan pahalanya kepada Nabi Muhammad SAW
manusia teladan yang kita harap-harapkan syafaatnya kelak di hari
kebangkitan (kiamat).

Dalam kesempatan ini, penulis juga tidak lupa mengucapkan


terima kasih kepada Bapak Dr. Ziyad Ul Haq, M.A. selaku Dosen
pengampu mata kuliah Ilmu Balaghah, yang telah membimbing dan
memotivasi kami dalam penulisan makalah ini. Kami juga mengucapkan
rasa terima kasih kepada para pembaca, semoga apa yang kami tuliskan
dalam makalah ini akan menjadi ilmu yang bermanfaat.

Terakhir kali, Jika ada kebenaran dan kebaikan dalam pembahasan


makalah ini, maka sejatinya kebenaran itu berasal dari Allah SWT.
Sementara, segala kesalahan yang ada di dalamnya sejatinya berasal dari
kebodohan dan kefakiran penulis sendiri. Karena itulah, penulis dengan
tulus memohon maaf dan menerima dengan lapang dada segala kritik dan
saran untuk nantinya dapat membuat makalah yang lebih baik lagi.

Tangerang Selatan, 4 Februari 2024

Kelompok I

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... ii

DAFTAR ISI.......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1


B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................... 3

A. Pengertian Ilmu Balaghah ........................................................... 3


B. Ruang Lingkup Ilmu Balaghah ................................................... 8

BAB III PENUTUP ............................................................................... 27

A. Kesimpulan ................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 29

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu Balaghah, sebagaimana ilmu lain berangkat dari sebuah
proses penalaran untuk menemukan premis-premis pengetahuan yang
dianggap benar untuk kemudian disatukan menjadi kumpulan teori.
Setelah teori itu dikumpulkan secara umum dengan Pembagian-bagian
yang sepesifik, maka ada kecenderungan untuk mempelajari bagian-
bagian tersebut secara parsial-banyak yang menyebut al-Sakkâki sebagai
tokoh yang mengubah balaghah dari shina'ah menjadi ma'rifah-dari
induktif menjadi deduktif. Dari paparan tersebut tersirat bahwa setiap
ilmu mempunyai objek kajian yang membatasi ruang gerak keilmuan
tertentu, agar jelas dan tidak keharusan pembahasan.
Sastra yang merupakan ekspresi merdeka, bukan sesuatu yang
tanpa aturan dan rumusan. Hal ini bisa dibuktikan dengan munculnya
beragam ilmu sastra yang menentukan kualitas karya saatra yang
dianalisa. Dalam tradisi ilmu sastra Arab, balaghah setelah menjadi ilmu
mempunyai rumusan-rumusan tertentu yang digunakan sebagi basis
konkretisasi sastra dan tolak ukur keindahan dan ke- balaghah-an karya
sastra. Balaghah merupakan ilmu sastra di atas kajian morfologi dan
sintaksis, kajian balaghah berpijak pada kedua ilmu tersebut, yang secara
teori prasyarat mempelajari balagah harus menguasai morfologi (sharf)
dan sintaksis (nahw). Makalah ini secara ringkas berusaha untuk
mendeskripsikan Ilmu al-Balaghah.

4
B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan Latar Belakang masalah diatas maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa pengertian Ilmu Balaghah?
2. Apa Pengertian Ilmu Ma’ani?
3. Apa Pengetian Ilmu Bayan?
4. Apa Pengertian Ilmu Ba’di?

C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas tujuan penulisan makalah yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian Ilmu Balaghah
2. Untuk mengetahui pengertian Ilmu Ma’ani
3. Untuk mengetahui pengertian Ilmu Bayan
4. Untuk mengetahui pengertian Ilmu Ba’di

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Balaghah


Ilmu balaghah secara Bahasa berasal dari dua kata yakni ilmu dan
balaghah. Ilmu adalah sekumpulan pengetahuan yang ditujukan untuk
memberikan penjelasan mengenai berbagai hal yang terjadi di alam ini.
Bahasa Arab menuliskan ilmu dengan serangkaian bentuk kata yaitu
‘alima-ya’lamu-ilman yang berarti memahami, mengetahui, dan
mengerti dalam pengertian ini ilmu akan difahami lebih luas dari[pada
pengetahuan. Sementara itu, Bahasa Arab mencatat balaghah dengan
kata ba, lam dan gha menjadi ‫ بٍغ‬artinya sampai atau menyampaikan pada
sesuatu. Adapun kata balagha ini mempunya sinonim kata dengan washl
yang mempunya arti yang sama yakni sampai. Dalam hukum Islam
dikatakan bahwa orang yang sudah baligh maka berlaku semua ketentuan
hukum fikih padanya. Sebagaimana dalam Qs. Al-Ahqaf ayat 15:

َ ُ َٰ ُٗ ٰ ٗ ُ َ َ ً ْ ُ ُ ْ َ َ َ َّ ً ْ ُ ٗ ُّ ُ ُ ْ َ َ َ ً َ ْ ْ َ َ َ َ ْ ْ َ ْ َّ َ َ
‫ۗوح ْمله َو ِفصله ثلث ْون‬ ‫ووصينا ال ِانسان ِبوالِديهِ ِاحساناۗحملته امه كرها ووضعته كرها‬
َّ َ َ ْ ُ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ ًَ َ َ ََ َّ ُ َ َ َ َ ّٰ َ َ
‫ش ْه ًراۗحت ٓى ِاذا َبلغ اشد ٗه َو َبلغ ا ْر َب ِع ْين َسنةًۙقال َر ِب ا ْو ِزع ِن ْ ٓي ان اشك َر ِنع َمتك ال ِت ْ ٓي‬
َ َ ُ ُْ ُ ْ ْ َ ُ ٰ َ ً َ َ َْ ْ َ َ ٰ َ َ َ َ ََْ
‫انع ْمت علَّي َوعلى َوا ِلد َّي َوان اع َمل ص ِالحا ت ْرضىه َواص ِلح ِل ْي ِف ْي ذ ِرَّي ِت ْيۗ ِ ِان ْي تبت ِال ْيك‬
َ ْ
١٥ ‫َواِ ِن ْي ِم َن ال ُم ْس ِل ِم ْين‬

“Kami wasiatkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua


orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandung sampai
menyapihnya itu selama tiga puluh bulan. Sehingga, apabila telah
dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, dia (anak itu)
berkata, “Wahai Tuhanku, berilah petunjuk agar aku dapat mensyukuri
nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua
orang tuaku, dapat beramal saleh yang Engkau ridai, dan berikanlah
kesalehan kepadaku hingga kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku
6
bertobat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang
muslim.” (QS. Al-Ahqaf [46]:15)
Selain memiliki padanan dengan kata .... yang berarti pencapaian,

