Anda di halaman 1dari 18

Thaharah Dari Hadas

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktik Ibadah

Dosen Pengampu:

Dwi Putra Syahrul Muharom M.Ag.

Disusun Oleh Kelompok 2:

Ahmad Rizqi Agung Maulana (22403128)


Trio Febiyani Zumzumi (22403145)
Nadia Nur Fadillah (22403160)

PROGAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARI’AH KELAS D


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
IAIN KEDIRI TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Thaharah Dari Hadas” tepat pada waktunya. Shalawat dan salam juga disampaikan kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. serta sahabat dan keluarganya.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Praktik Ibadah yang diberikan oleh dosen pengampu yaitu Bapak Dwi Putra Syahrul Muharom
M.Ag. Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya. Meskipun makalah ini telah dibuat
semaksimal mungkin tentu masih ada kekurangan maupun kekeliruan yang tidak disengaja.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Kediri, 27 Februari 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 2

A. Definisi Thaharah ....................................................................................................... 2

B. Definisi Hadas ............................................................................................................ 4

C. Urgensi Thaharah ....................................................................................................... 6

D. Pelaksanaan Thaharah .............................................................................................. 10

BAB III PENUTUP ............................................................................................................. 9

A. Kesimpulan .............................................................................................................. 13

B. Saran ........................................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani selain rohani. Kebersihan
badani tercermin dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci sebelum mereka
melakukan ibadah menghadap Allah SWT. Pada hakikatnya tujuan bersuci adalah agar
umat muslim terhindar dari kotoran atau debu yang menempel di badan sehingga secara
sadar atau tidak sengaja membatalkan rangkaian ibadah kita kepada Allah SWT.

Namun, yang terjadi sekarang ini banyak umat muslim hanya tahu bahwa besuci itu
sebatas membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan rukun-rukun bersuci sesuai
syariat Islam. Bersuci dalam istilah Islam yaitu “Thaharah” mempunyai makna yang luas
tidak hanya berwudhu saja.

Pengertian thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat dari hadas dan
najis menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adalah syarat sahnya seorang
muslim dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut sebenarnya
banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari fungsi thaharah. Thaharah sebagai bukti
bahwa Islam sangat mementingkan kebersihan dan kesucian.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari thaharah?

2. Apa itu pengertian hadas?

3. Apa itu urgensi thaharah?

4. Bagaimana tata cara pelaksanaan thaharah?

C. Tujuan Penulisan
1. Dapat menjelaskan pengertian dari thaharah.

2. Dapat menjelaskan pengertian dari hadas.

3. Dapat menjelaskan mengenai urgensi thaharah.

4. Dapat menguraikan tata cara pelaksanaan thaharah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Thaharah

Pengertian Thaharah secara bahasa adalah bersuci dan bersih dari kotoran material dan
immaterial. Maknanya secara syariat adalah mengangkat hadas dan menghilangkan najis.
1
Yang dimaksud dengan thaharah dari sisi etimologi adalah bersuci. Bersuci dari kotoran
dan najis, baik kotoran fisik maupun non fisik. Makna seperti ini sejalan dengan kandungan
hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa tatkala Rasulullah menjenguk salah
seorang sahabat yang sedang sakit, beliau bersabda :

َ ْ ‫ َبأ‬, ‫ور‬
‫س َل‬ ٌ ‫َّللاُ شَا َء ِإنْ طَ ُه‬
‫ه‬

"Tidak apa-apa, Insya Allah suci."2

Madzhab Hanafi : Thaharah secara syar'i adalah bersih dari hadats maupun kotoran dan
najis. Dalam pandangan madzhab Hanafi, thaharah atau bersuci dapat berupa perbuatan
seseorang membersihkan sesuatu yang najis atau kotor, sebagaimana thaharah dapat pula
berupa bersihnya sesuatu yang kotor atau najis dengan sendirinya. Misalnya, karena benda
tersebut tersiram air bersih tanpa ada orang yang menyiramnya.3

Madzhab Maliki : Thaharah merupakan keadaan (kondisi) yang ditetapkan Allah


sebagai syarat sahnya shalat. Sementara hadats adalah sifat maknawi yang mengharuskan
orang yang disifatinya terlarang melakukan shalat. Karena itu ia terlarang melakukan shalat
dalam keadaan berhadats. Intinya, bahwa hadats adalah sifat yang ditetapkan oleh Allah,
yang biasa dikenal sebagai perkara yang membatalkan wudhu.

