Anda di halaman 1dari 22

KONSEP THAHARAH

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Ibadah
Dosen Pengampu: Dr. H. Ujang Dedih, M.Pd.

Oleh :
Kelompok 2/2E
Muhammad Indra Maulana 1222020185
Muhammad Raffie Rasyad 1222020188
Mutiara Ega Pebriyanti 1222020200
Nabila Marsyanada 1222020203

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAN NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2023
K ATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
‘inayah dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Adapun judul dalam makalah ini adalah “Konsep Thaharah”.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen
pengampu mata kuliah Fiqih Ibadah kelas PAI-II-E, yang telah memberikan tugas
kepada kami. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
turut membantu dalam pembuatan makalah ini.
Akhirnya, bak kata pepatah “tak ada gading yang tak retak”, kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 12 Maret 2023


Penulis,

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
A. Latar Belakang ....................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................3
C. Tujuan ..................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................4
A. Pengertian Thaharah ...........................................................................4
B. Dasar Thaharah ..................................................................................5
C. Fungsi Thaharah .................................................................................6
D. Syarat Thaharah .................................................................................8
E. Macam-Macam Thaharah ................................................................11
F. Rukun Thaharah ................................................................................13
G. Hikmah Thaharah .............................................................................14
BAB III PENUTUP .............................................................................................17
A. Simpulan ............................................................................................17
B. Saran ..................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia lahir di dunia ini bukan atas kehendak dan kemauan sendiri,
melainkan menjadi bagian dari grand design yang telah Allah tetapkan.
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai penerima dan pelaksana ajaran agama.
Agar manusia mengakui keberadaan-Nya dan mematuhi hukum-Nya, maka
manusia diciptakan dengan sejumlah maksud dan tujuan.
Tujuan paling utama dan sangat mendasar adalah menjadikan manusia
sebagai khalifatullah fii al-ardh, pengganti Allah di muka bumi (wakil-Nya),
dan menjadikan manusia sebagai pelaksana tugas Allah, yakni menjalankan
segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sebagaimana firman
Allah dalam QS. al-Baqarah/2: 30 berikut.
ْۤ
‫ض َخلِي َفةْ ْۗ قَا لُوا اَََت َع ُْل فِي َها َمنْ يُّف ِس ُْد‬ ِْ ‫ف اْلَر‬ ْ ِ ْ‫ن َجاعِل‬ ِِّْ‫ك لِل َملٰٓئِ َك ِْة ا‬ َْ َ‫َواِذْ ق‬
َْ ُّ‫ال َرب‬
ْۤ
ِِّْ‫ال ا‬
‫ن اَعلَ ُْم َم َاْلتَعلَ ُمو َْن‬ َْ َ‫كْ ْۗ ق‬ َ َ‫س ل‬ُْ ‫ك ال ِّد َما ْٰٓءَ ْۗ َوََن ُْن نُ َسبِّ ُْح ِِبَمْ ِد َْك َونُ َق ِّد‬ ُْ ‫فِي َها َويَس ِف‬
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku
hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah
Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan
darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan
nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.”
Manusia dalam paham Islam, tersusun dari dua unsur, yaitu unsur
jasmani dan unsur rohani. Tubuh manusia berasal dari materi dan mempunyai
kebutuhan-kebutuhan materil, sedangkan roh manusia bersifat immateri dan
mempunyai kebutuhan spiritual. Demikian juga dengan badan manusia
mempunyai hawa nafsu yang bisa membawa pada perilaku buruk, sedangkan
roh manusia yang dinilai berasal dari suatu unsur yang suci, memiliki potensi
mulia mengajak pada kesucian. Sehingga, apabila seseorang hanya
mementingkan hidup kematerian saja tanpa diimbangi dengan kehidupan

