Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH STUDI AGAMA ISLAM

BERIBADAH KEPADA ALLAH

DOSEN PENGAMPU

KHANAFI, S.Sos.I., M.Pd.I

DISUSUN OLEH :

ALFI NAFISATUN SUFI - 20004476

ANNISA MAHARANI - 20004243

ARDIANTI MELIANA - 20004477

ARFA DILA PUTRI HARDIYANTI - 20004245

ATHFIN RINDI PANGESTU - 20004246

ATIQULILLAH NITA EMALITA - 20004247

AYU HENI MAHFIROH - 20004248

KELAS B2

MANAJEMEN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

AKADEMI MANAJEMEN ADMINISTRASI YOGYAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Beribadah
kepada Allah ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah Studi Agama Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujan untuk
menambah wawasan tentang kalimat efektif bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Khanafi S.Sos., I.M.Pd.I selaku dosen
pembimbing yang memberikan masukan nasihat dan saran serta teman-teman yang
bersedia menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan membagi sebagian pengetahuannya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dan kami menyadari, makalah yang
kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna, maka kritik dan saran yang bersifat
membangun bagi kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 23 Maret 2021

Penulis

Kelompok 1
DAFTAR ISI

MAKALAH STUDI AGAMA ISLAM............................................................................................................i


KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................................iii
BAB I......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................................................3
A. Pengertian Ibadah......................................................................................................................3
B. Macam-macam Ibadah..............................................................................................................4
C. Prinsip-prinsip Ibadah Mahdah..................................................................................................4
D. Contoh Beribadah kepada Allah................................................................................................5
E. Syarat-syarat ibadah diterima....................................................................................................6
F. Hikmah beribadah kepada Allah SWT........................................................................................8
BAB III..................................................................................................................................................11
PENUTUP.............................................................................................................................................11
A. Kesimpulan..............................................................................................................................11
B. Saran........................................................................................................................................11
CATATAN AKHIR..................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................12
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kedudukan manusia di dunia ini mempunyai kewajiban untuk beribadah kepada Allah,
hal ini berdasarkan atas firman Allah surat Al- Zariyat ayat 56 yang artinya: “Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S Al-
Zariyat: 56)*.

Dalam ayat yang telah disebutkan di atas, jelas bahwa tujuan Allah menciptakan
makhluknya di alam ini salah satunya adalah manusia untuk beribadah kepada Allah SWT.
Menurut Manzur (Zayadi, 2004, hlm. 73) kata „abd dipakai untuk menyebut manusia pada
umumnya, karena manusia pada dasarnya adalah ciptaan dan menjadi „abd atau hamba bagi
Penciptanya. Dalam masyarakat yang mengenal adanya sistem perbudakan, maka „abd
artinya budak, hamba sahaya yang dapat diperdagangkan dan menjadi milik dari yang
membelinya. Dalam pengertian ini „abd adalah lawan dari al-hurr yang artinya adalah orang
yang merdeka. Sedang „abd yang berasal dari akar kata „abada artinya adalah taat, tunduk,
patuh, berkembang menjadi kata „ubūdah, „abdiyah, artinya pengakuan status sebagai
hamba, dan juga „ubūdiyah, rasa rendah diri di hadapan Pencipta, al-khudū‟ dan menghina
diri, taŻallul. Akar kata „abada juga berkembang menjadi ta‟abbud, yang artinya beribadah.

Allah memerintahkan kepada setiap makhluknya untuk beribadah, salah satunya adalah
kepada manusia. Dengan beribadah, manusia bisa lebih mendekatkan dirinya kepada Sang
Maha Pencipta selain melaksanakan kewajibannya sebagai hamba Allah. Untuk bisa
melaksanakan ibadah dengan baik dan benar serta tepat waktu maka kita diharuskan untuk
memiliki kedisiplinan dalam beribadah, karena apabila kita memiliki kedisiplinan dalam
beribadah maka dapat menjalankan ibadah yang Allah perintahkan dengan khusyu tanpa
keterpaksaan. Kedisiplinan dalam beribadah perlu kita tanamkan sejak dini, terutama ketika
masa remaja. Karena pada masa remaja sangat menentukan seseorang dalam kehidupannya
kelak saat dewasa. Dengan menanamkan kedisiplinan beribadah pada saat remaja maka
diharapkan akan timbulnya kesadaran beribadah dalam kehidupan sehari-hari di damping
dengan dukungan dari lingkungannya yang baik1.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:

1. Apa pengertian Beribadah kepada Allah ?

1
2. Apa saja macam-macam ibadah kepada Allah ?