Madzhab Asy-Syafi'i : Thaharah secara syar'i mencakup dua makna. Pertama,


Melakukan sesuatu yang mengakibatkan dibolehkannya mengerjakan shalat. Sesuatu di
sini berupa wudhu, mandi, tayamum, membersihkan kotoran (najis), atau perbuatan dalam
makna serta bentuk yang sama dengan wudhu dan mandi, misalnya melakukan tayamum,
mandi sunnah, ataupun berwudhu saat masih dalam keadaan suci. Penjelasan dari definisi
ini bahwa membasuhkan air pada wajah dan anggota badan lain dengan niat berwudhu
dapat dikatakan sebagai thaharah. Sedangkan maksud dari atau perbuatan dalam makna

1
Saleh bin al-Fauzan fiqih islam (ibadah dan muamalah) hal 10
2
HR. Al-Bukhari / Kitab Al-Mardha (75)/ Bab Ma Yuqalu lil Al-Maridhwa Ma Yujib (14)/hadits nomor 5662,
dan di beberapa tempat lain, Hadits ini juga diriwayatkan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir (11951), Al-Baihaqi
dalam Sunahnya (382), Al-Baghawi dalam Syarh As- Sunnah (1412), dan Ibnu Hibban (2959).
3
Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi Fikih Empat Madzhab Jilid 1 (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2015) hal. 7

2
serta bentuk yang sama dengan wudhu dan mandi mengandung arti bahwa perbuatan
tersebut juga merupakan thaharah. Artinya, thaharah merupakan sebutan atau nama dari
perbuatan seseorang. Akan tetapi thaharah seperti ini tidak berdampak pada bolehnya
melakukan shalat. Kedua, Thaharah adalah menghilangkan hadats, atau membersihkan
kotoran, atau sesuatu dalam pengertian serta bentuk yang sama dengan hal itu. Misalnya,
tayamum, mandi sunnah, dan semacamnya. Di sini, thaharah diartikan sebagai semacam
sifat maknawi yang berdampak pada munculnya suatu perbuatan. Jadi hadats dapat
dihilangkan dengan wudhu atau mandi jika itu adalah hadats besar, di mana arti
menghilangkan atau dihilangkan didasarkan pada perbuatan seseorang. Sedangkan najis
atau kotoran dapat dihilangkan dengan cara menyiramnya. Ini adalah makna thaharah yang
dimaksud. Adapun makna thaharah yang pertama sebagai suatu perbuatan tidak lain
merupakan makna kiasan.

Madzhab Hambali. Thaharah secara syar'i adalah menghilangkan hadats atau


semacamnya, membersihkan najis atau menghilangkan hukumnya. Maksud dari
menghilangkan hadats adalah menghilangkan segala sifat yang menghalangi dapat
dilaksanakannya shalat atau sejenisnya. Sebab, hadats merupakan semacam sifat maknawi
yang melekat pada seluruh anggota badan ataupun sebagian. Jadi thaharah berarti
mengangkat sifat tersebut. Sementara yang dimaksud dengan atau semacamnya dalam
pengertian thaharah adalah tindakan yang mengandung makna seperti menghilangkan
hadats. Misalnya, memandikan mayat, meskipun hal itu tidak mengangkat hadats, akan
tetapi itu merupakan perkara ibadah. Contoh lain adalah melakukan wudhu ketika masih
memiliki wudhu, hal mana juga bukan untuk menghilangkan hadats. Semua itu masuk
dalam pengertian seperti menghilangkan hadats meskipun tidak menghilangkan hadats.
Sedangkan yang dimaksud dengan 'membersihkan najis' dalam pengertian di atas
mencakup baik perbuatan tersebut dilakukan oleh seseorang seperti menyiramkan air di
tempat yang terkena najis, ataupun najis yang hilang dengan sendirinya. Sedangkan maksud
dari 'menghilangkan hukumnya' dalam pengertian thaharah di sini adalah menghilangkan
hukum hadats maupun najis atau apa saja yang semakna dengan itu. Ini dapat dilakukan
dengan menggunakan debu (tanah), yaitu tayamum dari hadats maupun kotoran.