1
spiritual dalam bentuk pengabdian kepada sang Pencipta, maka ia akan mudah
sekali terpengaruh dan terbawa hanyut oleh kehidupan yang tidak bersih,
bahkan lebih dalam lagi dapat terperosok pada kejahatan.
Pendidikan jasmani manusia harus disempurnakan dengan pendidikan
rohani. Pengembangan daya-daya jasmani seseorang tanpa dilengkapi dengan
pengembangan daya rohani akan membuat hidupnya berat sebelah dan
kehilangan keseimbangan. Orang yang demikian akan menghadapi kesulitan-
kesulitan dalam hidupnya di dunia, apa lagi kalau hal itu membawa perbuatan
tidak baik. Ia akan menjadi manusia yang merugikan, bahkan membawa
kerusakan bagi masyarakat. Selanjutnya, ia akan kehilangan hidup bahagia di
akhirat dan akan menghadapi kesengsaraan di sana. Oleh karena itu,
pengembangan potensi roh (kesucian) dalam diri manusia amat penting
mendapat latihan sebagaimana badan juga mendapat latihan.
Dalam Islam, ibadahlah yang memberikan latihan rohani (spiritual)
yang diperlukan manusia. Hal ini juga yang menjadi tujuan hidup manusia yaitu
beribadah kepada Allah. Semua ibadah yang ada dalam Islam seperti salat,
puasa, dan zakat, bertujuan membuat roh manusia supaya senantiasa tidak lupa
kepada Tuhan, bahkan senantiasa dekat pada-Nya. Keadaan senantiasa dekat
pada Tuhan sebagai Zat Yang Maha Suci dapat mempertahankan kesucian
seseorang.
Terkait dengan pelaksanaan ibadah, hal sangat mendasar yang paling
utama harus diperhatikan dan patut diketahui dan dilaksanakan ialah kebersihan
dan kesucian seseorang dalam melaksanakan ibadah, terutama dalam
melaksanakan ibadah salat. Anjuran tentang pentingnya pemeliharaan
kebersihan dan kesucian banyak terdapat dalam ayat Al-Quran dan hadis Nabi
Saw. yang diarahkan bagi kebahagiaan hidup.
Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan memberikan sedikit
pengetahuan terkait “Konsep Thaharah”, sebagai salah satu upaya untuk
menjaga kebersihan dan kesucian kita dalam rangka melaksanakan ibadah
secara sempurna.

2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan thaharah?
2. Apa yang menjadi dasar thaharah?
3. Apa yang menjadi fungsi thaharah?
4. Apa saja yang menjadi syarat thaharah?
5. Apa saja macam-macam thaharah?
6. Apa saja yang menjadi rukun thaharah?
7. Apa saja hikmah yang dapat diambil dari melakukan thaharah?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian thaharah.
2. Untuk mengetahui dasar thaharah.
3. Untuk mengetahui fungsi thaharah.
4. Untuk mengetahui syarat-syarat thaharah.
5. Untuk mengetahui macam-macam thaharah.
6. Untuk mengetahui rukun-rukun thaharah.
7. Untuk mengetahui hikmah-hikmah yang dapat diambil dari melakukan
thaharah.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Thaharah
Thaharah merupakan ciri terpenting dalam Islam yang berarti bersih
dan sucinya seseorang secara lahir dan batin. Secara bahasa, thaharah berarti
bersih dan suci. Sedangkan menurut syara’, thaharah adalah menghilangkan
hadas dan najis (Azhim, 2008). Thaharah berarti bersih dan terbebas dari
segala kotoran, baik yang bersifat hissiy (dapat diindera) atau yang bersifat
ma’nawiyy (abstrak). Thaharah juga sering kali diartikan bersuci.
Ada dua hal yang menjadi objek thaharah, yaitu hadas, baik hadas
kecil maupun besar, dan najis. Dari sini, kita mengenal istilah bersuci dari
hadas dan bersuci dari najis.
Islam menempatkan masalah thaharah sebagai satu masalah penting
yang tidak bisa dianggap remeh. Hal ini disebabkan oleh dua hal (Abdullah,
2014), yaitu:
Pertama, thaharah menjadi syarat sahnya ibadah-ibadah tertentu,
misalnya ibadah salat. Ini artinya jika salat tidak dibangun atas dasar
thaharah, bersih dari hadas dan najis, maka salat dianggap tidak sah dan
konsekuensinya tidak akan diterima Allah.
Nabi Saw. bersabda:

َ‫ضْأ‬
َ ‫ّت يَتَ َو‬ َْ ‫َح ِد ُكمْ إِذا أَح َد‬
َْ ‫ث َح‬ َ ‫ص ََلْةَ أ‬
َ ُ‫اّلل‬
َْ ‫ْل يَقبَ ُْل‬
“Allah tidak akan menerima salat salah seorang di antara kalian jika
dia berhadas sampai dia berwudu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua, alasan lain mengapa Islam menempatkan masalah thaharah
sebagai urusan sangat penting adalah karena thaharah terkait langsung
dengan masalah kebersihan.

