Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TAFSIR AHKAM

“Ahkamul wudhu wa tayamum”

Dosen Pengampu: M. Idris Hasibuan MA

Disusun Oleh:
Sarah Lisfiza (0203222051)
Salsabila Fitri Anggaraini (0203222041)
Rahma Meiyarah Sihombing (0203222042)

PROGRAM STUDI S-1 HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN, 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah swt. Yang maha esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga
kami berterima kasih pada bapak dosen yang telah membimbing kami dalam
penyelesaian makalah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai “Ahkamul wudhu wa tayamum”. Kami
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya.

Medan, 26 Februari 2024

Kelompok 1

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………. I

DAFTAR ISI…………………………………………………………………. II

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………… 1

1. Makna kosakata kalimat…………………………………………………. 1


2. Makna Secara Global……………………………………………………. 2
3. Arah bacaan……………………………………………………………… 4
4. Tujuan Penguraian………………………………………………………. 4

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………… 5

1. Kehalusan tafsir…………………………………………………………. 5
2. Hukum- hukum syari’ah…………………………………………………. 5

a) Apakah orang yang tidak sedang shalat diwajibkan berwudhu?................ 5


b) Apa hukum mengusapkan kepala dan sampai mana batasnya?.................. 6
c) Apa yang dimaksud dengan janabah dan apa yang di larang?.................... 7
d) Apa hukum orang sakit dan musafir ketika dalam keadaan tidak ada air? 8
e) Apakah di wajibkan bertayamum mengusapkan tangan sampai ke siku?... 10

BAB III HIKMAH TASYRI’/ KESIMPULAN……………………………. 11

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 13

II
BAB I

PENDAHULUAN

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْي َن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا ُقْم ُتْم ِاَلى الَّص ٰل وِة َفاْغ ِس ُلْو ا ُو ُج ْو َهُك ْم َو َاْي ِدَيُك ْم‬
‫ِاَلى اْل َم َر ا ِفِق َو اْم َس ُح ْو ا ِبُر ُءْو ِس ُك ْم َو َاْر ُج َلُك ْم ِاَلى اْل َك ْع َبْي ِۗن َو ِاْن‬
‫ُكْنُتْم ُج ُنًبا َفاَّطَّهُر ْو ۗا َو ِاْن ُكْنُتْم َّم ْر ٰٓض ى َاْو َع ٰل ى َس َفٍر َاْو َج ۤا َء َاَح ٌد‬
‫ِّم ْنُك ْم ِّم َن اْل َغ ۤا ِٕى ِط َاْو ٰل َم ْس ُتُم ال ِّنَس ۤا َء َفَلْم َتِج ُد ْو ا َم ۤا ًء َفَتَيَّمُم ْو ا َص ِع ْيًد ا‬
‫ّٰل‬
‫َط ِّيًبا َفاْم َس ُح ْو ا ِبُو ُج ْو ِه ُك ْم َو َاْي ِد ْي ُك ْم ِّم ْن ُه َۗم ا ُيِر ْيُد ال ُه ِلَيْج َعَل َع َلْي ُك ْم‬
‫ِّم ْن َح َر ٍج َّو ٰل ِك ْن ُّيِر ْيُد ِلُيَطِّهَر ُك ْم َو ِلُيِتَّم ِنْع َم َتٗه َع َلْي ُك ْم َلَع َّلُك ْم‬
‫َتْش ُك ُر ْو َن‬

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan


salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu
dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka
mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang
air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka
bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu
dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu
bersyukur.

1. Makna kosakata kalimat

 ‫إذا قمتم‬: Apabila hendak mendirikan shalat.

1
Az-Zujaj Menafsirkan makna apabila ingin mendirikan shalat seperti firman Allah
An-nahl ayat 98:

{ ‫}َفِاَذ ا َقَر ْأَت اْلُقْر ٰا َن َفاْسَتِع ْذ ِباِهّٰلل‬

Bukan berarti melaksanakan tetapi masih berkeinginan mendirikan.

