Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH (UAS )

TAFSIR

Tentang

KEIKHLASAN DALAM BERIBADAH

NAMA : RAHMA HESTY DIFANY


NIM : 2014010118
KELAS : III PAI D

Dosen Pembimbing

Dr. Hj. AZHARIAH FATIA, S. Ag. MA

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG

2021
KATA PENGANTAR

P uji s yukur s enantias a kita panjatk an kepada A llah S ubhanahu Wa


Ta’ala yang tel ah memberikan limpahan Rahmat,Taufik dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam
tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yang telah
menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.
Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir dengan
pembahasan tentang Keikhlasan Dalam Beribadah dan juga untuk khalayak ramai
sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi yang semoga bermanfaat.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal
mungkin.
Namun, kami menyadiri bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu
tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu kami
sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua
yang membaca makalah ini terutama Dosen Mata Kuliah Tafsir yang kami harapkan
sebagai bahan koreksi untuk kami.

Padang, 9 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Ayat Pokok Tentang Keikhlasan Beribadah................................................................3
B. Makna Lughoh Q.S Al-An'am ayat 162-163...............................................................3
C. Penjelasan dan Tafsir Q.S Al-Al-An'am ayat 162-163................................................5
1. Tafsir oleh Kementrian Agama RI...........................................................................5
2. Tafsir Muyassar........................................................................................................6
3. Tafsir Dalam Kitab Jalaluddin As-Sayuthi...............................................................7
4. Tafsir dalam Kitab Ibnu Katsir.................................................................................9
5. Tafsir Al-Madinah Al-Munawarah.........................................................................10
6. Tafsir Dalam Kitab M. Quraish Shihab..................................................................11
D. Asbabun Nuzul Q.S Al-An'am ayat 162-163............................................................12
E Cara Mencapai Keikhlasan Beribadah...............................................................12
F. Ibrah Q.S Al-An'am ayat 162-163.............................................................................13
G. Analisis Keikhlasan Beribadah..........................................................................14

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...............................................................................................................15
B. Saran..........................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tugas utama manusia hidup di dunia ini adalah beribadah kepada Allah SWT. Ibadah
kepada-Nya merupakan bukti pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya. Dari
berbagai ayat dan hadis dijelaskan bahwa pada hakekatnya manusia yang beribadah
kepada Allah ialah manusia yang dalam menjalani hidupnya selalu berpegang teguh
kepada wahyu Allah dan hadis Nabi SAW. Pengertian ibadah tidak hanya terbatas kepada
apa yang disebut ibadah mahdhah atau rukun Islam saja, tetapi sangat luas seluas aspek
kehidupan yang ada. Yang penting aktivitas yang kita lakukan harus diniatkan untuk
ibadah kepada-Nya dan yang menjadi pedoman dalam mengontrol aktivitas ini adalah
wahyu Allah dan sabda Rasul-Nya. Namun ada satu aspek yang seringkali dilupakan
dalam pelaksanaan ibadah kepada-Nya, yakni keikhlasan dalam menjalankannya.
Keikhlasan dalam beribadah merupakan aspek yang sangat fundamental yang akan
mempengaruhi diterima atau tidaknya ibadah kita. Ibadah yang dilakukan tanpa
keikhlasan adalah ibadah yang sia-sia.
Amal yang pasti diterima adalah yang dikerjakan dengan ikhlas. Amal hanya karena
Allah semata, dan tidak ada harapan kepada makhluk sedikit pun. Niat ikhlas bisa
dilakukan sebelum amal dilakukan, bisa juga disaat melakukan amal atau setelah amal
dilakukan. Salah satu karunia Allah yang harus disyukuri adalah adanya kesempatan
untuk beramal. Menjadi jalan kebaikan dan memberikan manfaat kepada orang lain.
Karenanya, jangan pernah menunda kebaikan ketika kesempatan itu datang. Lakukan
kebaikan semaksimal mungkin dan lupakan jasa yang sudah dilakukan. Serahkan
segalanya hanya kepada Allah. Itulah aplikasi dari amal yang ikhlas.
Ketika orang lain merasakan manfaat dari amal yang kita perbuat, maka yakinilah
bahwa tidak ada perlunya kita membanggakan diri karena merasa berjasa. Itu semua
hanya akan menghapus nilai pahala dari amal yang diperbuat. Setiap kebaikan yang kita
lakukan mutlak karunia dari Allah, yang menghendaki kita terpilih agar bisa melakukan
amal baik tersebut. Sekiranya Allah menakdirkan kita bisa bersedekah kepada anak
yatim, itu berarti kita harus bersyukur telah menjadi jalan sampainya hak anak yatim.