3. Prinsip-prinsip ibadah kepada Allah?

4. Apa saja contoh-contoh ibadah kepada Allah ?

5. Syarat-syarat beribadah kepada Allah?

6. Hikmah-hikmah beribadah kepada Allah

2
BAB II

A. Pengertian Ibadah

Ibadah secara etimologi berarti merendahkan diri, menyembah serta tunduk. Di dalam
syara’ terminologi, ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu.
Definisi itu antara lain adalah:

-
Ibadah ialah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para
rasulNya.
- Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu tingkatan
tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecin-taan) yang paling
tinggi.
- Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah
Subhanahu wa Ta’ala , baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang
batin.
Ini adalah definisi ibadah yang paling lengkap. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap),
mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah (takut) adalah
ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji dan jihad adalah
ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah
yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan. Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan
manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫ق ُذو ْالقُ ^ َّو ِة‬ ْ ‫ق َو َما أُ ِري ُد أَ ْن ي‬


ُ ‫﴾ إِ َّن هَّللا َ هُ ^ َو ال^ َّر َّزا‬٥٧﴿ ‫ُط ِع ُم^^و ِن‬ ٍ ‫﴾ َما أُ ِري ُد ِم ْنهُ ْم ِم ْن ِر ْز‬٥٦﴿ ‫س إِاَّل لِيَ ْعبُدُو ِن‬
َ ‫ت ْال ِج َّن َواإْل ِ ْن‬
ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬
ُ‫ْال َمتِين‬

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu.
Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya
mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang
Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. [Adz-Dazariyat/51 : 56-58] Allah Subhanahu wa
Ta’ala memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka
melaksanakan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Dan Allah Mahakaya, tidak
membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkannya; karena
ketergantungan mereka kepada Allah, maka mereka menyembahNya sesuai dengan aturan
syari’atNya. Maka siapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa
yang menyembahNya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkanNya maka ia adalah
mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan siapa yang hanya menyembahNya dan dengan syari’atNya,
maka dia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah)2.

3
C. Macam-macam Ibadah

 Secara garis besar, ibadah dibagi menjadi dua macam, yaitu:


1) Ibadah mahdah (ibadah yang ketentuannya pasti) atau ibadah khassah (ibadah murni,
ibadah khusus), yakni ibadah yang ketentuan dan pelaksanaanya telah ditetapkan oleh nas
dan merupakan sari ibadah kepada Allah, seperti: salat, zakat, puasa, dan haji.
2) Ibadah ghoiru mahdhoh: sosial, politik, budaya, ekonomi, pendidikan, lingkungan hidup,
kemiskian, dan sebagainya.

 2) Kemudian, jika ditinjau dari segi pelaksanaannya, ibadah dapat dibagi dalam tiga
bentuk. yaitu:
1) Ibadah jasmaniah-rohaniah, yaitu perpaduan ibadah jasmani dan rohani, seperti salat dan
puasa.
2) Ibadah rohani dan maliah, yaitu perpaduan antara ibadah rohani dan harta, seperti zakat.
3) Ibadah jasmaniah, rohaniah dan maliah sekaligus, seperti melaksanakan ibadah haji.

 Sedangkan ditinjau dari segi kepentingannya ada dua yaitu:


1) Kepentingan fardi (perorangan) seperti shalat dan puasa
2) Kepentingan ijtima’ (masyarakat) seperti zakat dan haji.

