KEMASYARAKATAN
MAKALAH THAHARAH
BERWUDHU, TAYAMMUM, MANDI WAJIB
Disusun Oleh :
1. Riyo Saputra ( 2020403037 ) 5.Deni Pratama K,P ( 2020403035 )
2. Khoirunnisa (2010403015) 6. Nyayu Firani( 2020403026)
3. Lita Mutiara ( 2010403005 ) 7. Sri Rahma agustina( 2010403009)
4. Dina Yulia A. ( 2020403024 ) 8. Riska Nadia ( 2020403033 )
Dosen Pengampu :
BETY M.A
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah seru sekian alam. Shalawat dan
salam semoga tetap dicurahkan kepada Rasulullah Rahmat bagi alam semesta, para
sahabat, keluarga dan umatnya.
Makalah ini berjudul Wudhu’, Mandi Wajib dan Tayammum. Makalah ini
bertujuan untuk menjelaskan ruang lingkup pembahasan mengenai permasalahan
wudhu’, mandi dan tayammum. Kami menyadari tidak ada gading yang tak retak dan
sesungguhnya kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT. Sehingga apabila terdapat
beberapa kesalahan atau penempatan dalam makalah ini mohon untuk dimaklumi.
Semoga makalah wudhu’, mandi wajib dan tayammum ini bermanfaat, terutama
bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................1
DAFTAR ISI.........................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................3
A. Latar belakang................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................3
C. Tujuan Makalah..............................................................................................................4
D. Manfaat Makalah............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................5
A. Thaharah..........................................................................................................................5
B. Wudhu..............................................................................................................................6
C. Mandi Wajib...................................................................................................................13
D. Tayammum......................................................................................................................17
BAB III PENUTUP..............................................................................................................23
A. Kesimpulan........................................................................................................................23
B. Saran...............................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….………………….24
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ibadah adalah sesuatu pekerjaan yang dicintai Allah Swt dan diridhaoi-Nya,
perkataan, perbuatan lahir dan bathin. Untuk melaksanakan sebagian ibadah dan amalan-
amalan tertentu haruslah bersuci sebagai mana yang telah di jelaskan dalam Al-quran surat
Al-Ma’idah ayat : 6, surat An-Nisa ayat : 43 dan beberapa Sabda Rasulullah SAW. (Rasid,
S. 1964) dalam hukum islam, soal bersuci dan segala seluk-beluknya termasuk bagian ilmu
dan amalan yang penting, terutama syarat-syarat sah Shalat telah ditetapkan bahwa
seseorang yang akan mengerjakan abadah shalat diwajibkan suci dari hadas dan suci pula
badan pakaiyan dan tempatnya dari najis. Firman Allah Swt dalam Al-quran Surat -
Baqoroh ayat 222 yang artinya “sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat
dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.
Thaharah atau bersuci ialah mengangkat atau menghilangkan hadats dan najis dari
tubuh. Nasution, L. (1997) thaharah dari hadats ada tiga macam yaitu whudu’, mandi dan
tayammum. Alat yang digunakan untuk bersuci ialah air untuk wudhu’ dan mandi; tanah
untuk tayammum. Dalam hal ini air yang digunakan haruslah memenuhi persaratan, suci
dan mensucikan atau disebut air mutlak. Demikian pula tanah untuk tayammum harus
mempunyai persaratan yang ditentukan.
B. Rumusan Masalah
D. Manfaat Makalah
Dengan mengetahui cara berwudhu, mandi wajib dan tayamum yang benar dan
sesuai sunah diharapkan kita bisa mengaplikasikannya kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Thahrah
1. Pengertian thahrah
thaharah adalah bahasa Arab artinya bersuci. Sedangkan pengertian thaharahmenurut syara' yaitu bersuci
dari hadats dan najis untuk mencari keridhaan Allah SWT. Bersuci merupakan salah satu syarat sah dalam
beberapa ibadah khusunya shalat, oleh karena itu penting sekali bagi seorang muslim untuk mengetahuainya
Bersuci dapat dibagi Dua, yaitu bersuci dari najis dan bersuci dari hadats.
