THAHARAH 1
Disusun oleh:
FAKULTAS TARBIYAH
2024
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah Swt. yang telah memberikan hidayah dan
taufiknya kepada kita semua, berkat izin dan ridhanya pada kesempatan ini kami
dapat menyelesaikan tugas yang berjudul "Thaharah 1" tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas pada mata kuliah Fiqih serta bertujuan untuk menambah wawasan baik untuk
kami maupun untuk pembaca.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Pepe Iswanto, S.H.I,
M.Pd.I selaku Dosen Mata Kuliah Fiqih yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
mendukung serta membantu sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami
merasa masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan di dalam penulisan makalah
ini, maka dari itu kami dengan senang hati menerima kritik dan saran yang
membangun serta kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan................................................................................ 2
BAB II : PEMBAHASAN........................................................................... 3
1. Pengertian Thaharah.......................................................................... 3
2. Dasar Hukum Thaharah..................................................................... 4
3. Alat-alat Thaharah............................................................................. 5
4. Pembagian Air................................................................................... 6
5. Pengertian Najis................................................................................. 8
6. Pembagian Najis................................................................................ 8
7. Cara membersihkan Najis.................................................................. 9
8. Hadas............................................................................................... 10
9. Hikmah Thaharah............................................................................. 11
A. Kesimpulan...................................................................................... 13
B. Saran................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Namun, yang terjadi sekarang adalah banyak umat muslim yang hanya tahu saja
bahwa bersuci itu sebatas membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan rukun-
rukun bersuci lainnya sesuai syariat Islam. Bersuci atau dalam istilah islam yaitu
“Thaharah” mempunyai makna yang luas tidak hanya berwudhu saja.
Pengertian thaharah adlah mensucikan diri, pakaian, dan tmpat solat dari hadas
dan najis menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adlah syarat sahnya
seorang muslim dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan penegrtian tersebut
sebenarnya banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dan fungsi thaharah.
Thaharah sebagai bukti bahwa islam amat sangat mementingkan kebersihan dan
kesucian.
B. Rumusan Masalah
1
4. Jelaskan bagaimana pembagian air ?
5. Jelaskan apa pengertian Najis?
6. Jelaska tentang pembagian Najis?
7. Jelaskan cara membersihkan Najis?
8. Jelaskan apa hadas?
9. Jelaskan hikmah Thaharah ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini agar pemateri dan pembaca dapat memahami
pengertian thaharah, dasar hukum thaharah, alat-alat bersuci dalam thaharah,
pembagian air, pengertian najis, cara membersihkan najis, hadas, dan hikmah
thaharah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Thaharah berasal dari bahasa arab yakni َطَهَر – َيْطُه ُر – َطَه ا َر ًة yang
artinya besuci.
Tahaharah berarti kebersihan dan kesucian dari berbagai kotoran atau bersih dan
suci dari kotoran atau najis yang dapat dilihat (najis hissi) dan najis ma’nawi ( yang
tidak kelihatan zatnya) seperti aib dan kemaksiatan. Sedangkan dalam buku yang lain
secara etimologi “thaharah” berarti ’kebersihan” ketika dikatakan saya menyucikan
pakaian maka yang dimaksud adalah saya membersihkan pakaian. Dalam buku Fiqh
ibadah secara bahasa ath-thaharah berarti bersih dari kotoran-kotoran, baik yang kasat
mata maupun tidak.
Dalam buku yang lain mengatakan bahwa thaharah adalah bersih dari najis
haqiqi yakni khabast atau najis hukmi yakni hadast, definisi yang dibuat oleh mazhab
maliki dan hambali sama dengan definisi yang digunakan oleh ulama mazhab hanafi
mereka mengatakan bahwa thaharah adalah menghilangkan apa yang menghalangi
sholat yaitu hadast atau najis dengan menggunakan air ataupun menghilangkan
hukumnya dengan tanah.
3
4. Menyucikan hati dari selain Allah
Kebersihan lahir ialah bersih dari kotoran dan hadats, kebrsihan dari kotoran ,
cara menghilangkan dengan menghilangkan kotoran itu pada tempat ibadah, pakaian
yang di apakai pada badan seseorang. Sedangkan kebersihan dari hadats dilakukan
dengan mengambil air wudhu dan mandi. Thaharah dari hadats ada tiga mcam yakni
mandi, wudhu, dan tayamum.
