Anda di halaman 1dari 15

TUGAS PENDIDIKAN

AGAMA ISLAM

“KONSEP DASAR THAHARA”

NAMA KELOMPOK 2 :

ANDI INDRY NURFADILAH IDRIS


2261201077

JATSIAH ALI
2261201036
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan


kami kemudahan sehingga kami dapat menyeselaikan
makalah ini dengan cepat dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk
menyeselesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Alllah SWT atas
limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik
maupun sehat akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul .

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari


kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya. Untuk itu, Untuk itu kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan agar dalam
pembuatan makalah selanjutnya dapat lebih baik. Harapan
kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kami pada
khususnya dan reka-rekan,pada,umumnya.,Amin.

Makassar,15 September 2022

DAFTAR ISI
SAMPUL.................................................................................... i

KATA PENGANTAR............................................................... 1

DAFTAR ISI ............................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN

A.KONSEP DASAR THAHARA

2.1 Adab Buang Air Kecil.................................................... 4

2.2 Istinja............................................................................... 5

2.3 Pengertian Hukum Dan Cara Mensucikan...................... 8

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...................................................................... 14

BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang

nuhi untukmemenuhi syarat-syarat ibadah seperti sholat dan


lain Sebagai mana kita ketahui bahwa unsur utama yang harus di
pe sebagai nya hendak lahdiawali dengan bersuci. Bersuci
adalah syarat utama untuk mendirikan sholat atauthawaf di
baitullah al-haram. Bersuci bukan hanya menjadi pintu gerbang
utamadalam melakukan ibadah kepada Allah SWT.
berwudhu, mandi junub atautayammum adalah cara bersuci
yang Allah terangkan dalam al qur’an denganjelas.

Banyak sekali hikmah yang terkandung dalam thaharah,


kita sebagaimuslim harus dan wajib mengatahui cara-cara
bersuci karna bersuci adalah dasaribadah bagi ummat islam,
dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari hal-hal yang
kotor sehingga sebelum memulai aktifitas kita menghadap
tuhan atauberibadah haruslah dimulai dengan bersuci baik
dengan cara berwudhu, mandimaupun bertayamum. kalau
kita melihat dan membaca dengan teliti hampir seluruh
kitab-kitab fiqih akan diawali dengan bab thaharah ini
menunjukan kankepada kita betapa thaharah menjadi hal yang
mendasar dan menjukkan kepadakita betapa pentingnya masalah
thaharah ini.

Namun, walaupun menjadi hal yang mendasar bagi umat


islam namunmasih banyak dari ummat islam yang tidak
faham tentang thaharah, najis-najisdan jenis-jenis air yang di
gunakan untuk bersuci. makalah ini di buat untuk memenuhi
tugas mata kuliah fiqih sekaligus mudah-mudahan dapat
membuatteman-teman Perbandingan Mazhab paham masalah
yang mendasar ini dan mediabelajar dan mempelajari masalah-
masalah thaharah
BAB II
PEMBAHASAN

A.Konsep Dasar Thaharah

Pengertian thaharah adalah bersuci dari hadas dan najis.


Thaharah ini tidak sebatas membersihkan badan. Suci dari hadas
berarti melakukannya dengan berwudu, tayamum, serta mandi,
sedangkan suci dari najis yaitu haru menghilangkan kotoran yang ada
di badan, pakaian, dan tempat.
Thahara menurut Bahasa berarti bersih.menurut istilah Fuqoha
(ahli fiqh) memberishkan hadas dan menghilangkan najis,yaitu najis
jasmani seperti darah,air kencing,dan tinja.
Dalam QS Al-Baqarah ayat 222,ALLAH SWT kembali menegaskan
perihal pentingnya menyucikan diri ini.ALLAH SWT
berfirman,”sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”

2.1 Adab Buang Air


Buang air kecil adalah peristiwa dikeluarkan urin pada alat
pembuangan air kecil dari uretra sampai meatus air kecil keluar tubuh.
Adab buang air kecil dalam islam sebagai berikut :

1.Mencari yang sepi dan jauh dari penglihatan orang.karna,ketika nabi


Muhammad hendak buang air besar ,beliau pergi hingga tidak dilihagt
siapa pun (HR ABU DAUD DAN TRIMIDZI)

2. Hendaklah memakai alas kaki karena Nabi apabila masuk toilet


beliau memakai sepatu (HR Baihaqi).