iii
Tidak perlu merasa berjasa karena hakekatnya kita hanyalah perantara hak anak yatim itu,
lewat harta, tenaga dan kekuasaan yang Allah titipkan kepada kita.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bunyi ayat dan terjemahan tentang keikhlasan dalam beribadah ?
2. Bagaimana Makna Lughah ayat tentang keikhlasan dalam beribadah ?
3. Bagaimana Penjelasan dan tafsir ayat tentang keikhlasan dalam beribadah?
4. Bagaimana Asbabun Nuzul ayat tentang keikhlasan dalam beribadah ?
5. Bagaimana Cara Mencapai Keikhlasan Beribadah ?
6. Apa ibrah yang dapat diambil dalam ayat tentang kehikhlasan dalam beribadah ?
7. Bagaimana Analisis tentang Keikhlasan Beribadah ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui bunyi ayat dan terjemahan tentang keikhlasan dalam beribadah ?
2. Mengetahui Makna Lughah ayat tentang keikhlasan dalam beribadah ?
3. Mengetahui Penjelasan dan tafsir ayat tentang keikhlasan dalam beribadah ?
4. Mengetahui Asbabun Nuzul ayat tentang keikhlasan dalam beribadah ?
5. Mengetahui Cara Mencapai Keikhlasan Beribadah ?
6. Mengetahui ibrah yang dapat diambil dalam ayat tentang kehikhlasan dalam
beribadah ?
7. Mengetahui Analisis tentang Keikhlasan Beribadah ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Ayat Pokok Tentang Keikhlasan Beribadah.


Keikhlasan dalam beribadah ialah beribadah semata-mata hanya kepada Allah SWT.
Menyembah kepada Allah SWT dan menjahui kemusyrikan adalah agama yang benar dan
lurus. Menjalankan ibadah yang telah di tetapkan oleh Allah SWT dengan penuh

iv
keikhlasan, seperti dalam menjalankan perintah shalat yang tepat pada waktunya dengan
khusyuk serta lengkap dengan rukun dan syaratnya. Kata ikhlas secara harfiah berarti
murni, suci, atau bersih. Konteks ikhlas ini berkaitan dengan niat. Niat adalah dorongan
dalam hati manusia untuk melaksanakan amal perbuatan tertentu. Dalam mengamalkan
ajaran agama Islam hendaknya dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah swt., artinya
dengan kesadaran semata-mata hanya menaati perintah-Nya dan untuk memperoleh
ridho-Nya.
Firman Allah QS. Al – An’am : 162 – 163

( ١٦٢( َ‫اى َو َم َماتِى هَّلِل ِ َربِّ ۡٱل َع ٰـلَ ِمين‬ َ َّ‫قُ ۡل ِإن‬
َ َ‫صاَل تِى َونُ ُس ِكى َو َم ۡحي‬
)١٦٣( َ‫ت َوَأن َ۟ا َأ َّو ُل ۡٱل ُم ۡسلِ ِمين‬
ُ ‫َريكَ لَهُۥ‌ۖ َوبِ َذٲلِكَ ُأ ِم ۡر‬
ِ ‫اَل ش‬
Artinya :
Katakanlah sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
kepada Allah. (QS.Al-An’am: 162-163).

B. Makna Mufradat/lughah
1. QS. Al – An’am : 162 -163
Artinya Lafadz
Sesungguhnya shalatku ‫صالَتِي‬
َ َّ‫ِإن‬

Ibadahku ‫َونُ ُس ِكي‬

Hidup dan matiku َ َ‫َو َمحْ ي‬


‫اي َو َم َماتِي‬

Tuhan semesta alam َ‫َربِّ ْال َعالَ ِمين‬

Tiada sekutu bagi - Nya ُ‫َريكَ لَه‬


ِ ‫الَ ش‬

Aku diperintahkan ُ ْ‫ُأ ِمر‬


‫ت‬

Orang yang pertama-tama


َ‫َأ َّو ُل ْال ُم ْسلِ ِمين‬
berserah diri

C. Asbabun Nuzul
Tidak ada Asbabun nuzul yang pasti tentang ayat ini akan tetapi dalam suatu riwayat

v
dijelaskan bahwa ayat ini turun karena adanya tuduhan dari kaum kafir quraisy tentang
dakwah Nabi yang mereka menganggap Nabi mempunyai maksud dibalik menyuruh
mereka meninggalkan kesesatan, mereka menganggap Muhammad ingin mencari
Jabatan, dan Kekayaan oleh karena itu turunlah ayat ini yang menyatakan bahwa dakwah
Nabi murni dan hanya untuk Allah semata.