َو َاْيِدَيُك ْم ِاَلى اْلَم َر اِف ِق َو اْمَس ُحْو ا ِبُرُءْو ِس ُك ْم ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا ُقْم ُتْم ِاَلى الَّص ٰل وِة َفاْغ ِس ُلْو ا ُوُجْو َهُك ْم
َّم ْر ٰٓض ى َاْو َع ٰل ى َس َفٍر َاْو َج ۤا َء َاَح ٌد ِّم ْنُك ْم ِّم َن َو َاْر ُج َلُك ْم ِاَلى اْلَكْع َبْيِۗن َو ِاْن ُكْنُتْم ُج ُنًبا َفاَّطَّهُرْو ۗا َو ِاْن ُكْنُتْم
َو َاْيِد ْيُك ْم ِّم ْنُهۗ َم ا ُيِر ْيُد اْلَغ ۤا ِٕىِط َاْو ٰل َم ْس ُتُم الِّنَس ۤا َء َفَلْم َتِج ُد ْو ا َم ۤا ًء َفَتَيَّمُم ْو ا َص ِع ْيًدا َطِّيًبا َفاْمَس ُحْو ا ِبُوُجْو ِهُك ْم
٦ َلَع َّلُك ْم َتْش ُك ُرْو َن ُهّٰللا ِلَيْج َع َل َع َلْيُك ْم ِّم ْن َح َر ٍج َّو ٰل ِكْن ُّيِرْي ُد ِلُيَطِّه َر ُك ْم َو ِلُيِتَّم ِنْع َم َت ٗه َع َلْيُك ْم
4
Selain itu mengenai thaharah ini juga dijelaskan di dalam surah an-Nisa ayat
43:
ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َتْقَر ُبوا الَّص ٰل وَة َو َاْنُتْم ُس ٰك ٰر ى َح ّٰت ى َتْع َلُم ْو ا َم ا َتُقْو ُلْو َن َو اَل ُج ُنًبا ِااَّل َع اِبِرْي َس ِبْيٍل
َح ّٰت ى َتْغ َتِس ُلْو اۗ َو ِاْن ُكْنُتْم َّم ْر ٰٓض ى َاْو َع ٰل ى َس َفٍر َاْو َج ۤا َء َاَح ٌد ِّم ْنُك ْم ِّم َن اْلَغ ۤا ِٕى ِط َاْو ٰل َم ْس ُتُم الِّنَس ۤا َء َفَلْم
٤٣ َتِج ُد ْو ا َم ۤا ًء َفَتَيَّمُم ْو ا َص ِع ْيًدا َطِّيًب ا َفاْمَس ُحْو ا ِبُو ُج ْو ِهُك ْم َو َاْي ِد ْيُك ْم ۗ ِاَّن َهّٰللا َك اَن َع ُف ًّو ا َغ ُف ْو ًرا
Artinya: Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat ketika kamu
dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula
(kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekedar melewati
jalan saja, sebelum kamu mandi (mandi junub). Adapun jika kamu sakit atau sedang
dalam perjalanan atau sehabis buang air atau kamu telah menyentuh perempuan,
sedangkan kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang
baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Sungguh, Allah Maha
Pemaaf, Maha Pengampun.
a. Air
Yakni air yang suci dan mensucikan. Sebagaimana sabda Rasulullah
saw. berikut :
َأْو َلْو ُنُه;ِبَنَج اَسٍة َتْح ُد ُث ِفيِه, َأْو َطْع ُم ُه, – َاْلَم اُء َطاِهٌر ِإاَّل ِإْن َتَغَّيَر ِريُحُه: – َو ِلْلَبْيَهِقِّي
Artinya : Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi: “Air itu suci dan
mensucikanckecuali jika ia berubah baunya, rasanya atau warnanya dengan
suatu najis yang masuk di dalamnya.
b. Tanah
5
Dalam fungsinya sebagai alat thaharah, tanah bermanfaat untuk
tayammum dan membersihkan najis karena sentuhan dan jilatan anjing dan
babi terhadap seseorang atau benda yang dipakai seorang muslim. Tanah yang
digunakan sebagai alat thaharah hendaknya diambil tanah yang bersih, dengan
demikian tanah atau debu yang bisa dipakai bersuci hanyalah tanah atau debu
yang suci yang tidak berdekatan dengan limbah pabrik atau air selokan
pembuangan.
