Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“THARAH,HADATS, DAN NAJIS”

Makalah Ini Dipresentasikan Pada Mata Kuliah: FIQIH IBADAH


Dosen Pengampu: Musaddad Al Basri, S.HI.,MH.I

DISUSUN OLEH

Kelompok: 1
1. Muhamad Ardiansyah (221610300)
2. Fara Padila (221610370)
3. Arya Dwi Kesuma (221610286)

LOKAL: III ESY A

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM


INSTUTUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PRODI EKONOMI SYARI’AH
TAHUN AKADEMIK
2023/2024
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Atas rahmat
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah
pada mata kuliah FIQIH IBADAH tepat pada waktunya.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dosen Pengampu
Bapak Musaddad Al Basri, S.HI.,MH.I yang telah membimbing penulis
dalam menyelesaikan makalah ini serta teman-teman yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah dengan
judul “THARAH,HADATS, DAN NAJIS” dapat terselesaikan.
Penulis berharap makalah ini bisa menambah pengetahuan
pembaca. Namun terlepas dari itu, penulis memahami bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan
kritik serta saran yang bersifat membangun agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca, penulis ucapkan terima kasih.

Muara Bulian, September 2023

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................iii

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...............................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................1
C. Tujuan Penulisan...........................................................................2
PEMBAHASAN
A. Thahrah (Bersuci)..........................................................................3
B. Hadast............................................................................................4
C. Najis...............................................................................................8
D. Pengajaran Thaharah, Najis dan Hadats.......................................9
PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................11
B. Saran............................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Idealnya, dalam pembelajaran thaharah guru harus dapat menuntun
siswa untuk dapat aktif dan kreatif. Siswa bukan hanya dapat menguasai
materi tetapi juga harus dapat mempraktekkan dan menerapkannya pada
keidupan sehari-hari. Namun realitanya, dalam pembelajaran thaharoh,
rata-rata guru menerapkan peranan tradisional dalam mengajar. Mereka
masih berfilsafat bahwa guru masih sebagai sumber ilmu dan dalam
penguasaan ilmu, siswa harus menyalin catatan guru dan
menghafalkannya tanpa melupakan titik dan komanya sekalipun.
Thaharah merupakan miftah (alat pembuka) pintu untuk memasuki
ibadah shalat. Tanpa thaharah pintu tersebut tidak akan terbuka. artinya
tanpa thaharah, ibadah shalat, baik yang fardhu maupun yang sunnah,
tidak sah. Dalam adagium ushul fiqh dijelaskan bahwa:
‫ما ال يتم الواجب اال به فهو واجب‬
“Suatu kewajibanyang tidak dapat semurna kecuali dengan adanya
sesuatu(perkara), maka sesuatu(perkara)tersebut juga menjadi wajib.”
Karena fungsinya sebagai alat pembuka pintu shalat, maka setiap
muslim yang akan melakukan shalat tidak saja harus mengerti thaharah
melainkan juga harus mengetahui dan terampil melaksanakannya
sehingga thaharahnya itu sendiri terhitung sah menurut ajaran ibadah
syar’iah.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud Thahrah (Bersuci) ?
2. Apakah yang dimaksud Hadast ?
3. Apakah yang dimaksud Najis ?
4. Bagaimana Pengajaran Thaharah, Najis dan Hadats ?

1
C. Tujuan Masalah
1. Untuk bisa mengetahui Thahrah ?
2. Untuk bisa mengerti tentang Hadast ?
3.Untuk bisa mengetahui tentang Najis ?
4.Bisa memahami tentang Tharah, Hadast, Najis ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Thaharah (Bersuci)
Dalam hukum Islam, tentang bersuci dan segala seluk-beluknya
termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama karena di antara
syarat-syarat shalat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan
mengerjakan shalat diwajibkan suci dari hadats dan suci pula badan,
pakaian, dan tempatnya dari najis.[1]1
Firman Allah SWT.:
) ٢٢٢ ‫ ( البقرة‬. ‫ِإَّن هّللا ُيِحُّب الَّت َّو اِبْي َن َو ُيِحُّب الُم َت َط ِّه ِر ْي َن‬
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai
orang-orang yang menyucikan diri” (QS. Al-Baqarah: 222)

Thaharah secara lughat ialah bersih. Menurut syara’ ialah suci dari
hadats atau najis, dengan cara yang telah ditentukan oleh syara’ atau
menghilangkan najasah, mandi dan tayammum. Hakikat thaharah ialah
memakai air atau tanah atau salah satunya menurut sifat yang
disyariatkan, untuk menghilangkan najsah dan hadats.[2] 2
Bersuci pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
bersuci secara lahiriyah dan bersuci secara batiniyah. Suci secara lahir,
artinya bersih dari semua kotoran dan najis yang melekat, sedangkan suci
secara batin berati jiwanya bersih dari segala dosa dan bersih dari
perbuatan maksiat.

