Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

THAHARAH 1

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok

Mata Kuliah Fiqih

Dosen Pengampu : Pepe Iswanto, S.H.I , M.Pd.I

Disusun oleh:

Hala Nadimah : 2307001145


Sri Wulan Dari : 2307001130

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH


IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM DARUSSALAM

2024
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah Swt. yang telah memberikan hidayah dan
taufiknya kepada kita semua, berkat izin dan ridhanya pada kesempatan ini kami
dapat menyelesaikan tugas yang berjudul "Thaharah 1" tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas pada mata kuliah Fiqih serta bertujuan untuk menambah wawasan baik untuk
kami maupun untuk pembaca.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Pepe Iswanto, S.H.I,
M.Pd.I selaku Dosen Mata Kuliah Fiqih yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
mendukung serta membantu sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami
merasa masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan di dalam penulisan makalah
ini, maka dari itu kami dengan senang hati menerima kritik dan saran yang
membangun serta kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Ciamis, 1 Maret 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................iii

BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................... 1

A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan................................................................................ 2

BAB II : PEMBAHASAN........................................................................... 3

1. Pengertian Thaharah.......................................................................... 3
2. Dasar Hukum Thaharah..................................................................... 4
3. Alat-alat Thaharah............................................................................. 5
4. Pembagian Air................................................................................... 6
5. Pengertian Najis................................................................................. 8
6. Pembagian Najis................................................................................ 8
7. Cara membersihkan Najis.................................................................. 9
8. Hadas............................................................................................... 10
9. Hikmah Thaharah............................................................................. 11

BAB III : PENUTUP................................................................................. 13

A. Kesimpulan...................................................................................... 13
B. Saran................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani selain rohani .


Kebersihan badani tercermin dengan bagaimana umat umat muslim selau bersuci
sebelum mereka melakukan ibadah menghadap Allah SWT. Pada hakikatnya tujuan
bersuci adalah agar umat muslim terhindar dari kotoran atau debu yang menempel di
badan sehingga secara sadar atau tidak sadar sengaja membatalkan rangkaian ibadah
kita kepada Allah SWT.

Namun, yang terjadi sekarang adalah banyak umat muslim yang hanya tahu saja
bahwa bersuci itu sebatas membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan rukun-
rukun bersuci lainnya sesuai syariat Islam. Bersuci atau dalam istilah islam yaitu
“Thaharah” mempunyai makna yang luas tidak hanya berwudhu saja.

Pengertian thaharah adlah mensucikan diri, pakaian, dan tmpat solat dari hadas
dan najis menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adlah syarat sahnya
seorang muslim dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan penegrtian tersebut
sebenarnya banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dan fungsi thaharah.
Thaharah sebagai bukti bahwa islam amat sangat mementingkan kebersihan dan
kesucian.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah tersebut, penulis merumuskan beberapa


permasalahan sebagai berikut :

1. Jelaskan apa pengertian dari Thaharah?


2. Jelaskan apa dasar hukum Thaharah?
3. Jelaskan alat-alat Thaharah?

1
4. Jelaskan bagaimana pembagian air ?
5. Jelaskan apa pengertian Najis?
6. Jelaska tentang pembagian Najis?
7. Jelaskan cara membersihkan Najis?
8. Jelaskan apa hadas?
9. Jelaskan hikmah Thaharah ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini agar pemateri dan pembaca dapat memahami
pengertian thaharah, dasar hukum thaharah, alat-alat bersuci dalam thaharah,
pembagian air, pengertian najis, cara membersihkan najis, hadas, dan hikmah
thaharah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Thaharah

Thaharah berasal dari bahasa arab yakni ‫َطَهَر – َيْطُه ُر – َطَه ا َر ًة‬ yang
artinya besuci.