‫ ٍبغ‬juga memiliki padanan arti yang sama dengan kata ‫األخاء‬


ٙ yang berarti

selesai atau tujuan akhir. Hal ini sebagaimana terdapat dalam firman
Allah SWT Qs. Al-Baqarah ayat yang membahas mengenai habisnya
masa iddah seorang istri yaitu selama 40 hari. Pada tafsir ayat ini,
dikatakan bahwa hendaklah seorang istri menunggu sedikitnya empat
puluh hari setelah suaminya wafat sebelum menerima lamaran atau
mencari kegembiraan yang lain. Jika telat sampai pada batas iddah
tersebut maka larangan yang diperintahkan oleh Allah SWT sudah tidak
berlaku lagi.

Jika dikaji secara etimologi seperti di atas, maka dapat kita


temukan bahwa balaghah menjadi sebuah sifat yaitu sifat sebuah
perkataan yang mesti menyampaikan perkataan tersebut pada tujuannya.
Untuk membedakan antara balaghah dan fashahah yang menjadi ciri
utama adalah perkataan yang baligh mesti sampai ke hati lawan bicara.
Karenanya secara Istilah bisa diartikan bahwa balaghah adalah
pengungkapan suatu isi hati dengan kata dan Bahasa yang fashih, benar,
dan jelas dan sesuai dengan keadaan hati lawan bicara (Al- Hasyimi:
1960). Dalam hal ini, Al-Amili (1377, 10) menyimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan perkataan atau kalam yang baligh adalah pada
pensifatannya yakni harus sesuai dengan ungkapan dan pembicaraan
tidak harus kterikat pada huruf atau kosa katanya. Beliau juga
manegaskan bahwa nilai balaghah pada setiap kalam bergantung pada
sejauh mana kalam tersebut dapat memenuhi tuntutan situasi dan kondisi.

7
Maudhu atau pembahasan yang dikaji dalam ilmu balaghah
adalah perkataan Bahasa Arab yang fasih dari segi tingkatakannya serta
yang sesuai dengan situasi dan kondisi. Hal ini mendorong untuk
mengkaji kebalighan setiap kalam Arab bukan hanya yang ada di dalam
Al-Qur’an saja. Pembahasan balaghah juga menyentuh aspek-aspek
respon orang-orang Arab terhadap Al-Qur’an termasuk mereka yang
mencoba membuat ayat yang semisal dengan Al-Qur’an. Tantangan
untuk membuat yang semisal dengan Al-Qur’an tidaklah dapat dilakukan
oleh siapapun walaupun oleh mereka yang tak terkalahkan dalam
membuat syair pada masa itu.
Pengkhususan Ilmu balaghah untuk mengkaji kata dan kalimat
dalam Bahasa Arab adalah karena ilmu ini dikhususkan untuk mengkaji
kemukjizatan Al-Qur’an. Adapun tujuan pokok dalam penyusunan ilmu
ini adalah untuk menampakaan rahasia-rahasia kedalam makna dalam
Al-Qur’an. Selain itu juga untuk menampilkan segi kemukjizatan Al-
Qur’an dari tata bahasanya. Karena Al-Qur’an dan Bahasa Arab
mempunyai hubungan yang erat jika ditinjau dari segi ilmu balaghah.
Ilmu balaghah sendiri bergantung pada dua hal utama: pertama,
terhindarnya kesalahan dan penyampaian makna yang dimaksud oleh
mutakallim. Kedua, terhindarnya dari sebab-sebab rusaknya kefasihan.
Kedua hal ini harus terwujud guna disebutnya suatu kalam sebagai kalam
yang baligh.1
1. Aspek-Aspek Ilmu Balaghah
Perkataan yang baligh ialah perkataan yang sampai pada
maksudnya, yakni yang mana ketika perkataan tersebut diucapkan
maka pendengar mengetahui maksud dari apa yang dikatakan oleh

1
Ilma Amalia, R. Edi Komarudin “Ilmu Balaghah” Jurnal Ilmiah Multidisiplin Volume
1, Nomor 5, Juni 2023, Halaman 241-249
8
pembicara. Setiap ilmu memiliki aspek tertentu yang menunjang ilmu
tersebut. Balaghah memiliki aspek-aspek yang mana ketika aspek ini
terwujud akan mengantarkan kita pada makna balaghah itu sendiri.
Adapun aspen yang harus dicapai untuk mencapai baligh nya suatu
ungkapan yaitu :
a. Balaghah fil kalam atau sampainya suatu perkataan sesuai
dengan tuntutan situasi dan kondisi. Para ulama berbeda-beda
dalam mengngkapkan arti dari kalam baligh namun yang paling
masyhur menyebut bahwa kalam baligh ialah sebagaimana
definisi yang sudah diungkapkan di atas. Dari sini maka dapat
difahami bahwa aspek pertama dalam balaghah yakni harus ada
sesuatu yang mendorong mutakallim atau pembicara untuk
mengungkapkan pembicaraannya dengan suatu kekhususan
tersendiri supaya sampai pada pokok pembicaraan yang ingin
dibicrakan atau yang dimaksudkan oleh mutakallim. Dikatakan
pula bahwa balighnya kalam sebagai suatu pendorong atau
pemotivasi yang memaksa mutakallim untuk mengungkapkan
keinginannya melalui suatu perkataan. Arti dari istilah Ialah
semua perkataan yang berisi tentang kekhususan-kekhususan
yang mestinya sesuai dengan situasi dan kondisi. Sebagaimana
Allah SWT mengngkapkan dalam Qs. Yaasin ayat 14:

َ ُ ُ َ َّ ُ َ َ َ َ ْ َّ َ َ َ ُ ْ ُ ََّ َ ْ َ ْ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َ ْ
١٤ ‫ث فقال ْوٓا ِانآ ِال ْيك ْم ُّم ْر َسل ْون‬
ٍ ‫ِاذ ارسلنآ ِالي ِهم اثني ِن فكذبوهما فعززنا بِثا ِل‬

“(yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan,


lalu mereka mendustakan keduanya. Kemudian Kami
menguatkan dengan (utusan) yang ketiga. Maka, ketiga (utusan
itu) berkata, “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
diutus kepadamu.”