1
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung, Sinar Baru, Aalgensindo, 2011, hlm. 13
2
2.Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Kuliah Ibadah; Ibadah Ditinjau dari
Segi Hukum dan Hikmah, Semarang, Pustaka Rizki Putra, 2000, Hlm. 101

2
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa thaharah adalah membersihkan diri
dari hadats atau najis dengan cara yang telah ditentukan oleh syara’.

B . Hadats
Hadats menurut bahasa adalah sifat yang menurut pandangan hukum
seseorang tidak sah melakukan shalat. Sedangkan menurut istilah, hadats adalah
perbuatan atau kejadian yang menyebabkan seseorang secara hukum, dia itu tidak
suci. Bagian ini khusus untuk badan, seperti mandi, berwudhu, dan tayammum.
Hadats terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Hadats kecil, seperti buang air dan buang angin (kentut).
Cara menghilangkan hadats ini dengan berwudhu atau tayammum apabila
orang yang berhadats itu sakit atau tidak mendapatkan air yang cukup untuk
berwudhu.
2. Hadats besar
Hadats besar yaitu kejadian yang menyebabkan seseorang dilarang
melakukan ibadah tertentu, seperti membaca al-Qur’an, shalat, atau thawaf. Hadats
besar yang dimaksud meliputi: haid, nifas, dan keluarnya sperma (mani) bagi laki-
laki. Cara menghilangkannya yaitu dengan mandi besar, atau tayammum jika tidak
didapatkan air atau karena sakit.
Adapun macam-macam cara bersuci dari hadats adalah sebagai berikut:
1. Wudhu
Wudhu menurut bahasa berarti baik dan bersih. menurut istilah, wudhu
adalah menggunakan air yang suci dan mensucikan pada anggota-anggota badan
tertentu dengan rukun dan syarat tertentu.3

a. Syarat-syarat Wudhu:
3
Departemen Agama Provinsi Jawa Tengah, Fiqih untuk Madrasah Aliyah Kelas X
(Mengacu Pada Kurikulum 2004/Kurikulum Berbasis Kompetensi), Semarang, CV. Gani &
SON 2004, hlm. 3

3
1) Islam
2) Mumayiz
3) Tidak berhadas besar
4) Dengan air yang suci dan menyucikan
5) Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit.
b. Fardhu (rukun) wudhu:
1) Niat
2) Membasuh muka
3) Membasuh dua tangan sampai ke siku
4) Menyapu sebagian kepala
5) Membasuh dua telapak kaki sampai kedua mata kaki
6) Menertibkan rukun-rukun di atas.[5]
c. Hikmah wudhu sebagai berikut:
1) Dengan berwudhu, maka dosa dan maksiat yang dilakukan oleh anggota
wudhu dapat terhapus.
2) Orang yang dalam keadaan suci dan bersih dapat melakukan banyak
ibadah.
3) Orang yang dalam keadaan suci dan bersih dapat lebih mendekatkan diri
kepada Allah.
4) Orang yang berwudhu selalu sehat dan terhindar dari penyakit, karena
anggota wudhu yang merupakan panca indra yang sangat vital bagi manusia
selalul dibersihkan secara teratur.
Dari hikmah berwudlu tersebut, dapat disimpulkan bahwa orang yang berwudlu
akan selalu terjaga dan lebih merasa dekat kepada Allah.
2. Mandi
Mandi adalah mengalirkan air yang suci ke seluruh tubuh, maksudnya adalah
menggunakan air yang suci dan mensucikan pada seluruh tubuh dari ujung rambut
sampai ujung kaki dengan cara tertentu. Sebagaimana Firman Allah SWT.:
Dan apabila kamu sekalian dalam keadaan junub, maka mandilah ...” (QS. Al-
Ma“idah: 6)Hukum mandi adalah wajib bagi orang yang berhadats besar ada enam,
tiga diantaranya biasa terjadi pada laki-laki dan perempuan, dan tiga lagi tertentu
(khusus) pada perempuan saja, sebagai berikut:

3
a. Bersetubuh, baik keluar mani ataupun tidak. Sabda Rasulullah SAW.:
“Apabila dua yang di khitan bertemu, maka sesungguhnya telah diwajibkan mandi,
meskipun tidak keluar mani.” (HR. Muslim)
b. Keluar mani, baik keluarnya karena bermimpi ataupun sebab lain dengan
sengaja atau tidak, dengan perbuatan sendiri atau bukan.
c. Mati. Orang Islam yang mati, fardhu kifayah atas muslimin yang hidup
memandikannya, kecuali bagi orang yang mati syahid.
d. Haid (menstruasi). Apabila seorang perempuan telah berhenti dari haid, ia
wajib mandi agar ia dapat shalat dan dapat bercampur dengan suaminya. Dengan
mandi itu badannya pun menjadi segar dan sehat kembali.
e. Nifas, yaitu darah yang keluar dari kemaluan perempuan setelah melahirkan
anak. Darah itu merupakan darah haid yang berkumpul, tidak keluar sewaktu
perempuan itu mengandung.
f. Melahirkan, baik anak yang dilahirkan itu cukup umur ataupun tidak, seperti
keguguran.
Di samping mandi wajib, ada juga mandi sunnah, diantaranya sebagai
berikut:
a. Mandi hari Jumat, disunnahkan bagi orang yang bermaksud akan
mengerjakan shalat Jumat, agar baunya yang busuk tidak mengganggu orang di
sekitar tempat duduknya.
b. Mandi hari raya idul fitri dan hari raya idul adha.
c. Mandi orang gila apabila ia sembuh dari gilanya, karena ada sangkaana
(kemungkinan) ia keluar mani.
d. Mandi tatkala hendak ihram haji atau umroah.
e. Mandi sehabis memandikan mayat.
f. Mandi seorang kafir setelah memeluk agam Islam, sebab ketika beberapa
orang sahabat masuk Islam, mereka disuruh oleh Nabi mandi.

3. Tayammum
Tayammum menurut bahasa berari “bermaksud”, sedangkan menurut istilah
ialah mengusapkan debu yang suci ke muka dan ke tangan sampai siku dengan niat
dan syarat tertentu. Tayammum merupakan pengganti dari wudhu atau mandi
manakala tidak ditemukan air atau karena alasan dan sebab tertentu tidak

3
diperbolehkan menggunakan air, seperti karena udzur, sakit, atau karena dalam
perjalanan.
a. Syarat Sah Tayamum
a) Telah masuk waktu solat.
b) Sudah berusaha mencari air tetapi tidak mendapatnya sedang waktu solat
sudah masuk.
c) Dengan menggunakan tanah atau debu yang bersih.
d) Akan bertambah parah sakitnya atau lama sembuhnya bila anggota
wudhunya kena air.
e) Tidak ada air.
b. Rukun Tayamum
a) Niat.
b) Mengusap muka dan dua tangan dengan debu yang bersih sampe siku.
c) Meratakan debu yang bersih pada anggota-anggota yang harus ditany
d) Terbib, berurutan mengusapnya.[7]4
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tayamum dilakukan ketika
dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk berwudlu, dengan ketentuan syarat
dan rukun yang telah dijelaskan di atas

C. Najis
Najis artinya segala sesuatu yang menjijikkan. Menurut pandangan syara’
najis adalah segala sesuatu yang menjijikkan, baik yang bersifat hissy (indrawi)
maupun hukmi (secara hukum).
Najis yang dapat mencegah sahnya shalat ada kemungkinan melekat pada
badan, pakaian, atau tempat yang dipergunakan untuk shalat. Najis-najis itu terbagi
menjadi 3 macam, yaitu:
a. Najis Mukhaffafah (najis yang ringan)
Cara menyucikan najis mukhaffafah ialah dengan memercikkan air pada
benda yang terkena najis mukhaffafah itu.
b. Najis Mutawassitah (najis yang sedang)
Najis mutawassitah terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1) Najis ‘Ainiyah
4
Moh. Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang,Toha Putra,1978, hlm. 71-74