Tahaharah berarti kebersihan dan kesucian dari berbagai kotoran atau bersih dan
suci dari kotoran atau najis yang dapat dilihat (najis hissi) dan najis ma’nawi ( yang
tidak kelihatan zatnya) seperti aib dan kemaksiatan. Sedangkan dalam buku yang lain
secara etimologi “thaharah” berarti ’kebersihan” ketika dikatakan saya menyucikan
pakaian maka yang dimaksud adalah saya membersihkan pakaian. Dalam buku Fiqh
ibadah secara bahasa ath-thaharah berarti bersih dari kotoran-kotoran, baik yang kasat
mata maupun tidak.

Sedangkan menurut istilah atau terminologi thaharah adalah menghilangkan


hadas, menghilangkan najis, atau melakukan sesuatu yang semakna atau memiliki
bentuk serupa dengan kedua kegiatan terseabut.

Dalam buku yang lain mengatakan bahwa thaharah adalah bersih dari najis
haqiqi yakni khabast atau najis hukmi yakni hadast, definisi yang dibuat oleh mazhab
maliki dan hambali sama dengan definisi yang digunakan oleh ulama mazhab hanafi
mereka mengatakan bahwa thaharah adalah menghilangkan apa yang menghalangi
sholat yaitu hadast atau najis dengan menggunakan air ataupun menghilangkan
hukumnya dengan tanah.

Al-Imam ibnu Qodamah al Maqdisi mengatakan bahwa thaharah memiliki 4


tahapan yakni :

1. Menyucikan lahir dari hadats, najis-najis, dan kotoran-kotoran.


2. Menyucikan anggota tubuh dari dosa dan kemaksiatan
3. Menyucikan hati dari akhlak-akhlak tercela dan sifat-sifat buruk

3
4. Menyucikan hati dari selain Allah

Kebersihan lahir ialah bersih dari kotoran dan hadats, kebrsihan dari kotoran ,
cara menghilangkan dengan menghilangkan kotoran itu pada tempat ibadah, pakaian
yang di apakai pada badan seseorang. Sedangkan kebersihan dari hadats dilakukan
dengan mengambil air wudhu dan mandi. Thaharah dari hadats ada tiga mcam yakni
mandi, wudhu, dan tayamum.

2.2 Dasar Hukum Thaharah

Dasar hukum thaharah adalah Al-Qur'an surah Al Maidah ayat 6, sebagaimana


dikatakan Hurmaidi Al Faruq dalam buku Tuntunan Bersuci Dan Sholat: Madzhab
Imam Asy Syafi'i. Dalam ayat tersebut Allah SWT berfirman,

‫َو َاْيِدَيُك ْم ِاَلى اْلَم َر اِف ِق َو اْمَس ُحْو ا ِبُرُءْو ِس ُك ْم‬ ‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا ُقْم ُتْم ِاَلى الَّص ٰل وِة َفاْغ ِس ُلْو ا ُوُجْو َهُك ْم‬
‫َّم ْر ٰٓض ى َاْو َع ٰل ى َس َفٍر َاْو َج ۤا َء َاَح ٌد ِّم ْنُك ْم ِّم َن‬ ‫َو َاْر ُج َلُك ْم ِاَلى اْلَكْع َبْيِۗن َو ِاْن ُكْنُتْم ُج ُنًبا َفاَّطَّهُرْو ۗا َو ِاْن ُكْنُتْم‬
‫َو َاْيِد ْيُك ْم ِّم ْنُهۗ َم ا ُيِر ْيُد‬ ‫اْلَغ ۤا ِٕىِط َاْو ٰل َم ْس ُتُم الِّنَس ۤا َء َفَلْم َتِج ُد ْو ا َم ۤا ًء َفَتَيَّمُم ْو ا َص ِع ْيًدا َطِّيًبا َفاْمَس ُحْو ا ِبُوُجْو ِهُك ْم‬
٦ ‫َلَع َّلُك ْم َتْش ُك ُرْو َن‬ ‫ُهّٰللا ِلَيْج َع َل َع َلْيُك ْم ِّم ْن َح َر ٍج َّو ٰل ِكْن ُّيِرْي ُد ِلُيَطِّه َر ُك ْم َو ِلُيِتَّم ِنْع َم َت ٗه َع َلْيُك ْم‬

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak


melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta
usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu
dalam keadaan junub, mandilah. Jika kamu sakit, dalam perjalanan, kembali dari
tempat buang air (kakus), atau menyentuh perempuan, lalu tidak memperoleh air,
bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu
dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi
Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar
kamu bersyukur."

