Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

BERSESUCI DAN BERIBADAH BAGI ORANG SAKIT

Disusun oleh:

Kelas 1B / Kelompok 4

Wulandari Kusuma Ningsih (1130019014)

Lucky Ramadhani (1130019037)

Dosen Pembimbing:

Siti Maimunah, S.Ag., M.Pd.I.

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhmdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa ,
karena telah melimpahkan rahmat – Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi.
Tujuan kami membuat makalah ini agar teman teman srkalian bisa
menggunakanya dengan seksama, dan juga saling berbagi ilmu pengetahuan.
Dengan dibuatnya makalah tentang cara bersesuci dan beribadah ini kami
meminta agar teman teman sekalian mau menggunakanya sesuai dengan panduan
yang ada.
Kami juga mengetahui bahwa banyak sekali kekurangan yang terdapat pada
makalah ini, sehinggaa kritik dan saran akan sangat membantu kami kedepanya.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca . Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran
yang bersifat membangun demi terciptannya makalah selanjutnya yang lebih baik
lagi.

Surabaya, 07 Desember 2019

DAFTAR ISI

ii
COVER.......................................................................................................i

KATA PENGANTAR..................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah............................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................2

2.1 Bersesuci Bagi Orang Sakit..............................................................2


2.1.1 Bersesuci Dengan Berwudhu.................................................3
2.1.2 Bersesuci Dengan Tayammum..............................................7
2.2 Beribadah Bagi Orang Sakit.............................................................9
2.2.1 Beribadah Dengan Shalat...................................................10
2.2.2 Beribadah Dengan Puasa....................................................13

BAB 3 PENUTUP.....................................................................................16

3.1 Kesimpulan.....................................................................................16
3.2 Saran..............................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................17

iii
BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 LATAR BELAKANG


Bersesuci merupakan hal yang sangat erat kaitanya dan tidak dapat
dipisahkan dengan ibadah, seperti Sholat dan Puasa. Tanpa bersesuci
orang yang hadast tidak dapat menunaikan ibadah tersebut.
Bersesuci dan beribadah memiliki tata cara dan aturan yang harus
dipenuhi , jika tidak dipenuhi tidak akan sah bersesuci dan beribadahnya.
Terkadang ada masalah ketika seseorang tidak menemukan air, maka
islam mempermudah orang tersebut untuk melakukan tayammum sebagai
ganti dari berwudhu atau mandi, yang mana alat bersucinya menggunakan
debu. (Ghazali,2010)
Pada dasarnya manusia menginginkan dirinya sehat, baik sehat
jasmani maupun rohani, sehingga diantara hikmah Allah SWT
menurunkan Al-quran yang didalamnya ada petunjuk dapat menjadi obat
bagi penyakit yang terjangkit pada manusia baik fisik maupun psikis.
Firman Allah SWT dalam surah Al-Isra’ ayat 82 :
‫َونُنَ ِّز ُل ِمنَ ْالقُرْ آ ِن َما هُ َو ِشفَا ٌء َو َرحْ َمةٌ لِ ْل ُم ْؤ ِمنِينَ ۙ َواَل يَ ِزي ُد الظَّالِ ِمينَ إِاَّل خَ َسارًا‬
Artinya: Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi
penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu
tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.
(Ghazali,2010)

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Bagaimana cara bersesuci bagi orang sakit ?
1.2.2 Bagaimana cara beribadah bagi orang sakit ?
1.3 TUJUAN

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat


membaca dan mempelajari tentang cara bersesuci dan beribadah bagi
orang yang sakit.

1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Bersesuci Bagi Orang Sakit
Thoharah menurut Bahasa adalah bersesuci. Menurut Syara’ atau
istilah adalah membersihkan diri, pakaian, tempat dan benda-benda lain
dari najis dan hadats menurut cara-cara yang ditentukan oleh syariat islam.
Thoharah atau bersesuci adalah syarat wajib yang harus dilakukan dalam
beberapa macam ibadah seperti dlam Qs Al-Maidah ayat :06