Membersihkan diri dari najis yang menempel pada tempat keluarnya najis pada tubuh manusia (Qubul dan
Dubur), alatnya adalah bisa dengan menggunakan air atau benda-benda keras yang di sebut juga dengan
Istinja.
Membersihkan diri dari najis yang menempel pada tubuh, pakaian atau tempat kita shalat adalah hanya
dengan air mutlak.
Adapun bersuci dari Hadats dilakukan dengan berwudhu (untuk hadats kecil), dan mandi dengan membasuh
seluruh badan/mandi besar (untuk hadats besar). Dengan menggunakan air yang suci dan mensucikan (air
mutlak) dilakukan dengan cara-cara tertentu.**
Secara umum, thaharah dibagi menjadi dua yaitu thaharah ma’nawiyah dan thaharah nissiyah. Thaharah
ma’nawiyah adalah thaharah hati atau rohani, sedangkan thaharah nissiyah adalah thaharah badan atau
jasmani.
1. Thaharah ma’nawiyah
Thaharah ma’nawiyah atau thaharah qalbu (hati) yakni mensucikan diri dari syirik dan maksiat dengan
bertauhid dan melakukan kegiatan amal sholeh agar senantiasa dekat dengan Allah SWT.
Thaharah ini bisa dikatakan sebagai thaharag yang paling utama dibandingkan thaharah nissiyah, karena
thaharah nissiyah tidak bisa dilaksanakan jika hati kita belum suci. Karena itulah sebagai seorang muslim
kita harus mensucikan diri dan jiwa dari perbuatan syirik dan munafik pun dari kegiatan maksiat seperti
dengki, sombong, dendam, benci, riya’ dan lain-lain.
2. Thaharah nissiyah
Thaharah nissiyah atau thaharah badan dan jasmani merupakan thaharah yang mensucikan diri serta bagian
tubuh dari hadats (baik hadats kecil ataupun hadats besar) serta najis dan segala jenis kotoran.
Untuk menghilangkan hadats kecil harus berwudhu dan untuk menghilangkan hadats besar kita harus mandi
wajib. Namun, apabila dalam kondisi tak ada air, maka kita diperbolehkan melakukan tayamum dengan
tanah atau debu.
َاِنَ هللاَ يُ ِحبُ التَ َوابِ ْينَ َويُ ِحبُ ْال ُمتَطَ ِه ِر ْين
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyucikan diri.” (QS. Al-
Baqarah: 222)
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,
dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah
dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur.” (QS.Al Maidah: 6).
3. Ayat tentang haid dan kecintaan Allah pada hamba yang bertaubat dan mensucikan diri.
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu
hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan
Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri.” (QS.Al Baqarah: 222).
1. Ali bin Abi Thalib menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, “Kunci shalat itu adalah bersuci, dan yang
mengharamkannya (semua perbuatan yang boleh di luar shalat) adalah takbir (takbiratul ihram), sedangkan
yang menghalalkannya (kembali) adalah salam” (HR.Abu Dawud).
2. Ibnu ‘Umar berkata, “Sungguh aku telah mendengar Rasulullah bersabda, “Shalat tidak diterima tanpa
bersuci. Dan shadaqah tidak diterima dari ghulul (pengkhianatan)”” (HR.Muslim).
3. Rasulullah bersabda, “Bersuci itu separuh keimanan, ‘Alhamdulillah’ memenuhi timbangan, ‘subhanallah
dan alhamdulillah’ memenuhi antara langit-langit dan bumi, shalat adalah cahaya, sedekah adalah bukti,
sabar adalah sinar, dan Al-Qur`an adalah hujjah bagimu atau hujatan atasmu. Setiap manusia keluar di pagi
hari, maka ada yang menjual dirinya lalu membebaskannya atau membinasakannya.” (HR.Muslim).
4. Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, “Allah tidak menerima shalat seseorang di antara
kalian jika berhadas hingga ia berwudhu.” (HR.Bukhari).
Tujuan thaharah
tujuan thaharah adalah agar kita bersih dari hadas dan najis. Hadas adalah kondisi tubuh yang
mengakibatkan seseorang terhalang untuk mengerjakan ibadah, sementara najis adalah kotoran yang harus di
hilangkan karena menjadikan sesuatu menjadi tidak suci.
B. Wudhu
1. Pengertian Wudhu
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu
nikmatKu, dan telah Kuridhoi Islam menjadi agama bagimu.” (QS. Al- Maidah:3)
Kunci shalat adalah bersuci, apabila kita telah berwudhu dengan baik, maka satu
pintu diterimanya shalat telah terbuka. Berikut ini merupakan hal-hal yang berkaitan
dengan berwudhu dan shalat.
1. Definisi Wudhu
Wudhu secara etimologi berasal dari shigat, yang artinya bersih. Menurut wahbah Al-
Zuhaili pengertian wudhu adalah mempergunakan air pada anggota tubuh tertentu dengan
maksud untuk membersihkan dan menyucikan. Adapun menurut syara’, wudhu adalah
membersihkan anggota tubuh tertentu melalui suatu rangkaian aktivitas yang dimulai dengan
niat, membasuh wajah, kedua tangan dan kaki serta menyapu kepala.
Pensyari’atan wudhu bertitik pijak pada dua dalil, yaitu Al-Qur’an al-Karim pada surat
Al-Maidah ayat 6 dan Al-Sunah.
“Hai rang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu
tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu
dan tanganmu degan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
2. Hukum Wudhu
Hukum wudhu tidak bersifat mutlak tetapi tergantung kondisi dan kebutuhan. Berikut
ini adalah hukum-hukum wudhu:
A. Fardlu
Ingin melaksanakan shalat dalam keadaan berhadats.
Orang yang berhadats wajib berwudhu ketika hendak melaksanakan shalat, baik wajib
maupun sunat, sempurna atau tidak sempurna. Barang siapa berwudhu untuk satu jenis saja
maka ia boleh melakukan semuanya.
Ketika hendak memegang mushaf Al-Qur’an
Sebagian ulama mewajibkan berwudhu ketika hendak menyentuh Al-Qur’an sekalipun
tulisan satu ayat di atas kertas, dinding, atau uang, berdasarkan Al-Qur’an:
A. Makruh
Wudhu hukumnya makruh dilakukan ketika mengulang wudhu sebelum menunaikan
shalat dengan wudhu yang pertama, artinya berwudhu di atas wudhu yang lain hukumnya
makruh.
B. Mubah
Wudhu hukumnya mubah, jika wudhu dilakukan untuk kebersihan dan kesegaran.
C. Mamnu’ / Haram
Hanafiah beralasan ketika berwudhu dengan air rampasan dan anak yatim. Pengikut
Madzab Hanbali mengatakan: Tidak sah wudhu dengan air hasil rampasan (ghasab).
a. Rukun Wudhu
b. Niat adalah maksud hati terhadap sesuatu yang disertai dengan pelaksanaannya
Adapun nita wudhu adalah suatu ketetapan hati untuk melakukan wudhu sebagai
pelaksanaan dari perintah Allah SWT. Adapun dalil tentang kewajiban niat
berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Umar ra bahwa Rasulullah SAW
bersabda:
“Sesunggguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya”
c. Mengucap Basmalah
Dengan niat untuk berwudhu didalam hati, Rasulullah SAW memulai berwudhu
dengan mengucapkan “Bismillah”. Namun, ada juga yang menganggap bahwa
mengucap basmalah bukan merupakan rukun wudhu, melainkan sunat wudhu.
d. Membasuh wajah
Dalil wajibnya membasuh wajah adalah firman Allah SWT:
“Maka basuhlah wajahmu.”
