Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

TATA CARA BERSUCI DARI HADAS

Dosen Pengampu:

(Pebrio Lutfi, M.Pd.)

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Yolanda Wansari (2323240161)

PRODI PENDIDKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


JURUSAN TARBIYAH FAKULTAS TARBIYAH DAN
TADRIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI
SUKARNO BENGKULU 2023

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil'alamin, puji syukur mari kita


panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata'ala sehingga kita
masih diberikan nikmat kesehatan, kesempatan, hidayah serta
taufik, suatu nikmat yang begitu banyak dan besar sehingga
makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam tak lupa kita kirimkan kepada junjungan
Nabi besar Muhammad Sallallahu 'Alaihi Wasallam, sahabat
serta keluarganya sebab jasa beliaulah yang membawa umat
manusia ke jalan yang diridhai Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa makalah dengan judul Tata Cara


Bersuci Dari Hadas yang disusun untuk tugas mata kuliah Ibadah
Kemasyarakatan ini masih banyak terdapat kekurangan dari
berbagai aspek. Oleh karena itu, kami sangat membutuhkan
masukan dan arahan agar sekiranya kami dapat membenahinya
dalam penulisan selanjutnya, dan kami mengucapkan terima
kasih kepada pihak yang telah memberikan partisipasi baik
moral maupun materi, semoga Allah Subhanahu Wata'ala
memberkahi kita, Aamiin.

Bengkulu, 28 Maret 2023

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH.........................................................................i

KATA PENGANTAR.........................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................1

A. Latar Belakang..............................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................1

C. Tujuan...........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN....................................................3

A. Pengertian Bersuci Dari Hadas.....................................3

B. . Macam-Macam Hadas................................................5

C. Cara Bersuci Dari Hadas..............................................9

D. Hikmah Bersuci............................................................17

BAB III PENUTUP............................................................19

A. Kesimpulan................................................................19

B. Saran...........................................................................19

DAFTAR PUSTAKA..........................................................20

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bersuci dari hadas sering kita kenal dengan sebutan


Thaharah, banyak orang yang tidak tahu bagaimana tata cara bersuci
dari hadas yang benar menurut Islam, dalam hukum islam bersuci
dari hadas merupakan amalan yang sangat penting, karena amalan
ibadah apabila masih ada hadas maka amalan tersebut tidak
diterima, Allah itu bersih dan suci. Untuk menemui-Nya, manusia
harus terlebih dahulu bersuci atau disucikan. Allah mencintai sesuatu
yang bersih dan suci.
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari sesuatu
(barang) yang kotor dan najis sehingga thaharah dijadikan sebagai
alat dan cara bagaimana mensucikan diri sendiri agar sah saat
menjalankan ibadah. oleh karena itu makalah ini akan membahas
tentang bersuci dari hadas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Itu Bersuci Dari Hadas Menurut Para Imam?
2. Apa Saja Macam-Macam Hadas?
3. Bagaimana Cara Bersuci Dari Hadas?
4. Apa Hikmah Dari Bersuci?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian bersuci dari hadas

1
2. Mengetahui macam-macam hadas
3. Mengetahui cara bersuci dari hadas
4. Mengetahui Hikmah Bersuci

BAB II

2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bersuci dari Hadas

Bersuci dapat dikatakan juga dengan thaharah, dan menurut


bahasa artinya adalah bersuci dari sesuatu yang kotor, haik yang
kotor itu bersifat hissy ( dapat dirasakan oleh indera ) maupun
maknawi ( tidak dapat dirasakan oleh indera). Contohnya dalam
hadist riwayat Ibnu Abbas r.a., bahwa Nabi SAW. tatkala menengok
orang sakit, beliau bersabda, " sakit akan menjadi pembersih
( thahuurun) dalam bagimu insya Allah."1

Bersuci menurut para Imam mujtahid :

1. Al-Hanafiyyah

Menurut Imam Hanafi pengertian Bersuci itu adalah bersih


dari hadas atau najis, pengertian bersih itu mencakup yang
diusahakan oleh seseorang ataupun tidak, seperti najis yang dapat
hilang karena adanya air yang jatuh padanya.
Adapun hadas itu memiliki batasan, yaitu suatu sifat yang
menurut penilaian syara' berada pada bagian anggota badan atau
seluruhnya. Sifat itu hilang dengan bersuci/thaharah. Istilah lain dari