Thaharah dari najis atau kotoran sebagaimana thaharah dalam pengertian sebagai sifat
yang melekat dapat dibagai menjadi dua juga: thaharah asliyah dan thaharah 'aridhah.
Thaharah asliyah adalah thaharah yang berlaku pada benda-benda yang bersifat bersih dan
suci secara alami, seperti air, debu, besi, mineral, dan lainnya. Benda-benda ini memang

3
secara alami diciptakan sebagai benda yang bersih atau suci. Sedangkan thaharah 'aridhiah
adalah thaharah yang dilakukan untuk menghilangkan najis yang menimpa benda-benda
tersebut. Disebut thaharah 'aridhah karena mengarah pada benda-benda yang dapat
menyebabkan hilangnya kotoran, misalnya air, debu dan lainnya. Adapun hadats, ia tidak
lain merupakan semacam sifat yang oleh syariat dilekatkan pada seluruh badan atau
jasmani seseorang manakala berjunub, atau hanya pada sebagian dari anggota badan
manakala orang tersebut mengalami hal-hal yang mengharuskannya wudhu, misalnya
karena buang air, kencing, dan semacamnya. Untuk jenis yang pertama disebut sebagai
hadats besar, di mana cara mensucikannya adalah dengan melakukan mandi wajib.
Termasuk dalam kategori ini adalah menstruasi dan nifas. Syariat menganggap kedua hal
ini merupakan sifat yang melekat pada badan secara keseluruhan yang menghalangi orang
tersebut melakukan shalat atau hal lain yang tidak boleh dilakukan saat hadats besar
sebelum melakukan mandi besar atau mandi wajib. Sedangkan untuk jenis yang kedua
disebut dengan hadats kecil, yang mana cara mensucikannya cukup dengan melakukan
wudhu. Sementara tayamum adalah hal yang dapat menggantikan wudhu maupun mandi
besar di saat tidak ditemukan adanya air atau karena tidak kuasa menggunakan air
Selanjutnya, marilah pada bab berikut kita membahas masing-masing tema ini secara lebih
tertib dan sistematis

B. Definisi Hadas

Hadas menurut bahasa ialah sesuatu yang baru. Sedangkan menurut syara' ialah kata
yang dimutlakkan untuk suatu perkara yang i'tihary (hal yang tidak bisa dilihat tetapi ada)
yang berada di anggota-anggota badan yang mana mencegah dari sahnya shalat.4 Para
ulama sejatinya telah membatasi makna hadats sebagai bagian dari hal yang bersifat
maknawi (bukan benda). Hadats adalah semacam sifat maknawi yang oleh syariat
dihukumi sebagai hal yang melekat pada seluruh tubuh manakala seseorang tengah dalam
keadaan junub, atau hanya sebagian anggota badan berupa area wudhu, manakala seseorang
berhadats kecil.

Hadats meliputi hadats kecil dan hadats besar. Hadats kecil dapat berupa keluarnya
angin melalui lubang dubur, air kencing, dan semacamnya.

4
Ibnu Asrori Najib dan Siti Sulaikho “Muro’atul Ibadah Fi At-Thoharah Wa Sholat. (Jombang: lembaga
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat universitas KH.A. Wahab Hasbulloh,2021) hal.6-8

4
Hal yang tidak boleh dilakukan saat hadas besar yaitu:

a. Sholat

b. Thowaf

c. Memegang dan membawa al-quran

Hadats kecil dapat dihapus dengan berwudhu.