4
B. Dasar Thaharah
Berdasarkan penjelasan Al-Quran dan As-Sunnah, hukum thaharah
adalah wajib. Berikut firman Allah dalam QS. Al-Maidah/5: 6.
ْۤ ْۤ
َْ ِ‫وةِ فَاغ ِسلُوا ُو ُجوَه ُكمْ َواَي ِديَ ُكمْ ا‬
‫ل ال َمَرافِ ِْق َوام َس ُحوا‬ ْ ‫صل‬ َْ ِ‫ي اَيُّ َها الَ ِذي َْن ا َمنُوْا اِذَا قُمتُمْ ا‬
َ ‫ل ال‬
ْۤ
‫ي ْۗ َوْاِ ْن ُكن تُمْ ُجنُبا فَاطَ َه ُروا ْۗ َواِ ْن ُكن تُمْ َمرضى اَ ْو َعلى‬ َْ ِ‫بُِرءُو ِس ُكمْ َواَر ُجلَ ُكمْ ا‬
ِْ َ‫ل الْ َكعب‬

‫صعِيدا طَيِّبا‬ ِ ِ ِْ ِ‫َس َفرْ اَوْ َجا ْٰٓءَ اَ َح ْد ِّمن ُكمْ ِّم َْن الغَآٰئ‬
َ ‫ط اَوْ ل َمستُ ُْم النّ َسا ْٰٓءَ فَلَ ْم ََت ُدوا َمآٰءْ فَتَ يَ َم ُموا‬
‫اّللُ لِيَج َع َْل َعلَي ُكمْ ِّمنْ َحَرجْ َول كِنْ يُِّري ُْد‬
ّْ ‫فَام َس ُحوا بُِو ُجوِه ُكمْ َوْاَ ي ِدي ُكمْ ِّمن ْهُ ْۗ َما يُِري ُْد‬

‫لِيُطَ ِّهَرُكمْ َولِيُتِ َْم نِع َمتَه َعلَي ُكمْ لَ َعلَ ُكمْ تَش ُك ُرو َْن‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak
melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai
ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke
kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu
sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air
(kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak
memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik
(suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah
tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan
kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu
bersyukur."
Berdasarkan ayat tersebut, Allah memerintahkan kepada orang-
orang yang beriman agar dalam melaksanakan ibadah, badan harus bersih
dan suci dari segala kotoran, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat.
Tidak ada alasan bagi orang yang beriman untuk tidak bersuci dalam
melaksanakan ibadah terutama salat.
Suci yang dimaksud tidak hanya pada badan saja, tetapi juga suci
pada pakaian, tempat ibadah, dan yang lainnya. Menjaga kesucian
merupakan hal yang disenangi dan dicintai Allah, bahkan akan mendapat

5
ganjaran berupa ampunan dari-Nya sebagaimana dijelaskan dalam ayat-ayat
Al-Quran berikut.
Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah/2: 222.

ُّْ ‫ي َوُُِي‬
‫ب ال ُمتَطَ ِّه ِري َْن‬ ّْ ‫اِ َْن‬
ُّْ ‫اّللَ ُُِي‬
َْ ِ‫ب التَ َواب‬
“Sesungguhnya, Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”
Firman Allah dalam QS. Al-Muddatstsir/74: 4.

َْ َ‫َوثِيَاب‬
‫ك فَطَ ِّه ْر‬
“Dan bersihkanlah pakaianmu.”
Berdasarkan firman Allah di atas, jelas bahwa thaharah sangat
penting dilakukan dalam melaksanakan ibadah terutama salat. Hal ini juga
dipertegas Rasulullah Saw. dalam hadisnya berikut ini.

ْ‫مفتاح الصَلة الطهور‬


“Kunci salat ialah bersuci.” (HR. Tirmizi)

‫النَظَافَْةُ ِم َْن ا ِإلْيَا ْن‬


“Kebersihan adalah sebagian dari iman.”
Dari beberapa dasar hukum thaharah di atas, Allah menegaskan
bahwa Dia sangat mencintai orang Islam yang bersih. Dengan kata lain,
Allah menyukai orang-orang yang selalu memperhatikan kebersihan. Itu
artinya, seseorang bisa saja mendapatkan cinta Allah sebab dalam hidup
mereka menempatkan persoalan thaharah sebagai masalah yang benar-
benar harus diperhatikan. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
thaharah wajib dilakukan bagi seorang muslim/muslimah sebelum ia
melaksanakan ibadah seperti salat atau yang lainnya.