1
Prof.Dr.Mahmud Syalthut, Fiqih tujuh madzhab (Bandung:pustaka
setia.2007). hlm.31

3
hadas adalah najis hukmi, yang artinya adalah bahwa Allah ( Syar'i)
menghukumi bahwa hadas itu merupakan najis yang
mengakibatkan shalat tidak sah, seperti najis hissiy.
Adapun kotoran ( khubuts) menurut syara' adalah sesuatu
yang menjijikkan yang oleh syara' diperintahkan untuk dibersihkan.
Dari sinilah dapat diketahui bahwa najis adalah lawan dari
thaharah. Perlu diketahui pula bahwa najis terkandung dua
pengertian sekaligus, yaitu hadas dan khubus (kotoran), meskipun
menurut bahasa lafadz najis tersebut berarti segala sesuatu yang
menjijikkan, baik hissiy seperti darah, air kencing, kotoran
manusia, dan semacamnya maupun maknawi seperti dosa.

2. Al Malikiyyah

Thaharah/ bersuci adalah suatu sifat yang menurut


pandangan syara' membolehkan orang yang mempunyai sifat itu
mengerjakan shalat dengan pakaian yang dikenakannya di tempat
yang digunakan untuk mengerjakan shalat itu. Dari sisni dapat
diambil pengertian bahwa thaharah atau bersuci merupakan suatu
hal yang bersifat batin. yang lebih bersifat perkiraan (dzaniniyah,
bukan sesuatu yang dapat diraksakan oleh indera (hissy).

Dengan Pengertian ini, thaharah memiliki dua lawan berikut:

4
1. Najis, yaitu suatu sifat yang menurut syar'i dilarang mengerjakan
shalat dengan memakai pakaian yang terkena najis atau di
tempat yang ada najisnya.
2. Hadas, yaitu suatu sifat yang menurut syar'i dilarang melakukan
shalat karenanya.

3. Al-Syafi'iyah

Thaharah/bersuci menurut syara' memiliki pengertian, yaitu:

1. Suatu perbuatan yang membolehkan seseorang mengerjakan


shalat seperti, wudhu, mandi, tayamum, dan menghilangkan
najis; atau suatu perbuatan yang searti ( serupa) dengannya.
2. Hilangnya hadas, najis, ataupun yang semisalnya, seperti
tayamum dan mandi sunat. Dengan demikian thaharah adalah
suatu sifat maknawi yang diakibatkan oleh perbuatan. Hadas
dapat hilang dengan wudu atau mandi jika hadas besar, dan
hilangnya itu berhubungan langsung dengan perbuatan
seseorang, yaitu orang yang wudu atau mandi. Adapun najis itu
dapat hilang dengan mencucinya.

4. Al Hanabillah

5
Thaharah menurut syara' adalah hilangnya hadas atau yang
semisalnya serta hilangnya najis atau hukum najis itu sendiri.
Adapun hilangnya hadas berarti hilangnya sifat yang menghalangi
shalat dan yang searti dengannya. Karena hadas merupakan ibarat
dari sifat yang menurut hukum berada di seluruh atau sebagian
anggota badan, thaharah dari hadas berarti hilangnya sifat tersebut.

B. Macam- Macam Hadas

l. Hadats Kecil

a. Pengertian Hadas Kecil


Arti hadats kecil menurut istilah syara' ialah sesuatu kotoran
yang maknawi (tidak dapat dilihat dengan mata kasar), yang berada
pada anggota wudhu', yang menegah ia dari melakukan shalat atau
amal ibadah seumpama shalat, selama tidak diberi kelonggaran
oleh syara'. Hadas kecil ini tidak akan terhapus melainkan dengan
mengambil wudhu' yang sah. Selama mana seseorang itu dapat
mengekalkan wudhu'nya, maka selama itu ia bersih dari hadas
kecil. Sebabnya dinamakan hadas kecil ialah kerana kawasan yang
didiami oleh hadas kecil ini kecil sahaja yaitu sekadar anggota
wudhu'.2

1. Mengeluarkan sesuatu dari dubur dan atau kubulnya yang berupa:

2
Aliy As’ar, Fathul mu’in. (Kudus: Menara kudus,1980). hlm 71.

6
a) Buang air kecil atau buang air besar
Penegasan ini didasarkan pada firman Allah SWT yang
tersurat dalam al-Maaidah ayat 6.
“... atau salah satu di antara kalian datang dari jamban
(buang air) "

b) Mengeluarkan angin busuk (kentut)


Penegasan ini didasarkan pada sebuah hadits:
Bersabdalah Rasulullah saw : 'Allah tidak akan menerima
shalatnya seseorang di antara kalian jikalau ia berhadas
sampai ia berwudhu Maka bertanyalah seorang lelaki dari
Hadramaut: 'Apakah artinya hadas ilu ya Abu Hurairah? la
menjawab: 'Kentut dan berak '".