D. Tafsir Global
1. Tafsir Dalam Kitab Jalaluddin As-Sayuthi
Secara bahasa ikhlas terambil dari akar kata kholasha, khulushon, khalashon yang
berkonotasi murni dan terbebas dari kotoran. Kata ikhlas menunjukkan makna murni,
bersih, terbebas dari segala sesuatu yang mencampuri dan mengotorinya. Sedangkan
secara istilah, Ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa
menyekutukan-Nya dengan yang lain. Dalam ayat diatas merupakan ayat yang
menjelaskan tentang ikhlas beribadah ayat diatas menjelaskan tentang kebenaran agama
yang dibawa oleh nabi ibrahim dan sekaligus gambaran tentang sikap nabi Muhammad
yang mengajak kaumya untuk beriman ayat ini memerintakan: katakanlah wahai nabi
Muhammad, bahwa sesungguhnya shlataku, dan semua ibadahku termasuk korban dan
penyembelihan binatang yang kulakukan dan hidupku bersama yang terkait denganya,
baik tempat waktu, maupun aktifitas dan matiku, yakni iman dan amal saleh yang akan
aku bawa mati, kulakukan secara ikhlas dan murni hanyalah semata-mata untuk Allah.
Tuhan pemelihara semesta alam, tiada sekutu baginya dalam zat, sifat, dan perbuatanya.1
Kata nusuk biasa juga diartikan sembelihan, namun yang dimaksud dengan ya adalah
ibadah, termasuk shalat dan sembelihan itu, pada mulanya kata ini digunakan untuk
melukiskan sepotong perak yang sedanga dibakar, agar kotoran dan bahan-bahan lain
tidak menyertai potongan perak itu tidak terlepas darinya, shingga yang tersisa adalah
perak murni, ibadah dinamai nusuk untuk menggambarkan bahwa ia seharusnya suci,
murni dilaksanakan dengan pernuh keikhlasan demi karena Allah, tidak tercampur
sedikitpun oleh selain keikhlasan kepada Allah.
Penyebutan kata shalat sebelum penyebutan kata ibadah kendati shalat adalah salah
satu bagian dari ibadah dimaksudkan untuk menunjukan rukun islam yang kedua itu. Ini
1
Syamsury . 2006, Pendidikan Untuk Kelas X. Jakarta : Erlangga Matsna. 1997. Qur’an Hadist. Semarang : PT Karya
Toha Putra hal : 18

vi
karena shalat adalah satu-satunya kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan sebanyak lima
kali sehari apapun alasanya berbeda dengan kewajiban yang lainya.
Ayat ini menjadi sebuh bukti ajakan beliau kepada umat agar meninggalkan
kesesatan dan memeluk islam, tidak beliau maksudkan untuk meraih keuntungan pribadi
dari mereka karena seluruh aktifitas beliau hanya demi karena Allah semata, Oleh karena
itu, bagi seorang muslim sejati makna ikhlas adalah ketika ia mengarahkan seluruh
perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya untuk Allah, mengharap ridha-Nya, dan
kebaikan pahala-Nya tanpa melihat pada kekayaan dunia, tampilan, kedudukan,
kemajuan atau kemunduran.
Ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa kita dituntut ikhlas dalam menjalankan
semua ibadah kepada Allah baik yang sifatnyal vertical maupun horizontal, ketika kita
hendak melasksanakanya niat kita haruslah lurus semata-mata karena Allah bukan karena
dilhat oleh orang atau lainya yang nantinya akan dapat merusak pahala dari ibadah kita,
ketika hendak melaksanakan shalat, ketika telah bertakbir maka seluruh aktifitas badan,
pikiran, dan perasaan haruslah tertuju kepada Allah, bukan kepada yang lain begitu juga
dengan ibadah yang lain seperti menolong sesama, puasa, dan ibadah yang lain
hendaknya hanyalah tertuju kepada Allah.2

2. Tafsir Dalam Kitab M. Quraish Shihab


Seseorang yang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras dari kerikil-
kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras. Maka, beras yang dimasak menjadi nikmat
dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi dikunyah akan tergigit kerikil dan
batu kecil. Demikianlah keikhlasan, menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak
membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak terasa berat. Sebaliknya, amal yang
dilakukan dengan riya’ akan menyebabkan amal tidak nikmat. Pelakunya akan mudah
menyerah dan selalu kecewa.Tetapi banyak dari kita yang beribadah tidak berlandaskan
rasa ikhlas kepada Allah SWT, melainkan dengan sikap riya’ atau sombong supaya
mendapat pujian dari orang lain. Hal inilah yang dapat menyebabkan ibadah kita tidak
diterima oleh Allah SWT.