4
Selain itu mengenai thaharah ini juga dijelaskan di dalam surah an-Nisa ayat
43:

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َتْقَر ُبوا الَّص ٰل وَة َو َاْنُتْم ُس ٰك ٰر ى َح ّٰت ى َتْع َلُم ْو ا َم ا َتُقْو ُلْو َن َو اَل ُج ُنًبا ِااَّل َع اِبِرْي َس ِبْيٍل‬
‫َح ّٰت ى َتْغ َتِس ُلْو اۗ َو ِاْن ُكْنُتْم َّم ْر ٰٓض ى َاْو َع ٰل ى َس َفٍر َاْو َج ۤا َء َاَح ٌد ِّم ْنُك ْم ِّم َن اْلَغ ۤا ِٕى ِط َاْو ٰل َم ْس ُتُم الِّنَس ۤا َء َفَلْم‬
٤٣ ‫َتِج ُد ْو ا َم ۤا ًء َفَتَيَّمُم ْو ا َص ِع ْيًدا َطِّيًب ا َفاْمَس ُحْو ا ِبُو ُج ْو ِهُك ْم َو َاْي ِد ْيُك ْم ۗ ِاَّن َهّٰللا َك اَن َع ُف ًّو ا َغ ُف ْو ًرا‬

Artinya: Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat ketika kamu
dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula
(kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekedar melewati
jalan saja, sebelum kamu mandi (mandi junub). Adapun jika kamu sakit atau sedang
dalam perjalanan atau sehabis buang air atau kamu telah menyentuh perempuan,
sedangkan kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang
baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Sungguh, Allah Maha
Pemaaf, Maha Pengampun.

2.3 Alat- alat Thaharah

Islam telah menetapkan bahwa alat untuk bersuci itu adalah :

a. Air
Yakni air yang suci dan mensucikan. Sebagaimana sabda Rasulullah
saw. berikut :

‫ َأْو َلْو ُنُه;ِبَنَج اَسٍة َتْح ُد ُث ِفيِه‬,‫ َأْو َطْع ُم ُه‬,‫ – َاْلَم اُء َطاِهٌر ِإاَّل ِإْن َتَغَّيَر ِريُحُه‬: ‫– َو ِلْلَبْيَهِقِّي‬

Artinya : Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi: “Air itu suci dan
mensucikanckecuali jika ia berubah baunya, rasanya atau warnanya dengan
suatu najis yang masuk di dalamnya.
b. Tanah

5
Dalam fungsinya sebagai alat thaharah, tanah bermanfaat untuk
tayammum dan membersihkan najis karena sentuhan dan jilatan anjing dan
babi terhadap seseorang atau benda yang dipakai seorang muslim. Tanah yang
digunakan sebagai alat thaharah hendaknya diambil tanah yang bersih, dengan
demikian tanah atau debu yang bisa dipakai bersuci hanyalah tanah atau debu
yang suci yang tidak berdekatan dengan limbah pabrik atau air selokan
pembuangan.
c. Batu, tembikar, kayu, kertas, dan tisu
Alat-alat ini hanya digunakan untuk membersihkan kotoran yang
keluar dari qubul dan dubur. Alat ini tidak dapat digunakan untuk berwudhu
dan mandi. Oleh karena itu dalam bersuci dari hadats, batu, tembikar, kayu,
kertas, dan tisu tidak bisa digunakan sebagai alat bersuci karena dalam bersuci
dari hadats, hanya air dan tanah atau debu yang suci yan dapat dijadikan
sebagai alat bersuci.