c. Batu, tembikar, kayu, kertas, dan tisu
Alat-alat ini hanya digunakan untuk membersihkan kotoran yang
keluar dari qubul dan dubur. Alat ini tidak dapat digunakan untuk berwudhu
dan mandi. Oleh karena itu dalam bersuci dari hadats, batu, tembikar, kayu,
kertas, dan tisu tidak bisa digunakan sebagai alat bersuci karena dalam bersuci
dari hadats, hanya air dan tanah atau debu yang suci yan dapat dijadikan
sebagai alat bersuci.
6
َو َاْنَز ْلَنا ِم َن الَّس َم ۤا ِء َم ۤا ًء َطُهْو ًر ۙا....
Artinya : “ ..... dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih “ (QS Al-
Furqan: 48) .
2. Air Musta’mal
Ialah air yang mengenai badan manusia karena telah digunakan untuk
wudhu dan mandi atau bersuci hukumnya sah untuk bersuci (wudhu dan
mandi) sebagaimana air mutlak .
Dari Jabir, beliau mengatakan
، َو َأَنا َم ِر يٌض َال َأْع ِقُل، َج اَء َر ُسوُل ِهَّللا – صلى هللا عليه وسلم – َيُعوُد ِنى
َفَع َقْلُت، َفَتَو َّض َأ َو َص َّب َع َلَّى ِم ْن َو ُضوِئِه
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjengukku ketika aku
sakit dan tidak sadarkan diri. Beliau kemudian berwudhu dan bekas
wudhunya beliau usap padaku. Kemudian aku pun tersadar.
3. Air Musyamnas (air yang makruh)
Yaitu air yang panas dengan sebab kena panas matahari dan berada di
dalam bejana yang terbuat dari emas dan perak. Air ini lalu memunculkan
bau yang tidak sedap sehingga menjadi makhruh digunakan untuk
membasuh tubuh, tetapi tidak makruh untuk pakaian.
4. Air Mutanajjis
Yaitu air yang telah berubah salah satu sifatnya karena terkena suatu
najis atau air yang sedikit terkena najis, yakni kurang dari 216 liter. Air
mutanajjis juga berarti air mutlak yang bersebntuhan engan benda-benda
najis seperti kotoran, kencing, darah, dan lain-lain sehingga tidak suci dan
mensucikan
7
bersuci adalah hanya air suci dan mensucikan bukan air makruh, air yang sudah
dipakai bersuci atau mandi serta bukan pula air yang bersentuhan dengan benda-
benda najis seperti kotoran, kencing, darah dan lain-lain sehingga tidak suci dan
mensucikan untuk dipakai bersuci.
Najis merupakan lawan dari thaharah yaitu segala sesuatu yang kotor dan
menjijikan dalam pandangan syara’. Najis ialah suatu benda yang kotor dan menjadi
penghalang kesahnya shalat. Shalat tidak akan sah jika tubuh, pakaian, atau tempat
orang yang mengerjakan shalat itu terkena najis, seperti bangkai, tulang dan rambut
bangkai, kecuali bangkai manusia, ikan dan belalang. Najis juga dapat diartikan
sebagai suatu kotoran yang harus dibersihkan oleh orang muslim dan
mengharuskannya untuk mencuci segala sesuatu yang dikenainnya. Allah SWT,
berfirman dalam QS. Al-Muddatstsir (74): 4
Secara umum najis dibagi menjadi dua macam, yaitu: najis hukmi dan najis a’ini.
1) Najis hukmiyah: yaitu najis yang sudah tidak terlihat bendanya, atau najis
yang diyakini adannya, tetapi tidak nyata sifat zatnya, bau, atau warnanya
seperti bekas air kencing yang sudah tidak terlihat, tidak berbau dan tidak
berasa.