9
Ayat ini menganggambarkan bagaimana mereka mengingkari
utusan yang diutus kepada mereka. Kondisi ini menuntut jawaban
atas mereka dengan ungkapan yang tegas. Maka Rasul berkata
“sesungguhnya kami-lah utusan bagi kalian”. Yang mana
terdapat kata inna dalam ayat tersebut yang merupakan kata
penegasan dalam Bahasa Arab, maka dikatakan bahwa perkataan
ini sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat itu (yang butuh
penegasan). Selain harus sesuai dengan situasi dan kondisi, yang
dimaksud dengan baligh fi kalam harus juga dengan bentuk yang
fashih. Karena, jika sebuah ungkapan baligh dalam kalamnya
tetapi tidak fasih dalam pengungkapannya maka tidak bisa
dikatakan kalam tersebut sebagai kalam yang baligh.
Terealiasasinya balaghah tergantung pada terealisasinya
kefasihan kalam tersebut atau dalam istilah Bahasa Arab yang
artinya: “semua yang baligh itu fashih dan tidak semua yang
fashih itu baligh”.
b. Balaghah mutakallim atau mutakallim baligh yakni seorang
yang mengnungkapkan sebuah pembicaraan atau sebuah
ungkapan haruslah seseorang yang mampu untuk
mengungkapkan hal tersebut dalam artian dia tidak memiliki
halangan seperti sakit atau tidur. Selain itu situasi dan kondisinya
harus dalam keadaan tidak terpaksa atau ikhtiyari untuk
mengatakan apa yang ingin dikatakan. Maka dari itu, mutakallim
juga harus menguasai ilmu mengenai kefasihahan.2

B. Ruang Lingkup Ilmu Balaghah

2
Khamim, A. Subakir Ilmu Balaghah. Kediri: IAIN Kediri.(2018)
10
Ruang lingkup pembahasan dalam ilmu balaghah tidak lepas
dari 3 unsur penyusun kalimat, yaitu kata, arti, dan susunan kata (lafadh,
ma’na, dan nadham). Ilmu balaghah dibagi menjadi tiga cabang ilmu;
ilmu ma’ani yang mengutamakan makna, ilmu bayan yang
mengutamakan cara mengekspresikan makna melalui berbagai bentuk
lafaz, dan ilmu badi’ yang membahas tentang cara agar lafaz yang
digunakan untuk menyampaikan makna terdengar indah dan menarik
perhatian pendengar. Pembagian unsur kalimat menjadi tiga hal ini
secara tidak langsung mendikotomi masing- masing unsur seakan
satu unsur saja sudah mampu membuat kalimat atau ucapan menjadi
layak disebut ucapan yang balaghi.3
1. Ilmu Ma’ani
Ilmu Ma’ani adalah ilmu yang membahas segi lafal arab yang
relevan dengan tujuannya.

ً ً
‫ملع ينا عملا وه لوصا دعاوقو فرعى اهب لاوحا مالكلا يبرعلا يتلا‬

‫نوكي هل اهب اقباطم يضتقمل لاحلا ليحب نوكي قفو ضرغلا يذلا‬

‫قيس‬

“Ilmu Ma’ani ialah ketentuan-ketentuan pokok dan kaidah-kaidah


yang dengannya diketahui ihwal keadaan kalimat Arab yang sesuai
dengan keadaan dan relevan dengan tujuan pengungkapannya”
Contoh Ilmu Ma’ani :

a. I’jaz

3
Siti Rohmatul Ummah “Penggunaan Balaghatul Qur’an Sebagai Alternatif
Pembelajaran Ilmu Balaghah,” Fikroh: Jurnal Pemikiran dan pendidikan Islam 14, no. 2 (5
februari 2024)
11
I’jaz telah diterangkan secara jelas oleh Ali Al-
Jarimi danMushthafa Amin, yaitu sebagai berikut:

‫راجيالا ينا عملا ةرثاكتملا تحت ظفللا ليلفلا عم ة نابالا حاصف‬

‫إلا و‬

“I’jaz adalah menghimpun makna yang banyak ke


dalam redaksi yang singkat dengan jelas dan fasih.”
Pembahasan tentang I’jaz sebagai bagian dari kajian
ilmu ma’ani terbagi pada dua bagian penting, yaitu sebagai
berikut:

Pertama; i’jaz qishar, yaitu i’jaz dengan cara


menggunakan ungkapan atau redaksi yang singkat, namun
padat makna tanpa adanya pembuangan kata atau
kalimat. Terdapat banyak contoh untuk i’jaz bagian pertama
ini, salah satu yang aplikasi kaidah ini dalam ayat al-Quran
diantaranya adalah Q.S Al-A’raf [7]: 54 sebagai berikut:

ُ ََّ َّ َّ ّٰ ُ
َ َ َ
‫ام ثَّم ْاست ٰوى على‬ ‫ي‬‫ا‬ ‫ة‬ ‫ت‬ ‫س‬ ‫ي‬ْ ‫ف‬ ‫ض‬
َ َْْ َ
‫ر‬ ‫ا‬ ‫ال‬ ‫و‬ ‫ت‬ ‫و‬ َّ ‫اّٰلل الذ ْي َخ َل َق‬
ٰ ‫الس ٰم‬ ُ ‫اَّن َرَّبك ُم‬
ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َّ ُ ُّ َ ْ َّ ً َ ٗ ُ ْ َّ َ َّ ْ َ ْ
ٍۢ‫الع ْر ِشۗ ُيغ ِشى ال ْيل الن َه َار َيطل ُبه ح ِث ْيثاًَّۙوالش ْم َس َوالق َم َر َوالنج ْو َم ُم َسخ ٰر ٍت‬
َ َ ْٰ ْ َ ََ
ُ ّٰ ‫ب َا ْمرهًٓۙالا ل ُه الَخ ْل ُق َو ْال َا ْم ُر َت ٰب َر َك‬
٥٤ ‫اّٰلل َر ُّب العل ِم ْين‬ ۗ ِ ِ
“Sesungguhnya Tuhanmu adalah Allah yang telah menciptakan
langit dan bumi dalam enam masa,274) kemudian Dia
bersemayam di atas ʻArasy.275) Dia menutupkan malam pada
siang yang mengikutinya dengan cepat. (Dia ciptakan)
matahari, bulan, dan bintang-bintang tunduk pada perintah-
Nya. Ingatlah! Hanya milik-Nyalah segala penciptaan dan
urusan. Maha Berlimpah anugerah Allah, Tuhan semesta
alam.” (QS. Al-A’raf [7]:54)
Allah menciptakan alam semesta dalam enam masa
yang prosesnya sepanjang sejarah alam semesta, seperti yang
12
dijelaskan dalam surah an-Nāzi‘āt/79: 27‒33. Bersemayam di
atas ʻArasy adalah satu sifat Allah yang wajib diimani sesuai
dengan keagungan Allah Swt. dan kesucian-Nya.