3. Tidak membawa masuk apa saja yang di dalamnya terdapat zikir


kepada Allah. Karena, Nabi Muhammad mengenakan cincin yang ada
tulisan Rasulullah, namun jika beliau masuk ke toilet, maka beliau
melepasnya (HR Tirmidzi).

4. Masuk ke toilet/WC mendahulukan kaki kiri, sambil berdoa:

Bismillahi Innii A’uudzubka Minal Khubutsi Wal Khobaaitsi” yang


artinya Dengan nama Allah sesungguhnya aku berlindung diri
kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan wanita.

Imam Bukhari meriwayatkan Nabi selalu membaca doa itu ketika


hendak masuk ke dalam toilet.

5. Tidak menghadap kiblat atau membelakanginya ketika buang air,


karena Nabi bersabda "Janganlah kalian menghadap kiblat, dan
jangan pula membelakanginya ketika buang air besar ataupun buang
air kecil" (Mutaffaq Alaih).

6. Tidak buang air kecil atau besar di tempat berteduh manusia, atau di jalan
mereka, atau di air mereka, atau di pohon-pohon mereka yang berbuah. Nabi
bersabda:

"Takutlah kepada tiga tempat laknat; buang air besar di aliran air, di tengah
jalan, dan di tempat berteduh" (HR Hakim).

7. Tidak buang air di lubang-lubang tanah karena kemungkinan ada binatang


yang tersakiti dalam lubang itu (HR Abu Daud).

8. Tidak mengobrol ketika buang air besar. Nabi bersabda:

"Jika dua orang buang air besar, maka hendaklah setiap orang dari keduanya
bersembunyi dari orang satunya, dan keduanya jangan mengobrol karena Allah
membenci hal tersebut" (HR Ahmad).

2.2 Istinja
Dalam ilmu fiqih, istinja adalah membersihkan sesuatu (najis)
yang keluar dari qubul atau dubur menggunakan air atau batu dan
benda sejenisnya yang bersih dan suci. Syaikh Abdurrahman Al-
Juzairi dalam Fikih Empat Madzhab Jilid 1 menjelaskan, istilah
ini disebut juga dengan istithabah atau istijmar.

Hanya saja, istijmar biasanya dikhususkan untuk istinja dengan


batu. Istijmar sendiri diambil dari kata al-jimar yang berarti kerikil
kecil. Sedangkan, disebut juga dengan istithabah karena dampak yang
ditimbulkannya (membersihkan kotoran) membuat jiwa terasa
nyaman.

Dalam pendapat lain sebagaimana dijelaskan oleh Rosidin dalam


buku Pendidikan Agama Islam, kata istinja berasal dari akar kata naja'
yang artinya bebas dari penyakit (kotoran). Jadi, disebut istinja karena
orang yang beristinja berusaha bebas dari penyakit dan
menghilangkan penyakit tersebut.

Hukum Istinja

Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi mengatakan istinja hukumnya


fardhu. Ulama Hanafiyah berkata bahwa hukum istinja atau aktivitas
lain yang menggantikan kedudukannya seperti istijmar adalah sunnah
muakkadah, baik bagi laki-laki maupun perempuan.

Sementara itu, Hasan ibn Salim al-Kaf dalam al-Taqrirat al-


Sadidah sebagaimana dijelaskan Rosidin membagi hukum istinja
menjadi 6 jenis. Antara lain sebagai berikut:

1. Wajib: Istinja hukumnya wajib jika yang keluar adalah najis yang
kotor lagi basah. Seperti air seni, madzi, dan kotoran manusia.
2. Sunnah: Istinja hukumnya sunnah jika yang keluar adalah najis
yang tidak kotor. Contohnya cacing.
3. Mubah: Jika beristinja dari keringat.
4. Makruh: Istinja hukumnya makruh jika yang keluar adalah kentut.
5. Haram: Haram namun sah jika beristinja dengan benda hasil
ghashab. Istinja hukumnya haram dan tidak sah jika beristinja dengan
benda yang dimuliakan seperti buah-buahan.
6. Khilaf al-aula yakni antara mubah dan makruh: Jika beristinja
dengan air zam-zam.