2
Jalaluddin Al – Mahali dan Jalaluddin Al – Suyuthi. 2002, Tafsir Jalalain. Asbabun Nuzul Ayat. Bandung : Sinar Baru
Al – Qesindo.hal : 2763

vii
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali jika
(dilakukan) dengan penuh keikhlasan serta ditujukan untuk mendapatkan ridha-Nya”.(Al
Hadis). Karena itu Imam Ali ra mengungkapkan bahwa orang yang ikhlas adalah orang
yang memusatkan pikirannya agar setiap amalnya diterima oleh Allah.3

3. Tafsir oleh Kementrian Agama RI


Dalam ayat ini Nabi Muhammad, diperintahkan agar mengatakan bahwa
sesungguhnya salatnya, ibadahnya, serta semua pekerjaan yang dilakukannya, hidup dan
matinya adalah semata-mata untuk Allah Tuhan semesta alam yang tiada sekutu bagi-
Nya. Itulah yang diperintahkan kepadanya. Rasul adalah orang yang pertama-tama
menyerahkan diri kepada Allah dalam mengikuti dan mematuhi semua perintah dan
larangan-Nya.
Dua ayat ini mengandung ajaran Allah kepada Muhammad, yang harus disampaikan
kepada umatnya, bagaimana seharusnya hidup dan kehidupan seorang muslim di dalam
dunia ini. Semua pekerjaan salat dan ibadah lainnya harus dilaksanakan dengan tekun
sepenuh hati karena Allah, ikhlas tanpa pamrih.
Seorang muslim harus yakin kepada kodrat dan iradat Allah yang tidak ada sekutu
bagi-Nya. Allah-lah yang menentukan hidup mati seseorang. Oleh karena itu seorang
muslim tidak perlu takut mati dalam berjihad di jalan Allah dan tidak perlu takut hilang
kedudukan dalam menyampaikan dakwah Islam, amar ma‘ruf nahi munkar. Ayat ini selalu
dibaca dalam salat sesudah takbiratul ihram sebagai doa iftitah kecuali kata: ‫اوّل المسلمين‬
diganti dengan ‫من المسلمين‬.4

4. Tafsir dalam Kitab Ibnu Katsir


Firman Allah Swt.:
{ َ‫اي َو َم َماتِي هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِمين‬ َ َّ‫}قُلْ ِإن‬
َ َ‫صالتِي َونُ ُس ِكي َو َمحْ ي‬
Katakanlah, "Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk
Allah. Tuhan semesta alam." (Al-An'am: 162}

3
Quraish Shihab. 2002, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an 14. Jakarta : Lentera Abadi
hal : 256
4
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al Qur’an Dan Terjemahannya, (Jakarta : Kementerian
Agama, 1971)