 Ibadah ditinjau dari segi bentuk dan sifatya ada lima macam yaitu:
1) Ibadah dalam bentuk perkataan atau lisan (ucapan ibadah), seperti: berzikir, berdo’a,
tahmid dan membaca Al-Quran
2) Ibadah dalam bentuk perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti menolong orang
lain, jihad dan mengurus jenazah
3) Ibadah dalam bentuk pekerjaan yang telah ditentukan wujud perbuatannya, seperti salat,
zakat dan haji.
4) Ibadah yang tata cara dan pelaksanaannya berbentuk menahan diri, seperti puasa, i’tikaf
dan ihrom.
5) Ibadah menggugurkan hak, seperti memaafkan orang yang telah melakukan kesalahan
terhadap dirinya dan membebaskan seseorang yang berhutang kepadanya3.

D. Prinsip-prinsip Ibadah Mahdah

Ibadah mahdah harus sesuai dengan prinsip yang sudah ditetapkan. Ada empat prinsip yang
perlu diperhatikan, yaitu:

1. Keberadaannya sesuai dengan dalil/perintah dari Allah

Suatu ibadah mahdhah hanya bisa dilaksanakan jika ada perintah untuk melakukannya. Baik
dalam Al-Qur’an ataupun sunnah. Jika tidak ada dasar perintahnya, maka tidak boleh
ditetapkan keberadaannya.

2. Tata cara pelaksanaannya harus sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW
4
Tidak diizinkan adanya improvisasi atau mengada-adakan tata cara tersendiri.

3. Sifatnya supra rasional atau di luar kemampuan akal manusia

Ibadah mahdhah bukanlah ibadah yang berada dalam lingkup akal, namun wahyu. Dalam hal
ini, akal hanya berfungsi untuk memahami rahasia di balik syariat dari penerapan ibadah
tersebut dan bukan untuk menetapkan keabsahannya.

4. Dilaksanakan dengan azas ketaatan

Azas ketaatan atau kepatuhan kepada Allah dilaksanakan dalam ibadah mahdah. Karena,
pelaksanaan ibadah mahdhah yakni sebagai bukti ketaatan dan penghambaan seorang
manusia kepada Tuhannya.

Ibadah-ibadah yang termasuk ibadah mahdhah adalah wudhu, tayammum, mandi hadats,
adzan, iqamat, shalat, membaca Al-Qur’an, itikaf, puasa, haji, umrah, dan tajhiz al-Janazah.

E. Contoh Beribadah kepada Allah

- Menunaikan ibadah shalat 5 waktu


Salat adalah ibadah yang diwajibkan atas setiap umat manusia, yang tidak boleh ditinggalkan.
Pentingnya mengerjakan salat dan larangan untuk meninggalkan, memberikan pengertian
bahwa salat adalah ibadah yang esensial dalam kehidupan manusia. Dalil yang mewajibkan
salat dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 43:

َ‫َواَقِ ۡي ُموا الص َّٰلوةَ َو ٰاتُوا ال َّز ٰكوةَ َو ۡار َكع ُۡوا َم َع ال ٰ ّر ِك ِع ۡين‬

Artinya: “Dan dirikanlah salat, dan keluarkan zakat, dan tunduklah atau rukuk bersama-sama
orang-orang yang rukuk.”
- Berpuasa pada bulan ramadhan
Puasa ramadhan adalah ibadah yang wajib dilakukan bagi umat islam. Dalil puasa Ramadan
terdapat pada Surat Al-Baqarah ayat 183.
َ‫ب َعلَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬
َ ِ‫صيَا ُم َك َما ُكت‬ َ ِ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ال‬
Artinya: “Hai, orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
- Membayar zakat jika sudah memenuhi syarat
Salah satu rukun Islam yang harus diamalkan seorang muslim, ialah menunaikan zakat.
Keyakinan ini didasari perintah Allah SWT dalam Al Quran dan Sunnah. Bahkan hal ini
sudah menjadi konsensus (ijma’) yang tidak boleh dilanggar. Adapun dalil dari Al Qur’an,
diantaranya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : ‫ص َدقَةً تُطَهِّ ُرهُ ْم َوتُ َز ِّكي ِه ْم بِهَا‬ َ ‫“ ُخ ْذ ِم ْن أَ ْم َوالِ ِه ْم‬Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu, kamu membersihkan dan mensucikan
mereka”. [At Taubah/9 :103].
- Selalu berdzikir kepada Allah