b. Ithnab
Ali Al-Jarimi dan Mushthafa Amin mendefinisikan
ithnab yaitu sebagai berikut:
“Menambahkan suatu lafazh atas suatu makna karena
tujuan tertentu”
Ithnab dalam ilmu ma’ani terbagi ke dalam tujuh
bentuk dan masing-masing bentuk mengimplikasikan makna
yang beragam. Ketujuh bentuk tersebut adalah sebagai berikut:

1). Penyebutan lafadz khusus setelah lafadz umum dengan


tujuan untuk memberikan perhatian lebih pada makna
khusus tersebut. Contoh :
untuk bentuk yang pertama ini adalah pada Q.S Al-
Qadr [97]: 4 sebagai berikut:

َ ُ ْ ُ ُّ َ ُ َ ٰۤ َ ْ ُ ََّ َ
٤ ٍۛ‫الر ْوح ِف ْي َها ِب ِاذ ِن َر ِب ِه ْمْۚ ِم ْن ك ِل ا ْم ٍر‬ ‫تنزل الملىِٕكة و‬

“Pada malam itu turun para malaikat dan Rūḥ (Jibril)


dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan.”

Pada ayat diatas, Allah menyebutkan kata ar-rûh


secara khusus, padahal ar-rûh telah tercakup pada
keumuman malaikat, sehingga bisa dikatakan bahwa kata
tersebut adalah kata tambahan. Hal ini dimaksudkan
sebagai penghormatan dan penghargaan bagi Jibril,
13
seolah-olah dia berasal dari jenis lain. Jadi adanya
penambahan kata ar-rûh ini adalah untuk menghormati
sesuatu yang khusus. Penjelasan tersebut ternyata
senada dengan penjelasannya Az-Zuhaili, dia menyatakan
dalam tafsirnya bahwa penyebutan Jibril setelah malaikat
secara umum tujuannya adalah untuk menyebutkan
(keunggulan) kemampuannya.

2). Penyebutan lafadz umum setelah lafadz khusus, bertujuan


untuk menunjukkan makna umum serta karena adanya
penekanan pada makna yang khusus. Contoh dari bentuk
yang kedua ini adalah pada Q.S Nuh [71]: 28 sebagai
berikut:

َ ٰ ْ ْ َ ْ ْ ً ْ َ َ َ َ ْ
‫َر ِب اغ ِف ْر ِل ْي َو ِل َوالِد َّي َو ِل َم ْن دخل َب ْي ِت َي ُمؤ ِمنا َّو ِلل ُمؤمِ ِن ْين َوال ُمؤمِ ن ِتۗ َولا‬
َ َ َّ َ ّٰ َ
٢٨ ࣖ ‫ت ِزدِ الظ ِل ِم ْين ِالا تب ًارا‬

“Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku, dan siapa pun


yang memasuki rumahku dengan beriman dan semua orang
yang beriman laki-laki dan perempuan. Janganlah Engkau
tambahkan bagi orang-orang zalim itu selain kehancuran.”
3). Îdhâh ba’dal ibhâm, yaitu menjelaskan setelah adanya
kesamaran untuk menetapkan makna pada benak si
pendengar. Diantara contoh untuk bentuk ini adalah Q.S Al-
Hijr [15]: 66 sebagai berikut:

َ ْ ٌ ُ ْ َ ُ ٰٓ َ ََّ َْ َ ٰ َ َْ َ َ
٦٦ ‫َوقضينآ ِال ْيهِ ذ ِلك الا ْم َر ان د ِاب َر هؤلا ِۤء َمقط ْوع ُّمص ِب ِح ْين‬

“Telah Kami wahyukan kepadanya (Lut) keputusan itu


bahwa akhirnya mereka akan ditumpas habis pada waktu
subuh.”

14
4). At-Tikrâr, yaitu adanya pengulangan kalimat untuk tujuan
tertentu.

Seperti untuk meneguhkan makna dalam jiwa;


menampakkan kesedihan; dan karena terlalu panjangnya
kalimat pemisah sebuah redaksi. Diantara contoh untuk
bentuk ini adalah Q.S Yusuf [12]: 4 sebagai berikut:

َْ َّ َ َ َ َ َ ََ ُ َ َ َ ُ َ َ ْ
‫ِاذ قال ُي ْو ُسف ِلا ِب ْيهِ يٰٓا َب ِت ِاِن ْي َرا ْيت احد عش َر ك ْوك ًبا َّوالش ْم َس َوالق َم َر‬
ُ َ
٤ ‫َرا ْيت ُه ْم ِل ْي ٰس ِج ِد ْي َن‬

“(Ingatlah) ketika Yusuf berkata kepada ayahnya (Ya‘qub),


“Wahai ayahku, sesungguhnya aku telah (bermimpi) melihat
sebelas bintang, matahari, dan bulan. Aku melihat semuanya
sujud kepadaku.”
5). Al-I’tirâdh, yaitu menyisipkan satu kalimat atau lebih pada
satu atau dua perkataan. Diantara contoh untuk bentuk ini
adalah Q.S Yusuf [12]: 24 sebagai berikut:

ُّ ‫صر َف َع ْن ُه‬ْ َ َ ٰ َ َ َ َ ْ ُ ٰ َّ ْ َ َ ْ َ َ َّ َ َ ْ َّ َ ْ َ َ َ
‫الس ْ ۤو َء‬ ِ ِ‫ن‬‫ل‬ ‫ك‬‫ل‬ِ ‫ذ‬‫ك‬ۗ‫ه‬‫ب‬ِ ‫ر‬ ‫ان‬ ‫ه‬ ‫ر‬‫ب‬ ‫ا‬ ‫ر‬ ‫ن‬‫ا‬ ‫ا‬
ٓ ‫ل‬ ‫و‬‫ل‬ ْۚ‫ا‬ ‫ه‬ ‫ب‬ِ ‫م‬‫ه‬ ‫و‬ ًۙ
‫ه‬ ‫ب‬ِ ‫ولقد هم‬
‫ت‬
َ َ ْ ْ َ ٗ َّ َ ْ َ ْ
٢٤ ‫َوالفحشا َۤءۗ ِانه ِم ْن ِع َب ِادنا ال ُمخل ِص ْين‬