C. Fungsi Thaharah
Allah telah menjadikan thaharah (kebersihan) sebagai cabang dari
keimanan. Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk

6
senantiasa hidup bersih, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan
masyarakat. Adapun yang perlu kita perhatikan dalam menjaga kebersihan
adalah kebersihan lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah, tempat
ibadah, dan tempat umum.
• Dalam lingkungan tempat tinggal, kebersihan tidak hanya terbatas
pada jasmani dan rohani saja, tetapi juga kebersihan mempunyai
ruang lingkup yang luas. Di antaranya adalah kebersihan lingkungan
tempat tinggal kita bersama-sama ayah, ibu, kakak, adik, dan
sebagainya. Oleh karena itu, agar kita sehat dan betah tinggal di
rumah, maka kebersihan, kerapian, dan keindahan rumah harus
dijaga dengan baik. Dengan demikian, kebersihan lingkungan
tempat tinggal yang bersih, rapi, dan nyaman menggambarkan ciri
pola hidup orang yang beriman kepada Allah.
• Menjaga kebersihan lingkungan sekolah. Sekolah adalah tempat kita
menuntut ilmu, belajar, sekaligus tempat bermain pada waktu
istirahat. Sekolah yang bersih, rapi, dan nyaman sangat
mempengaruhi ketenangan dan kegairahan belajar. Oleh karena itu,
para siswa hendaknya menjaga kebersihan kelas, seperti dinding,
lantai, meja, kursi, dan hiasan yang ada.
• Menjaga kebersihan lingkungan tempat ibadah. Kita mengetahui
bahwa tempat ibadah – masjid, mushalla, atau langgar adalah tempat
yang suci. Oleh karena itu, Islam mengajarkan untuk merawatnya
supaya orang yang melakukan ibadah mendapatkan ketenangan dan
tidak terganggu dengan pemandangan yang kotor atau bau di
sekelilingnya.
• Menjaga kebersihan lingkungan tempat umum. Menjaga dan
memelihara kebersihan di tempat umum dalam ajaran Islam
memiliki nilai lebih besar daripada memelihara kebersihan di
lingkungan tempat tinggal sendiri, karena tempat umum
dimanfaatkan oleh orang banyak dan juga bagi kebaikan mahluk
lain.

7
Adapun fungsi thaharah secara umum adalah sebagai berikut:
1) Mendapatkan cinta Allah Swt;
2) Salat tidak diterima jika tidak disertai dengan bersuci;
3) Menyucikan diri dari kotoran berupa hadas dan najis;
4) Sebagai syarat sahnya shalat dan ibadah seorang hamba;
5) Untuk memelihara kesehatan jasmani;
6) Dengan membersihkan badan dan benda yang lainnya dari najis atau
kotoran, berarti membersihkan diri dari gangguan bibit penyakit dan
zat-zat berbahaya lainnya yang merusak kesehatan tubuh, baik
langsung maupun tidak;
7) Meningkatkan kewibawaan dan harga diri seseorang sekaligus
menghindarkan diri dari kehinaan.

Adapun fungsi thaharah dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya


adalah sebagai berikut:

1. Untuk membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika
hendak melaksanakan suatu ibadah;
2. Dengan badan yang bersih dan pakaiannya, seseorang tampak cerah dan
enak dilihat oleh orang lain karena Allah juga mencintai kesucian dan
kebersihan;
3. Menunjukan seseorang memiliki iman yang tercermin dalam kehidupan
sehari-harinya karena kebersihan sebagian dari iman;
4. Seseorang yang menjaga kebersihan, baik badan, pakaian, ataupun tempat
tidak mudah terjangkit penyakit;
5. Seseorang yang selalu menjaga kebersihan baik dirinya, rumahnya, maupun
lingkungannya, maka ia menunjukan cara hidup sehat dan disiplin.