5
Di dalam Alquran, kata 'dzikir' disebut sebanyak 267 kali dengan berbagai bentuk kata
(derivasinya). Diantaranya, bermakna mengingat Allah, dalam arti menghadirkan dalam hati.
Q.S. Al-Ahzab/33:41-42:
)42( ً‫ص^يال‬ ِ َ‫^رةً َوأ‬ َ ^‫) َو َس^بِّحُوهُ بُ ْك‬41( ‫" يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ْاذ ُكرُوا هللاَ ِذ ْكرًا َكثِيرًا‬Hai orang-orang yang beriman,
berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan
bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang."
- Menunaikan ibadah haji
Menunaikan ibadah haji bila mampu. Sebagaimana surat Al-Baqarah ayat 196 juga menjadi
dasar diwajibkannya haji bagi umat Islam.
ِ ‫وا ْٱل َح َّج َو ْٱل ُع ْم َرةَ هَّلِل‬۟ ‫ۚ َوأَتِ ُّم‬
“ Dan sempurnakanlah ibadah haji serta umroh karena Allah SWT."
- Memohon ampunan/istighfar kepada Allah jika melakukan kesalahan.
Istighfar adalah: meminta ampunan. Atau menghapus dosa dan menghilangkan bekasnya,
serta menjaga dari keburukannya.
- Membaca dan menghafal Al qur'an.
Membaca Al-Qur’an sendiri termasuk ibadah paling utama di antara ibadah-ibadah yang lain,
sebagaimana yang diriwayatkan oleh an-Nu‘man ibn Basyir:
‫ض^ ُل ِعبَ^^ا َد ِة أُ َّمتِي قِ^ َرا َءةُ ْالقُ^^رْ آ ِن‬ َ ‫ أَ ْف‬:‫ص^لَّى هللاُ َعلَ ْي^ ِه َو َس^لَّ َم‬ َ َ‫ ق‬Artinya: Rasulullah shallahu ‘alaihi
َ ِ‫ال َرسُو ُل هللا‬
wasallam bersabda, “Sebaik-baiknya ibadah umatku adalah membaca Al-Qur’an.” (HR. al-
Baihaqi).

F. Syarat-syarat ibadah diterima

Berikut sedikit penjelasan tentang tiga perkara ini

1) Iman, sebagian orang mengartikan iman dengan: tashdiq (membenarkan atau meyakini
kebenaran sesuatu); thuma’ninah (ketentraman); dan iqrar (pengakuan). Makna yang
ketiga inilah yang paling tepat. Iman adalah pengakuan hati yang mencakup: Keyakinan
hati, yaitu meyakini kebenaran berita. Perkataan hati, yaitu ketundukan terhadap
perintah. Yaitu: keyakinan yang disertai dengan kecintaan dan ketundukan terhadap
segala yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dari Allah Azza wa Jalla . Adapun
secara syara’ (agama), maka iman yang sempurna mencakup qaul (perkataan) dan amal
(perbuatan). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dan di antara prinsip-
prinsip Ahli Sunnah wal Jama’ah bahwa ad-din (agama) dan al-iman adalah: perkataan
dan perbuatan, perkataan hati dan lisan, perbuatan hati, lisan dan anggota badan”.

Banyak sekali dalil yang menunjukkan bahwa iman merupakan syarat diterimanya
sebuah amal. Antara lain, firman Allâh Azza wa Jalla : ‫صالِحًا ِم ْن َذ َك ٍر أَوْ أُ ْنثَ ٰى َوهُ َو ُم ْؤ ِم ٌن‬ َ ‫َم ْن َع ِم َل‬
َ‫ فَلَنُحْ يِيَنَّهُ َحيَاةً طَيِّبَةً ۖ َولَنَجْ^ ِزيَنَّهُ ْم أَجْ^ َرهُ ْم بِأَحْ َس^ ِن َم^^ا َك^^انُوا يَ ْع َملُ^^ون‬Barangsiapa yang mengerjakan amal
saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya
akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami
berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan. [An-Nahl/16: 97]

6
Kita bisa memahami urgensi iman terkait diterima atau tidaknya amal ibadah seseorang.
Semoga ini bisa memotivasi kita untuk terus menjaga dan meningkatkan keimanan kita
serta memeliharanya dari segala yang bisa merusaknya.