‫ ُك ْم‬j‫وس‬ ِ ‫حُوا بِ ُر ُء‬j‫ق َوا ْم َس‬ ِ ِ‫صاَل ِة فَا ْغ ِسلُوا ُوجُوهَ ُك ْم َوأَ ْي ِديَ ُك ْم إِلَى ْال َم َراف‬
َّ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِ َذا قُ ْمتُ ْم إِلَى ال‬
‫ ٌد ِم ْن ُك ْم‬j‫ ا َء أَ َح‬j‫فَ ٍر أَوْ َج‬j‫ ٰى أَوْ َعلَ ٰى َس‬j‫ض‬ َ ْ‫َوأَرْ ُجلَ ُك ْم إِلَى ْال َك ْعبَ ْي ِن ۚ َوإِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ َوإِ ْن ُك ْنتُ ْم َمر‬
‫ص ِعيدًا طَيِّبًا فَا ْم َسحُوا بِ ُوجُو ِه ُك ْم َوأَ ْي ِدي ُك ْم ِم ْنهُ ۚ َما‬ َ ‫ِمنَ ْالغَائِ ِط أَوْ اَل َم ْستُ ُم النِّ َسا َء فَلَ ْم ت َِجدُوا َما ًء فَتَيَ َّم ُموا‬
َ‫ج َو ٰلَ ِك ْن ي ُِري ُد لِيُطَهِّ َر ُك ْم َولِيُتِ َّم نِ ْع َمتَهُ َعلَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬
ٍ ‫ي ُِري ُد هَّللا ُ لِيَجْ َع َل َعلَ ْي ُك ْم ِم ْن َح َر‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak


mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai
dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan
kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu
sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus)
atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan
tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi
Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya
bagimu, supaya kamu bersyukur. (Ghazali,2010)

Apabila sakitnya ringan dan berwudlu menggunakan air atau bisa


menggunakan air hangat tidak berbahaya atasnya dan tidak menyebabkan
terlambat sembuh, bertambah sakit dan tidak khawatir, jika seperti sakit
kepala, sakit gusi dan semisalnya, maka tidak boleh bertayammum
baginya, karena boleh dan tidaknya bertayamum di karenakan untuk
menolak bahaya atasnya, dan jika ia sudah menemukan air maka ia harus
menggunakan air. Apabila orang yang sakit susah berwudhu atau
bertayammum sendiri, ia diwudhukan atau ditayammumkan oleh orang
lain dan cukuplah hal itu baginya.

3
Orang yang terluka, dengan luka bernanah, atau patah, yang
berbahaya jika terkena air, lalu ia dalam keadaan junub, ia boleh
bertayammum. Jika ia bisa membasuh yang sehat dari tubuhnya, ia harus
melakukan hal itu dan bertayammum untuk yang lain.

Barangsiapa yang luka di salah satu anggota bersuci (seperti di


tangan), maka ia membasuhnya dengan air. Jika ia merasa sulit
membasuhnya atau berbahaya, ia mengusapnya dengan air saat membasuh
anggota wudhu yang ada luka menurut urutan tertib wudhu. Jika ia susah
mengusapnya atau berbahaya, ia boleh bertayammum dan cukuplah
untuknya.

Orang yang memakai pembalut (karena luka atau patah), yaitu


orang yang di salah satu anggota tubuhnya ada yang patah yang sedang di
Gips, maka ia cukup mengusapnya dengan air, sekalipun ia tidak
meletakkan dalam keadaan suci (maksudnya: tidak berwudhu saat
memakainya).

Apabila orang yang sakit ingin shalat, ia harus bersungguh-


sungguh menjaga kesucian badan, pakaian, dan tempat shalatnya dari
segala najis. Jika ia tidak mampu, ia shalat apa adanya dan tidak mengapa
atasnya.

Apabila orang sakit menderita silsil baul (kencing terus menerus)


dan belum sembuh dengan pengobatannya, maka ia harus ber istinja,
berwudhu untuk setiap shalat setelah masuk waktunya, mencuci yang
mengenai badannya dan menjaga pakaiannya tetap suci untuk shalat jika
tidak memberatkannya. Dan jika tidak bisa niscaya dimaafkan darinya,
dan ia menjaga semaksimal mungkin agar air seninya tidak keluar.
(Marzuki, 2015)

2.1.3 Bersesuci Dengan Berwudhu


A. Pengertian Wudhu
Kata wudllu berasal dari kata Bahasa arab Al-Wudlu’ yang
berarti bersih. Menurut istilah hokum islam, wudlu berarti

4
membasuh anggota badan tertentu dengan air menurut syarat dan
rukun tertentu. Wudlu ini diperintahkan terkait dengan
diperintahkanya sholat bagi umat islam. (Ghazali,2010)
B. Rukun Wudhu
1) Niat dalam hati.
Jika seseorang membasuh anggota wudhu dengan niat untuk
mengurangi rasa panas atau untuk membersihkannya maka tidak
dianggap sebagai orang yang berwudhu.