2.4 Pembagian Air

Adapun macam-macam air dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:


1. Air Mutlak (Air suci mensucikan)
Yaitu air yang belum bercampur dengan sesuatu. Hukumnya ialah
bahwa air suci lagi menyucikan, artinya bahwa ia suci pada dirinya dan
menyucikan bagi lainnya. Diantaranya yaitu : Air hujan, air salju, air es, air
zam-zam, air sumur, air embun,air dari mata air dan sungai.
Berdasarkan firman Alloh SWT. pada QS Al-Anfal ayat : 11 dan QS
Al-Furqan ayat 48 :

.... ‫َو ُيَنِّز ُل َع َلْيُك ْم ِّم َن الَّس َم ۤا ِء َم ۤا ًء ِّلُيَطِّهَر ُك ْم ِبٖه‬.....


Artiya : “.......dan Allah menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk
menyucikan kamu.....” (QS Al-Anfal : 11)

6
‫ َو َاْنَز ْلَنا ِم َن الَّس َم ۤا ِء َم ۤا ًء َطُهْو ًر ۙا‬....

Artinya : “ ..... dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih “ (QS Al-
Furqan: 48) .
2. Air Musta’mal
Ialah air yang mengenai badan manusia karena telah digunakan untuk
wudhu dan mandi atau bersuci hukumnya sah untuk bersuci (wudhu dan
mandi) sebagaimana air mutlak .
Dari Jabir, beliau mengatakan

، ‫ َو َأَنا َم ِر يٌض َال َأْع ِقُل‬، ‫َج اَء َر ُسوُل ِهَّللا – صلى هللا عليه وسلم – َيُعوُد ِنى‬
‫ َفَع َقْلُت‬، ‫َفَتَو َّض َأ َو َص َّب َع َلَّى ِم ْن َو ُضوِئِه‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjengukku ketika aku
sakit dan tidak sadarkan diri. Beliau kemudian berwudhu dan bekas
wudhunya beliau usap padaku. Kemudian aku pun tersadar.
3. Air Musyamnas (air yang makruh)
Yaitu air yang panas dengan sebab kena panas matahari dan berada di
dalam bejana yang terbuat dari emas dan perak. Air ini lalu memunculkan
bau yang tidak sedap sehingga menjadi makhruh digunakan untuk
membasuh tubuh, tetapi tidak makruh untuk pakaian.
4. Air Mutanajjis
Yaitu air yang telah berubah salah satu sifatnya karena terkena suatu
najis atau air yang sedikit terkena najis, yakni kurang dari 216 liter. Air
mutanajjis juga berarti air mutlak yang bersebntuhan engan benda-benda
najis seperti kotoran, kencing, darah, dan lain-lain sehingga tidak suci dan
mensucikan

Dari uraian menganai macam-macam pembagian air diatas, dapat disimpulkan


bahwa bila seseorang ingin melakukan thaharah, maka air yang dapat diapakai untuk

7
bersuci adalah hanya air suci dan mensucikan bukan air makruh, air yang sudah
dipakai bersuci atau mandi serta bukan pula air yang bersentuhan dengan benda-
benda najis seperti kotoran, kencing, darah dan lain-lain sehingga tidak suci dan
mensucikan untuk dipakai bersuci.

2.5 Pengertian Najis

Najis merupakan lawan dari thaharah yaitu segala sesuatu yang kotor dan
menjijikan dalam pandangan syara’. Najis ialah suatu benda yang kotor dan menjadi
penghalang kesahnya shalat. Shalat tidak akan sah jika tubuh, pakaian, atau tempat
orang yang mengerjakan shalat itu terkena najis, seperti bangkai, tulang dan rambut
bangkai, kecuali bangkai manusia, ikan dan belalang. Najis juga dapat diartikan
sebagai suatu kotoran yang harus dibersihkan oleh orang muslim dan
mengharuskannya untuk mencuci segala sesuatu yang dikenainnya. Allah SWT,
berfirman dalam QS. Al-Muddatstsir (74): 4

‫َو ِثَي ا َب َك َف َط ِّهْر‬.....