D. Syarat Thaharah
Apabila badan, pakaian, ataupun suatu tempat terkena najis, maka ia
wajib dibersihkan sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Muddatsir ayat
4 yang artinya, “Dan bersihkanlah pakaianmu”. Begitu juga firman Allah

8
dalam QS. Al-Baqarah ayat 125 yang artinya, “... Bersihkanlah rumah-Ku
untuk orang-orang yang tawaf, orang yang i’tikaf, orang yang ruku' dan
orang yang sujud”.
Jika pakaian dan tempat wajib dibersihkan, maka membersihkan
badan adalah lebih utama. Karena, ia lebih diutamakan bagi orang yang
hendak shalat. Siapa yang wajib melakukan shalat, maka ia wajib
melakukan thaharah. Kewajiban ini bergantung kepada sepuluh syarat,
yaitu: (Ibnu Jazi Al-Maliki, Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah, halaman 19 dan
seterusnya)
1) Islam
Ada pendapat yang mengatakan bahwa syarat pertama ialah
sampainya dakwah Islam kepada orang yang bersangkutan. Berdasarkan
pendapat ini, maka thaharah tidak wajib bagi orang kafir. Namun
berdasarkan pendapat yang kedua, orang kafir juga wajib melakukan
thaharah. Perbedaan pendapat ini terjadi akibat dari perbedaan pendapat
mengenai prinsip ushul, yaitu apakah orang kafir diperintahkan melakukan
hukum-hukum cabang syariah atau tidak. Jumhur ulama mengatakan bahwa
orang kafir diperintahkan melakukan hukum-hukum cabang ibadah. Ini
artinya mereka akan dihukum di akhirat dengan hukuman tambahan selain
hukuman meninggalkan keimanan kepada Allah.
Oleh sebab itu, mereka akan menghadapi dua hukuman, yaitu
hukuman karena tidak beriman dan hukuman karena meninggalkan hukum-
hukum cabang agama. Madzhab Hanafi mengatakan bahwa orang kafir
tidak diperintahkan melakukan hukum-hukum cabang syariat. Oleh sebab
itu, di akhirat nanti mereka hanya dikenakan satu hukuman, yaitu hukuman
karena meninggalkan keimanan. Jadi, perbedaan pendapat ini adalah
mengenai hukuman di akhirat. Namun, kedua belah pihak sependapat untuk
mengatakan bahwa pertikaian pendapat mereka tidak menimbulkan
pengaruh apapun mengenai hukum-hukum di dunia. Oleh sebab itu, orang
kafir selagi mereka kafir, mereka tidak sah menunaikan ibadah. Jika mereka
masuk Islam, maka mereka tidak dituntut melakukan qadha’. Berdasarkan

9
ketetapan ini, maka tidak sah shalat yang dilakukan oleh orang yang kafir.
Hal ini disepakati oleh seluruh ulama (ijma).
Jika seorang murtad kembali menganut Islam, maka dia tidak perlu
meng-qadha’ salat-salat yang ditinggalkannya semasa murtad. Ini adalah
menurut pendapat jumhur. Tetapi menurut ulama Syafi'i, ia wajib
melakukan qadha’.
2) Berakal
Thaharah tidak diwajibkan bagi orang gila dan orang yang pingsan,
kecuali jika mereka sudah siuman ketika waktu salat masih ada. Adapun
orang yang mabuk, tetap diwajibkan berthaharah.
3) Baligh
Tanda baligh ada lima; yaitu mimpi, tumbuh bulu, datang haid,
mengandung, dan mencapai umur 15 tahun. Ada pendapat yang mengatakan
17 tahun. Abu Hanifah mengatakan umur baligh adalah 18 tahun. Oleh
sebab itu, anak-anak tidak wajib thaharah. Apabila anak-anak itu telah
sampai umur tujuh tahun, hendaklah mereka disuruh melakukan thaharah.
Apabila umur mereka mencapai 10 tahun, hendaklah mereka dipukul jika
tidak mau berthaharah. Apabila seorang anak sedang mendirikan salat
kemudian dia menjadi baligh dalam waktu salat yang masih tersisa atau
dalam masa salat itu, maka menurut ulama madzhab Maliki, dia harus
mengulangi thaharah dan salatnya. Tetapi menurut Imam Syafi'i, anak
tersebut tidak diwajibkan thaharah.
4) Berhentinya Darah Haid dan Nifas
5) Masuknya Waktu
6) Tidak Tidur
7) Tidak Lupa
8) Tidak Dipaksa
Menurut ijma ulama, orang yang tertidur, orang yang terlupa, dan
orang yang dipaksa, harus mengqadha salat yang terlewat.
9) Ada Air atau Debu yang Suci