8
2) Najis ‘ainiyah: yaitu najis yang masih tanpak nyata jelas, baik warnanya
(masih terlihat dengan jelas), baunya (masih tercium pekat), atau rasannya
(misal masih pahit). Najis a’ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu:
a. Najis mukhaffafah
Najis mugaffafah merupakan najis yang ringan, seperti air
kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum makan
apa-apa selain asih dari ibunnya.
b. Najis mughaladhah
Najis mughaladhah ialah najis yang berat, yaitu najis anjing,
babi, dan keturunannya
c. Najis mutawassitha
Yaitu najis sedang, tidak ringan juga berat, yaitu najis selain
dua najis tersebut diatas, seperti:
1) Bangkai, baik bangkai binatang haram maupun binatang yang
halal tetapi tidak di sembelih dengan ketentuan syara’, dan kecuali
bangkai manusia, ikan dan belalang.
2) Segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur kecuali mani.
3) Bagian anggota badan binatang yang terpisah ketika masih
hidupnya, kecuali bulunya.
4) Kotoran binatang, termasuk ikan
5) Darah dan sebagainya
a. Apabila najis mugaffafah: sesuatu atau benda yang terkena najis ini, cukup
dipercikkan dengan air, meskipun tidak sampai mengalir.
b. Apabiala najis mugalladha: Benda yang terkena najis, baik berupa darah,
kotoran atau jilatan anjing, maka mensucikannya dengan cara najis harus
dihilangkan terlebih dahulu, kemudian dicuci tujuh kali, salah satu
9
diantaranya dicampur dengan debu. Hal tersebut sesuai dengan sabda
Rasulullah SAW.
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau beersabda, “Kesucian
bejana salah seorang diantara kalian, kalau di dalamnya dijilat anjing,
hendaknya dicuci tujuh kali, salah satu diantaranya dengan tanah.” (HR.
Muslim & Abu Daud).
c. Apabila najis mutawashitha: jika najis berupa kotoran, maka harus dibuang
terlebih dahulu, kemudian disucikan dengan air hingga hilang warnannya,
baunya, rasannya, dan tidak berbahaya, umpama warna atau sifat-sifatnya
sukar dihilangkan. Atau dengan cara mengalirkan air terhadap benda yang
terkena najis sampai hilang zat najisnya dan unsur sifatnya (warna, bau, rasa)
2.8 Hadas
1. Pengertian Hadas
10
Secara bahasa Al hadats ( ) الحدثdalam bahasa Arab berarti sesuatu yang
baru ( ) الحدیث, maksudnya sesuatu yang sebelumnya tidak ada kemudian menjadi ada.
Sedangkan secara istilah Hadats adalah keadaan tidak suci pada seseorang yang telah
baligh dan berakal sehat, timbul karena datangnya sesuatu yang ditetapkan oleh
hukum syara’ sebagai yang membatalkan keadaan suci. Hadats dapat juga diartikan
senbagai suatu keadaan badan yang tidak suci atau kotor dan dapat dihilangkan dengn
cara-cara tertentu seperti wudhu, tayamum, dan mandi wajib.
2. Macam-macam hadas
a. Hadats kecil
Suatu keadaan seseorang yang tidak suci yang di sebabkan oleh
sesuatu dan bersucinya bisa menggunakan dengan berwudhu atau tayamum.
b. Hadats besar
Keadaan seseorang yang tidak suci yang di sebabkan oleh sesuatu
dan bersucinya harus dengan mandi wajib, dan tayamum (jika tidak ada air).
Setiap amalan yang dilakukan mempunyai hikmah yang dapat diambil dan
bahkan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, dimana hikmah itulah yang biasanya
dapat mengantarkan seseorang menjadi lebih baik. Kehidupan akan terasa baik
apabila terdapat hikmah di baliknya. Demikian halnya dengan mengamalkan sesuatu
ibadah maka tentunya ada hikmah di balik itu, yang akan menjadi pelajaran bagi
manusia.
11
c. Seseorang akan mengalami kehidupan yang sehat dan merasakan kebahagian
baik dirinya maupun orang lain.
d. Manusia akan selalu ingin bersih dan suci dirinya baik lahir maupun batin.
e. Merasakan pikiran yang jernih dan tidak ingin melakukan suatu perbuatan
yang merugi.
f. Akan terasa suasana jiwa yang tenang dan hati yang damai.
g. Manusia selalu merasakan kedekatan dengan Tuhan-Nya.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
13
Daftar Pustaka
14