2. Mengeluarkan madzi dan atau wadi


Penegasan ini disandarkan pada keterangan hadits yang
menyatakan bahwa: "Karenanya harus berwudhu dan karena kata
Ibnu Abbas r.a.: "Mengenai mani, itulah yang diwajibkan mandi
karenanya. Adapun madzi dan wadi, hendaklah engkau basuh
kemaluanmu atau sekitarnya, kemudian berwudhulah sebagai
wudhumu untuk shalat."

3. Menyentuh kemaluan tanpa memakai alas


Penegasan ini didasarkan pada Hadits riwayat Muslim,
Tirmidzi dan dishahihkan olehnya dari Busrah binti Shafwan r.a.

7
bahwa Nabi saw. Telah bersabda "Barang siapa menyentuh
kemaluannya maka jangan shalat sebelum berwudhu"

4. Tidur nyenyak dengan posisi miring atau tanpa tetapnya pinggul


di atas lantai

Hal ini didasarkan sebuah hadits:


Telah berkata Ali r.a bahwa Rasulullah saw. Bersabda:
"Kedua mata itu bagaikan tali dubur. Maka barang siapa telah
tidur, berwuhulah ". (H.R. Abu Daud).

Dari penegasan seperti di atas dapat ditarik kesimpulan


bahwa seseorang akan menjadi batal wudhunya apabila terkena
salah satu dari apa yang telah disebutkan di atas. Atau dengan kata
lain seseorang yang akan melakukan shalat atau thawaf, sedang
dirinya terkena salah satu dari ketiga pokok di atas, maka dirinya
wajib berwudhu terlebih dahulu. Dan penegasan di atas
memberikan petunjuk pula bahwa bersinggungan kulit diantara pria
dan wanita, sekalipun keduanya tidak ada hubungan muhrim
tidaklah menjadikan batal wudhunya.3
Dari Aisyah r.a. berkata: “sesungguhnya Rasulullah saw.
Bershalat sedang aku berbaring di mukanya dengan melintang
bagaikan jenazah, sehingga ketika beliau akan witir, beliau
menyentuh diriku dengan kakinya.”

3
Abdul Rosyad Shiddiq, Fikih Ibadah. (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar,2006), hlm: 80.

8
b. Perkara-perkara yang menyebabkan kedatangan hadas kecil
(membatalkan wudhu')

Wudhu' seseorang itu akan terbatal dengan salah satu dari 5 sebab
berikut;
1) Keluar sesuatu dari 2 jalan yaitu qubul atau dubur seperti
kencing, berak atau buang angin (kentut).
2) Hilang akal dengan sebab gila atau mabuk atau sakit.
3) Tidur nyenyak, kecuali tidur orang yang duduk, yang tetap
kedua papan punggungnya.
4) Bersentuh kulit lelaki dan kulit perempuan yang halal
berkawin dengan tidak berlapik dan keduanya telah dewasa.
5) Menyentuh qubul atau dubur manusia dengan tapak tangan
tidak berlapik walaupun qubul atau duburnya sendiri.

c. Perkara-perkara yang diharamkan dengan sebab hadas kecil

1) Mendirikan solat, sama ada yang fardhu atau yang sunat.


2) Tawaf, sama ada yang fardhu atau yang sunat.
3) Menyentuh Al-Qur'an atau menanggungnya.

2. Hadats Besar

a. Pengertian hadas besar

9
Hadats besar mengikut istilah syara' ertinya sesuatu yang maknawi
(kotoran yang tidak dapat dilihat oleh mata kasar), yang berada
pada seluruh badan seseorang, yang dengannya menegah
mendirikan solat dan amal ibadah seumpamanya, selama tidak
diberi kelonggaran oleh syara'. Selama seseorang itu tidak
menempuh atau melakukan salah satu perkara yang menyebabkan
hadas besar, maka selama itu badannya suci dari hadas besar. Sebab
dinamakan hadas besar ialah karena kawasan yang didiami atau
dikenai oleh hadas besar ini terlalu luas yaitu meliputi seluruh
badan dan rambut, Sebagaimana yang telah kami kutip dari sebuah
buku yang ditulis oleh Musthafa Kamal Pasha, dalam karyanya
yang berjudul Fikih Islam, cetakan ke-4, hal: 22 beliau
mengemukakan bahwa yang menyebabkan seseorang dihukumkan
terkena hadats besar antara lain sebagai berikut:

l. Mengeluarkan mani (sperma)