10
Apabila kedua benda ini tidak ada, maka seseorang itu harus
mendirikan shalat dan mengqadhanya setelah mendapati air atau debu. Ada
pendapat yang mengatakan bahwa ia tidak perlu mengqadha, dan ada pula
pendapat yang mengatakan bahwa ia tidak perlu salat, tetapi wajib
mengqadhanya. Perkara ini akan dibincangkan secara terperinci dalam
pembahasan mengenai tayamum.
10) Mampu Melakukan Thaharah Sesuai Kemampuan

E. Macam-Macam Thaharah
Thaharah terbagi menjadi dua bagian:
1) Thaharah Ma’nawiyah
Thaharah ma’nawiyah merupakan bersuci rohani, yaitu
membersihkan segala penyakit hati seperti iri, dengki, riya, dan lainnya.
Thaharah ma’nawiyah ini penting dilakukan sebelum melakukan thaharah
hissiyah, karena ketika bersuci harus dalam keadaan bersih dari segala sifat
tercela.
Berikut adalah beberapa macam thaharah ma’nawiyah yang umum
dilakukan oleh umat Islam:
a) Thaharah Istighfar
Thaharah ini dilakukan dengan banyak memohon ampun kepada
Allah. Thaharah ini dilakukan ketika seseorang merasa berada
dalam keadaan yang tidak baik dan ingin meminta ampun kepada
Allah.
b) Thaharah Taubat
Thaharah ini dilakukan ketika seseorang ingin memperbaiki diri dan
berjanji untuk tidak melakukan kesalahan yang sama lagi. Thaharah
taubat meliputi tiga hal; yaitu penyesalan atas kesalahan yang telah
dilakukan, meninggalkan perbuatan dosa tersebut, dan berjanji
untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut.
c) Thaharah Tafakkur

11
Thaharah ini dilakukan dengan merenungkan kebesaran Allah dan
mensyukuri nikmat-nikmat yang telah diberikan oleh-Nya.
Thaharah tafakkur membantu seseorang untuk memperkuat iman
dan menjauhkan diri dari perbuatan dosa.
d) Thaharah Tasbih
Thaharah ini dilakukan dengan membaca dzikir tasbih sebanyak 100
kali. Dzikir tasbih berisi kalimat “subhanallah” (maha suci Allah),
“alhamdulillah” (segala puji bagi Allah), dan “allahu akbar” (Allah
Maha Besar).
e) Thaharah Tahajud
Thaharah ini dilakukan dengan bangun di malam hari untuk
melakukan salat tahajud. Salat tahajud merupakan shalat sunnah
yang sangat dianjurkan bagi umat Islam karena bisa membantu
meningkatkan kualitas ibadah dan keimanan.
f) Thaharah Qiyamullail
Thaharah ini dilakukan dengan melakukan salat malam selama satu
malam penuh. Saalat qiyamullail bisa dilakukan pada malam Jumat
atau pada malam tertentu yang dianggap istimewa.
Semua thaharah tersebut sangat penting untuk meningkatkan
kualitas ibadah dan memperbaiki diri. Namun, setiap thaharah memiliki cara
dan waktu yang berbeda-beda, sehingga perlu dipelajari dan dilakukan
dengan benar.
2) Thaharah Hissiyah
Thaharah hissiyah adalah bersuci jasmani, yaitu membersihkan
bagian tubuh dari segala jenis kotoran atau najis maupun hadas. Untuk
membersihkan tubuh dari najis dan hadas ini, bisa dilakukan dengan
menggunakan air seperti berwudu, mandi wajib, serta tayamum.
• Thaharah dari Najis
Cara bersuci dari najis sedikit memiliki perbedaan, tergantung pada
tingkatan najisnya. Akan tetapi secara umum, bersuci dari najis
cukup dilakukan dengan mencipratkan atau mengalirkan air di atas