2) Ikhlas, secara bahasa artinya memurnikan. Ikhlas dalam syara’ adalah memurnikan niat
dalam beribadah kepada Allâh, semata-mata mencari ridha Allâh, menginginkan wajah
Allâh, dan mengharapkan pahala atau keuntungan di akhirat. Serta membersihkan niat
dari syirik niat, riya’, sum’ah, mencari pujian, balasan, dan ucapan terimakasih dari
manusia, serta niat duniawi lainnya. Allâh Azza wa Jalla berfirman: َ ‫َو َما أُ ِمرُوا إِاَّل لِيَ ْعبُدُوا هَّللا‬
ِ ِ‫ُم ْخل‬
َ‫صينَ لَهُ ال ِّدين‬

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allâh dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus. [Al-Bayyinah/98: 5]
Maka barangsiapa melakukan ibadah dengan meniatkannya untuk selain Allâh, seperti
menginginkan pujian manusia, atau keuntungan duniawi, atau melakukannya karena
ikut-ikutan orang lain tanpa meniatkan amalannya untuk Allâh, atau barangsiapa
melakukan ibadah dengan niat mendekatkan diri kepada makhluk, atau karena takut
penguasa, atau semacamnya, maka ibadahnya tidak akan diterima, tidak akan berpahala.
Demikian juga jika seseorang meniatkan ibadah kepada Allâh Azza wa Jalla, tetapi
niatnya dicampuri riya’, amalannya gugur. Ini merupakan kesepakatan ulama.

3) Ittiba, adalah mengikuti tuntunan Nabi Muhammad SAW. Orang yang telah bersyahadat
bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah, maka syahadat tersebut memuat
kandungan: meyakini berita beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , mentaati perintah
beliau, menjauhi larangan beliau, dan beribadah kepada Allâh hanya dengan syari’at
beliau. Oleh karena itu, barangsiapa membuat perkara baru dalam agama ini, maka itu
tertolak. Allâh Azza wa Jalla berfirman: َ‫َو َم ْن يَ ْبت َِغ َغ ْي َر اإْل ِ ْساَل ِم ِدينًا فَلَ ْن يُ ْقبَ َل ِم ْنهُ َوه َُو فِي اآْل ِخ َر ِة ِمن‬
َ‫ ْالخَ ا ِس ِرين‬Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah
akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi. [Ali-Imran/3: 85] Allah SWT juga berfirman: ‫َو َما آتَا ُك ُم ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا‬
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dia larang
kepadamu, maka tinggalkanlah. [Al-Hasyr/59: 7] Ayat ini nyata menjelaskan kewajiban
ittiba’ kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Nabi SAW bersabda: ‫َث فِي أَ ْم ِرنَا‬ َ ‫َم ْن أَحْ د‬
َ ‫ هَ َذا َما لَي‬Barangsiapa membuat perkara baru di dalam urusan kami (agama) ini,
‫ْس فِي ِه فَه َُو َر ٌّد‬
apa-apa yang bukan padanya, maka itu tertolak.[10]
Hadits ini nyata-nyata mengharamkan perbuatan membuat ibadah yang tidak
diperintahkan dan tidak dituntunkan oleh Nabi SAW , dan mengharamkan perbuatan
membuat sifat ibadah walaupun asal ibadah itu disyari’atkan, karena itu menyelisihi
tuntunan Nabi SAW. Dengan ini jelas bahwa ibadah harus sesuai tuntunan Nabi SAW di
dalam waktunya, sifatnya, dan tidak boleh menambahkan ibadah yang tidak dituntunkan,
baik berupa amalan atau perkataan. Inilah syarat-syarat diterima amal ibadah oleh Allah
SWT, semoga Allah selalu membimbing kita semua di jalan yang lurus4.