Keluarnya mani seseorang dapat terjadi dalam berbagai
keadaan, baik di waktu jaga maupun di waktu tidur (mimpi), dengan
cara disengaja atau tidak, baik bagi pria ataupun wanita. Bahwa
Rasulullah saw. telah bersabda: "Apabila air itu terpancar keras
maka mandilah ". (H.R. Abu Daud)
Sesungguhnya Ummu Sulain r.a. berkata: "Ya Rasulullah,
sesungguhnya Allah tidak malu mengenai kebenaran! Wajibkah
perempuan itu mandi bilamana ia bermimpi? Beliau menjawab,

10
benar, bila ia melihat air". (H.R. Bukhari dan Muslim serta
lainnya).

2. Hubungan kelamin (Coitus, Jima')


Hubungan kelamin, baik disertai dengan keluarnya mani,
ataupun belum mengeluarkannya mengakibatkan dirinya dalam
kondisi junub. Hal seperti ini didasarkan pada surat al- Maaidah
ayat 6. "Dan kalau kamu junub hendaklah bersuci "
Sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda: "Jika seseorang
telah duduk di antara kedua tempat anggota badannya
(menggaulinya) maka sesungguhnya wajiblah untuk mandi, baik
mengeluarkan (mani) ataupun tidak" (H.R. Ahmad dan Muslim).
3. Terhentinya haid dan nifas
Ketentuan ini didasarkan pada firman Allah yang
terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 222:
"Dan janganlah kamu dekati istri (yang sedang haid) sebelum
mereka suci. Dan apabila sudah bersuci (mandi) maka gaulilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada kalian ".
Adapun terhadap hukum nifas, yaitu keluarnya darah
dikarenakan habis melahirkan anak maka berdasarkan ijma'
shahabhat ia dihukumkan sama dengan hukumnya haid.4

b. Perkara-perkara yang diharamkan dengan sebab berhadas besar

4
Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah . (Ponorogo: STAIN Press Ponorogo,2009),
hlm: 56.

11
l) Sholat
2) Tawaf
3) Menyentuh Al-Qur'an
4) Membaca Al-Qur'an.
5) l'tikaf
6) Berpuasa

C. Bersuci dari Hadas

Dalam hukum Islam, soal bersuci dan segala seluk-


beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama
karena di antara syarat sholat diwajibkan suci dari hadas dan suci
pula badan, pakaian, dan tempatnya dari najis.
Firman Allah SWT.:
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan
menyukai orang-orang yang menyukai diri. " (QS. Al Baqarah: 222)

Perihal bersuci meliputi beberapa perkara berikut:

a. Alat bersuci, seperti air, tanah, dan sebagainya


b. Kaifiat (cara) bersuci.
c. Macam dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan
d. Benda yang wajib disucikan
e. Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci

12
Bersuci ada dua bagian

a. Bersuci dari hadas. Bagian ini khusus untuk badan, seperti


mandi, berwudu, dan tayamum
b. Bersuci dari najis. Bagian ini berlaku pada badan, pakaian,
dan tempat.

1. Wudhu

Perintah wudhu bersamaan dengan perintah wajib salat lima


waktu, yaitu satu tahun setengah sebelum tahun Hijriyah.

Syarat-Syarat Wudhu
1. Islam
2. Mumayiz, karena wudhu itu merupakan ibadat yang wajib
diniati, sedangkan orang yang tidak beragama Islam dan
orang yang belum mumayiz tidak diberi hak untuk berniat
3. Tidak berhadas besar
4. Dengan air yang suci dan mensucikan
5. Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit,seperti
getah dan sebagainya yang melekat di atas kulit anggota
wudhu5

5
Drs. H. Moh.Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap. (Semarang : PT. Karya
Toha Putra, 1978). hlm. 63

13
Fardu (rukun) wudu
1. Niat
2. Membasuh muka
3. Membasuh dua tangan sampai ke siku
4. Menyapu sebagian kepala
5. Membasuh dua telapak kaki sampai kedua mata kaki
6. Menerbitkan rukun-rukun diatas