Adapun hadats besar adalah berupa keadaan junub yang dapat dihilangkan dengan cara
melakukan mandi wajib. Madzhab Hanafi mengartikan hadats sebagai sesuatu yang
bersifat syar'i yang dapat dihapus dengan cara membersihkan sebagian anggota badan
maupun seluruh tubuh. Dengan demikian, maka thaharah tersebut dapat menghapus hadats.
Sebagian dari kalangan Hanafi mengartikan hadats sebagai najis maknawi (non fisik),
Dalam hal ini, seolah-olah pembuat syariat menghukumi hadats sebagai najis yang
menghalangi sahnya shalat, sebagaimana halnya najis fisik yang juga menghalangi sahnya
shalat. Hal hal yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang berhadas besar antara lain :

a. Sholat

b. Thowaf

c. Memegang dan membawa al quran

d. Berdiam diri di masjid

Dalil dalil tentang hadas

An Nisa 43

‫أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ََل ت َ ْق َربُوا الصلوة وأنتم سكارى حتى ت َ ْعلَ ُموا َما تَقُولُونَ َو ََل ُجنَّنَا ِإ ََّل‬

‫عابري سبيل حتَّى ت َ ْغت َ ِسلُوا وان كنتم مرضی او على سفر ْأو َجا َء أ َ َحد ٌ مِ ْنكُ ْم ِم َن ْالغَابِطِ أ َ ْو‬

َ َّ ‫صعِيدًا طيبا فامسحوا بوجو ِهكُ ْم َوأ َ ْيدِيكُ ْم إِ َّن‬


َ‫َّللا َكان‬ َ ‫ساء فَلَ ْم ت َِجد ُوا َما ًء فَيَم ُموا‬
َ ِ‫لَ َم ْست ُ ُم الن‬

ً ُ‫غف‬
‫ورا (النساء‬ َ ‫ عنوا‬: (43(

Artinya:

"Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat ketika kamu dalam keadaan
mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula (kamu hampiri masjid
ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekedar melewati jalan saja, sebelum kamu

5
mandi (mandi junub). Adapun jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau sehabis
buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak mendapat air,
maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu
dengan (debu) itu. Sungguh, Allah Maha Pemaal, Maha Pengampun."

Al Baqoroh 222

‫ط ُه ْرنَ َفأْتُوه َُّن م ِْن‬ ْ َ‫َّض َو ََل ت َ ْق َربُوه َُّن َحتَّى ي‬


َ َ ‫ط ُه ْرنَ فَإِذَا ت‬ َ ‫المحيض قُل هو أذى فاعتزلوا النساء في ال َمحي‬
ِ ‫َويَسْتونك عن‬
‫هللا يُحِ بُّ الت َّ َّوا ِبينَ َويُحِ بُّ المتطهرين‬ َ ‫ْث أ َ َم َركُ ُم هللاُ ِإ َّن‬
ُ ‫َحي‬

(222 : ‫(البقرة‬

Artinya:

"Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah. Itu adalah
sesuatu yang kotor." Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati
mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan
(ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang
tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri."

C. Urgensi Thaharah

Urgensi thaharah dalam Islam memiliki rahasia lembut yang membantu kita untuk
memahami dan menyadari nilai pentingnya. Rahasia yang dimaksud adalah bahwa agama ini
begitu meluhurkan harkat dan martabat pemeluknya yang menyatakan diri sami'na wa atha'na
(kami mendengar dan kami taat), lantas menjalankan amal-amal kebajikan yang mendekatkan
diri mereka pada Allah. Ketika seorang muslim bersuci demi meraih keridhaan Allah, maka
Allah pun akan menyempurnakan nikmat-Nya kepadanya, lalu Dia akan mengangkat jiwa dan
ruhnya, serta membawanya ke cakrawala kesucian dan kebersinaran, sembari memenuhi
kerinduannya akan ketentraman, kedamaian, dan ketenangan psikologis yang tidak mampu
dilakukan oleh obat-obat kimia. 5

Thaharah sangat penting dalam Islam, baik thaharah secara hakikat yaitu mensucikan
pakaian, badan dan tempat shalat dari najis, maupun secara hukum yaitu mensucikan anggota
badan dari hadats, dan mensucikan seluruh tubuh dari janabah. Hal ini karena ia merupakan
syarat untuk sahnya shalat yang dilakukan lima kali sehari, dan shalat adalah berdiri

5
Syaikh Khalid Gadd, Konsep Pengobatan Preventif Serta Tentang Manfaat Thaharah, Shalat Dan Puasa.
(Yogyakarta : Hikam Pustaka, 2021) hal. 23.