7
G. Hikmah beribadah kepada Allah SWT

1. Tidak Syirik, َ‫ َوا ْس ُج ُدوْ ا ِهللِ الَّ ِذىْ خَ لَقَه َُّن اِ ْن ُك ْنتُ ْم اِيَّاهُ تَ ْعبُ ُدوْ ن‬..dan melainkan bersujudlah kepada Allah,
yang telah menciptakan mereka, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah
(beribadah) [Ha Mim As Sajdah 41:38]. Seorang hamba yang sudah berketapan hati untuk
senantiasa beribadah menyembah kepada-Nya, maka ia harus meninggalkan segala bentuk
syirik. Ia telah mengetahui segala sifat-sifat yang dimiliki Nya adalah lebih besar dari segala
yang ada, sehingga tidak ada wujud lain yang dapat mengungguli-Nya dan dapat dijadikan
tempat bernaung.

2. Memiliki ketakwaan, َ‫ ياَيُّهَ^^ا النَّاسُ ا ْعبُ^^ ُدوْ ا َربَّ ُك ُم الَّ ِذىْ َخلَقَ ُك ْم َو الَّ ِذ ْينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُ^^وْ ن‬Hai manusia,
sembahlah Tuhan mu yang telah menjadikan kamu dan juga orang-orang sebelummu supaya
kamu bertakwa [Al Baqarah 2:22]. Ada dua hal yang melandasi manusia menjadi bertakwa,
yaitu karena cinta atau karena takut. Ketakwaan yang dilandasi cinta timbul karena ibadah
yang dilakukan manusia setelah merasakan kemurahan dan keindahan Allah SWT. Setelah
manusia melihat kemurahan dan keindahan-Nya munculah dorongan untuk beribadah kepada
Nya. Sedangkan ketakwaan yang dilandasi rasa takut timbul karena manusia menjalankan
ibadah dianggap sebagai suatu kewajiban bukan sebagai kebutuhan. Ketika manusia
menjalankan ibadah sebagai suatu kewajiban adakalanya muncul ketidak-ikhlasan, terpaksa
dan ketakutan akan balasan dari pelanggaran karena tidak menjalankan kewajiban.

3. Terhindar dari kemaksiatan, ...‫ان الص^^^لوة تنهى عن الفحش^^^اء والمنكر‬.. Sesungguhnya shalat
mencegah orang dari kekejian dan kejahatan yang nyata [Al Ankabut 29:46]. Ibadah
memiliki daya pensucian yang kuat sehingga dapat menjadi tameng dari pengaruh
kemaksiatan, tetapi keadaan ini hanya bisa dikuasai jika ibadah yang dilakukan berkualitas.
Ibadah ibarat sebuah baju yang harus selalu dipakai dimanapun manusia berada.

4. Berjiwa sosial, ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka dengan keadaan
lingkungan disekitarnya, karena dia mendapat pengalaman langsung dari ibadah yang
dikerjakannya. Sebagaimana ketika melakukan ibadah puasa, ia merasakan rasanya lapar
yang biasa dirasakan orang-orang yang kekurangan. Sehingga mendorong hamba tersebut
lebih memperhatikan orang-orang dalam kondisi ini.

5. Tidak kikir, ‫الس ^ائِلِ ْينَ َو فِى الّ ِرقَ^^ابِج‬ َّ ‫ َواتَى ْال َم^^ا َل عَلى ُحبِّه َذ ِوى ْالقُ^^رْ بى َو ْاليَتمى َو ْال َمس ^ ِك ْينَ َوا ْب ِن‬dan
َّ ‫الس ^بِ ْيلِال َو‬
karena cinta kepada Nya memberikan harta benda kepada ahli kerabat, dan anak-anak yatim,
dan orang-orang miskin, dan kaum musafir, dan mereka yang meminta sedekah dan untuk
memerdekakan sahaya. [Al Baqarah 2:178]. Harta yang dimiliki manusia pada dasarnya
bukan miliknya tetapi milik Allah SWT yang seharusnya diperuntukan untuk kemaslahatan
umat. Tetapi karena kecintaan manusia yang begita besar terhadap keduniawian menjadikan
dia lupa dan kikir akan hartanya. Berbeda dengan hamba yang mencintai Allah SWT,
senantiasa dawam menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT, ia menyadari bahwa miliknya
adalah bukan haknya tetapi ia hanya memanfaatkan untuk keperluanya semata-mata sebagai
bekal di akhirat yang diwujudkan dalam bentuk pengorbanan harta untuk keperluan umat.