Membasuh (al-ghaslu) adalah mengalirkan air ke anggota tubuh denganmerata.
Menurut pendapat yang lain al-ghaslu adalah mengalirkan air ke atas sesuatu dengan
tujuan untuk menghilangkan kotoran atau sejenisnya. Adapun batas membasud wajah
adalah tinggi dari tempat tumbuhnya rambut (atas kening) sampai ke bawah dagu, lebar
adalah jarak dua daun telinga. Bagi orang yang memiliki jenggot tipis hendaklah
membasuh sampai air mengenai kulitnya. Bagi orang yang memiliki jenggot tebal
hendaklah ia mentakhlilnya (menyela-nyela)
a. Membasuh kedua tangan sampai siku
Dalil perintah membasuh kedua tangan sampai siku adalah firman Allah:
C. Mandi wajib
1. Pengertian Mandi Wajib
Pengertian Mandi Wajib Arti mandi menurut Bahasa adalah mengalirkan air pada
salah satu anggota badan, sedangkan menurut istilah, mandi ialah mengalirkan air ke
seluruh badan dengan niat mandi. Dengan demikian, mandi wajib adalah mengalirkan air
ke seluruh badan dengan niat menghilangkan hadas yang mewajibkan mandi.
2. Sebab-Sebab Mandi Wajib
Alasan seseorang Harus Mandi Wajib/Mandi Junub antara lain:
1) Keluar air mani secara jelas,;
2) Masuknya hasyafah (dzakar) pada farji wanita;
3) Selesai haid (menstruasi);
4) Melahirkan (wiladah) dan pasca melahirkan (nifas).
3. Tata Cara Mandi Wajib
Tata cara mandi wajib menurut para ulama dibagi menjadi dua yaitu fardlu (wajib)
dan sunah . Fardlu mandi wajib antara lain sebagai berikut :
5) Niat untuk mensucikan diri dari hadats besar;
6) Menghilangkan najis; dan
7) Meratakan air ke seluruh badan dengan cara menyiramkannya.
(b) Puasa Wanita yang sedang haid dilarang melaksanakan puasa wajib maupun puasa
sunah tetapi apabila telah suci dari haid maka diperintahkan mengqada puasa wajibnya,
sedangkan shalatnya tidak diqada. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
(c) Tawaf Perempuan yang sedang haid dilarang melaksanakan tawaf ketika menunaikan
ibadah haji atau umroh. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits sebagai berikut :
“Jika kamu haid maka kerjakan ibadah sebagaimana yang dikerjakan jama’ah haji
kecuali tawaf di Baitullah sehingga suci” (HR. Bukhori).
(d) Menyentuh Mushaf dan membaca Al Qur’an Allah SWT berfirman dalam surat Al
Waqi’ah ayat 79 :
“Orang junub dan haid tidak boleh membaca sesuatupun dalam Al Qur’an” (HR. Ibnu
Majah).
(e) I’tikaf di Masjid Bagi perempuan haid dan orang junub dilarang masuk masjid atau
melakukan i’tikaf. Rasulullah SAW bersabda :
“Saya tidak menghalalkan masjid untuk orang haid dan junub” (HR. Abu Daud).
Para Ulama Asy-Syafi’iyah dan al Hanabilah membolehkan bagi perempuan haid dan
nifas sekedar numpang lewat di masjid, jika yakin tidak mengotorinya.
(f) Bersetubuh Pasangan suami istri haram melakukan hubungan suami istri saat istri
sedang haid, harus menunggu sampai istri kembali suci. Sebagaimana firman Allah SWT
:
Dan janganlah kamu dekati mereka sebelum mereka suci. (Q.S. Al Baqarah/2: 222).