“Sungguh, perempuan itu benar-benar telah berkehendak


kepadanya (Yusuf). Yusuf pun berkehendak kepadanya
sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya.369)
Demikianlah, Kami memalingkan darinya keburukan dan
kekejian. Sesungguhnya dia (Yusuf) termasuk hamba-hamba
Kami yang terpilih.”
6). Tadzyîl (memberi tambahan), yaitu menyertakan suatu
redaksi dengan redaksi yang lainnya secara mandiri yang
mencakup kepada maknanya untuk memperkuat
ungkapan pertama, ataupun menguatkan apa yang

15
dipahaminya. Diantara ayat al-Quran yang menggunakan
bentuk tadzyîl ini adalah Q.S Al-Isra [17]: 81 sebagai
berikut:

ً ُ َ َ َ َ َ ْ َّ ُ َ ْ َ َ َ َ ُّ َ ْ َ َ ْ ُ َ
٨١ ‫اطل كان زه ْوقا‬
ِ ‫ۖان الب‬
ِ ‫اطل‬
ِ ‫وقل جاۤء الحق وزهق الب‬

“Katakanlah, “Yang benar telah datang dan yang batil


telah lenyap.” Sesungguhnya yang batil itu pasti lenyap.”
7). Al-Ihtiras atau at-Takîl (menyempurnakan), untuk
menjaga kesalahpahaman yang dilakukan oleh si penutur,
sehingga untuk menghindari hal demikian, maka harus
menambahkan dengan kalimat yang lainnya. Al-Ihtirâs ini
dalam istilah Al-Hasyimi disebut juga dengan istilah At-
Takmîl, yaitu mendatangkan maksud yang lain sebagai
bentuk pembandingnya setelah ucapan yang dilontarkan
sebelumnya terkesan kurang dipahami. Diantara contoh
untuk bentuk ini adalah Q.S Al-Maidah [5]: 54 sebagai
berikut:
ْ َ
ُّ ْ َ ُ ّٰ َ َ ُ ْ ََّ ُ ٰ َ ْ َّ َ َ
‫ي ُّب ُه ْم‬ ِ‫اّٰلل ِبقو ٍم ح‬ ‫يٰٓايُّها ال ِذين ا َمن ْوا َم ْن َّي ْرتد ِمنك ْم ع ْن ِد ْي ِنه ف َس ْوف َي ِأتى‬
َ ّٰ َ ُ َ ُ َ ْ ٰ ْ َ َ َّ َ َ ْ ْ ُ ْ َ َ َّ َ ٗ َ ْ ُّ ُ َ
‫اّٰلل َولا‬ِ ‫اهد ْون ِف ْي َس ِب ْي ِل‬ ِ ‫ي بون ٓهًۙا ِذل ٍة على المؤمِ ِنين ا ِعزةٍ على الك ِف ِرينۖيج‬ ِ‫و ح‬
َ ّٰ ُ ْ َ َ ٰ
ُ ّٰ ‫اّٰلل ُي ْؤت ِْيهِ َم ْن يَّ َشا ُۤء َو‬ َ َ َ َ ُ َ َ
٥٤ ‫اّٰلل َو ِاس ٌع ع ِل ْي ٌم‬ ۗ ِ ‫يخاف ْون ل ْو َمة ل ۤاى ٍِٕمۗذ ِلك فضل‬

“Wahai orang-orang yang beriman, siapa di antara kamu


yang murtad dari agamanya, maka Allah akan
mendatangkan suatu kaum yang Dia mencintai mereka dan
mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut
terhadap orang-orang mukmin dan bersikap tegas terhadap
orang-orang kafir. Mereka berjihad di jalan Allah dan tidak
takut pada celaan orang yang mencela. Itulah karunia Allah
yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki.
Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui.”
16
c. Musawah
Dalam pandangan Ali Al-Jarimi dan Mushthafa
Amin, yang dimaksud dengan musâwah adalah sebagai berikut:
“Pengungkapan kalimat yang maknanya sesuai dengan
banyaknya kata-kata, dan banyaknya kata-kata sesuai dengan
luasnya makna (yang dikehendaki), tidak ada penambahan
ataupun pengurangan” Berbeda dengan dua pembahasan
sebelumnya, kajian musâwâh ini tidak memliki ragam atau
bentuk turunannya.

2. Ilmu Bayan

ً
‫ملع نايبلا وه لوصا دعاوقو فرعي اهب داريا بنعملا دحاولا قرطب فلتحي‬

‫اهضعب لع ضعب يف حوضو ة لالدلا ةيلقعلا بلع سفن كلدللعملا‬

“Ilmu Bayan ialah beberapa ketentuan pokok dan kaidah yang


dengannya dapat diketahui penyampaian makna yang satu
dengan berbagai ungkapan, namun terdapat perbedaan kejelasan
tunjukan makna antara satu ungkapan dengan ungkapan lainnya
yang beragam tersebut”.
Ilmu ini membahas tentang macam-macam cara
penyampaian maksud ucapan dengan tujuan memudahkan
pemahaman si pendengar ilmu bayan lebih menekankan pada
mudahnya informasi tersampaikan melalui beberapa bentuk
penyampaiannya. Adapun ruang lingkup ilmu bayan terbagi
menjadi tiga yaitu tasybih, majaz, dan kinayah.4

a. Tasybih (gaya bahasa simile)

4
Siti Rohmatul Ummah, “Penggunaan Balaghatul Qur’an Sebagai Alternatif
Pembelajaran Ilmu Balaghah,” Fikroh: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam 14, no. 2 (30 Juli
2021): 164–65, https://doi.org/10.37812/fikroh.v14i2.221.
17
Dalam kamus Al-munawir, lafadz ‫ هيبشتلا‬dan dalam

Bahasa Indonesia berarti “persamaan”. Menurut istilah Ilmu


balaghah:

‫هيبشتلا وه قالحا رما رمبا دبا هيبشتلا عمالج امهنيب‬

“Yaitu menyamakan suatu hal dengan hal lain dengan


menggunakan perangkat (sarana) tasybih untuk mengumpulkan
diantara keduanya”
Sedangkan secara terminologis adalah menyerupakan antara dua
perkara atau lebih yang memiliki kesamaan sifat (satu atau lebih)
dengan suatu alat: karena ada tujuan yang dikehendaki oleh
pembicara. Dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah simile
yang artinya majas yang membandingkan secara langsung suatu
hal dengan hal lain yang kedua hal ini memiliki kesamaan sifat
dengan bantuan kata tugas; seperti, bagai, bagaikan, dan
sebagainya.5 Rukun-rukun At-tasybih ada 4, yaitu:6

1) Musyabbah (‫ )ةبشملا‬: sesuatu yang di perbandingkan.