12
benda yang terkena najis, atau ditambah dengan memakai tanah,
sampai najis itu benar-benar hilang.
• Thaharah dari Hadas
a) Berwudu
Menurut syara’, thaharah dengan berwudu adalah untuk
menghilangkan hadas kecil yang disebabkan oleh buang air
kecil, buang air besar, tidur, atau yang lainnya. Orang yang
hendak melaksanakan salat wajib hukumnya untuk berwudu,
karena wudu merupakan syarat sahnya salat.
b) Mandi Wajib
Dalam thaharah, mandi wajib berarti mengalirkan air ke seluruh
tubuh dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tujuan dari mandi
wajib sendiri adalah untuk menghilangkan hadas besar seperti
haid dan nifas.
c) Tayamum
Tayamum merupakan cara thaharah yang dilakukan dengan
menggunakan tanah atau debu yang suci, untuk menggantikan
mandi wajib dan wudu apabila dalam kondisi tidak ada air.

F. Rukun Thaharah
Rukun thaharah adalah serangkaian amalan atau tindakan yang
dilakukan oleh umat muslim sebelum melaksanakan salat ataupun ibadah
lainnya. Untuk thaharah hissiyah seperti telah dijelaskan sebelumnya,
masing-masing memiliki rukunnya tersendiri, sebagaimana berikut ini:
• Berwudu
1) Niat
2) Membasuh seluruh wajah
3) Membasuh kedua tangan sampai siku
4) Mengusap sebagian kepala
5) Membasuh kedua kaki sampai mata kaki
6) Tertib

13
• Mandi Wajib
1) Niat
2) Meratakan air ke seluruh badan
• Tayamum
1) Niat
2) Mengusap wajah
3) Mengusap kedua tangan sampai siku
4) Tertib

G. Hikmah Thaharah
Hikmah dan manfaat thaharah sangatlah banyak, tidak hanya
berhubungan dengan masalah ritual ibadah semata, tetapi mengandung
banyak hikmah dan manfaat yang lebih mendalam dan luas. Secara garis
besar, manfaat thaharah mencakup manfaat jasmani, yaitu kesehatan badan
seseorang, dan manfaat ukhrawi bagi thaharah fisik (Suad Ibrahim Shalih:
2011).
a. Manfaat jasmani
1) Membasuh seluruh tubuh dan seluruh ruas yang ada dapat
menambah kesegaran dan semangat, menghilangkan keletihan
dan kelesuan sehingga ia dapat mengerjakan salat secara
sempurna, khusyuk dan merasa diawasi Allah.
2) Bersuci dapat meningkatkan kesehatan jasmani, karena kotoran
biasanya membawa banyak penyakit dan wabah. Kaum
muslimin sangat layak untuk menjadi orang yang paling sehat
fisiknya, jauh dari penyakit karena agama Islam telah
mengajarkan mereka untuk menjaga kebersihan tubuh, pakaian
dan tempat tinggal.
3) Bersuci berarti memuliakan diri seorang muslim, keluarga dan
masyarakatnya.
b. Manfaat ukhrawi bagi thaharah fisik

14
1) Semua orang yang memiliki gairah agama sepakat dapat
melakukan tugas ini, tidak memandang kaya atau miskin, orang
desa atau kota.
2) Thaharah dapat mengingatkan kita akan nikmat Allah yang telah
menghilangkan kotoran dari diri mereka.
3) Dengan melihat seorang mukmin melaksanakan perintah Allah,
beramal saleh mencari keridhaan, mengerjakan perintah secara
sempurna sesuai dengan syariat yang ada, akan memupuk
keimanan dan melahirkan rasa diawasi Allah, sehingga setiap
kali ia melakukan thaharah dengan niat mencari keridhaan
Allah.
4) Kesepakatan seluruh kaum muslimin untuk melakukan thaharah
dengan cara dan sebab yang sama di mana pun mereka berada
dan berapa pun jumlahnya, serta kesepakatan umat dalam
beramal adalah sebab terjalinnya keterpautan antar hati, karena
semakin kompak dalam beramal akan semakin kuat persatuan
mereka.
Sedangkan esensi thaharah yang lengkap bagi seluruh tubuh ialah:
1) Menghilangkan semua bau busuk yang menjadikan tidak nyaman selain
tidak disenangi malaikat dan orang salat bersama dalam jamaah, dan
menyebabkan mereka benci kepada orang yang berbau busuk.
Contohnya disyariatkan mandi pada hari raya dan mandi Jumat.
2) Supaya tubuh segar dan jiwa bersemangat. Tidak dapat diragukan lagi
bahwa hubungan antara kebersihan tubuh dan ketentraman jiwa sangat
erat. Contohnya apabila tubuh dibersihkan setelah mubasyarah
(berhubungan intim), maka kembalilah ruh kepada kesegaran dan
hilanglah kemalasan dari tubuh.
3) Memalingkan jiwa dari keadaan bahimiyah kepada malakiyah,
keseimbangan jiwa dengan syahwat jima’, menarik jiwa pada sifat ke-
bahimiyah-an, apabila terjadi demikian kita segera mandi (thaharah),
maka jiwa kita akan kembali pada sifat malakiyah.