(g) Bercerai Suami tidak boleh menceraikan istrinya saat sedang haid, suami harus
menahan dulu talaknya sampai istrinya selesai haid.
D. Tayamum
1. Pengertian Tayamum
Tayamum berasal dari akar kata “tayammama” yang berarti bermaksud. Secara
istilah tayamum adalah menyampaikan debu kepada wajah dan kedua tangan dengan niat
khusus.
Tayamum merupakan sarana bersuci pengganti wudhu (hadas kecil) dan mandi
wajib (hadas besar) ketika terdapat uzur untuk melakukannya. Tata cara tayamum untuk
kedua hadas tersebut adalah sama. Hanya saja, tayamum karena hadas kecil menjadi
batal jika terdapat hal-hal yang membatalkan wudhu, sementara tayamum dari hadas
besar tidak batal karena terdapat hal-hal tersebut tapi menjadi batal jika menemukan air
dan mampu menggunakannya.
“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air
(kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu.” (Al-Mâidah: 6).
“Dan dijadikan debunya bagi kita suci jika tidak menemukan air.” (HR. Muslim).
3. Sebab Tayamum
Tayamum boleh dilakukan karena:
1. Tidak terdapat air.
2. Terdapat air tapi tidak dapat menggunakannya karena beberapa alasan, yaitu:
a.) Sakit. Jika seseorang sedang sakit maka boleh bertayamum jika khawatir
bertambahnya sakit, terlambat sembuh, menimbulkan cela yang besar pada anggota
tubuh yang tampak, atau menyebabkan cacat pada anggota tubuh. Bahkan bisa menjadi
wajib jika khawatir meninggal dunia jika tidak bertayammum.
b.) Kebutuhan atas air. Jika terdapat air namun dibutuhkan oleh hewan yang terhormat
maka dibolehkan bagi seseorang untuk bertayamum. Yang dimaksud dengan hewan yang
terhormat adalah setiap hewan yang dilarang dibunuh tanpa sebab.Hewan tidak
terhormat adalah hewan yang boleh dibunuh, yaitu enam hewan:
Orang yang meninggalkan shalat karena enggan atau malas.
Pezina yang muhsan, yaitu seseorang yang berzina setelah pernah sebelumnya
melakukan hubungan badan melalui akad nikah yang sah.
Orang kafir harbi, yaitu orang kafir yang bukan merupakan ahlu dzimmah, bukan
seseorang yang berada di bawah perlindungan kaum muslimin, atau tidak memiliki
perjanjian damai dengan kaum muslimin.
Orang murtad, yaitu orang yang memutuskan tali Islam baik dengan niat, ucapan ataupun
perbuatan.
Anjing yang mengganggu.
Babi, karena ia lebih buruk dari anjing. Air dijual dengan harga diatas rata-rata.
c.) Terdapat sesuatu yang menghalangi mencapai air seperti binatang buas.
d.) Air berada di tempat yang sangat jauh.
e.) Keadaan yang tidak memungkinkan memakai air, seperti kondisi sangat dingin.
4. Syarat Tayamum
Terdapat tujuh syarat sah tayammum, yaitu:
1. Bertayamum dengan debu. Syarat-syarat debu yang boleh digunakan
untuk tayamumadalah:
Suci (tidak najis).
Dapat mensucikan (bukan mustakmal). Debu mustakmal adalah debu yang masih berada
di anggota tayamum atau yang sudah terlepas darinya. Begitu pula debu yang digunakan
untuk membersihkan najis.
Murni yaitu yang tidak tercampur dengan benda lain meskipun sedikit, seperti pasir,
tepung.
Memiliki serbuk debu, yaitu ditandai dengan ada yang menempel di anggota tayamum.
2. Menghilangkan najis terlebih dahulu, karena tayamum adalah cara bersuci yang
lemah (pengganti).