2) Musyabbah bih (‫ )ةبشملا هب‬: Objek yang diperbandingkan.

3) Gabungan antara Musyabbah dan Musyabbah bih disebut

Tharafai tasybih (‫)هيبشتلا يفرط‬

5
Siti Rohmatul Ummah, “Penggunaan Balaghatul Qur’an Sebagai Alternatif
Pembelajaran Ilmu Balaghah,” Fikroh: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam 14, no. 2 (30 Juli
2021): 164–65, https://doi.org/10.37812/fikroh.v14i2.221.
6
Yasin, h. 52.
18
4) Adat At-tasybih (‫ )هيبشتلا ةادأ‬yaitu suatu lafadz yang

menunjukkan adanya persamaan (antara dua hal atau


lebih), serta mendekatkan musyabbah pada musyabbah bih
dalam sifatnya atau bisa dikatakan Sarana atau perangkat
untuk menyamakan.
5) Sedangkan Adat At-tasybih ada tiga macam: pertama dari

huruf, yaitu: ‫ فكلا‬dan ‫ناك‬, kedua: dari isim, yaitu ‫لثم‬, , ‫ةباشم‬

, ‫وحن‬, ‫ لثامم‬dan ketiga: dari fi’il yaitu ‫ىكاحي‬, ‫عراضي‬, ‫هباشي‬

,‫لثامي‬.

6) Wajhu Asy-syabbah
Yaitu makna atau sifat yang dimiliki oleh musyabbah dan
musyabbah bih atau Bentuk kesamaan sifat yang
disamakan antara Musyabbah dan Musyabbah bih. Adapun
untuk lebih jelasnya mari kita amati contoh dibawah ini:

‫يلع دسالاك يف ةأرجلا‬

“Ali laksana harimau dalam keberaniannya”

‫ يلع‬sebagai Musyabbah, ‫ دسالاك‬menjadi musyabbah bih,

huruf ‫ فكلا‬sebagai Adat At-tasybih dan ‫ ةأرجلا يف‬keterangan

dari Wajhu Asy-syabah. Contoh At-tasybih dalam Al-Qur’an


dalam QS. Hud[11]: 42

19
َ َ ٗ َ ُ ُ ٰ َ ْ ْ َ َ َ
َ ْ
‫الۗ َونادى ن ْوح ْابنه َوكان ِف ْي َمع ِز ٍل ّٰي ُبنَّي‬ َ ‫تجر ْي به ْم ف ْي َم ْوج َكالج‬
‫ب‬
ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ‫و ِهي‬
ٰ ْ ُ َ َ َ َ َ
٤٢ ‫ْارك ْب َّمعنا َولا تك ْن َّم َع الك ِف ِر ْي َن‬

“Bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang


laksana gunung-gunung. Nuh memanggil anaknya, sedang dia
(anak itu) berada di tempat (yang jauh) terpencil, “Wahai
anakku, naiklah (ke bahtera) bersama kami dan janganlah
engkau bersama orang-orang kafir.”

b. Majaz (gaya Bahasa metafora)


pengertian Majaz menurut istilah Ilmu balaghah:

‫زاجملا وه ظفللا لمعتسملا يف ريغ ام عضو هل ة قالعل عم ة نيرق ة عنام‬

‫نم قدارا للعملا باسلا‬

“Majaz adalah yang digunakan tidak pada tempatnya, karena


ada keterkaitan serta alasan yang mencegah dari makna
terdahulu”.
Dalam ilmu balaghah istilah majaz digunakan untuk
menyebut lafaz yang diartikan bukan dengan arti aslinya, atau
digunakan bukan untuk kegunaan aslinya. Bagian-bagian majaz
ada lima, lafaz majas, arti asli, arti majasi, qarinah (kalimat
pendamping yang mencegah lafaz majasi diartikan dengan arti
aslinya atau digunakan untuk tujuan seharusnya), dan ‘ilaqah
(hubungan antara arti atau kegunaan asli dengan arti atau
kegunaan majasi).7

Macam-macam Majaz ada 2, yaitu:

7
Ummah, h. 174
20
1). Majaz ‘aqly

‫نوكي هلوه يف دانسالا يا يف دانسا لعفلا وا ام يف ها نعم بلا يرغ ام‬

“Majaz Aqly adalah majaz yang terjadi pada


penyandaran fi’il pada fa’il yang tidak sebenarnya”.
2). Majas Lughawy

Pengertian majaz Lughawy menurut istilah adalah:

‫زاجملا يوغللا وه قملك تلمعتسا يف ريغ ام تعضو هل ة قلاعل‬

‫عم ة نيرق عنتم نم ة دارا بنعملا بيقيف حلا‬

“Majaz Lughawy adalah kata yang digunakan tidak pada


tempatnya, karena ada keterkaitan serta alasan yang
mencegah dari makna hakiki”.
Adapun Pembagian Majaz Lughawy ada 2, yaitu:

a) Isti’arah (peminjaman kata)

Istiarah adalah majaz yang mempunyai hubungan


langsung.

Konsep isti’arah sebenarnya bermuara dari


bentuk gaya bahasa tasybih, dan gaya bahasa isti‘arah
adalah ungkapan tasybih yang paling tinggi. Menurut
mayoritas ahli balaghah gaya bahasa isti’arah mempunyai
tiga unsur; Musta’ar lah (musyabbah), Musta‘ar minhu
(musyabbah bih), dan Musta‘ar (kata yang dipinjam).