Beberapa sunat wudu


1. Membaca 'bismillah' pada pemulaan wudu
2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangan
3. Berkumur-kumur
4. Memasukan air ke hidung
5. Menyapu seluruh kepala
6. Menyapu kedua telinga luar dan dalam
7. Menyilang- nyilangjari kedua tangan danjari-jari kaki
8. Mendahulukan anggota kanan daripada kiri
9. Membasuh setiap anggota tiga kali
10. Berturut-turut antara anggota
11. Dan lain-lain

Hal-hal yang membatalkan wudhu


1. Keluar sesuatu dari dua pintu atau dari salah satunya .
2. Hilang akal
3. Bersentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan

14
4. Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak
5. tangan

2. Mandi wajib
Yang dimaksud dengan "mandi" di sini Ialah mengalirkan air
ke seluruh badan dengan niat. Firman Allah SWT.:
"Dan jika kamu junub, maka mandilah. " (QS Al Maidah: 6)

Sebab-sebab wajib mandi


Sebab-sebab wajib mandi ada enam, tiga diantaranya biasa
terjadi pada laki-laki dan perempuan, dan tiga lagi tertentu
(khusus) pada perempuan saja.

1) Bersetubuh, baik keluar mani ataupun tidak. Sabda


Rasulullah SAW.:
"Apabila dua yang dikhitan bertemu, maka sesungguhnya
telah diwajibkan mandi, meskipun tidak keluar mani. " (HR.
Muslim)

2) Keluar mani, baik keluarnya karena bermimpi ataupun sebab


lain dengan sengaja atau tidak, dengan perbuatan sendiri atau
bukan. Sabda Rasulullah SAW:
Dari Ummi Salamah. Sesungguhnya Ummi Sulaim telah
bertanya kepada Rasulullah SAW, "Ya Rasulullah,
sesungguhnya Allah tidak malu memperkatakan yang hak.

15
Apakah perempuan wajib mandi apabila bermimpi? Jawab
beliau, "Ya (wajib atasnya mandi), apabila ia melihat air
(artinya keluar mani). " (sepakat ahli hadits)

Dari Khaulah, sesungguhnya ia telah bertanya kepada


Nabi SAW. Mengenai perempuan yang bermimpi seperti
laki-laki bermimpi. Jawab Nabi, "la tidak wajib mandi
sehingga keluar maninya, sebagaimana laki-laki tidak wajib
mandi apabila tidak keluar mani. " (HR Ahmad dan Nasai)

3) Mati. Orang islam yang mati, fardu kifayah atas muslimin


yang hidup memandikannya, kecuali orang yang mati
syahid. Sabda Rasulullah Saw.:
Dari Ibnu Abbas. Sesungguhnya Rasulullah Saw. Telah
berkata tentang orang berihram yang terlempar dari
punggung untanya hingga ia meninggal. Beliau berkata,
"Mandikanlah dia olehmu dengan air dan daun sidr
(sabun). " (HR Bukhari dan Muslim)
Beliau berkata tentang orang yang mati dalam peperangan
Uhud, "Jangan kamu mandikan mereka. " (HR Ahmad)

4) Haid. Apabila seorang perempuan telah berhenti dari haid, ia


wajib mandi agar ia dapat shalat dan dapat bercampur
dengan suaminya. Dengan mandi itu badannya pun menjadi
segar dan sehat kembali. Sabda Rasulullah Saw. :

16
Beliau berkata kepada Fatimah binti abi hubaisy, "Apabila
datang haid ilu, hendaklah engkau tinggalkan shalat. Dan
apabila habis haid itu, hendaklah engkau mandi dan
shalat. " (HR Bukhari)

5) Nifas. Yang dinamakan nifas ialah darah yang keluar dari


kemaluan perempuan sesudah melahirkan anak. Darah itu
merupakan darah haid yang berkumpul, tidak keluar sewaktu
perempuan itu mengandung.

6) Melahirkan, baik anak yang dilahirkan itu cukup umur


ataupun tidak, seperti keguguran.6

Fardu (rukun) mandi


1. Niat. Orang yang junub hendaklah berniat (menyengaja)
menghilangkan hadas junubnya, perempuan yang baru
(selesai) haid atau nifas hendaklah berniat habis
menghilangkan hadas kotorannya.
2. Mengalirkan air ke seluruh badan.