3
Najis ‘Ainiyah yaitu najis mutawassitah yang masih kelihatan wujud, warna,
dan baunya. Cara mensucikan najis mutawassitah ‘ainiyah yaitu dengan
menghilangkan najis tersebut dan membasuhnya dengan air sampai hilang warna,
rasa, dan baunya.
2) Najis Hukmiyah
Najis hukmiyah yaitu naijs mutawassitah yang diyakini ada, tetapi sudah tidak
kelihatan wujud, warna, dan baunya. Cara menyucikannya yaitu dengan
menggenangi air mutlak pada tempat najis hukmiyah tersebut.
3) Najis Mugalladzah (najis yang berat)
Cara menyucikan najis mugalladzah yaitu dengan mencuci najis tersebur
sebanyak tujuh kali dengan air dan salah satu diantaranya dengan memakai debu
yang suci.[3]5

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa najis adalah sesuatu
yang dipandang syara’ menjijikkan yang dapat mencegah sahnya shalat. Najis
terbagi tiga yaitu mukhoffafah, mutawassitah, mugalladzah.

D. Pengajaran Thaharah, Najis dan Hadats


Untuk mencapai tujuan dan efektifitas pembelajaran diperlukan adanya
metode yang tepat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih
metode pembelajaran, di antaranya; kondisi kelas, psikologis perserta didik, materi
pelajaran dan biaya.
Pengajaran thaharah cocok menggunakan model pembelajaran demonstrasi.
Langkah-langkah dalam model pembelajaran ini antara lain:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Guru menyajikan gambaran sekilas thaharah (wudhu dan hadas) yang akan
disampaikan
3. Menyiapkan bahan atau alat yang diperlukan, misalkan air.
4. Menujukkan salah seorang siswa untuk mendemonstrasikan sesuai skenario
yang telah disiapkan
5. Seluruh siswa memperhatikan demonstrasi dan menganalisnya
5
Amir Abyan & Zainal Muttaqin, Pendidikan Agama Islam Fikih Madrasah Tsanawiyah Kelas VII,
Semarang, Thoha Putra, 2008, hlm. 5-7

3
6. Tiap siswa mengemukakan hasil analisis dan mendemonstrasikan pengalaman
7. Guru dan siswa membuat suatu kesimpulan
8. Penutup.
Sedangkan pengajaran najis dan hadats cocok menggunakan model
pembelajaran Jigsaw. Langkah model pembelajaran ini sebagai berikut:
1. Guru merencanakan pembelajaran yang akan menghubungkan beberapa
konsep dalam satu rentang waktu secara bersamaan. Pada bab najis dan hadats.
Konsep yang akan siswa pelajari: (1) definisi najis dan hadats. (2) Macam-
macam najis dan hadats, (3) Cara menyucikan najis dan hadats. Tentu saja perlu
menyiapkan RPP dengan menerapkan model Jigsaw.
2. Siapkan handout materi pelajaran untuk masing-masing konsep sehingga guru
memiliki tiga jenis handout tentang (1) definisi najis dan hadats. (2) Macam-
macam najis dan hadats, (3) Cara menyucikan najis dan hadats. Tentu saja perlu
menyiapkan RPP dengan menerapkan model Jigsaw.
3. Guru menyiapkan kuis sebanyak tiga jenis sesuai materi (najis dan hadats)
yang akan siswa pelajari.Pada saat diskusi setiap sub kelompok mendalami satu
konsep dan masing-masing sub kelompok bisa saling bertanya untuk memperoleh
pemahaman, atau dalam bahasa inggris kelompok seperti ini disebut dengan home
groups.
5. Setiap sup kelompok mendalami materi (najis dan hadits) pada handout yang
menjadi pegangannya.
6. Tiap kelompok membahas satu handout materi (najis dan hadats) yang menjadi
bidang keahliannya. Dalam diskusi ini terdapat masa kritis yag perlu guru pantau
pada tiap kelompok, memastikan bahwa konsep yang siswa kembangkan sesuia
dengan yang seharusnya atau tidak mengandung kekeliruan.
7. Hasil dari diskusi pada kelompok dibahas kembali pada kelompok awal. Pada
akhir kegiatan belajar, setiap kelompok menyampaikan hasil diskusinya.
8. Guru mengukur hasil belajar siswa dengan tes atau kuis. Guru dapat menilai
ketingkat ketuntasan belajar dengan cara membandingkan hasil yang siswa capai
dengan target yang ditetapkan dalam RPP. [8]6