6
menghadap Allah ta’ala, melakukannya dalam keadaan suci merupakan sikap ta’zhim
(pengagungan) kepada Allah.

Islam juga sangat menyukai kebersihan dan kesucian. Allah ta’ala memuji orang-orang yang
bersuci:

َ َ ‫إِ َّن هللاَ يُحِ بُّ الت َّ َّوابِيْنَ َويُحِ بُّ ْال ُمت‬
َ‫ط ِِّه ِريْن‬

Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang
mensucikan diri.” [al-Baqarah ayat 222]

Syarat Wajib Thaharah

Diwajibkan membersihkan badan, pakaian, dan tempat jika terkena najis, berdasarkan firman
Allah ta’ala:

َ َ‫َوثِيَابَكَ ف‬
‫ط ِِّه ْر‬

Artinya: “Dan pakaianmu bersihkanlah.” [al-Muddatstsir ayat 4]

ُّ ‫طا ِئ ِفيْنَ َو ْال َعا ِك ِفيْنَ َو‬


ُّ ‫الر َّك ِع ال‬
‫س ُج ْو ِد‬ َّ ‫ط ِِّه َرا َب ْيت َِي لِل‬
َ ‫أ َ ْن‬

Artinya: “Bersihkanlah (wahai Ibrahim dan Isma’il( rumah-Ku untuk orang-orang yang
thawaf, i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud.” [al-Baqarah ayat 125]

Jika membersihkan pakaian dan tempat diwajibkan, maka membersihkan badan lebih utama.

Diwajibkan thaharah bagi orang yang diwajibkan shalat, dan itu ada 8 syarat, yaitu:

1) Islam

Ada juga yang mengatakan ‘sampainya dakwah’. Dalam hal ini, ada yang berpendapat orang
kafir tidak diwajibkan, ada yang berpendapat tetap diwajibkan. Perbedaan pendapat ini lahir
dari perbedaan pendapat yang lebih mendasar, yaitu ‘diserunya orang-orang kafir untuk
melaksanakan cabang-cabang syari’ah’.

Menurut pendapat mayoritas fuqaha, orang-orang kafir diseru untuk melaksanakan cabang-
cabang ibadah, jadi mereka di akhirat akan dihukum dengan dua hukuman, yaitu hukuman

7
karena tidak beriman dan hukuman karena meninggalkan cabang-cabang perintah agama.
Sedangkan menurut Hanafiyah, orang-orang kafir tidak diseru untuk melaksanakan cabang-
cabang syari’ah. Di akhirat, orang-orang kafir hanya akan dihukum karena tidak beriman, tidak
karena meninggalkan cabang-cabang syari’ah.

Meskipun begitu, dua kelompok ini (mayoritas fuqaha dan Hanafiyah) sepakat bahwa
pelaksanaan ibadah yang dilakukan orang kafir tidak sah selama mereka masih dalam
kekafiran. Dan jika mereka masuk Islam, mereka tidak dituntut untuk meng-qadha’. Dan orang
kafir tidak sah shalatnya menurut ijma’ (kesepakatan ulama(.

Jika orang murtad kembali masuk Islam, menurut mayoritas fuqaha, ia tidak dituntut untuk
meng-qadha’ shalat yang ditinggalkannya selama murtad. Sedangkan menurut Syafi’iyah, ia
dituntut untuk meng-qadha’-nya.

2) Berakal

Tidak wajib thaharah bagi orang gila dan orang pingsan, kecuali mereka kembali sadar saat
tiba waktu shalat. Sedangkan orang mabuk tidak gugur kewajiban thaharahnya.