ٍ ‫اأْل َ ْع َما ُل بِالنِّيَّ ِة َولِ ُكلِّ ا ْم ِر‬


‫ئ َما نَ َوى‬

“Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-


tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan…“(HR. Muttafaqun
Alaihi)

2) Membasuh wajah (termasuk berkumur-kumur dan istinsyaq).

َ َ‫ا ِم ْن َما ٍء فَأ َ ْد َخلَهُ تَحْ تَ َحنَ ِك ِه فَخَلَّ َل بِ ِه لِحْ يَتَهُ َوق‬Ÿًّj‫َكانَ إِ َذا تَ َوضَّأ َ أَ َخ َذ َكًف‬
‫ال « هَ َك َذا أَ َم َرنِى‬
‫» َربِّى َع َّز َو َج َّل‬

“Merupakan kebiasaan (Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam)


jika beliau akan berwudhu, beliau mengambil segenggaman
air kemudian beliau basuhkan (ke wajahnya) sampai
ketenggorokannya kemudian beliau menyela-nyela
jenggotnya”. Kemudian beliau mengatakan, “Demikianlah
cara berwudhu yang diperintahkan Robbku kepadaku.” (HR.
Abu Dawud)

3) Mencuci kedua tangan sampai siku.

ِ ِ‫ ثُ َّم َغ َس َل يَ َدهُ ْاليُس َْرى إِلَى ْال َمرْ ف‬، ‫ق ثَالَثًا‬


« ‫ق ثَالَثًا‬ ِ ِ‫» ثُ َّم َغ َس َل يَ َدهُ ْاليُ ْمنَى إِلَى ْال َمرْ ف‬

“…Kemudian beliau membasuh tangannya yang kanan sampai


siku sebanyak tiga kali, kemudian membasuh tangannya yang
kiri sampai siku sebanyak tiga kali…”(HR. Muttafaqun Alaihi).

5
4) Mengusap kepala (termasuk kedua telinga).

َ ‫ َحتَّى َذه‬، ‫ بَدَأَ بِ ُمقَ َّد ِم َر ْأ ِس ِه‬، ‫ فَأ َ ْقبَ َل بِ ِه َما َوأَ ْدبَ َر‬، ‫ه‬jِ ‫ثُ َّم َم َس َح َر ْأ َسهُ بِيَ َد ْي‬
« ‫َب بِ ِه َما إِلَى‬
ُ‫ ثُ َّم َر َّدهُ َما إِلَى ْال َم َكا ِن الَّ ِذى بَدَأَ ِم ْنه‬، ُ‫» قَفَاه‬

“Kemudian beliau membasuh mengusap kepala dengan


tangannya,(dengan cara) menyapunya ke depan dan ke
belakang. Beliau memulainya dari bagian depan kepalanya
ditarik ke belakang sampai ke tengkuk kemudian
mengembalikannya lagi ke bagian depan kepalanya.”(HR.
Muttafaqun Alaihi)

5) Mencuci kedua kaki sampai mata kaki.

« ‫» ثُ َّم َغ َس َل ِرجْ لَ ْي ِه إِلَى ْال َك ْعبَي ِْن‬

“…Kemudian beliau membasuh kedua kakinya hingga dua


mata kaki…”(HR. Muttafaqun Alaihi).

6) Berurutan / tertib.