 ‫فاغسلوا‬: Mengalirkan air ke sesuatu, untuk menghapus kotoran atau najis dan
lainnya.
 ‫وجوهكم‬: wajah batasnya meliputi dari atas kening sampai kebawah dagu
seterusnya dan sampai cuping telinga.
 ‫إلي الكعبين‬: dua tulang yang menonjol di samping kaki dinamakan tumit kaki.
 ‫من حرج‬: dalam keadaan sempit, Allah telah memudahkan bagi orang mukmin
dengan membolehkan bertayamum.

2. Makna Secara Global

Secara bahasa, pengertian wudhu berasal dari kata "wadha'ah", yang artinya hasan
(baik, bagus) dan "bahjah" (bersih, indah atau elok). Sementara pengertian wudhu
menurut syara', mengutip dalam penjelasan dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji ala
Madzhabis Syafi’i:

“Sebuah nama untuk menunjukan perkerjaan yang berupa menggunakan air pada
anggota-anggota badan tertentu disertai dengan niat.”

Maksudnya, jika huruf wawu-nya difathah (wadhu’) maka artinya berbeda dengan
wudhu. Wadhu' adalah nama untuk menyebut alat yang digunakan untuk berwudu,
yaitu air. Pengertian wudhu, juga tidak selalu berkaitan dengan ritual bersuci sebelum
salat atau beribadah yang lain. Tergantung konteks kalimatnya.1

Allah telah berfirman dalam Alquran menjelaskan hukum- hukum wudhu dan
tayammum; apabila seorang mukmin ingin mendirikan shalat dan sedang dalam
1
DR. Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam Wa Adallatuhu, hlm. 208

2
keadaan berhadast maka hendaklah membasuh wajah, kedua tangan sampai dengan
kedua siku, mengusapkan kepala dan hendaklah membasuh kedua kaki sampai dengan
tumit kaki dengan air bersih.

Dan apabila dalam keadaaan berhadast besar maka hendaklah mandi wajib dengan
air menggunakan air bersih dan ketika dalam keadaan sakit atau sedang dalam
berpergian, atau sedang dalam berhadast kecil, atau sedang dalam keadaan junub dan
tidak mendapatkan air untuk berwudhu atau mandi Maka hendaklah bertayamum
dengan menggunakan debu yang suci atau bersih Dengan mengusapkan wajah dan
kedua tangan sampai dengan siku- siku. Allah swt tidak ingin mempersulitmu dalam hal
aturan agama, tetapi Allah swt berkehendak ingin mensucikanmu dari dosa- dosa dan
kesalahan. Dan dari kotoran dan najis. Allah swt menyempurnakan nikmat-Nya atasmu
dengan menjelaskan hukum- hukum Islam sehingga kamu dapat mensyukuri nikmat-
Nya dan memuji-Nya atas nikmat- nikmat yang telah diberikan.

Pengertian tayamum adalah alternatif bersuci dari hadas kecil maupun hadas besar,
menggunakan debu sebelum menunaikan salat dalam Islam. Sebagai pengganti dari
media bersuci primer, yakni wudhu dan mandi wajib. Bersuci dengan tayamum ini
menjadi sebuah kemudahan yang disediakan bagi umat Islam, dalam beberapa situasi
tertentu yang mendesak.

Secara bahasa, pengertian tayamum adalah al-qashd, wa al-tawajjuh, yang


bermakna “maksud dan mengarahkan”. Secara ringkas dan jelas, sebab-sebab
dibolehkannya tayamum dijelaskan oleh Al-Ghazali dalam satu di antara kitabnya yang
berjudul Ihya 'Ulumiddin:

Artinya: “Siapa saja yang kesulitan menggunakan air, baik karena ketiadaannya
setelah berusaha mencari, maupun karena ada yang menghalangi, seperti takut hewan
buas, sulit karena di penjara, air yang ada hanya cukup untuk minum dirinya atau
minum kawannya, air yang ada milik orang lain dan tidak dijual kecuali dengan harga
yang lebih mahal dari harga sepadan (normal).”

