Makalah
Fikih Ibadah, Prodi Ekonomi Syariah 6 Semester 1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam
Oleh :
ANDI SULIS
NIM.602022021187
Dosen Pemandu:
2022
i
KATA PENGANTAR
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................ 2
C. Tujuan................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 3
BAB II PENUTUP.......................................................................................... 12
A. Kesimpulan........................................................................................... 12
B. Saran..................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1
dijadikan sebagai alat dan cara bagaimana mensucikan diri sendiri agar sah
saat menjalankan ibadah.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan thaharah dan apa saja keutamaannya?
2. Apa saja macam-macam air dan pembagiannya?
3. Apa saja macam-macam najis dan tingkatannya?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian thaharah dan keutamaannya
2. Untuk mengetahui macam-macam air dan pembagiannya
3. Untuk mengetahui macam-macam najis dan tingkatannya
2
BAB II
PEMBAHASAN
ص ٗلّىۖ َو َع ِه ۡدنَٓا ِإلَ ٰ ٓى ِإ ۡب ٰ َر ِهۧ َم ْ اس َوَأمۡ ٗنا َوٱتَّ ِخ ُذ
َ وا ِمن َّمقَ ِام ِإ ۡب ٰ َر ِهۧ َم ُم ۡ ۡ ۡ
ِ ََّوِإذ َج َعلنَا ٱلبَ ۡيتَ َمثَابَ ٗة لِّلن
١٢٥ َوِإ ۡس ٰ َم ِعي َل َأن طَه َِّرا بَ ۡيتِ َي لِلطَّٓاِئفِينَ َو ۡٱل ٰ َع ِكفِينَ َوٱلرُّ َّك ِع ٱل ُّسجُو ِد
3
pemuda itu, ia masih tetap --;
• tidak dicampur dengan unsur atau zat lain; asli: kebudayaan di
daerah itu masih -- dr pengaruh asing;
b. Keutamaan Thaharah
ِإ َّن هَّللا َ يُ ِحبُّ التَّوَّابِينَ َويُ ِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّرين.
4
Thaharah merupakan salah satu syarat sahnya shalat, ibadah
nomor wahid dalam Islam. Tanpa thaharah, shalat tidaklah sah.
Dalam hal ini, secara khusus wudhu mewakili thaharah yang kita
lakukan setiap hari. Marilah kita perhatikan hadits berikut ini:
ع َْن َأبِى هُ َري َْرةَ قَا َل:صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم
َ ِ قَا َل َرسُو ُل هَّللا: .ُصالَةَ لِ َم ْن الَ ُوضُو َء لَه
َ َال
3. Diampuninya Dosa
Hadits
5
4. Tanda Umat Nabi Muhammad Saw.
Wudhu merupakan salah satu keistimewaan umat Nabi
Muhammad r. Pada hari kiamat nanti, Nabi Muhammad r akan
mengenali umatnya dari bagian tubuh yang bersinar karena bekas
air wudhu. Marilah kita perhatikan hadits yang diriwayatkan Abu
Hurairah berikut ini:
6
1) Air hujan
2) Air sumur
3) Air laut
4) Air sungai
5) Air salju
6) Air telaga
7) Air embun
2. Pembagian Air untuk Thaharah
Pengertian thaharah dan pembagiannya juga ditinjau dari
segi hukum Islam dengan mengelompokkan jenis air yang
diperbolehkan maupun tidak dalam bersuci.
Air tersebut dibagi menjadi empat yaitu:
1) Air suci dan menyucikan, yaitu air mutlak atau masih murni
dapat digunakan untuk bersuci dengan tidak makruh
(digunakan sewajarnya tidak berlebihan).
2) Air suci dan dapat menyucikan, yaitu air musyammas (air
yang dipanaskan dengan matahari) di tempat logam yang
bukan emas.
3) Air suci tapi tidak menyucikan, yaitu air musta'mal (telah
digunakan untuk bersuci) menghilangkan hadas atau najis
walau tidak berubah rupa, rasa dan baunya.
4) Air mutanajis, yaitu air yang kena najis (kemasukan najis),
sedangkan jumlahnya kurang, maka tidak dapat
menyucikan.
Air haram, yaitu air yang diperoleh dengan cara mencuri
(ghashab), atau mengambil tanpa izin, sehingga air itu tidak dapat
menyucikan.
7
Menurut Fiqih, najis dalam Islam dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
macam berdasarkan tingkatannya, yaitu Najis Mukhaffafah (ringan), Najis
Mutawassitah (sedang), dan Najis Mughalladah (berat).
1. Najis Mukhaffafah
Najis Mukhaffafah adalah najis ringan. Salah satu contoh dari
najis mukhaffafah adalah air kencing bayi berjenis kelamin laki-laki
dengan usia kurang dari 2 tahun. Dan bayi tersebut hanya meminum
air susu ibu, belum mengonsumsi makanan jenis lainnya. Selain itu,
contoh selanjutnya dari najis ringan adalah madzi (air yang keluar dari
lubang kemaluan akibat rangsangan) yang keluar tanpa memuncrat.