8
6. Merasakan keberadaan Allah SWT, َ‫ك ِح ْينَ تَقُوْ ُم َوتَقَ ُّلبَكَ فِى السَّا ِج ِد ْين‬
َ ‫ اَلَّ ِذى يَ َرا‬Yang Dia melihatmu
sewaktu kamu berdiri (shalat) dan bolak balik dalam sujud Ketika seorang hamba beribadah,
Allah SWT benar-benar berada berada dihadapannya, maka harus dapat merasakan/melihat
kehadiran Nya atau setidaknya dia tahu bahwa Allah SWT sedang memperhatikannya.

7. Meraih martabat liqa Illah, .....‫ق اَ ْي ِد ِه ْمج‬


َ ْ‫ يَ ُد هللاِ فَو‬Tangan Allah ada diatas tangan mereka [Al
Fath 48:11]. Dengan ibadah seorang hamba meleburkan diri dalam sifat-sifat Allah SWT,
menghanguskan seluruh hawa nafsunya dan lahir kembali dalam kehidupan baru yang
dipenuhi ilham Ilahi. Dalam martabat ini manusia memiliki pertautan dengan Tuhan yaitu
ketika manusia seolah-olah dapat melihat Tuhan dengan mata kepalanya sendiri. Sehingga
segala inderanya memiliki kemampuan batin yang sangat kuat memancarkan daya tarik
kehidupan suci. Dalam martabat ini Allah SWT menjadi mata manusia yang dengan itu ia
melihat, menjadi lidahnya yang dengan itu ia bertutur kata, menjadi tangannya yang dengan
itu ia memegang, menjadi telinganya yang dengan itu ia mendengar, menjadi kakinya yang
dengan itu ia melangkah.

8. Terkabul doa-doanya, َ‫اع اِ َذا َدعَ^^^انِال فَ ْليَ ْس^^^تَ ِج ْيبُوْ الِى َو ْالي ُْؤ ِمنُ^^^وْ ا بِى لَ َعلَّهُ ْم يَرْ ُش^^^ ُدوْ ن‬
ِ ‫ اُ ِجيْبُ َد ْع^^^ َوةَ ال^^^ َّد‬Aku
mengabulkan doa orang yang memohon apabila ia mendoa kepada Ku. Maka hendaklah
mereka menyambut seruan Ku dan beriman kepada Ku supaya mereka mengikuti jalan yang
benar [Al Baqarah 2:187]. Hamba yang didengar dan dikabulkan doa-doanya hanyalah
mereka yang dekat dengan Nya melalui ibadah untuk selalu menyeru kepada Nya.

9. Banyak saudara, ‫اص^طَبِرْ َعلَ ْيهَ^اط‬


ْ ‫الص^لو ِة َو‬ َ ^َ‫ َو ْا ُمرْ اَ ْهل‬..... Ibadah selayaknya dikerjakan secara
َّ ِ‫ك ب‬
berjamaah, karena setiap individu pasti memerlukan individu yang lain dan ibadah yang
dikerjakan secara berjamaah memiliki derajat yang lebih tinggi dari berbagai seginya
terutama terciptanya jalinan tali silaturahim. Dampak dari ibadah tidak hanya untuk individu
tetapi untuk kemajuan semua manusia, jangan pernah putus asa untuk mengajak orang lain
untuk beribadah, karena ia sedang memperluas lingkungan ibadah dan memperpanjang
masanya.