3
“Atau karena luka, karena penyakit yang menyebabkan rusaknya anggota tubuh
atau justru menambah rasa sakit akibat terkena air, maka hendaknya ia bersabar sampai
masuk waktu fardu.”2

3. Arah bacaan

Menurut jumhur ulama { ‫ }َو َاْر ُج َلُك ْم ِاَلى اْلَكْع َبْيِۗن‬dalam surah al-maidah ayat 6, dengan
fathah di lamul fi’li dan hamzah dibaca. Dan menurut Abu Amr’{ ‫ }أرجلكم‬dengan
Kasrah di lamul fi’li.dengan arah bacaan atau artinya wajah dan tangan yakni
membasuh atau mengalirkan air ke wajah, tangan dan kaki. Dan bacaan jar
lilmujawoti, menurut Ibnu Anbari mengatakan: kaki pun tidak tertinggal setelah
membasuh kepala ditata agar berdekatan dan berurutan.

4. Tujuan Penguraian

Allah swt berfirman dalam surah Al- Maidah ayat 6: { ‫} ِاَلى اْلَم َر اِفِق‬. Al- Akbari

mengatakan { ‫}إلي‬diartikan seperti firman Allah swt dalam surah Hud ayat 52:

{ ‫}َّو َيِز ْد ُك ْم ُقَّو ًة ِاٰل ى ُقَّو ِتُك ْم‬

Diartikan diwajibkan membasuh tangan sampai siku dalam sunnah.

BAB II

2
Al-Ghazali, Ihyâ ‘Ulumiddin, Terbitan Darut Taqwa lit-Turats, Jilid 1

4
PEMBAHASAN

1. Kehalusan tafsir

Didalam buku Tafsir Ahkam kehalusan tafsir keempat tentang surah Al- ma’idah
ayat 6 dijelaskan kemunculan mengusap dalam ayat wudhu termasuk bagian yang
wajib dibasuh. Ini merupakan indikasi bahwa perintah berwudhu harus dipatuhi, maka
hendaklah terlebih dahulu membasuh wajah, kemudian kedua tangan sampai dengan
kedua siku, kemudian mengusap kepala, kemudian membasuh kedua kaki dan
berurutan. Walaupun belum diwajibkan di sebagian pendapat ulama. Namun
bagaimanapun juga itu diwajibkan dan dianjurkan sehingga mengikuti petunjuk nabi
akan lebih sempurna dan mulia.

2. Hukum- hukum syari’ah

a) Apakah orang yang tidak sedang shalat diwajibkan berwudhu?

Dijelaskan firman allah swt: { ‫ }ِاَذ ا ُقْم ُتْم ِاَلى الَّص ٰل وِة‬diwajibkan berwudhu bagi
seseorang yang ingin mendirikan shalat apabila sedang dalam berhadast. Ijma’ para
ulama bahwa wudhu tidak diwajibkan kecuali bagi orang berhadast. Peristiwa tersebut
tersirat dalam ayat dan dijelaskan maknanya { ‫}إذا كنتم إلي الصالة وأنتم محدثون‬
sebaliknya mereka menafsirkan ayat tersebut dengan penafsiran ini untuk mencapai
ijma’ bahwa kewajiban itu tidak wajib kecuali bagi orang yang mendirikan shalat.
Karena yang terkandung dalam ayat, tayamum sebagai pengganti wudhu. Dan telah
ditetapkan dalam ayat kewajiban bertayamum disebabkan berhadast. Dan karena
perintah berwudhu maka tampaklah perintah mandi wajib yang ditetapkan ketika
berhadast besar. Di dalam firman Allah swt dalam ayat Al- Maidah ayat 6: { ‫َو ِاْن ُكْنُتْم‬
‫} ُج ُنًبا َفاَّطَّهُرْو ۗا‬. Maka jelaslah bahwa perintah wudhu ditetapkan ketika dalam keadaan
berhadast kecil.

Hal ini dibuktikan dengan sesungguhnya Rasulullah saw ketika awal mendirikan
shalat berwudhu untuk pertama kalinya, maka Umar Ibn Khatab bertanya “Ya

5
Rasulullah, engkau melakukan sesuatu yang tidak anda lakukan? Rasulullah saw
menjawab “Ya Umar aku sengaja melakukannya”. Yakni sesungguhnya Rasulullah
saw ingin menjelaskan kebolehannya.