‫ق َوا ْم َسحُوا بِ ُر ُءو ِس ُك ْم َوأَرْ ُجلَ ُك ْم إِلَى ْال َك ْعبَ ْي ِن‬


ِ ِ‫فَا ْغ ِسلُوا ُوجُوهَ ُك ْم َوأَ ْي ِديَ ُك ْم إِلَى ْال َم َراف‬

“…maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan


siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki,”(QS. Al-Maidah : 6)

7) Berkesinambungan

Tidak dibenarkan adanya jarak yang panjang antara satu anggota


wudhu dengan anggota wudhu lainnya. Batas waktu antara
basuhan  satu anggota wudhu dengan anggota wudhu lainnya
adalah keringnya anggota wudhu yang sebelumnya dibasuh

6
َ ‫ ِه فَأَب‬j‫ض َع ظُفُ ٍر َعلَى قَ َد ِم‬
-‫لم‬j‫ه وس‬jj‫لى هللا علي‬j‫ص‬- ‫ َرهُ النَّبِ ُّى‬j‫ْص‬ َ ‫أَ َّن َر ُجالً تَ َوضَّأ َ فَتَ َر‬
ِ ْ‫ك َمو‬
‫صلَّى‬ َ ‫ال « ارْ ِج ْع فَأَحْ ِس ْن ُوضُو َء‬
َ ‫ فَ َر َج َع ثُ َّم‬.» ‫ك‬ َ َ‫فَق‬

“ada seseorang yang berwudhu lantas bagian kuku kakinya


tidak terbasuh, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melihatnya dan bersabda, “Ulangilah, perbaguslah wudhumu.”
Lantas ia pun mengulangi dan kembali shalat.”(HR. Muslim no.
243)

C. Syarat Wudhu
Untuk sempurnanya wudhu memerlukan syarat-syarat:
1) Islam
2) Mumayyiz, artinya bias membedakan mana yang baik dan
buruk
3) Tidak berhadas besar
4) Menggunakan air yang suci dan mensucikan
5) Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit.
D. Berwudhu Bagi Orang Sakit
Sebelum berwudhu, ia harus terlebih dahulu beristinja dengan air
atau istijmar dengan batu, atau yang serupa dengan batu terhadap
orang yang kencing atau buang air besar.
a) Istijmar harus dengan 3 biji batu yang suci
b) Istijmar tidak boleh dengan tulang, makanan dan segala
sesuatu yang dihormati.
c) Yang paling utama adalah istijmar istijmar dengan batu
atau yang serupa seperti tissu (sapu tangan), tanah, dan
semisalnya, kemudian diteruskan dengan air, karena batu
menghilangkan benda najis dan air mensucikannya, maka
lebih sempurna.
d) Manusia diberi pilihan di antara istinja dengan air atau
istijmar dengan batu dan semisalnya. Jika ia ingin salah
satunya maka air lebih utama karena ia lebih mensucikan

7
tempat dan menghilangkan benda ('ain) atau bekas. Ia lebih
membersihkan.
e) Jika ia hanya ingin memakai batu saja, cukup tiga biji batu
apabila sudah bisa membersihkan tempat. Jika belum
membersihkan, ia menambah empat dan lima hingga benar-
benar bersih dan yang utama adalah dalam bilangan ganjil.
f) Tidak boleh istijmar dengan tangan kanan, kecuali Jika
tangan kiri terputus atau patah atau sakit atau yang lainnya
maka, istijmar dengan tangan kanannya diperbolehkan.
g) Apabila orang yang sakit tidak mampu berwudhu dengan
air karena lemah atau karena takut bertambah sakit, atau
terlambat sembuhnya, maka ia boleh bertayammum.
(Marzuki, 2015)

2.1.4 Bersesuci Dengan Tayammum


A. Pengertian Tayammum
Tayammum dalam bahasa Arab diartikan sebagai al-
Qhasdu (ُ‫ )القَصْ د‬yang berarti sengaja atau bermaksud. Imam Ibnu
Fâris rahimahullah berkata: Huruf Ya’ dan Mim adalah kata yang
menunjukkan bermaksud pada sesuatu dan menyengaja[1]. Sebagai
contoh adalah firman Allâh Azza wa Jalla :
َ ِ‫َواَل تَيَ َّم ُموا ْال َخب‬
َ‫يث ِم ْنهُ تُ ْنفِقُون‬
“Dan janganlah kamu sengaja memilih yang buruk-buruk lalu
kamu nafkahkan dari padanya,” [Al-Baqarah/2:267]
Sedangkan secara istilah dalam syari’at, para ulama
berbeda dalam mendefinisikannya dalam beberapa definisi,
diantaranya adalah : “sebuah peribadatan kepada Allâh berupa
mengusap wajah dan kedua tangan dengan menggunakan sha’îd
yang bersih “ . Juga didefinisikan dengan : “menggunakan sha’îd
yang bersih untuk mengusap wajah dan kedua telapak tangan
dengan syarat khusus dengan cara yang khusus juga. “