3) Baligh

Tandanya ada 5, yaitu:

a.mimpi basah,

b. tumbuh rambut kemaluan,

c. haidh,

d. hamil, dan

e. mencapai usia baligh, yaitu 15 tahun, ada juga yang berpendapat 17 tahun, Abu Hanifah
mengatakan 18 tahun. Tidak wajib thaharah bagi anak kecil.

4) Berhentinya Darah Haidh atau Nifas

5) Masuk Waktu Shalat

8
6) Tidak Tidur, Lupa Atau Dipaksa Untuk Tidak Thaharah.

Menurut ijma’, orang yang tidur, lupa dan dipaksa wajib meng-qadha’ apa yang tertinggal.

7) Terdapat Air atau Tanah yang Suci

Jika keduanya tidak ada, ada yang berpendapat ia tetap harus shalat tanpa bersuci dan kemudian
ia harus meng-qadha’-nya. Ada juga yang berpendapat tidak perlu meng-qadha’. Dan ada juga
yang berpendapat ia tidak perlu shalat dan harus meng-qadha’-nya.

8) Memiliki kemampuan untuk Melakukannya

Tujuan dari thaharah yaitu:

1. Menghilangkan Hadas dan Najis

Tujuan thaharah yang utama ialah menghilangkan hadas dan najis. Keduanya merupakan
penghalang seseorang dari sahnya ibadah.

2. Beribadah Menghadap Allah

Syarat sah saat beribadah menghadap Allah (misalnya shalat) adalah suci dari hadas dan najis.
Maka, tujuan thaharah yang selanjutnya adalah agar kita bisa beribadah kepada Allah, dan
ibadah yang kita lakukan bernilai sah.

Bersuci merupakan pintu dari ibadah. Seseorang tidak bisa melaksanakan ibadah dengan sah
tanpa tubuh yang suci. Untuk itulah Islam mensyariatkan agar kita bersuci dahulu sebelum
melakukan ritual ibadah.

Allah adalah Dzat yang Maha Suci, dan Ia menghendaki kita menghadapNya dalam keadaan
tubuh yang suci. Untuk mencapai kesucian ini, cara yang diajarkan oleh syariat juga cukup
sederhana. Tidak ada tuntutan yang mahal atau terlalu sulit. Kita hanya cukup melakukan
thaharah, misalnya dengan beristinja’ lalu berwudhu, atau mandi besar.

Selain kesucian lahir, ada pula kesucian batin yang harus kita jaga. Kesucian batin diperoleh
ketika kita menjaga hati dari kemusyrikan, kemaksiatan, dan berbagai penyakit hati.

3. Meraih Cinta Allah

9
Thaharah membuat manusia mencapai kesucian lahir demi meraih ridha Allah. Melakukan
thaharah dan bersuci sebelum beribadah termasuk cara kita mengagungkan Allah. Allah adalah
Pemilik Alam Semesta. Sebelum bertemu dengan sesama manusia saja biasanya kita
melakukan persiapan, misalnya mandi, berpakaian yang rapi, memakai minyak wangi, dan
sebagainya. Maka saat bertemu dengan sang Pencipta, seharusnya kita melakukan persiapan
yang paling tidak sama.

4.Mendorong Manusia untuk Bersyukur

Thaharah menjadikan kita hamba yang bersyukur. Sebagaimana firman Allah, “Hai orang-
orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan
kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu
tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah
mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia
hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu
bersyukur” (QS.Al Maidah: 6).

D. Pelaksanaan Thaharah

Cara untuk menghilangkan hadast yaitu dengan berwudhu, mandi, dan tayamum. Pada
hakikatnya thaharah ialah memakai air atau tanah atau salah satu dari keduanya menurut sifat
yang disyariatkan untuk menghikangkan hadast dan najis. 6 Thaharah hukumnya wajib
berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah. Firman Allah Swt.:

‫هللا إن‬ َ َ ‫ْال ُمت‬


َ ُّ‫ط ِه ِرينَ َويُحِ بُّ التوبينَ يُحِ ب‬

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
menyucikan diri." (QS. Al- Baqarah: 222).7

Rasulullah Saw. Bersabda:

‫ور‬ ُّ ‫ْف‬
ُ ‫الط ُه‬ ُ ‫ان نِص‬
ِ ‫اإل ْي َم‬
ِ

6
Prof.Dr.T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Kuliah Ibadah di tinjau dari segi Hukum dan Hikmah, Cet. 8 (Jakarta : Bulan
Bintang 1994), hlm 87
7
Masykuri Abdurrahman dan Syaiful Bakhri, kupas tuntas sholat (Jakarta : Erlangga, 2006) hal 3-4

10
“Kebersihan itu setengah dari iman.”