Adapun yang disampaikan Rasulullah saw dan para khulafau’ rasyidin mereka
berwudhu setiap mendirikan shalat, tetapi hukumnya belum ditetapkan wajib. Tetapi
atas landasan yang afdal atau disukai. Dan Rasulullah saw selalu mencintai keafdalan,
dan bukan melaksanakan menjadikannya wajib berwudhu setiap ingin mendirikan
shalat.

b) Apa hukum mengusapkan kepala dan sampai mana batasnya?

Kesepakatan fuqaha bahwa mengusap kepala termasuk kewajiban berwudhu


seperti firman allah swt { ‫ } َو ا ْم َس ُح ْو ا ِب ُر ُء ْو ِس ُك ْم‬tetapi mereka berbeda pendapat
(Ikhtilaf) terhadap batasannya.

Menurut mazhab Syafi'i

Mengusap sebagian kepala meskipun sedikit dan tidak disyaratkan mengusap


dengan tangan sekiranya orang tersebut menyiramkan air ke sebagian dari kepalanya,
itu sudah itu sudah cukup jika ada rambut pada kepalanya lalu diusap sebagian itu
sudah sah Adapun jika rambutnya panjang menjulur sampai tekuk atau lebih lalu dia
mengusap rambut yang ditekuk itu, sesudah itu tidak cukup sekali pun dia
menariknya sampai ke atas kepala menurut mereka mengusap kepala itu harus
mengenai rambut yang menempel di atas.

Menurut mazhab Hanafi

Diantara fardhu adalah mengusap seperempat kepala dan menurut mereka ukuran
seperempat kepala adalah 1 telapak tangan jadi yang wajib adalah mengusap kepala
minimal sebatas. Bersumber dari yang dilakukan Rasulullah saw mengusapkan hanya
sudutnya.

Menurut mazhab Hambali

6
Mengusap semua kepala termasuk dua telinga jadi wajib mengusapnya bersama
kepala mazhab Hambali sepakat dengan mazhab Maliki dalam hal wajibnya
mengusap seluruh kepala dari ujung tumbuh rambutnya depan sampai ke Tengkuk.

Menurut mazhab Maliki

Mengusap seluruh kepala batas kepala dimulai dari rambut yang tumbuh di depan
dan berakhir pada rambut belakang yang tumbuh di leher termasuk di dalamnya yaitu
rambut yang tumbuh di antara telinga dan kepala serta kulit atas daun telinga begitu
pula dengan kulit yang berada di atas telinga yang langsung bersambung dengan

c) Apa yang dimaksud dengan janabah dan apa yang di larang?

Menurut mazhab Syafi'i

Dalam Mazhab Syafi'i, janabah merujuk pada keadaan seseorang setelah


melakukan hubungan intim atau mimpi basah.

Orang yang dalam keadaan janabah dilarang untuk melakukan ibadah seperti shalat,
membaca Al-Quran, dan menyentuh mushaf. Mereka harus mandi junub (mandi
besar) sebelum dapat melakukan ibadah-ibadah tersebut.

Menurut mazhab Hanafi

Janabah adalah keadaan najis yang terjadi pada seseorang setelah melakukan
aktivitas seksual atau keluarnya mani, baik karena hubungan intim atau mimpi basah.
Menurut mazhab Hanafi, orang yang dalam keadaan janabah dilarang untuk
melakukan beberapa hal, antara lain:

1. Shalat
2. Menyentuh mushaf Al-Qur'an
3. Masuk ke dalam masjid
4. Thawaf di sekitar Ka'bah

5. Membaca ayat-ayat Al-Qur'an yang memerlukan wudu atau bersuci.

7
Perlu diingat bahwa aturan ini berlaku menurut pandangan mazhab Hanafi dan
mungkin berbeda dengan pandangan mazhab lain dalam agama Islam.

Menurut mazhab Hambali

Dalam Mazhab Hambali, janabah juga merujuk pada keadaan seseorang setelah
melakukan hubungan intim atau mimpi basah.

Orang yang dalam keadaan janabah juga dilarang untuk melakukan ibadah
seperti shalat, membaca Al-Quran, dan menyentuh mushaf. Mereka juga harus mandi
junub sebelum dapat melakukan ibadah-ibadah tersebut. Prinsip-prinsip utama terkait
janabah dan tata cara mandi junub dalam Mazhab Hambali mirip dengan Mazhab
Syafi'i.