Sunat-sunat mandi
1. Membaca "bismillah " pada permulaan mandi.
2. Berwudu sebelum mandi
3. Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan.

6
Sayyid, Sabiq, dkk, Fikih Sunah jilid 1,(Jakarta:Mulyaco,1984), hlm.
128-130.

17
4. Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri.
5. Berturut-turut

Mandi sunat
1. Mandi hari jum'at disunatkan bagi orang yang bermaksud
akan mengerjakan shalat jum'at, agar baunya yang busuk
tidak mengganggu orang di sekitar tempat duduknya. Sabda
Rasulullah Saw.
Dari Ibnu Umar. la berkata, "Rasulullah Saw. Telah
bersabda, "Apabila salah seorang hendak pergi shalat
jum'at, hendaklah ia mandi. " (HR Muslim)
2. Mandi hari raya idul fitri dan hari raya kurban.
Dari Fakih bin Sa 'di. Sesungguhnya Nabi Saw. Mandi pada
hari jumat, hari Arafah, Hari Raya Fitri, dan pada Hari
Raya Haji. (HR Abdullah Bin Ahmad)
3. Mandi orang gila apabila ia sembuh dari gilanya, karena ada
sangkaan (kemungkinan) ia keluar mani.
4. Mandi tatkala hendak ihram haji atau umrah.
Dari Zaid bin Tsabit. Sesungguhnya Rasulullah Saw.
membuka pakaian beliau ketika hendak ihram, dan beliau
mandi. (HR Tirmidzi)
5. Mandi sehabis memandikan mayat. Sabda Rasulullah Saw.
"Barang siapa memandikan mayat, hendaklah ia mandi; dan
barang siapa membawa mayat, hendaklah ia berwudu. " (HR
Tirmidzi dan dikatakan Hadits Hasan)

18
6. Mandi seorang kafir setelah memeluk agama Islam, sebab
ketika beberapa sahabat masuk Islam, mereka disuruh Nabi
Mandi. Menurut Hadits:
Dari Qais bin Asyim. Ketika ia masuk Islam, Rasulullah
Saw. Menyuruhnya mandi dengan air dan daun bidara. (HR
Lima ahli hadits selain ibnu majah)
Perintah ini menjadi sunat hukumnya, bukan wajib, karena
ada karinah (tanda) yang menunjukkan bukan wajib, yaitu
beberapa orang sahabat ketika mereka masuk Islam tidak
disuruh mandi oleh Nabi.

3. Tayamum
Tayamum ialah mengusapkan tanah ke muka dan kedua
tangan sampai siku dengan beberapa syarat. Tayamum adalah
pengganti wudu atau mandi, sebagai rukhsah atau keringanan untuk
orang yang tidak dapat memakai air karena beberapa halangan
( uzur) yaitu
1. Uzur karena sakit. Kalau ia memakai air, bertambah sakitnya
atau lambat sembuhnya
2. Karena perjalanan
3. Karena tidak adanya air.
“ Dan apabila kamu sakit, atau dalam perjalanan, atau kembali dari
tempat buang air ( kakus), atau menyentuh perempuan, lalu kamu
tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah dengan tanah yang

19
baik( bersih) ; sapulah mukamu dan kedua tanganmu dengan tanah
itu " ( Al- Maidah)

Hukum Tayamum
Hadist yang paling sah mengenai tayamum ialah hadis
Ammar ibn yasir. Hadist tersebut, tegas diterangkan bahwa tepukan
tanah cukup sekali saja untuk muka dan dua telapak tangan.
Memang , tidak ada suatu hadist pun dalam bab ini menentangnya.7
Fuqoha hadist, diantaranya Ahmad, sependapat dengan
hadist tersebut. Pendapat ulama hadist sah dari yang mengatakan
bahwa tayamum dua kali tepuk, sekali buat muka, sekali buat
tangan hingga siku.
Syafi'i dalam Al-Jadid dan Abu Hanifah berpendapat
demikian. Atau dua kali tepuk hingga pergelangan tangan ( ku'ain)

Syarat tayamum:
1. Sudah masuk waktu shalat. Tayamum disyariatkan untuk
orang yang terpaksa. Sebelum masuk waktu shalat ia belum
terpaksa, sebab shalat belum wajib atasnya ketika itu.
2. Sudah diusahakan mencari air, tetapi tidak dapat, sedangkan
waktu sudah masuk. Alasannya adalah ayat tersebut di atas.
Kita disuruh bertayamum bila tidak ada air sesudah dicari
dan kita yakin tidak ada; kecuali orang sakit yang tidak
diperbolehkan memakai air, atau ia yakin tidak ada air di