viii
Allah Swt. memerintahkan kepada Nabi Saw. untuk memberitakan kepada orang-
orang musyrik penyembah selain Allah dan kalau menyembelih hewan bukan menyebut
nama Allah, bahwa dia (Nabi Saw.) berbeda dengan mereka dalam hal tersebut. Karena
sesungguhnya salatnya hanyalah untuk Allah, dan ibadahnya hanya semata-mata untuk
Allah, tiada sekutu bagi-Nya, Hal ini sama dengan yang disebutkan oleh firman-Nya
dalam ayat lain, yaitu:
{ ْ‫صلِّ ِل َربِّكَ َوا ْن َحر‬
َ َ‫}ف‬
Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu, dan berkorbanlah. (Al-Kausar: 2)
Artinya, berikhlaslah kamu untuk Dia dalam salat dan kurbanmu. Karena
sesungguhnya orang-orang musyrik menyembah berhala dan menyembelih untuk berhala.
Maka Allah memerintahkan kepada NabiNya agar membedakan diri dengan mereka dan
menyimpang dari kebiasaan yang mereka lakukan, serta menghadapkan diri dengan
seluruh tekad dan niat yang tulus dalam berikhlas kepada Allah Swt.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: sesungguhnya salatku dan
ibadahku. (Al-An'am: 162} Nusuk artinya melakukan kurban di musim haji dan umrah.
As-Sauri meriwayatkan dari As-Saddi, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan
makna firman-Nya, "Nusuki" bahwa makna yang dimaksud ialah kurbanku. Hal yang
sama dikatakan oleh As-Saddi dan Ad-Dahhak.
،‫س‬ ٍ ‫ ع َْن زَ ْي ـ ِد ب ِْن َأبِي َحبِي‬،َ‫ْحاق‬
ٍ ‫ ع َِن اب ِْن َعبَّا‬،‫ب‬ َ ‫ َح َّدثَنَا َأحْ َم ُد بْنُ خَ الِ ٍد‬،‫ َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ عَوْ ف‬:‫ال ابْنُ َأبِي َحاتِ ٍم‬
َ ‫ َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ ِإس‬،‫الو ْهبِي‬ َ َ‫ق‬
‫ " َو َّجهْت وجهي للذي فَطَر الســموات‬:‫ال حين ذبحهما‬ َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِفي يَوْ ِم عي ٍد ِب َك ْب َشي ِْن َوق‬
َ ِ ‫ضحَّى َرسُو ُل هَّللا‬َ :‫ال‬ َ َ‫ع َْن َجا ِب ِر ب ِْن َع ْب ِد هَّللا ِ ق‬
ُ ْ‫َريكَ لَهُ َوبِ َذلِكَ ُأ ِمر‬
} َ‫ت َوَأنَا َأ َّو ُل ْال ُم ْسلِ ِمين‬ ِ ‫اي َو َم َماتِي هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِمينَ اَل ش‬
َ َ‫صالتِي َونُ ُس ِكي َو َمحْ ي‬ َ َّ‫ {ِإن‬،‫المشركين‬ ِ َ‫ض َحنِيفًا َو َما َأنَا ِمن‬ َ ْ‫َواَأْلر‬
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Auf,
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Khalid Az-Zahabi, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Yazid ibnu Habib, dari Ibnu Abbas, dari Jabir
ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pada Hari Raya Adha berkurban
dengan menyembelih dua ekor domba, dan ketika menyembelihnya membaca doa
berikut: Aku hadapkan mukaku kepada Zat Yang Menciptakan langit dan bumi dengan
hati yang hanif' (cenderung kepada agama yang hak}, dan saya bukanlah termasuk orang-
orang yang mempersekutukan Tuhan. Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian
itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama
menyerahkan diri (kepada Allah}.

ix
Firman Allah Swt.:
{ َ‫} َوَأنَا َأ َّو ُل ْال ُم ْس ِل ِمين‬
dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah). (Al-
An'am: 163)
Menurut Qatadah, makna yang dimaksud ialah dari kalangan umat ini, dan memang
apa yang dikatakan oleh Qatadah benar karena sesungguhnya dakwah yang diserukan
oleh semua nabi sebelumnya adalah Islam, yang pokoknya ialah menyembah Allah
semata, tiada sekutu bagi-Nya. Seperti yang disebutkan oleh ayat lain melalui firman-
Nya:
ِ ‫وحي ِإلَ ْي ِه َأنَّهُ اَل ِإلَهَ ِإال َأنَا فَا ْعبُد‬
{‫ُون‬ ٍ ‫} َو َما َأرْ َس ْلنَا ِم ْن قَ ْبلِكَ ِم ْن َرس‬
ِ ُ‫ُول ِإال ن‬
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami
wahyukan kepadanya, "Bahwa tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah olehmu
sekalian akan Aku.”(Al-Anbiya: 25)
Allah Swt. menceritakan kepada kita tentang Nabi Nuh, bahwa dia berkata kepada
kaumnya:
{ َ‫}فَِإ ْن ت ََولَّ ْيتُ ْم فَ َما َسَأ ْلتُ ُك ْم ِم ْن َأجْ ٍر ِإ ْن َأجْ ِر َي ِإال َعلَى هَّللا ِ َوُأ ِمرْ ُت َأ ْن َأ ُكونَ ِمنَ ْال ُم ْسلِ ِمين‬
Jika kalian berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikit pun dari
kalian. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan aku disuruh supaya aku
termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya). (Yunus: 72)
Firman Allah Swt. yang mengatakan:
{‫ال َأ ْسـلَ ْم ُت‬
َ َ‫ال لَهُ َربُّهُ َأ ْسلِ ْم ق‬
َ َ‫ ِإ ْذ ق‬. َ‫اآلخ َر ِة لَ ِمنَ الصَّالِ ِحين‬
ِ ‫َو َم ْن يَرْ غَبُ ع َْن ِملَّ ِة ِإب َْرا ِهي َم ِإال َم ْن َسفِهَ نَ ْف َسهُ َولَقَ ِد اصْ طَفَ ْينَاهُ فِي ال ُّد ْنيَا وَِإنَّهُ فِي‬