“ dan pakaianmu bersihkanlah.” (QS. Al-Muddatstsir (74): 4)

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-


orang yang mensucikan diri” (QS. Al-Baqarah (2): 222 )

“ Bersuci (bersih) adalah sebagian iman” ( HR. Imam Muslim)

2.6 Pembagian Najis

Secara umum najis dibagi menjadi dua macam, yaitu: najis hukmi dan najis a’ini.
1) Najis hukmiyah: yaitu najis yang sudah tidak terlihat bendanya, atau najis
yang diyakini adannya, tetapi tidak nyata sifat zatnya, bau, atau warnanya
seperti bekas air kencing yang sudah tidak terlihat, tidak berbau dan tidak
berasa.

8
2) Najis ‘ainiyah: yaitu najis yang masih tanpak nyata jelas, baik warnanya
(masih terlihat dengan jelas), baunya (masih tercium pekat), atau rasannya
(misal masih pahit). Najis a’ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu:
a. Najis mukhaffafah
Najis mugaffafah merupakan najis yang ringan, seperti air
kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum makan
apa-apa selain asih dari ibunnya.
b. Najis mughaladhah
Najis mughaladhah ialah najis yang berat, yaitu najis anjing,
babi, dan keturunannya
c. Najis mutawassitha
Yaitu najis sedang, tidak ringan juga berat, yaitu najis selain
dua najis tersebut diatas, seperti:
1) Bangkai, baik bangkai binatang haram maupun binatang yang
halal tetapi tidak di sembelih dengan ketentuan syara’, dan kecuali
bangkai manusia, ikan dan belalang.
2) Segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur kecuali mani.
3) Bagian anggota badan binatang yang terpisah ketika masih
hidupnya, kecuali bulunya.
4) Kotoran binatang, termasuk ikan
5) Darah dan sebagainya

2.7 Cara Membersihkan Najis

a. Apabila najis mugaffafah: sesuatu atau benda yang terkena najis ini, cukup
dipercikkan dengan air, meskipun tidak sampai mengalir.
b. Apabiala najis mugalladha: Benda yang terkena najis, baik berupa darah,
kotoran atau jilatan anjing, maka mensucikannya dengan cara najis harus
dihilangkan terlebih dahulu, kemudian dicuci tujuh kali, salah satu

9
diantaranya dicampur dengan debu. Hal tersebut sesuai dengan sabda
Rasulullah SAW.
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau beersabda, “Kesucian
bejana salah seorang diantara kalian, kalau di dalamnya dijilat anjing,
hendaknya dicuci tujuh kali, salah satu diantaranya dengan tanah.” (HR.
Muslim & Abu Daud).
c. Apabila najis mutawashitha: jika najis berupa kotoran, maka harus dibuang
terlebih dahulu, kemudian disucikan dengan air hingga hilang warnannya,
baunya, rasannya, dan tidak berbahaya, umpama warna atau sifat-sifatnya
sukar dihilangkan. Atau dengan cara mengalirkan air terhadap benda yang
terkena najis sampai hilang zat najisnya dan unsur sifatnya (warna, bau, rasa)

Ketika mensucikan barang yang terkena najis, baik najis mugaffafah,


mugalladhah atau mutawasitha, apabila airnya sedikit, maka air harus datang/
dituangkan kepada barang yang terkena najis, dan tidak boleh dan tidak suci apabila
terbalik (barang yang terkena najis datang kepada air). Karena ketika air datang dan
mendorong berarti ia mempunyai kekuatan untuk menghilangkan. Tetapi apabiala
najis yang datang kepada air , maka tidak dapat suci bahkan airnya pun menjadi najis,
karena tidak mempunyai kekuatan untuk menghilangkan najis.
Najis yang di Ma’fu
Diantara beberapa najis, ada yang di ma’fu/ tidak diwajibkan untuk
mensucikannya, seperti bangkai hewan yang tidak mengalir darahnya, darah/ nanah
yang sedikit (hanya satu tetes), debu yang bercampur dengan kotoran binatang tetapi
yang tidak jelas bahwa itu kotoran binatang, sedikit dari darah orang lain asal tidak
darah anjing atau babi dan sebagainya.