Taharah dari hadas dibagi menjadi dua, yaitu thaharah dari hadas kecil dan thaharah dari hadas
besar. Contoh hadas kecil adalah buang air kecil, buang air besar, kentut, hilang kesadaran
karena mabuk, tidur atau pingsan, bersentuhan kulit antara pria dan wanita yang bukan
mahram. Contoh hadas besar adalah haid, nifas, mimpi basah, dan masih banyak lagi.

Tata cara thaharah dari hadas kecil

1. Wudu
Berwudhu dari hadas kecil wajib diawali dengan membaca niat wudu seperti pada
umumnya. Terutama jika Anda hendak melaksanakan salat. Niat wudhu sebagai
berikut :
ُ‫ن ََويْت‬ ‫ْال ُوض ُْو َء‬ ‫ل َِر ْف ِع‬ ِ َ‫ْال َحد‬
‫ث‬ ْ َ‫اَْل‬
‫صغ َِر‬ ‫لل‬ ً ‫فَ ْر‬
ِ ‫ض ِا‬ ‫ت َ َعالَى‬
Nawaitul wudhuu'a liraf'il hadatsil ashghari fardhal lillaahi ta'aala.
Artinya: "Aku niat berwudu untuk menghilangkan hadas kecil karena Allah."
Setelah membaca niat, dilanjut melaksanakan enam perkara fardu wudu seperti berikut:
Niat
Membasuh seluruh muka
Membasuh kedua tangan sampai siku-siku
Mengusap sebagian rambut kepala
Membasuh kedua belah kaki sampai mata kaki
Tertib, artinya mendahulukan mana yang harus didahulukan dan mengakhiri yang harus
diakhiri.
2. Tayamum
Tayamum merupakan bagian dari cara bersuci apabila dalam kondisi tidak ada air.
Syaratnya menggunakan tanah atau debu yang tidak tercampur benda lain sebagai alat
bersuci. Niat tayamum sebagai berikut :
ُ‫ن ََويْت‬ ‫التَّيَ ُّم َم‬ ‫َِل ْستِبَا َح ِة‬ ِ‫صالَة‬
َّ ‫ال‬ ً ‫للِ فَ ْر‬
‫ض‬ ‫ت َ َعالَى‬
Nawaitu tayammuma lisstibaahatish sholaati fardhol lillaahi taala.
Artinya: "Saya niat tayamum agar diperbolehkan melakukan sholat fardu karena
Allah."
Usai membaca niat dilanjut meletakkan dua belah tangan ke atas debu, misalnya debu
pada tembok atau kaca lalu usapkan sebanyak dua kali ke muka.
Setelahnya, mengusap dua belah tangan hingga siku sebanyak dua kali, dan

11
memindahkan debu ke anggota tubuh yang diusap.
Maksud mengusap pada tayamum ini bukan seperti berwudu dengan air. Melainkan
cukup menyapukan saja dan bukan mengoles-oles seperti memakai air.

Tatacara thaharah dari hadas besar :