3. Menentukan arah kiblat dengan berijtihad jika belum mengetahuinya.
4. Sudah masuk waktu shalat, karena tayamum adalah cara bersuci dalam keadaan darurat
sementara tidak dianggap darurat jika belum masuk waktu shalat. Nabi SAW bersabda:
“Dimana saja aku bertemu waktu shalat maka aku akan membasuh (bertayamum) dan
shalat.” (HR. Ahmad).
5. Bertayamum untuk setiap satu shalat wajib. Al-Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Umar
RA: “Seseorang bertayamum untuk setiap shalat meskipun belum batal.”
5. Rukun Tayamum
Tayamum memiliki lima rukun, yaitu:
1. Memindahkan debu. Maksudnya memindahkan debu dari sebuah tempat ke wajah dan
kedua tangan.
2. Niat, yaitu berniat melakukan tayamum. Yang diniatkan dalam tayamum adalah
berniat tayamum agar boleh melaksanakan shalat, bukan untuk menghilangkan hadas,
karena tayamum tidak dapat menghilangkan hadas. Niat dimulai sejak perbuatan
memindahkan debu dan terus berlanjut hingga membasuh sebagian wajah. Dianjurkan
melafalkan niat tayamum.
Contoh niat tayammum: Nawaytut tayammuma listibahatis shalati ( ةحابتسل مميتال تيون
َ
)ةالصال.
1. Membasuh seluruh muka. Tapi tidak diwajibkan –atau bahkan tidak disunahkan—
mengusap debu hingga tempat tumbuhnya rambut.
2. Membasuh kedua tangan. Cara yang dianjurkan dalam membasuh tangan adalah
sebagai berikut: letakkan jari-jemari tangan kiri secara menyilang (horizontal) di
punggung jemari kanan kecuali ibu jari. Tarik tangan kiri ke arah pergelangan. Sampai di
pergelangan genggam pergelangan dengan jemari dan terus menarik tangan kiri sampai
ke siku-siku. Sampai di siku-siku putarlah telapak tangan hingga berada di bagian dalam
siku-siku lalu tarik kembali tangan kiri tersebut ke pergelangan. Lalu gerakkan ibu jari
untuk menyapu punggung ibu jari kanan.
Nabi SAW bersabda:
نيقفرمال ىإل نيديلل ةبرضو هجولل ةبرض:ناتبرض مميتال
“Tayamum itu dua kali hentakan: hentakan untuk wajah dan hentakan untuk
keduatangan hingga kedua siku-siku.” (HR. Daruquthni).
3. Tertib antara kedua basuhan, karena tayamum adalah pengganti wudhu. Maka
sebagaimana diwajibkan tertib dalam wudhu maka diwajibkan pula dalam tayamum.
6. Sunah Tayamum
Setiap perbuatan yang disunahkan dalam berwudhu maka disunahkan pula dalam
tayamum, kecuali menigakalikan basuhan dan menyela-nyela jenggot. Selain sunah-
sunah tersebut, ditambah pula lima perbuatan yang disunahkan dalam tayamum, yaitu:
1. Merenggangkan jari-jemari.
2. Mengurangi debu di tangan setelah mengambilnya dengan cara menepuk kedua
telapak tangan atau dengan meniupnya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ammar
bin Yasir: “Nabi SAW memukulkan dengan kedua telapak tangannya ke atas tanah
kemudian beliau mengurangi debunya.” Dalam riwayat lain: “Kemudian beliau
meniupnya.”(HR. Bukhari).
3. Tidak mengangkat tangannya dari anggota tayamum hingga selesai membasuh
seluruhnya.
4. Melepas cincin pada hentakan pertama ke tanah (untuk mengusap muka). Adapun
pada hentakan kedua (untuk mengusap tangan) maka hukumnya wajib jika dapat
menghalangi debu ke permukaan kulit.
5. Tidak menghilangkan debu dari anggota tayamum hingga selesai shalat.
7. Pembatal Tayamum
Hal-hal yang membatalkan tayamum ada empat, yaitu:
Semua perbuatan yang membatalkan wudhu.