Tata Cara Istinja

Secara umum, tata cara beristinja ada tiga. Pertama, menggunakan


air dan batu. Cara ini merupakan cara yang paling utama. Batu dapat
menghilangkan bentuk fisik najis. Sementara itu, air yang digunakan
harus suci dan menyucikan. Air tersebut dapat menghilangkan bekas
najis.

Kedua, menggunakan air saja. Ketiga, menggunakan batu saja.


Adapun, batu yang diperbolehkan untuk beristinja haruslah suci,
bukan najis atau terkena najis, merupakan benda padat, kesat, dan
bukan benda yang dihormati.

Adab Buang Hajat


Dalam Islam, ada beberapa adab yang perlu diperhatikan saat buang
hajat. Antara lain sebagai berikut:

1. Istibra, yaitu mengeluarkan kotoran yang tersisa di dalam makhraj,


baik itu air kencing maupun kotoran, sampai dirasa tidak ada lagi
kotoran yang tersisa.

2. Diharamkan buang hajat di atas kuburan. Alasan mengenai


pendapat ini karena kuburan adalah tempat di mana orang bisa
mengambil nasihat dan pelajaran. Maka, termasuk adab sangat buruk
jika seseorang justru membuka aurat di atas kuburan dan
mengotorinya.

3. Tidak boleh membuang hajat pada air yang tergenang.


Diriwayatkan dari Jabir, Rasulullah SAW melarang kencing pada air
yang tergenang (HR. Muslim, Ibnu Majah, dan yang lainnya).

4. Dilarang buang hajat di tempat-tempat sumber air, tempat lalu


lalang manusia, dan tempat bernaung mereka. Pendapat ini merujuk
pada sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadits.

Rasulullah SAW bersabda: "Berhati-hatilah kalian dari dua hal yang


dilaknat (oleh manusia." Para sahabat bertanya, "Apa yang dimaksud
dengan dua penyebab orang dilaknat?" Beliau menjawab, "Orang
yang buang hajat di jalan yang biasa dilalui manusia atau di tempat
yang biasa mereka bernaung." (HR. Muslim dan Abu Dawud).

5. Dilarang buang hajat dengan menghadap atau membelakangi


kiblat.

6. Dimakruhkan bagi orang yang membuang hajat untuk melawan


arah angin. Sebab, dikhawatirkan adanya percikan air kencing yang
membuatnya terkena najis.
7. Dimakruhkan bagi orang yang sedang buang hajat untuk berbicara.
Namun, apabila memang ada kebutuhan maka diperbolehkan untuk
berbicara, seperti meminta gayung untuk membersihkan najis.

8. Dimakruhkan menghadap matahari dan bulan secara langsung.


Sebab, keduanya merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT dan
nikmat-Nya bermanfaat bagi seluruh alam semesta.

9. Dianjurkan untuk istinja dengan tangan kiri. Sebab, tangan kanan


digunakan untuk makan dan sebagainya.

2.3 Pengertian Hukum Dan Cara Mensucikannya

Thaharah atau bersuci menurut pembagiannya dapat dibedakan


menjadi dua bagian, yaitu

1.   Bersuci lahiriah
Beberapa contoh yang bersifat lahiriah adalah membersihkan diri,
tempat tinggal dan lingkungan dari segala bentuk kotoran, hadas dan
najis. Membersihkan diri dari najis adalah membersihkan badan,
pakaian atau tempat yang didiami dari kotoran sampai hilang rasa,
bau dan warnanya.