8
Kata Sha’îd dalam bahasa Arab adalah seluruh permukaan
bumi yang dapat digunakan untuk bertayammum baik yang
terdapat tanah di atasnya ataupun tidak.
B. Rukun Tayammum
 Niat Tayammum
 Menyapu Muka dengan Debu
 Menyapu kedua tangan hingga siku dengan debu
 Tertib
C. Syarat Tayammum
Jika memang sudah mendesak untuk melakuka tayamum,
maka syarat-syarat tayamum juga harus dipenuhi untuk sahnya
tayamum.
1. Tidak menemukan air.
Sudah berusaha mencari kesana-sini namun tetap
tidak menemukan air.
2. Menggunakan debu yang suci.
Ketika melakukan tayammum tidak boleh
menggunakan debu yang tidak suci. Debu yang
digunakan harus dalam keadaan suci. Termasuk debu
yang sudah digunakan untuk tayamum (debu musta’mal)
sudah tidak suci lagi. Juga tidak boleh menggunakan
debu yang sudah tercampur dengan kapur (gamping),
atau benda-benda lain selain debu.
3. Mengerti cara tayammum.
Sebelum melakukan tayamum, paham dan
mengerti bagaimana cara melakukan tayamum.
4. Debu bebas dari najis.
Menghilangkan najis-najis yang berada di debu
yang digunakan untuk tayamum.
5. Melakukan Tayamum di dalam waktu sholat.
Melakukan tayamum ketika sudah measuk waktu
sholat, misalnya mau mengerjakan sholat dhuhur dan

9
tidak menemukan air karena di padang pasir, maka baru
meaakukan tayamum.
6. Mengetahui arah kiblat sebelum melakukan tayamum .
Sebab kadang-kadang didaerah lain tidak
mengetahui arah kiblat, misalkan kita sedang melakukan
perjalanan musafir.
7. Satu kali tayamum untuk 1 kali kefardhuan.
Ketika melakukan tayamum hanya digunakan
untuk satu kefardhuan, misalnya tayamum untuk
melakukan sholat dhuhur, maka hanya untuk melakukan
sholat dhuhur.
Kecuali yang sunnah, seperti membaca Al Quran,
sholat sunnah boleh dilakukan bersama satu kali
tayamumnya. Namun ketika akan melakukan sholat
ashar di waktu berikutnya harus melakukan tayamum
lagi.

D. Tayammum Bagi Orang Sakit


a) Boleh bertayammum dengan sesuatu yang suci yang ada
debunya, sekalipun tidak berada di atas tanah. Maka jika
debu beterbangan di dinding atau semisalnya, maka ia
boleh bertayammum pada dinding tersebut.
b) Jika ia masih suci dari tayammum yang pertama, ia boleh
shalat (yang kedua) dengannya sama seperti wudhu,
sekalipun beberapa kali shalat. Ia tidak wajib mengulangi
tayammumnya, karena ia adalah pengganti wudhu, dan
pengganti sama seperti hukum yang diganti.
c) Tayammum batal dengan segala hal yang membatalkan
wudhu, mampu menggunakan air atau adanya air bagi yang
tidak mendapatkan air.

10
2.4 Beribadah Bagi Orang Sakit

Ibadah secara bahasa memiliki arti rendah diri, yaitu yang


dimaksud adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla serta
tunduk dan memiliki rasa kecintaan yang paling tinggi.

Ibadah dilakukan dengan hati, lisan, dan perbuatan. Ibadah dengan


hati dapat berupa rasa takut, bahagia, kecintaan, ketergantungan, dan
mengharap kepada Sang Pencipta. Takbir, tasbih, dan tahmid merupakan
ibadah secara lisan. Sedangkan ibadah secara perbuatan dapat dilakukan
dengan salat, puasa, serta zakat.

2.2.3 Beribadah Dengan Shalat


A. Pengertian Shalat

Sholat berasal dari bahasa arab yang artinnya ''do'a''.


Sedangkan menurut isltilah sholat adalah ibadah yang dimulai
dengan bacaan takbiratul ikhrom dan diakhiri dengan mengucap
salam dengan syarat dan ketentuan tertentu. Segala perkataan dan
perbuatan yang termasuk rukun sholat mempunyai arti dan makna
tertentu yang bertujuan untuk mendekatkan hamba dengan
Penciptannya. Seperti dalil Mengenai Solat.