7
H.sulaiman Rasjid. Fiqih Islam (Bandung:Sinar Baru Algensindo.2012)
hlm.13.

20
sekitar tempat itu, maka mencari air tidak menjadi syarat
baginya.
3. Dengan tanah yang suci dan berdebu. Menurut pendapat
imam syafi'i, tidak sah tayamum selain dengan tanah.
Menurut pendapat imam yang lain, boleh (sah) tayamum
dengan tanah, pasir, atau batu. Dalil pendapat yang kedua ini
adalah sabda Rasulullah Saw.
"Telah dijadikan bagiku bumi yang haik, menyucikan, dan
tempat sujud. " (Sepakat Ahli Hadits)
Perkataan "bumi" termasuk juga tanah, pasir, dan batu
4. Menghilangkan najis. Berarti sebelum melakukan tayamum
itu hendaklah ia bersih dari najis, menurut pendapat
sebagian ulama; tetapi menurut pendapat yang lain tidak.

Fardu (Rukun) Tayamum


1. Niat Orang yang akan melakukan tayamum hendaklah
berniat karena hendak mengerjakan sholat dan sebagainya.
Bukan semata-mata untuk menghilangkan hadas saja, sebab
sifat tayamum tidak dapat menghilangkan hadas, hanya
diperbolehkan untuk melakukan sholat karena darurat.
Keterangan bahwa niat tayamum hukumnya wajib ialah
hadits yang mewajibkan niat wudhu yang lalu.
2. Mengusap muka dengan tanah
3. Mengusap kedua tangan sampai ke siku dengan tanah.
Keterangannya ialah ayat di atas.

21
4. Menertibkan rukun-rukun. Artinya mendahulukan muka dari
tangan. Alasannya sebagaimana keterangan menertibkan
rukun wudhu yang telah lalu. Sebagian ulama ada yang
berpendapat bahwa tidak wajar menertibkan rukun
tayamum.

Beberapa masalah yang bersangkutan dengan tayamum.


1. Orang yang tayamum karena tidak ada air, tidak wajib
mengulangi shalatnya apabila mendapat air. Alasannya ialah
ayat tayamum diatas. Tetapi orang yang tayamum karena
junub, apabila mendapat air maka ia wajib mandi bial ia
hendak mengerjakan sholat berikutnya, sebab tayamum itu
tidak mengh_ilangkan hadas, melainkan hanya boleh untuk
keadaan darurat.
2. Satu kali tayamum boleh dipakai untuk beberapa kali sholat.
Baik sholat fardhu ataupun sholat sunnah. Kekuatannya
sama dengan wudhu, karena tayamum itu adalah pengganti
wudhu bagi orang yang tidak dapat memakai air. Jadi,
hukumnya sama dengan wudhu, demikian pendapat
sebagian ulama. Yang lain berpendapat bahwa satu kali
tayamum hanya sah untuk satu kali sholat fardhu dan
beberapa sholat sunnah, tetapi golongan ini tidak dapat
memberikan dalil yang kuat atas pendapat mereka.
3. Boleh tayamum apabila luka atau karena hari sangat dingin,
sebab luka itu termasuk dalam pengertian sakit. Demikian

22
juga bila memakai air ketika hari sangat dingin,
dikhawatirkan akan menjadi sakit.8

Sunnat tayamum
1. Membaca bismillah. Dalilnya adalah hadits sunnah wudhu,
sebab tayamum merupakan pengganti wudhu.
2. Mengembus tanah dari dua tapak tangan supaya tanah yang
di atas tangan itu menjadi tipis.
3. Membaca dua kalimat syahadat sesuadah selesai tayamum,
sebagaimana sesudah selesai berwudhu.

Hal-hal yang membatalkan tayamum


1. Tiap-tiap hal yang membatalkan wudhu juga membatalkan
tayamum.
2. Ada air. Mendapatkan air sebelum sholat, batallah tayamum
bagi orang yang tayamum karena ketiadaan air, bukan
karena sakit. Sabda Rasulullah Saw

D. Hikmah bersuci

Islam adalah agama yang cinta keindahan. Keindahan selalu


identik dengan kebersihan dan kesucian. Demikianlah sebuah hadits
berbunyi “Kebersihan itu sebagian dari iman”. Artinya keimanan
belum tanpa adanya kebersihan. Baik jasmani maupun rohani.