1. Murtad, karena tayamum dilakukan untuk kebolehan melaksanakan shalat sehingga
hal itu tidak diperlukan bagi orang yang murtad. Berbeda dengan wudhu dan mandi
karena keduanya bertujuan menghilangkan hadas bukan sekedar untuk kebolehan
melaksanakan shalat.
2. Menemukan air bagi yang bertayamum karena tidak terdapat air. Rasulullah SAW
bersabda:
ملسمال روهط ب، نينس رشع ءامال دجي مل نإو، يلف ءامال دجو اذإف
يطال ديعصال نإ
َ َهترشب هسم ري، لذ نإف
“Sesungguhnya debu yang baik adalah alat bersuci bagi seorang muslim meskipun ia tidak
menemukan air selama sepuluh tahun. Jika ia menemukannya maka hendaknya ia
menyentuhkannya pada kulitnya karena itu lebih baik baginya.” (HR. Abu Daud).
Jika orang tersebut menemukan air setelah selesai melaksanakan shalat maka shalatnya
sah dan tidak perlu mengulangnya. Begitu pula, jika ia menemukannya ketika sudah
masuk dalam shalat maka ia boleh menyempurnakan shalatnya itu. Tapi jika ia
membatalkannya lalu melaksanakan shalat dengan berwudhu maka itu lebih afdhal.
3. Mampu menggunakan air, seperti orang yang sembuh dari penyakitnya.
8. Orang yang Tidak Mendapatkan Dua Sarana Bersuci (Air dan Debu)
Orang yang tidak mendapatkan air dan debu (faaqid ath-thahuurain) maka hukumnya
adalah sebagai berikut:
2. Orang yang tidak mendapatkan air di tempat yang pada umumnya terdapat air, baik
dalam perjalanan atau tidak.
3. Orang yang lupa akan airnya di tempatnya sendiri.
4. Orang yang kehilangan air di tempatnya sendiri.
5. Orang yang bertayamum karena cuaca dingin.
6. Orang yang bertayamum karena sebagian anggota tayamumnya (wajah dan kedua
tangan) tertutup sesuatu, seperti perban luka.
7. Orang yang bertayamum karena salah satu anggota tubuhnya tertutup sesuatu padahal
anggota tersebut masih dalam keadaan hadas, atau penutup tersebut lebih dari batas yang
diperlukan.
8. Orang yang bertayamum memiliki najis yang tidak dimaafkan sementara ia tidak mampu
menghilangkan najis tersebut.
A. KESIMPULAN
3. Menurut ilmu akupuntur, telinga adalah representasi dari tubuh manusia. Melakukan
stimulasi seperti wudhu akan berpengaruh baik terhadap fungsi organ dalam tubuh
kita.
4. Tayammum adalah mengusap muka dan kedua tangan dengan debu yang suci pada
saat-saat tertentu, sebagai pengganti wudhu’ dan mandi dengan syarat dan rukun
yang tertentu. Dilarang bertayamum dengan tanah berlumpur, bernajis atau
berbingkah. Pasir halus, pecahan batu halus boleh dijadikan alat melakukan
tayamum. Tayamum hanya di khususkan pada peristiwa-peristiwa kritis tidak ada
air.
5. Orang yang melakukan tayamum lalu shalat, apabila air sudah tersedia maka ia
tidak wajib mengulang sholatnya. Tayamum untuk hadas hanya bersifat sementara
dan darurat hingga air sudah ada.
7. Hal yang membatalkan tayammum adalah jika keluar dari agama islam (murtad),
serta semua yang membatalkan wudhu juga dapat membatalkan tayammum.
B. SARAN
1. Selalu bersyukur, atas semua yang telah Allah perintahkan, niscaya semua ada
hikma dan manfaatnya
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. http://salafivilla.blogspot.com/2009/06/hukum-seputar-tayammum.html .