Menurut mazhab Maliki

Dalam Mazhab Maliki, janabah juga mengacu pada keadaan seseorang setelah
melakukan hubungan intim atau mimpi basah. Orang yang dalam keadaan janabah
juga dilarang untuk melakukan ibadah seperti shalat, membaca Al-Quran, dan
menyentuh mushaf. Mereka juga harus mandi junub sebelum dapat melakukan
ibadah-ibadah tersebut. Namun, terdapat perbedaan-perbedaan kecil dalam tata cara
mandi junub dan aturan-aturan terkait janabah di Mazhab Maliki dibandingkan
dengan mazhab-mazhab lainnya.

d) Apa hukum orang sakit dan musafir ketika dalam keadaan tidak ada air?

Menurut mazhab Syafi'i

Menurut mazhab Syafi'i, orang yang sakit dan musafir yang tidak memiliki air
untuk berwudhu atau mandi harus melakukan tayammum sebagai pengganti air.
Tayammum dilakukan dengan menyapu tangan dan wajah dengan tanah yang bersih.
Menurut mazhab Syafi'i, orang yang sakit dan musafir yang tidak memiliki air untuk
berwudhu atau mandi harus melakukan tayammum sebagai pengganti air.

8
Tayammum dilakukan dengan menyapu tangan dan wajah dengan tanah yang
bersih.3

Menurut mazhab Hanafi

Dalam pandangan mazhab Hanafi, orang sakit dan musafir yang tidak memiliki
air untuk berwudhu atau mandi diizinkan untuk melakukan tayammum sebagai
pengganti. Tayammum dilakukan dengan cara memukulkan tangan ke tanah yang
bersih, kemudian mengusap wajah dan tangan dengan tanah tersebut. Ini
diperbolehkan dalam situasi di mana air tidak tersedia atau menggunakan air akan
membahayakan kesehatan

Menurut mazhab Hambali

Menurut mazhab Hambali, dalam keadaan tidak ada air, baik karena sakit atau
musafir, individu diizinkan untuk melakukan tayammum sebagai pengganti
berwudhu atau mandi. Tayammum dilakukan dengan cara memukulkan tangan ke
tanah yang bersih, kemudian mengusap wajah dan tangan dengan tanah tersebut. Ini
diizinkan sebagai alternatif ketika air tidak tersedia atau penggunaannya
membahayakan kesehatan.

Menurut mazhab Maliki

Menurut mazhab Maliki, dalam keadaan tidak ada air, baik karena sakit atau
musafir, individu diizinkan untuk melakukan tayammum sebagai pengganti
berwudhu atau mandi. Tayammum dilakukan dengan cara memukulkan tangan ke
tanah yang bersih, kemudian mengusap wajah dan tangan dengan tanah tersebut. Ini
diizinkan sebagai alternatif ketika air tidak tersedia atau penggunaannya
membahayakan kesehatan.

e) Apakah di wajibkan bertayamum mengusapkan tangan sampai ke siku?

3
Abu Ahmad Najieh, Fikih Mazhab Syafi’I (Bandung, Marja:2019) hlm. 62

9
Menurut mazhab Syafi'i

Dalam pandangan Mazhab Syafi'i, mengusap tangan sampai ke siku adalah


bagian dari proses tayamum yang wajib dilakukan. Jadi, menurut pandangan Mazhab
Syafi'i, ya, itu diwajibkan.

Menurut mazhab Hanafi

Menurut mazhab Hanafi hal yang disunahkan dalam bertayamum adalah


mengusapkannya ke seluruh tangan dari bagian ujung jari hingga siku.

Menurut mazhab Hambali

Menurut Mazhab Hambali, tayamum juga meliputi mengusap wajah dan kedua
tangan sampai ke siku. Jadi, dalam pandangan Mazhab Hambali, juga diwajibkan
mengusap tangan sampai ke siku saat melakukan tayamum.