15
4) Menyucikan diri dari hadas dan najis memberi isyarat supaya kita
senantiasa menyucikan jiwa dari dosa dan segala perangai yang keji.
Hikmah dan manfaat dilakukannya thaharah tersebut memberikan
pengetahuan kepada kita bahwa betapa pentingnya thaharah tidak
hanya sekedar untuk melaksanakan ibadah, tetapi juga untuk menjaga
kesehatan tubuh manusia.

16
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
1. Thaharah adalah membersihkan dan menyucikan diri dari segala
hadas dan najis, baik yang bersifat hissiy (dapat diindera) maupun
yang bersifat ma’nawiyy (abstrak), yang dapat menghalangi
pelaksanaaan ibadah seperti salat atau ibadah lainnya.
2. Thaharah wajib dilakukan bagi seorang muslim/muslimah sebelum
ia melaksanakan ibadah seperti salat atau ibadah lainnya.
3. Fungsi thaharah dalam ibadah ialah untuk sahnya ibadah, karena
tidak sah suatu ibadah seperti shalat tanpa dilakukan dengan
thaharah terlebih dahulu. Thaharah juga berfungsi untuk menjaga
kebersihan, baik ada yang ada dalam diri kita dan kepada lingkungan
sekitar kita.
4. Syarat dari thaharah ialah Islam, berakal, baligh, berhentinya darah
haid dan nifas, masuknya waktu, tidak tidur, tidak lupa, tidak
dipaksa, ada air atau debu yang suci, dan mampu melakukan
thaharah sesuai kemampuan.
5. Thaharah terbagi ke dalam dua macam yaitu; (1) thaharah
ma’nawiyah yang merupakan bersuci rohani, yaitu membersihkan
segala penyakit hati seperti iri, dengki, riya, dan lainnya, dan (2)
thaharah hissiyah atau bersuci jasmani, yaitu meembersihkan bagian
tubuh dari segala jenis kotoran atau najis maupun hadas.
6. Rukun thaharah adalah serangkaian amalan atau tindakan yang
dilakukan oleh umat muslim sebelum melaksanakan salat ataupun
ibadah lainnya. Untuk thaharah hissiyah seperti telah dijelaskan
sebelumnya, masing-masing memiliki rukunnya tersendiri.
7. Secara garis besar, manfaat thaharah mencakup manfaat jasmani,
yaitu kesehatan badan seseorang, dan manfaat ukhrawi.

17
B. Saran
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
ditemukan kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan makalah selanjutnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal


Abdul Aziz Rofik, Dra. Listiawati Susanti, Mas'udi. (2007). Pendidikan Agama
Islam. Jakarta: CV. Duta Karya.

Abyan, H. A. (1995). Perencanaan dan Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan


Agama Islam. Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama
Islam dan Universitas Terbuka.

Ayyub, S. H. (n.d.). Panduan Beribadah khusus Pria. 57.

Dra. Hj. Aisyah Maawiyah, M. (n.d.). Thaharah Sebagai Kunci Ibadah. 14.

Manaf, M. (1993). Pilar Ibadah dan Do'a. Bandung: Angkasa.

Syahida, D. (n.d.). Berbagai Langkah dan Keuntungan Sampingan dari Ibadah


Thaharah. 19-21.

Syarqowi, I. (2004). Asy-yarqowi. Bandung: Al-Haromain.

Website
http://baitsyariah.blogspot.com/2019/08/syarat-syarat-wajib-thaharah-
thaharah.html?m=1. Diakses pada 12 Maret 2023 pukul 16.02

http://universitasislamduniamaya.blogspot.com/2017/10/fungsi-thaharah-dalam-
ibadah-dan.html?m=1. Diakses pada 14 Maret 2023 pukul 21.00

iii

Anda mungkin juga menyukai