8
Hasbi Ash-Shiddieqy. Kuliah Ibadah (Semarang:PT. Pustaka Rizki
Putra.2011) hlm.95.

23
Anjuran bersuci dalam Islam terjembatani dalam pelaksanaan
wudlu’ sebelum shalat.
Demikian pula anjuran mandi sebelum pertemuan jum’atan
atau berkumpul tahunan dalam rangka shalat idul adha maupun idul
fitri. Begitu juga dengan anjuran memotong kuku, membersihkan
gigi, membersihkan pakaian dengan mencuci.9
Kitab Fiqih Manhaji Madzhab Imam Syafi’I menerangkan
adanya hikmah dibalik anjuran tersebut diantaranya.
1. Menunjukkan fitrah Islam sebagai agama yang suci.
2. Menjaga kehormatan dan kewibawaan seorang Islam. Karena
manusia pada dasarnya condong pada sesuatu yang bersih,
suka berkumpul dengan orang-orang yang bersih dan
menjauhi sesuatu yang kotor. Maka perintah bersuci adalah
jalan menuju kehormatan dan kewibawaan Islam itu sendiri.
Lebih-lebih ketika bersinggungan dengan msyarakat lainnya.
3. Menjaga kesehatan. Karena penyakit itu datang disebabkan
kuman-kuman serta bakteri-bakteri yang dibawa oleh
kotoran, maka Islam menganjurkan umatnya untuk menjaga
kebersihan agar terhindar dari penyakit. Seperti mebersihkan
badan, mencuci muka, mencuci tangan, mencuci kaki, karena
anggota yang disebutkan merupakan tempat dimana kotoran
yang menbawa penyakit itu bersarang.
4. Mempermudah diri mendekati Ilahi. Allah Tuhan Yang
Mahas Suci senang akan hal-hal yang suci. Karena itu keitka

9
Sayyid, Sabiq, dkk, Fikih Sunah jilid 1,(Jakarta:Mulyaco,1984),
hlm.144.

24
shalat untuk menghadapi-Nya haruslah dalam keadaan suci
secara lahir maupun batin.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadats dibedakan menjadi dua, yaitu hadats kecil dan hadats
besar. Hadats kecil ialah sesuatu kotoran yang maknawi (tidak dapat
dilihat dengan mata kasar), yang berada pada anggota wudhu', yang
menegah ia dari melakukan solat atau amal ibadah seumpama solat,
selama tidak diberi kelonggaran oleh syara' Sedangkan hadats besar
ialah sesuatu yang maknawi (kotoran yang tidak dapat dilihat oleh
mata kasar), yang berada pada seluruh badan seseorang, yang

25
dengannya menegah mendirikan solat dan amal iadah
seumpamanya, selama tidak diberi kelonggaran oleh syara'.
Hadats bisa dihilangkan dengan bersuci seperti mandi,
berwudhu, dan tayamum. Selama hadats itu masih belum
dibersihkan maka tidak boleh melakukan aktivitas- aktivitas yang
dilarang untuk orang yang belum suci dari hadats.

B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat dijadikan
bahan referensi baru akan kepenulisan selanjutnya agar
mendapatkan sedikit nilai kesempurnaan dari kepenulisan ini.
Dengan tulisan selanjutnya dapat menanggapi atau mengomentari
bahkan mengkritik tulisan sederhana ini. Insya Allah.

DAFTAR PUSTAKA

Sayyid Sabiq. 1984. Fikih Sunnah jilid 1. Jakarta: Mulyaco.


Rasyid, Sulaiman. 2012. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Syaltut, Mahmud. 2007. Fiqh Tujuh Madzhab. Bandung:
Pustaka Setia.
Ash-Shiddieqy, Teungke Muhammad Hasby. 2011. Kuliah
Ibadah. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 2000. Terjemah Bulughul Maram.
Jakarta: Pustaka Amani.

26
Aliy As’ar. 1980. Terjemah Fathul Mu’in, Kudus: Menara
Kudus.
Moh. Rifa’i. 1978. Ilmu Fiqh Islam Lengkap. Semarang: PT.
Karya Toha Putra.
Abdul Rosyad Shiddiq. 2006. Fikih Ibadah. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar.
Isnatin Ulfah. 2009. Fiqih Ibadah. Ponorogo: STAIN Press.
.

27

Anda mungkin juga menyukai