10. Memiliki kejujuran, ‫ضيتُ ُم الصَّلواةَ فَ ْاذ ُكرُوْ ا هللاَ قِيَ ًما َّوقُعُوْ دًا َّوعَلى ُجنُوْ بِ ُك ْمج‬ َْ َ‫ ِفََِ^اَذا ق‬... Dan apabila kamu
telah selesai mengerjakan shalat, maka ingat lah kepada Allah sambil berdiri, sambil duduk
dan sambil berbaring atas rusuk kamu. [An Nisa 4:104]. Ibadah berarti berdzikir (ingat)
kepada Allah SWT, hamba yang menjalankan ibadah berarti ia selalu ingat Allah SWT dan
merasa bahwa Allah SWT selalu mengawasinya sehingga tidak ada kesempatan untuk
berbohong. ‫ق يَ ْه ِدى اِلَى ْالبِ َّر َواِ َّن ْالبِ َّر يَ ْه ِدىْ اِلَى ْال َجنَّ ِة‬
َ ‫ص ْد‬
ِّ ‫اِ َّن ال‬... Kejujuran mengantarkan orang kepada
kebaikan dan kebaikan mengantarkan orang ke surga [HR Bukhari & Muslim]

ِ ِ‫و َما اُ ِمرُوْ ا اِالَّ لِيَ ْعبُ ُدوْ ا هللاَ ُم ْخل‬....


11. Berhati ikhlas, ‫ص ْينَ لَهُ الِ ّد ْينَال ُحنَفَا َء‬ َ Dan mereka tidak diperintahkan
melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam ketaatan kepada Nya
dengan lurus. [Al Bayyinah 98:6]. Allah SWT menilai amal ibadah hambanya dari apa yang
diniatkan, lakukanlah dengan ikhlas dan berkwalitas. Jangan berlebihan karena Allah SWT
tidak menyukainya. ‫ال ثَالَثًا‬ َ َ‫ ق‬, َ‫ك ْال ُمتَنَطِّعُوْ ن‬ َ َ‫ هَل‬Binasalah orang yang keterlaluan dalam beribadah,
beliau ulang hingga tiga kali. [HR Muslim]

9
12. Memiliki kedisiplinan, Ibadah harus dilakukan dengan ‫ دائمون‬dawam (rutin dan teratur),
‫ خاشعون‬khusyu (sempurna), ‫ يحافظون‬terjaga dan semangat.

13. Sehat jasmani dan rohani, hamba yang beribadah menjadikan gerakan shalat sebagai
senamnya, puasa menjadi sarana diet yang sehat, membaca Al Qur an sebagai sarana terapi
kesehatan mata dan jiwa. Insya Allah hamba yang tekun dalam ibadah dikaruniakan
kesehatan.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Supaya ibadah yang kita lalukan senatiasa diterima, maka ibadah disyaratkan harus benar.
Ibadah dikatakan benar jika dikerjaan karena Ikhlas semata hanya untuk mendpat Ridho
Allah, bebas dari syirik besar dan kecil serta ittiba’ yaitu sesuai dengan tuntunan yang telah
diajarkan oleh Rasulullah saw.

H. Saran

Demikian penjelasan yang bisa kami sampaikan tentang Beribadah kepada Allah. Semoga
postingan ini bermanfaat bagi pembaca dan bisa dijadikan sumber literatur untuk
mengerjakan tugas. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan
kalimat yang kurang jelas, dan dipahami. Karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput
dari kesalahan. Dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati, dan
kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

11
CATATAN AKHIR

12
DAFTAR PUSTAKA

https://almanhaj.or.id/10952-ibadah-pengertian-macam-dan-keluasan-cakupannya.html

https://www.pelajaran.co.id/2016/20/pengertian-ibadah-dalam-islam-dan-macam-macam-
ibadah.html

Roni Ismail. 2008. Menuju Hidup Islam. Yogjakarta. Pustaka Insani Madani
http://eprints.walisongo.ac.id/2497/3/093111416-bab2.pdf, diakses pada tanggal 26 Maret
2021.

Ahmad Thib Raya. 2003. Menyelami Seluk- Beluk Ibadah dalam Islam. Jakarta. Prenada

12
1
Hendra Anggara, 2014 Implementasi pembelajaran pendidikan agama islam sebagai upaya mendidih kedisiplinan
beribadah shalat siswa di SMPN 43 Bandung tahun 2014 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu

2
Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit
Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 3

3
Roni Ismail, Menuju Hidup Islam (Yogjakarta : Pustaka Insani Madani, 2008 ), hlm 130.
4
As-Sunnah Edisi 12/Tahun XIX/1437H/2016M

Anda mungkin juga menyukai