Contoh :

21
ْ ُّ َ ُ ُّ َّ َ ْ ُ َ ْ َ ُ ٰ ْ َ ْ َ ٌ ٰ ٰ ۤ
‫اس ِم َن الظل ٰم ِت ِالى الن ْو ِر ەًۙ ِب ِاذ ِن َر ِب ِه ْم‬
َ ‫الن‬ ‫الرۗ ِكتب انزلنه ِاليك ِلتخ ِرج‬
َْ ْ َ ْ ٰ
١ ًۙ‫ز ِز الح ِم ْي ِد‬ ِ ‫ِالى ِص َر‬
‫اط الع ِ ي‬

“Alif Lām Rā. (Ini adalah) Kitab (Al-Qur’an) yang Kami


turunkan kepadamu (Nabi Muhammad) agar engkau
mengeluarkan manusia dari berbagai kegelapan pada
cahaya (terang-benderang) dengan izin Tuhan mereka,
(yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi
Maha Terpuji.” (QS. Al-Baqarah [14]:1)
Pada contoh kalimat diatas, lafadz majazinya

adalah ‫ تاملظلا‬berarti kegelapan, dan ‫ رونلا‬yang berarti

cahaya. Benarkah Al-qur’an dapat mengeluarkan


manusia dari kegelapan ke alam yang terang benderang?
Tentu tidak, karena yang dimaksud Allah dalam
firmannya bukanlah makna hakiki, melainkan makna

majazinya, yaitu ‫ةللاضلا‬, yang artinya kesesatan dan

‫ ىدهلا‬petunjuk. Kata “nur” di sini dipinjam untuk

memperjelas misi dan pesan kenabian, karena keduanya


memiliki fungsi meyakinkan, menghilangkan, serta
menepis keraguan atas kebenaran misi kenabian tersebut.
Jadi maksud kata “al-nur” adalah kehadiran Nabi
Muhammad Saw.

b) Majas Mursal
Majaz Mursal adalah majaz yang hubungan
antara makna hakiki dan makna majazi merupakan
hubungan yang tidak langsung. Contoh :

22
َ َ َ ٰ َّ ُ ٰ َ َ ٰ َّ َ
ّٰ ‫وة َو ْارك ُع ْوا َم َع‬
٤٣ ‫الر ِك ِع ْين‬ ‫َوا ِق ْي ُموا الصلوة واتوا الزك‬

“Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah


beserta orang-orang yang rukuk.”(Q.S Al-
Baqarah[2]:43)
Yang dimaksud oleh Allah dalam ayat tersebut
adalah makna majazi, bukan makna hakiki, yaitu: shalat
berjama’ah dan dapat pula diartikan: tunduklah kepada
perintah-perintah Allah bersama-sama orang-orang
yang tunduk.

c). Kinayah
Lafadz Kinayah secara bahasa berbentuk
mashdar, yang berarti menerangkan sesuatu dengan
perkataan yang lain, mengatakan dengan kiasan, atau
sindiran. Sedangkan pengertian Kinayah menurut istilah
Ilmu balaghah adalah Lafadz yang disampaikan dan
yang dimaksud adalah kelaziman maknanya,
disamping boleh juga yang dimaksud pada arti yang
sebenarnya. Contohnya :

‫دامرلا ريثكلجر ىلع انلزن‬

“kita mampir pada seorang laki-laki yang banyak abu


dapurnya”

Dalam kalimat tersebut terdapat ungkapan ‫دامرلا‬

‫ ريثك‬yang berarti abu dapur, makna yang dimaksud

dalam kalimat tersebut bukanlah makna sebenarnya,


yakni abu dapur, tetapi makna lain yang menjadi
23
kelazimannya. Makna Yang dikehendaki dari kalimat

‫ريثك‬ ‫ دامرلا‬orang yang banyak abu dapurnya,

kelazimanya banyak memasak, orang yang banyak


memasak itu kelazimannya banyak menjamin makanan
dan minuman, orang yang banyak menjamu tamu itu
kelazimannya banyak tamu, orang yang banyak tamu
kelazimannya baik hati, dermawan, kharismatik atau
dihormati dan disegani. Jadi untuk mengatakan bahwa
seseorang itu dermawan, seseorang tidak mengatakan`

‫ دوج وه‬melainkan dengan kalimat ‫دامرلا ريثك وه‬, suatu

lakimat yang disampaikan namun yang dimaksud


adalah makna lain, itulah yang dalam Ilmu bayan

dinamakan Al-kinayah ‫ةيانكلا‬.

Contoh kinayah dalam QS. Al-Isra [17]: 29

َ ُ َْ َ َ ْ َُّ ْ َْ َ َ ُ ُ ٰ ًَ ُ ْ َ َ ْ َ َْ َ
‫َولا تجعل َيدك َمغل ْولة ِالى عن ِقك َولا تب ُسط َها كل الب ْس ِط فتقعد‬
ْ َّ ُ
٢٩ ‫َمل ْو ًما مح ُس ْو ًرا‬

“Janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada


lehermu (kikir) dan jangan (pula) engkau
mengulurkannya secara berlebihan sebab nanti engkau
menjadi tercela lagi menyesal.”
Maksudnya: jangan kamu terlalu kikir, dan
jangan pula terlalu Pemura.

3. Ilmu Badi’

24
Ilmu Badi’, yang membahas keindahan kalimat Arab.
Definisinya yaitu:8

‫عيد بلا لاحلا وه ملع فرعي هب هو جولا اياز ملا و يتلا ديزت مالكلا انسح‬

‫ة والطو هو سكتو واهب اقنورو دعب هتقباطم يضتقمل‬

“Ilmu Badi’ ialah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui


bentuk- bentuk dan keutamaan-keutamaan yang dapat menambah
nilai keindahan dan estetika suatu ungkapan, membungkusnya
dengan bungkus yang dapat memperbagus dan mepermolek
ungkapan itu, disamping relevansinya dengan tuntutan keadaan”.
Ilmu ini membahas tentang macam-macam bentuk penghias
kalimat setelah ia fasih dan sesuai kondisi saat diucapkan. Bentuk
hiasan ucapan oleh sebagian besar ahli balaghah dikelompokkan
menjadi dua kelompok, yaitu hiasan yang dilakukan pada lafaz
atau memperhatikan tampilan luarnya terlebih dahulu baru
maknanya, dan hiasan yang dilakukan pada makna lafaz atau
memperhatikan bagian dalam lebih dulu daripada lafaz luarnya.

Hiasan yang terdapat pada lafaz antara lain:

a. Jinas
Yaitu menyebutkan satu lafaz yang sama persis
dalam satu kalimat akan tetapi kedua kata itu memilki arti yang
berbeda.
b. Saja’
Yaitu menyamakan huruf terakhir pada tiap akhir
kalimat. Contoh untuk jenis ini bisa kita temukan dalam surat

8
Yasin, h.51
25
al-Kautsar. Tiap-tiap akhir ayat dalam surat ini selalu diakhir
dengan huruf ra’ dan harakat huruf sebelumnya selalu fathah.
c. Qalbu
Yaitu bagian dari jinas yang tidak sempurna, berupa
kata-kata yang terdiri dari huruf-huruf yang sama akan tetapi
urutannya berbeda. Contoh:

َّ ‫ليءارسا ينب نيب‬


‫تقرف لوقت نا تيشخ‬

Kata ‫ نيب‬dan ‫ ينب‬dalam ayat ini sama-sama terdiri dari huruf


ba’, nun, dan ya’ namun berbeda urutan letaknya sehingga
artinya juga sudah pasti berbeda. Baina berarti di antara, dan
bani berarti anak turun, atau sebutan untuk sautu kaum.