Menurut mazhab Maliki

Menurut Maliki mengusap tangan dari pergelangan hingga siku Adapun


mengusap ujung tangan hingga pergelangan hukumnya wajib.4

BAB III

HIKMAH TASYRI’/ KESIMPULAN

4
Syaikh abdurrahman Al- Juzairi, Fiqih Empat Mazhab (Jakarta, Pustaka Al- Kautsar:2015) hlm.
26

10
 Bersuci dari hadast kecil dan hadast besar merupakan syarat sahnya shalat.
 Apabila tidak ada air atau bersifat mubadzir ketika menggunakannya maka
diperbolehkan bertayamum.
 Islam adalah agama penuh dengan kemudahan dan tidak ada dalam syari’ah
kesempitan maupun menyusahkan.

Salah satu tujuan syari’at yang mulia adalah menjaga kesucian manusia,
membersihkannya dari kotoran Indrawi dan moral baik secara internal maupun
eksternal. Persiapan yang mempersiapkan jiwa yang menjadikannya memenuhi syarat
untuk berdiri dalam keadaan suci, dan Allah swt mengangkat derajatnya dengan penuh
keagungan, kemegahan dan kesempurnaan.

Islam mensyariatkan atau menetapkan wudhu dan mandi wajib bagi seorang
mukmin sebagai pembersih dan petunjuk. Islam juga menyerukan agar menjauhi
maksiat dan dosa sebagai tanda kesucian batin. Maka wudhu dan mandi wajib maksud
diantara keduanya adalah kebersihan dan ia merupakan kebersihan internal. Hal ini
membiasakan seseorang menjalani kehidupan yang suci dalam jiwa dan akhlaknya
serta menjadikannya pada jalan kebersihan dalam segala aspek kehidupannya, baik
jasmani, pakaian dan makanan. Islam menganjurkan hal ini karena islam adalah agama
yang suci dan bersih {‫}وثيابك فطهر‬. Kebersihan jasmani bagian dari kesucian bathin.

Maka tidak mengherankan jika syariah memaknai dengan kesucian manusia


{‫ } فا لطهور شطر اإليمان‬seperti hadist nabi saw. dan telah dijelaskan dalam firman Allah
swt di akhir ayat, surah Al- Maidah ayat 6:

ۗ ‫َم ا ُيِرْيُد ُهّٰللا ِلَيْج َعَل َع َلْيُكْم ِّم ْن َحَر ٍج َّو ٰل ِكْن ُّيِرْيُد ِلُيَطِّهَر ُكْم َو ِلُيِتَّم ِنْع َم َتٗه َع َلْيُكْم َلَع َّلُكْم َتْشُكُرْو َن‬
Maka demikian Thaharah merupakan tiang, pondasi atau dasar dalam kehidupan
seorang muslim, dan apabila Allah swt tidak menerima shalat kecuali dengan thaharah
jasmani atau fisik merupakan hal yang terlihat. Bagaimana seseorang yang bernajis
dapat diterima di alam kebangkitan.

11
Sesungguhnya islam agama suci, kesucian yang tampak atau jasmani merupakan
sebuah cabang dan kesucian yang tidak nampak atau bathin merupakan dasar.
Kesucian fisik atau yang tampak merupakan syarat sahnya shalat sama seperti halnya
kesucian batin hal yang tidak tampak merupakan syarat untuk memasuki surga. Firman
Allah swt dalam surah Asy- Syu’ara’ ayat 88-89:

‫َيْو َم اَل َيْنَفُع َم اٌل َّو اَل َبُنْو َن ِااَّل َم ْن َاَتى َهّٰللا ِبَقْلٍب َسِلْيٍم‬

Dan keduanya yang disebutkan diatas merupakan sebab untuk memperoleh cinta Allah
swt. Firma Allah swt dalam surah Al- Baqarah ayat 222:

‫ِاَّن َهّٰللا ُيِح ُّب الَّتَّو اِبْيَن َو ُيِح ُّب اْلُم َتَطِّهِر ْيَن‬

DAFTAR PUSTAKA

12
Al-Juzairi, S. A. (2015). Fikih Empat Madzhab Jilid 1 (Vol. 1). Pustaka Al-

Kautsar.

Al-Zuhayli, W. (1997). al-Fiqh al-Islami wa-Adillatuh. Dar al-Fikr.

Al-Ghazali, Ihyâ ‘Ulumiddin, Darut Taqwa lit-Turats, Jilid 1

Najieh, A. A. (2019). Fikih Mazhab Syafi'i. Nuansa Cendekia.

13

Anda mungkin juga menyukai