 2.   Bersuci batiniah


Bersuci batiniah adalah membersihkan jiwa dari kotoran batin
berupa dosa dan perbuatan maksiat seperti iri, dengki, takabur dll.
Cara membersihkannya dengan taubatan nashoha yaitu memohon
ampun dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

B.Alat yang digunakan untuk thaharah        


1.Air yang suci dan menyucikan
Air yang demikian boleh diminum dan sah dipakai untuk
menyucikan ( membersihkan ) benda yang lain. Yaitu air yang  jatuh
dari langit atau terbit dari bumi dan masih masih tetap (belum
berubah) keadaannya, seperti air hujan, air laut, air sumur, air es 
yang sudah hancur kembali, air embun, dan air yang keluar dari
mata air.
Sabda Rasulullah Saw:
 
Dari Abu Hurairah r.a  Telah bertanya seorang laki-laki kepada
Rasulullah Saw. Kata laki-laki itu, ‘’Ya Rasulullah Saw, kami
berlayar di laut dan kami hanya membawa air sedikit, jika kami
pakai air itu untuk berwudhu, maka kami akan kehausan. Bolehka
kami berwudhu dengan air laut ? jawab Rasulullah Saw., ‘’Air laut
itu suci lagi menyucikan, bangkainya halal dimakan.’’ (Riwayat lima
ahli hadits. Menurut keterangan Tirmizi, hadits ini shahih)
Perubahan air yang tidak menghilangkan keadaan tau sifatnya suci
menyucikan walaupun perubahan itu terjadi pada salah satu dari
semua sifatnya yang tiga (warna,rasa dan baunya) macam-macam air
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Air hujan. Allah berfirman :

“Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk


mensucikan kamu dengan hujan itu”.(QS. Al-anfal : 11).[3]

2. Air salju dan embun. Rosulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam


bersabda:

“Ya Allah, bersihkanlah dosa-dosaku dengan air, salju dan embun”.


(HR.Bukhari, no: 744 dan Muslim, no: 598 dan selain keduanya).

3. Air sumber mata air. Allah berfirman yang artinya:


“Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah
menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber
air di bumi…”. (QS. Az-zumar : 21).[4]

    4. Air laut. Rasulullah sallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Laut itu adalah suci (airnya) dan halal bangkainya”. (Dikeluarkan


oleh Abu dawud, no: 83, Tirmidzi, no: 69, An-sai no: 59, Ibnu
majah, no: 3246. Tirmidzi berkata : hadits hasan shahih, dan
dishahihkan oleh Syeikh Al-bany di (Shahih sunan An-nasai), no:
58).[5]

5. Air Zam-zam. Berdasarkan riwayat dari sahabat Ali –semoga


Allah meridhainya- , bahwasannya:

“Rosulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminta setimba dari air


zam-zam, kemudian beliau minum dan berwudhu”. (Zawaid
musnad, 1/76).[6]

6. Air ajin (air yang berupa karena diam atau kecampuran dengan
sesuatu yang suci). Berdasarkan hadits ummi hani’, bahwasannya :

“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mandi dengan maimunah


(istrinya) dalam satu bejana dan di dalamnya terdapat bekas
adonan”. (Riwayat An-sai “Sahih sunan an-sai’, no: 234, dan Ibnu
majah “Shahih sunan Ibnu majah, no: 303 dan yang lainnya. Al-
misykah, no: 485, Al-irwa’, no: 271).

7. Air yang tercampur dengan najis tetapi tidak merubah salah satu
dari ketiga sifatnya. Rasulullah sallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda

“Apabila air mencapai dua kullah, maka tidaklah ia mengandung


najis”.Riwayat Abu dawud dan yang lainya. Shahih sunan abi
dawud, no: 57, Shahih sunan An-nasai, no: 51, Shahih sunan
Tirmidzi, no: 57, dan Irwa’, no: 23).
8. Air musta’mal. Berdasarkan hadits Urwah dari miswar –semoga
Allah meridhai- keduanya :

“Apabila Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berwudhu, maka


hampir-hampir sahabat berkelahi untuk mendapat sisa air wudhu
Nabi”. (Riwayat Bukhari, no: 189)

   9.Air Mussakhan (Air yang dipanaskan)