Hiasan yang terdapat pada makna antara lain:

1). Tauriyyah

Yaitu menyebutkan satu lafaz yang memiliki dua arti,


arti jauh dan arti dekat. Dari dua arti ini, yang menjadi
maksud si pembicara adalah makna jauhnya.

2). Al-Thibaq

Yaitu menyebutkan dua kata yang saling berlawanan


makna dalam satu kalimat, contoh:

‫ادما اوثبل امل ىصحا نيبزحلا يا ملعنل مهنثعب َّمث‬

“Kemudian Kami bangunkan mereka supaya Kami


mengetahui manakah di antara dua golongan itu. yang lebih
tepat dalam menghitung berapa lama mereka tinggal (dalam
gua itu).”
26
Ayat ini menyebutkan kata ‫اضاقيأ‬dan ‫دوقر‬yang
berarti tidur dan bangun dalam satu kalimat. Apabila dalam
satu kalimat terdapat lebih dari sepasang kata yang
berlawanan makna dan disebutkan secara berurutan “aa-
bb”, maka kalimat tersebut disebut muqabalah.

3). Al-Jam’u

Yaitu mengumpulkan dua atau lebih kata dalam satu


hukum atau sifat. Contoh :

“Kehidupan dunia dijadikan terasa indah dalam pandangan


orang- orang yang kufur dan mereka (terus) menghina
orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang
bertakwa itu berada di atas mereka pada hari Kiamat. Allah
memberi rezeki kepada orang yang Dia kehendaki tanpa
perhitungan.”
Ayat ini menyebutkan satu-persatu ciri-ciri orang yang
mencari rahmat Allah yaitu orang yang beriman, berhijrah,
dan berjihad di jalan Allah. Ketiga sifat ini dikumpulkan
dalam satu hukum (orang yang mencari rahmat Allah).
Secara tidak langsung, bentuk kalimat ini bisa disebut
dengan kalimat induktif yang menyebutkan keterangan secara
khusus lebih dahulu kemudian di akhir dengan yang umum.

4). At-Tafriq

Yaitu membedakan dua kata yang pada dasarnya satu


jenis dengan hukum atau sifat yang berbeda. Jenis ini
adalah kebalikan dari jenis sebelumnya.

Pada awal ayat 14 terdapat tafriq, memisahkan jenis jin


antara yang muslim dan yang bukan muslim. Sedangkan pada

27
akhir ayat 14 dan ayat setelahnya adalah bentuk jama’
dengan menggabungkan masing-masing kelompok
berdasarkan keadaan masing-masing. Jika digabungkan 2 ayat
ini mengandung tafriq dan jamak.

28
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu balaghah adalah studi tentang kefasihan dalam bahasa Arab,
yang berasal dari kata 'ilmu' yang berarti pengetahuan, dan 'balaghah'
yang berarti sampai atau menyampaikan. Dalam konteks bahasa Arab,
balaghah merujuk pada kemampuan untuk menyampaikan maksud
dengan tepat dan jelas, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Ada
dua aspek utama dalam ilmu balaghah: 1). Balaghah fil kalam, yang
mengacu pada kesesuaian suatu perkataan dengan tuntutan situasi dan
kondisi. Ini berarti bahwa ungkapan haruslah tepat dan jelas, sesuai
dengan maksud yang ingin disampaikan oleh pembicara. Kekuatan dan
kejelasan ungkapan sangat penting dalam mencapai kefasihan dalam
berbicara. 2). Balaghah mutakallim, yaitu kemampuan pembicara untuk
mengungkapkan pikiran atau perasaannya tanpa halangan seperti sakit
atau keadaan tidur. Mutakallim juga harus memiliki pemahaman yang
baik tentang kefasihan dalam berbahasa.
Ilmu balaghah memiliki tujuan utama untuk memahami dan
mengeksplorasi kemukjizatan Al-Qur'an, karena Al-Qur'an ditulis dalam
bahasa Arab dan memiliki hubungan yang erat dengan tata bahasa Arab.
Studi balaghah juga membantu dalam memahami bagaimana orang-
orang Arab merespons Al-Qur'an, termasuk upaya untuk menantang
kemukjizatan Al-Qur'an dengan menciptakan ayat yang serupa. dapat
dibagi menjadi tiga cabang utama: ilmu ma’ani, ilmu bayan, dan ilmu
badi’. Ilmu Ma’ani membahas segi lafal Arab yang relevan dengan tujuan
komunikasi. Ilmu Bayan menekankan pada cara penyampaian makna
dengan berbagai ungkapan, dengan ruang lingkup terbagi menjadi
tasybih, majaz, dan kinayah. Ilmu Badi’ membahas tentang keindahan
29
kalimat Arab dengan fokus pada bentuk-bentuk dan keutamaan-
keutamaan yang dapat menambah nilai estetika suatu ungkapan.
Pembagian ini menunjukkan bahwa masing-masing cabang ilmu
balaghah memiliki peran penting dalam menciptakan komunikasi yang
efektif dan menarik perhatian pendengar melalui penggunaan kata, arti,
dan susunan kata yang tepat serta penghiasan yang sesuai dengan konteks
komunikasi.
B. Saran
Kami menyadari bahwa tulisan ini tidak lepas dari kesalahan dan
kekurangan. Dari itu, kami berharap masukan-masukan yang
membangun dari pembaca agar menjadi bahan evaluasi bagi kami
sehingga kedepannya kami dapat menghadirkan tulisan-tulisan yang
lebih baik lagi. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk menambah
khazanah keilmuan bara pembaca.

30
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Edi Komarudin.”Ilmu Balaghah,” Jurnal Ilmiah Multidisipliner, Vol.


1, No. 5 (Juni 2023), hal. 241-249.

Ummah, Siti Rohmatul. “Penggunaan Balaghatul Qur’an Sebagai Alternatif


Pembelajaran Ilmu Balaghah,” Fikroh: Jurnal Pemikiran dan
Pendidikan Islam 14, no. 2 (30 Juli 2021): 164–
65, https://doi.org/10.37812/fikroh.v14i2.221.

Subakir, Khamim. “Ilmu Balaghah”

31

Anda mungkin juga menyukai