Dalam surat Tha Ha (20:14) menjelaskan bahwa tujuan


sholat adalah agar setiap hambanya senangtiasa selalu berdzikir
kepada Allah. Arti berdzikir disini adalah selalu mengingat Allah
dimanapun dan kapanpun. Seperti ketika kita takbir membaca ''
Allahuakbar'' yang beratri Allah maha besar menjelaskan tentang
keagungan Allah. Ketika hati kita selalu mengingat Allah membuat
jiwa kita menjadi tenang dan tentram.

B. Rukun Shalat

a) Niat

11
b) Berdiri bagi yang mamapu
c) Takbiratul ihram
d) Membaca surat Fatihah
e) Ruku serta tuma'ninah
f) I'tidal serta tuma'ninah
g) Sujud dua kali dengan tuma'ninah
h) Duduk diantara dua sujud dengan tuma'ninah
i) Duduk akhir Membaca Tasyahd akhir
j) Membaca Shalawat atas Nabi Muhammad
k) Memberi salam yang pertama (kanan)
l) Menertibkan rukun

C. Syarat Sah Shalat

a) Suci dari hadats besar dan hadats kecil


b) Suci badan, pakaian, dan tempat dari najis
c) Menutup aurat
d) Mengetahui masuknya waktu shalat
e) Menghadap ke kiblat (ka'bah)

D. Shalat bagi Orang Sakit


a) Sholat sambal duduk
 Keadaan duduk adalah seperti duduk diantara dua
sujud
 Menghadap kiblat
 Rukuk dilakukan dengan menundukkan kepala
sehingga kedudukanya bertentangan dengan tempat
sujud
 Iktidal pula dilakukan dengan mengangkat kepala
tegak semula
 Sujud seperti biasa, namun jika tidak mampu, boleh
dengan menundukkan kepala sedikit daripada
menunduk ketika rukuk

b) Sholat Baring Memiring


 Memiringkan badan

12
 Muka dan dada menghadap kiblat
 Rukuk dann sujud dilakukan dengan menunjukkan
isyarat. Kepala menunduk ketika rukuk, dan lebih
menunduk ketika sujud
 Jika tidak mampu menunduk, boleh menggunakan
gerakan mata sebagai isyarat

c) Sholat Baring Terlentang


 Badan berbaring terlentang dan kaki diluruskan
kearah kiblat
 Tinggikan kepala dengan menggunakan bantal agar
muka menghadap kiblat
 Rukuk dan sujud dengan diisyaratkan dengan mata.
Jika mampu, menunduk untuk rukuk, dan
menunduk lebih rendah untuk sujud
 Tangan diangkat seperti biasa ketika takbir, jika
tidak mampu cukup mengucapkan takbir saja

Ketika merawat pasien dengan kondisi tidak mampu


melakukan ibadah sholat dengan dirinya sendiri, Perawat lah
yang berperan membantu pasien. Peran Perawat dibutuhkan
ketika pasien ingin memposisikan tubuhnya untuk melakukan
ibadah, memposisikan pasien ke arah kiblat, bahkan sampai
mendampingi pasien ketika beribadah. Tidak semua pasien
dapat melakukan gerakan solat ketika dalam keadaan normal.
Disini peran Perawat memposisikan apakah pasien harus
beribadah dengan posisi duduk atau berdiri. Posisi ini
ditentukan berdasarkan kesanggupan pasien melakukan ibadah.
(Ghazali,2010)

2.2.4 Beribadah Dengan Puasa


a) Pengertian Puasa

13
Secara bahasa, puasa atau shaum dalam bahasa Arabnya
berarti menahan diri dari segala sesuatu. Jadi, puasa itu
ialah menahan diri dari segala perkara seperti makanan,
minuman, berbicara, menahan nafsu dan syahwat, dls.
Sedangkan secara istilah, puasa yaitu menahan diri dari segala
sesuatu yang bisa membatalkan puasa yang dimulai sejak
terbit fajar hingga matahari terbenam. Dalam Al-qur’an surat
Al-Baqoroh ayat 187 menerangkan tentang kewajiban
berpuasa.