“Bahwasannya ia mandi dengan air panas”. (Riwayat ibnu abi


syaibah dan yang lainnya.dan dishahihkan oleh syeikh al-bany
dalam irwa’, no: 17

2.Air suci,tetapi tidak menyucikan


            Zatnya suci,tetapi tidak sah dipakai untuk menyucikan
sesuatu.Yang termasuk dalam bagian ini ada tiga macam air,yaitu:
a.Air yang berubah salah satu sifatnya karena bercampur dengan
suatu benda yang suci,selain dari perubahan yang tersebut diatas
seperti air kopi,teh,susu dan sebagainya.
 
b.Air sedikit,kira-kira 2 kullah,sudah terpakai untuk menghilangkan
hukum najis,sedangkan air itu tidak berubah sifatnya dan tidak pula
bertambah timbangannya.
 
c.Air pohon;pohonan atau air buah –buahan seperti air yang keluar
dari tekukan pohon kayu(air nira),air kelapa,dan sebagainya.
3.Air yang bernajis
Air yang termasuk bagian ini ada dua macam:
a.sudah berubah salah satu sifatnya oleh najis. Air ini tidak boleh
dipakai lagi, baik airnya sedikit ataupun banyak, sebab hukumnya
seperti najis.[7]
b.air bernajis , tetapi tidak berubah salah satu sifatnya. Air ini kalau
sedikit – berarti kurang dari dua kulah –tidak boleh dipakai lagi,
bahkan sama hukumnya dengan najis.
Kalau air itu banyak, berarti dua kullah atau lebih, hukumnya tetap
suci dan menyucikan.
 
Sabda Rasulullah Saw:
 
Arti: ‘’Air itu tak dinajisi sesuatu, kecualiapbila berubah rasa, warna,
atau baunya.’’ (Riwayat ibnu Majah dan Baihaqi)
 
Hadits yang lainnya
‘’apabila air cukup dua kullah, tidaklah dinajisi oleh suatu apapun,’’
(Riwayat lima ahli hadits)
4.Air yang makruh
Yaitu air yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain bejana
emas atau perak. Air ini makruh dipakai untuk badan, tetapi tidak
makruh dipakai untuk pakaian; kecuali air yang terjemur
ditanah,seperti air sawah, air kolam, dan tempat-tempat yang bukan
bejana yang mungkin berkarat.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Thaharah ini sebagai kunci ibadah dalam islam, sholat adalah


tiang utama dalam islam dan menjadi perhitungan yang utama di
akhirat nantinya. Dengan melakukan thaharah kita dapat
mengambil manfaatnya, yaitu kita bersih dari kotoran najis dan
hadats, juga dapat menghilangkan bau yang tidak sedap yang
menempel pada tubuh kita. Terdapat juga hikmah yang terkandung
didalamnya yaitu mendekatkan diri kita kepada Allah, menambah
ketaqwaan dan keimanan. Tafsir jalalain menjelaskan Allah
mencintai orang orang yang selalu menjaga dirinya dari segala
macam hadast, baik hadas kecil maupun hadast besar.
17 Thaharah secara umum menjadi dua macam pembagian yang
besar, yaitu pertama, thaharah hakiki yang mana maksudnya adalah
hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan, pakaian dan tempat
sholat dari najis, boleh dikatakan bahwa thaharah hakiki adalah
terbebasnya seseorang dari najis, kedua, thaharah hukmi yaitu
sucinya kita dari hadas, baik hadas kecil maupun hadas besar
(kondisi janabah). Thaharah secara hukmi tidak terlihat kotornya
secara fisik. Bahkan boleh jadi secara fisik tidak ada kotoran pada
diri kita.
Namun tidak adanya kotoran yang menempel pada diri kita,
belum tentu dipandang bersih secara hukum. Bersih secara hukum
adalah kesucian secara ritual. Jelas bahwa khamar menurut
pendapat yang benar bukanlah barang najis secara lahir, tetapi najis
maknawi, karena termasuk perbuatan syetan. Kalau kita sudah
mengetahui bahwa kenajisan khamar hanya bersifat maknawi,
maka bisa kita simpulkan bahwa arak-pun hukumnya tidak najis,
tetapi tetap haram untuk diminum.

Anda mungkin juga menyukai