2.8 Hadas

1. Pengertian Hadas

10
Secara bahasa Al hadats ( ‫ ) الحدث‬dalam bahasa Arab berarti sesuatu yang
baru ( ‫) الحدیث‬, maksudnya sesuatu yang sebelumnya tidak ada kemudian menjadi ada.
Sedangkan secara istilah Hadats adalah keadaan tidak suci pada seseorang yang telah
baligh dan berakal sehat, timbul karena datangnya sesuatu yang ditetapkan oleh
hukum syara’ sebagai yang membatalkan keadaan suci. Hadats dapat juga diartikan
senbagai suatu keadaan badan yang tidak suci atau kotor dan dapat dihilangkan dengn
cara-cara tertentu seperti wudhu, tayamum, dan mandi wajib.

2. Macam-macam hadas
a. Hadats kecil
Suatu keadaan seseorang yang tidak suci yang di sebabkan oleh
sesuatu dan bersucinya bisa menggunakan dengan berwudhu atau tayamum.
b. Hadats besar
Keadaan seseorang yang tidak suci yang di sebabkan oleh sesuatu
dan bersucinya harus dengan mandi wajib, dan tayamum (jika tidak ada air).

2.9 Hikmah Thaharah

Setiap amalan yang dilakukan mempunyai hikmah yang dapat diambil dan
bahkan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, dimana hikmah itulah yang biasanya
dapat mengantarkan seseorang menjadi lebih baik. Kehidupan akan terasa baik
apabila terdapat hikmah di baliknya. Demikian halnya dengan mengamalkan sesuatu
ibadah maka tentunya ada hikmah di balik itu, yang akan menjadi pelajaran bagi
manusia.

Adapun beberapa hikmah mengetahui thaharah ialah sebagai berikut:

a. Manusia menginginkan agar terpeliharah dalam kesucin.


b. merasa tak ingin melakukan sesuatu yang membuat diri ternoda dengan
sesuatu yang tidak menyenangkan.

11
c. Seseorang akan mengalami kehidupan yang sehat dan merasakan kebahagian
baik dirinya maupun orang lain.
d. Manusia akan selalu ingin bersih dan suci dirinya baik lahir maupun batin.
e. Merasakan pikiran yang jernih dan tidak ingin melakukan suatu perbuatan
yang merugi.
f. Akan terasa suasana jiwa yang tenang dan hati yang damai.
g. Manusia selalu merasakan kedekatan dengan Tuhan-Nya.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kebersihan yang sempurna menurut syara’ disebut thaharah, merupakan


masalah yang sangat penting dalam beragama dan menjadi pangkal dalam beribadah
yang menghantrakan manusia berhubungan dengan Allah SWT. tidak ada cara bersuci
yang lebih baik dari pada cara yang dilakukan oleh syariat Islam, karena syariat islam
menganjurkan manusia mandi dan berwudhu. Walaupun manusia masih dalam
keadaan bersih, tetapi ketika hendak melaksanakan sholat dan ibadah-ibadah lainnya
yang mengharuskan berwudhu, begitu juga dia harus pula membuang kotoran pada
diri dan tempat ibadahnya dan mensucikannya.

3.2 Saran

Demikian makalah “Thaharah 1” yang dapat kami susun diharapkan dengan


di tulisnya makalah ini dapat memberikan manfaat dan memberikan Ilmu
Pengetahuan, Khususnya bagi para Mahasiswa Prodi Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah (PGMI) . Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan dan pengembangan sangat kami harapkan.

13
Daftar Pustaka

1. Az Zuhaili,Prof .Dr.Wahbah.2010.Fiqih Imam Syafi’I, Jakarta.Almahira


2. Az Zuhaili, Prof. Dr.Wahbah.2010. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Depok.
Gema Insani
3. Darajat, Prof. Dr. Zakiyah. 1995. Ilmu Fiqih. Jakarta. dana bakti wakaf

4. Rohiman, I. (n.d.). Najis dan Hadats.


https://sps-makalah.blogspot.com/p/babi-pendahuluan-a.html.

14

Anda mungkin juga menyukai