b) Rukun Puasa

Berdasarkan kesepakatan para ulama, rukun puasa adalah


menahan diri dari berbagai pembatal puasa mulai dari terbit fajar
(yaitu fajar shodiq) hingga terbenamnya matahari[23]. Hal ini
berdasarkan firman Allah Ta’ala,

‫ ِر ثُ َّم أَتِ ُّموا‬jْ‫د ِمنَ ْالفَج‬jِ ‫ َو‬j‫ ِط اأْل َ ْس‬j‫ض ِمنَ ْال َخ ْي‬
jُ َ‫طُ اأْل َ ْبي‬j‫َّن لَ ُك ُم ْال َخ ْي‬jَ ‫ َربُوا َحت َّى يَتَبَي‬j‫اش‬
ْ ‫وا َو‬jjُ‫َو ُكل‬
َّ َ
‫صيَا َم إِلى الليْل‬ ِّ ‫ال‬

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari


benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu
sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187). Yang dimaksud
dari ayat adalah, terangnya siang dan gelapnya malam dan bukan
yang dimaksud benang secara hakiki.

c) Syarat Wajib Puasa

Syarat wajib penunaian puasa, artinya ketika ia mendapati


waktu tertentu, maka ia dikenakan kewajiban puasa. Syarat yang
dimaksud adalah sebagai berikut.

1) Sehat, tidak dalam keadaan sakit.

2) Menetap, tidak dalam keadaan bersafar. Dalil kedua


syarat ini adalah firman Allah Ta’ala,

14
3) Suci dari Haid dan nifas.

d) Syarat sah Puasa

Syarat sahnya puasa ada dua, yaitu:

1) Dalam keadaan suci dari haidh dan nifas. Syarat ini adalah
syarat terkena kewajiban puasa dan sekaligus syarat
sahnya puasa.

2) Berniat. Niat merupakan syarat sah puasa karena puasa


adalah ibadah sedangkan ibadah tidaklah sah kecuali
dengan niat sebagaimana ibadah yang lain.

e) Puasa Bagi Orang Sakit


Untuk orang sakit ada tiga kondisi:

1) Kondisi pertama adalah apabila sakitnya ringan dan


tidak berpengaruh apa-apa jika tetap berpuasa.
Contohnya adalah pilek, pusing atau sakit kepala yang
ringan, dan perut keroncongan. Untuk kondisi pertama
ini tetap diharuskan untuk berpuasa.

2) Kondisi kedua adalah apabila sakitnya bisa bertambah


parah atau akan menjadi lama sembuhnya dan menjadi
berat jika berpuasa, namun hal ini tidak
membahayakan. Untuk kondisi ini dianjurkan untuk
tidak berpuasa dan dimakruhkan jika tetap ingin
berpuasa.
3) Kondisi ketiga adalah apabila tetap berpuasa akan
menyusahkan dirinya bahkan bisa mengantarkan pada
kematian. Untuk kondisi ini diharamkan untuk berpuasa

15
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Bagi shohibul jaba’ir atau orang sakit yang tidak mampu bersuci
menggunakan air dapat mengganti wudlunya dengan tayammum. Dan
bagishohibul jaba’ir wajib melepas perbannya ketika bersuci apabila tidak
dikhawatirkan menimbulkan bahaya. Menurut mayoritas ulama, tayamum
adaalah pengganti yang sifatnya hanya darurat. Alat bersuci yang

16
sebenarnya adalah air. Maka tayammum tidak bisa menghilangkan najis
sebagaimana air.
Orang sakit yang khawatir akan bertambah parah sakitnya atau
memperlambat kesembuhannya atau sangat susah berdiri, diperbolehkan
shalat dengan duduk,  Orang yang sakit apabila mengerjakan shalat
dengan duduk sebaiknya duduk bersila pada posisi berdirinya.
3.2 SARAN
Adapun saran untuk perbaikan makalah ini yaitu sebagai berikut
Diharapkan pendidik dapat memahami perkembangan peserta didik
dalam proses pendidika dan Diharapkan pembaca dapat
memanfaatkan makalah ini sebaik- baiknya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ghazali, Muhammad Iqbal A.(2010). Cara Bersesuci dan Sholat Orang Yang
Sakit. Islamhouse
Marzuki.(2015). Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kelas XII. Jakarta:
Kementrian pendidikan dan kebudayaan 2015.

18

Anda mungkin juga menyukai