8
b. Mandi dan Berwudhu
Apabila yang terkena najis mukhaffafah adalah
anggota tubuh, maka jika yang terkena sedikit bisa disucikan
dengan berwudhu. Namun, jika yang terkena najis adalah
banyak, maka Islam menganjurkan untuk mandi agar najis
tersebut benar-benar hilang.
2. Najis Mutawassithah
Najis Mutawassithah termasuk ke dalam najis sedang. Contoh
dari najis sedang ini adalah segala sesuatu yang keluar dari qubul dan
dubur manusia atau binatang (terkecuali air mani). Selain itu, contoh
lainnya adalah khamr atau minuman keras dan susu hewan dari
binatang yang tidak halal untuk dikonsumsi.
a. Najis ‘Ainiyah
Secara sederhana, najis ‘ainiyah adalah najis yang masih
ada wujudnya. Najis ini dapat terlihat rupanya, dapat tercium
baunya, serta dapat dirasakan rasanya. Contoh dari najis ‘ainiyah
9
adalah air kencing yang masih terlihat dengan jelas wujud dan
baunya.
b. Najis Hukmiyah
Sedangkan jenis najis sedang lainnya yaitu najis hukmiyah.
Najis hukmiyah adalah najis yang tidak bisa dilihat rupanya, tidak
berbau, dan tidak ada rasa. Contoh najis hukmiyah adalah air
kencing bayi yang telah mengering sehingga tidak meninggalkan
bekas apa pun (baik dari segi rupa yang tidak terlihat oleh mata dan
tidak berbau).
Contoh lain dari najis ini adalah air khamr yang telah
mengering. Cara membersihkan najis hukmiyah yaitu cukup
dengan menggunakan air mengalir dengan volume yang lebih besar
daripada najis tersebut.
3. Najis Mughalladah
Najis mughalladah merupakan najis berat. Jenis najis ini adalah
yang paling berat dan membutuhkan penanganan khusus untuk
menyucikannya. Yang termasuk ke dalam najis mughalladah adalah
anjing, babi, dan darah. Apabila bagian tubuh atau pakaian tersentuh
oleh babi, terkena air liur dari anjing, atau terkena darah baik secara
sengaja atau pun tidak disengaja, maka termasuk dari najis berat.
10
yang terkena najis sebanyak tujuh kali (salah satu dari ketujuh
basuhan tersebut dengan menggunakan air yang tercampur dengan
debu atau tanah), lalu disusul dengan membasuhnya menggunakan
air.
4. Najis Ma’fu
Jenis najis yang terakhir yaitu najis ma’fu. Sederhananya, najis
ini adalah najis yang dimaafkan. Najis ma’fu dapat ditolerir sehingga
yang terkena najis jenis ini dapat mengabaikan untuk membasuh atau
mencuci.
Contoh dari najis ma’fu adalah najis kecil yang tidak kasat
mata seperti ketika kita buang air kecil tanpa melepas seluruh pakaian
yang menempel di badan, secara tidak sengaja mungkin ada sedikit
sekali percikan air kencing tersebut yang mengenai pakaian. Nah,
maka hal tersebut ditolerir sehingga tidak perlu bersuci.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebersihan yang sempurna menurut syara’ disebut thaharah,
merupakan masalah yang sangat penting dalam beragama dan menjadi
pangkal dalam beribadah yang menghantarkan manusia berhubungan
dengan Allah SWT. Tidak ada cara bersuci yang lebih baik dari pada cara
yang dilakukan oleh syarit Islam, karena syariat Islam menganjurkan
manusia mandi dan berwudlu. Walaupun manusia masih dalam keadaan
bersih, tapi ketika hendak melaksanakan sholat dan ibadah-ibadah lainnya
yang mengharuskan berwudlu, begitu juga dia harus pula membuang
kotoran pada diri dan tempat ibadahnya dan mensucikannya karena
kotoran itu sangat menjijikkan bagi manusia
B. Saran
1. Dari beberapa penjelasan diatas ada saran yang ingin kami
sampaikan, sebagai generasi islam yang turut menyumbang dalam
pembangunan bangsa, sebaiknya kita memperhatikan dengan
seksama masalah thaharah, karena karena itu kita dituntut untuk
memahaminya agar praktik ibadah kita benar menurut ajaran
syar’i.
2. Dari pengertian thaharah tersebut, penulis simpulkan bahwa
thaharah tidak hanya terbatas masalah lahiriyah, yaitu
membersihkan hadats dan nasjis, namun thaharah memiliki arti
yang lebih luas, yaitu menjaga kesucian rohani (batiniah) agar
tidak terjerumus pada perbuatan dosa dan maksiat.
3. Seorang muslim diperintahkan menjaga pakaiannya agar suci dan
bersih dari segala macam najis dan kotoran, karena kebersihan itu
membawa keselamatan dan kesenangan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Bina, Ahda. 2021. “Inilah Keutamaan Dan Dahsyatnya Thaharah Dalam Islam”,
https://www.ahdabina.com/keutamaan-thaharah-kajian-hadits-dan-fiqih/, diakses
pada 20 Januari 2022 pukul 14.28
13