6
Aris Shoimin, 68 model pembelajran inovatif dalam kurikulum 13,Yogyakarta Ar-ruzz media, 2014
hlm. 62-93

3
Model pembelajaran yang ditawarkan, yaitu demonstrasi dan jigsaw terdapat
relevansi dengan Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013 dan Permenag Nomor 2
Tahun 2008 yang berisi tentang tujuan pembelajaran fikih diarahkan untuk
mengantarkan peserta didik dapat memahami pokok-pokok hukum Islam dan tata
cara pelaksanaannya untuk diaplikasikankan dalam kehidupan sehingga menjadi
muslim yang selalu taat menjalankan syariat Islam secara kaaffah (sempurna).
Dalam Permenag Nomor 2 Tahun 2013, kompetensi dasar yang harus dicapai
adalah siswa mampu menjelaskan materi dari thaharah serta mempraktikkannya.
Dengan model demonstrasi, siswa dapat lebih mengetahui mana praktik wudlu yang
benar dan salah. Sedangkan model jigsaw dapat memberikan pemahaman kepada
siswa tentang berbagai masalah yang ada didalam thaharah.
Dari situ dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran demonstrasi dan jigsaw
tepat digunakan dalam pengajaran thaharah di MTs dan MA.

3
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Thaharah ialah suci dari hadats atau najis, dengan cara yang telah ditentukan
oleh syara’ atau menghilangkan najasah, mandi dan tayammum.
2. Najis adalah segala sesuatu yang menjijikkan, baik yang
bersifat hissy (indrawi) maupun hukmi (secara hukum).
Macam-macam najis:
a. Najis Mukhaffafah (najis yang ringan)
b. Najis Mutawassitah (najis yang sedang)
1) Najis ‘Ainiyah
2) Najis Hukmiyah
c. Najis Mugalladzah (najis yang berat)
3. Hadats adalah perbuatan atau kejadian yang menyebabkan seseorang secara
hukum, dia itu tidak suci. Macam-macam cara bersuci dari hadats:
a. Wudhu
b. Mandi
c. Tayammum.
4. Pengajaran thaharoh dapat menggunakan cara demonstrasi sedangkan
materi najis dan hadats dengan metode diskusi agar peserta didik dapat lebih
aktif

B. Penutup
Demikian makalah yang dapat kami susun, semoga dapat memberikan
manfaat bagi penyusun pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami
harapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca. Demi kesempurnaan
makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

 Amir Abyan & Zainal Muttaqin, Pendidikan Agama Islam Fikih Madrasah
Tsanawiyah Kelas VII, Semarang, Thoha Putra, 2008
 Aris Shoimin, 68 Model Pembelajran Inovatif dalam Kurikulum 13,Yogyakarta,
Ar-Ruzz Media, 2014
 Departemen Agama Provinsi Jawa Tengah, Fiqih untuk Madrasah Aliyah
Kelas X (Mengacu Pada Kurikulum 2004/Kurikulum Berbasis
Kompetensi), Semarang, CV. Gani & SON, 2004
 Moh. Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang,Toha Putra,1978
 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung, Sinar Baru, Aalgensindo, 2011
 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Kuliah Ibadah; Ibadah Ditinjau
dari Segi Hukum dan Hikmah, Semarang, Pustaka Rizki Putra, 2000
 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung, Sinar Baru, Aalgensindo, 2011, hlm.
13
 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Kuliah Ibadah; Ibadah Ditinjau
dari Segi Hukum dan Hikmah, Semarang, Pustaka Rizki Putra, 2000, Hlm.
101
 Amir Abyan & Zainal Muttaqin, Pendidikan Agama Islam Fikih Madrasah
Tsanawiyah Kelas VII, Semarang, Thoha Putra, 2008, hlm. 5-7
 Departemen Agama Provinsi Jawa Tengah, Fiqih untuk Madrasah Aliyah
Kelas X (Mengacu Pada Kurikulum 2004/Kurikulum Berbasis
Kompetensi), Semarang, CV. Gani & SON 2004, hlm. 3

 Moh. Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang,Toha Putra,1978, hlm. 63-64
 Departemen Agama Provinsi Jawa Tengah, Fiqih untuk Madrasah Aliyah
Kelas X (Mengacu Pada Kurikulum 2004/Kurikulum Berbasis
Kompetensi),hlm. 2-7
 Moh. Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang,Toha Putra,1978, hlm. 71-74
 Aris Shoimin, 68 model pembelajran inovatif dalam kurikulum 13,Yogyakarta
Ar-ruzz media, 2014 hlm. 62-93

11
9
3

Anda mungkin juga menyukai