1. Mandi Besar
Mandi wajib ini termasuk syarat mutlak bersuci dengan cara mengalirkan air ke seluruh
tubuh dari atas kepala sampai ujung kaki, dan diawali membaca niat.
ُ‫ن ََويْت‬ ‫ْالغُ ْس َل‬ ‫ل َِر ْف ِع‬ ِ َ‫اْل َحد‬
‫ث‬ ‫اْأل َ ْكبَ ِر‬ َ‫مِن‬ ‫اْلِجنَابَ ِة‬ ‫فَ ْرضًا‬ ِ‫ِِل‬ ‫تَعَالَى‬
Nawaitu ghusla liraf'il hadatsil akbari fardhal lilaahi ta'aala.
Artinya: "Aku niat mandi untuk menghilangkan hadas besar dari janabah, fardu karena
Allah ta'ala."
Mengikuti mazhab Syafi'i, saat pertama membaca niat yang harus dibarengi adalah
menyiram tubuh dengan air secara rata, dan mulai dari bagian tubuh sebelah kanan lalu
ke kiri.
Kemudian mengguyur seluruh anggota tubuh bagian luar, tak terkecuali sela-sela
rambut hingga bulu-bulunya harus memakai air mengalir.
Itulah penjelasan mengenai tata cara thaharah dari hadas kecil dan hadas besar sesuai
syariat Islam supaya seluruh anggota tubuh Anda bisa kembali suci khususnya ketika
hendak beribadah.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengertian Thaharah secara bahasa adalah bersuci dan bersih dari kotoran
material dan immaterial. Maknanya secara syariat adalah mengangkat hadas dan
menghilangkan najis.Yang dimaksud dengan thaharah dari sisi etimologi adalah
bersuci. Bersuci dari kotoran dan najis, baik kotoran fisik maupun non fisik.

Hadas menurut bahasa ialah sesuatu yang baru. Sedangkan menurut syara' ialah
kata yang dimutlakkan untuk suatu perkara yang i'tihary (hal yang tidak bisa dilihat
tetapi ada) yang berada di anggota-anggota badan yang mana mencegah dari sahnya
shalat. Para ulama sejatinya telah membatasi makna hadats sebagai bagian dari hal yang
bersifat maknawi (bukan benda). Hadats adalah semacam sifat maknawi yang oleh
syariat dihukumi sebagai hal yang melekat pada seluruh tubuh manakala seseorang
tengah dalam keadaan junub, atau hanya sebagian anggota badan berupa area wudhu,
manakala seseorang berhadats kecil.

Urgensi thaharah dalam Islam memiliki rahasia lembut yang membantu kita
untuk memahami dan menyadari nilai pentingnya. Rahasia yang dimaksud adalah
bahwa agama ini begitu meluhurkan harkat dan martabat pemeluknya yang menyatakan
diri sami'na wa atha'na (kami mendengar dan kami taat), lantas menjalankan amal-amal
kebajikan yang mendekatkan diri mereka pada Allah. Ketika seorang muslim bersuci
demi meraih keridhaan Allah, maka Allah pun akan menyempurnakan nikmat-Nya
kepadanya, lalu Dia akan mengangkat jiwa dan ruhnya, serta membawanya ke
cakrawala kesucian dan kebersinaran, sembari memenuhi kerinduannya akan
ketentraman, kedamaian, dan ketenangan psikologis yang tidak mampu dilakukan oleh
obat-obat kimia.

Cara untuk menghilangkan hadast yaitu dengan berwudhu, mandi, dan


tayamum. Pada hakikatnya thaharah ialah memakai air atau tanah atau salah satu dari
keduanya menurut sifat yang disyariatkan untuk menghikangkan hadast dan najis. Tata
cara thaharah dari hadas kecil dengan cara berwudhu dan tayamum. Tata cara thaharah
dari hadas besar dengan cara mandi besar.

13
B. Saran

Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah


ini, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis
perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan sebagai bahan
evaluasi untuk ke depannya. Sehingga bisa terus menghasilkan penelitian dan karya
tulis yang bermanfaat bagi banyak orang.

14
DAFTAR PUSTAKA

Al-Juzairi, Syaikh Abdurrahman. 2015. Fikih Empat Madzhab Jilid 1. Jakarta : Pustaka Al-
Kautsar.
Ash Shiddieqy, Hasbi. 1994. Kuliah Ibadah di tinjau dari segi Hukum dan Hikmah. Jakarta :
Bulan Bintang.
Abdurrahman, Masykuri dan Syaiful Bakhri. 2006. Kupas Tuntas Sholat. Jakarta : Erlangga.

15

Anda mungkin juga menyukai