َ‫ َو َوصَّى بِهَا ِإب َْرا ِهي ُم بَنِي ِه َويَ ْعقُوبُ يَا بَنِ َّي ِإنَّ هَّللا َ اصْ طَفَى لَ ُك ُم ال ِّدينَ فَال تَ ُموتُنَّ ِإال َوَأ ْنتُ ْم ُم ْسلِ ُمون‬. َ‫} ِل َربِّ ْال َعالَ ِمين‬

Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang
memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan
sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. Ketika
Tuhannya berfirman kepadanya, "Tunduk patuhlah!"Ibrahim menjawab, "Aku tunduk
patuh kepada Tuhan semesta alam.” Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada
anak-anaknya, demikian pula Ya'qub, (Ibrahim berkata), "Hai anak-anakku, sesungguhya
Allah telah memilih agama ini bagi kalian, maka janganlah kalian mati kecuali dalam
memeluk agama Islam.” (Al-Baqarah: 130-132)
Nabi Yusuf a.s. berkata seperti yang disebutkan firman-Nya:

x
{‫اآلخـ َر ِة تَـ َـوفَّ ِني ُم ْسـ ِل ًما َوَأ ْل ِح ْق ِني‬
ِ ‫ض َأ ْنتَ َو ِليِّي ِفي ال ـ ُّد ْنيَا َو‬
ِ ْ‫ت َواألر‬
ِ ‫اوا‬ ِ َ‫ث ف‬
َ ‫اط َر ال َّس َم‬ ِ ‫األحا ِدي‬
َ ‫يل‬ ِ ‫ك َوعَلَّ ْمتَ ِني ِم ْن تَْأ ِو‬
ِ ‫َربِّ قَ ْد آتَ ْيتَ ِني ِمنَ ْال ُم ْل‬

َ‫} ِبالصَّا ِل ِحين‬

Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian


kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian ta'bir mimpi (ya Tuhan), Pencipta
langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam
keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.”(Yusuf: 101)
Nabi Musa a.s. telah berkata seperti yang disebutkan firman-Nya:
{ َ‫يَا قَوْ ِم ِإ ْن ُك ْنتُ ْم آ َم ْنتُ ْم بِاهَّلل ِ فَ َعلَ ْي ِه ت ََو َّكلُوا ِإ ْن ُك ْنتُ ْم ُم ْسلِ ِمينَ * فَقَالُوا َعلَى هَّللا ِ ت ََو َّك ْلنَا َربَّنَا اَل تَجْ َع ْلنَــا فِ ْتنَـةً لِ ْلقَــوْ ِم الظَّالِ ِمينَ َونَجِّ نَــا بِ َرحْ َمتِــكَ ِمن‬
َ‫} ْالقَوْ ِم ْالكَافِ ِرين‬

Hai kaumku, jika kalian beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya
saja, jika kalian benar-benar orang yang berserah diri. Lalu mereka berkata, "Kepada
Allah-lah kami bertawakal! Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran
fitnah bagi kaum yang zalim, dan selamatkanlah kami dengan rahmat Engkau dari (tipu
daya) orang-orang yang kafir.” (Yunus: 84-86)
Firman Allah Swt yang mengatakan:
ِ ‫نزلنَا التَّوْ َراةَ ِفيهَا هُدًى َونُو ٌر يَحْ ُك ُم بِهَا النَّبِيُّونَ الَّ ِذينَ َأ ْسلَ ُموا لِلَّ ِذينَ هَادُوا َوال َّربَّانِيُّونَ َواألحْ بَا ُر [بِ َما ا ْستُحْ فِظُوا ِم ْن ِكتَا‬
{ِ ‫ب هَّللا‬ ْ ‫}ِإنَّا َأ‬

Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan
cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi
oleh nabi-nabi yang menyerahkan diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan
pendeta-pendeta mereka. (Al-Maidah: 44), hingga akhir ayat.
Dan firman Allah Swt.:
{ َ‫اريِّينَ َأ ْن آ ِمنُوا بِي َوبِ َرسُولِي قَالُوا آ َمنَّا َوا ْشهَ ْد بَِأنَّنَا ُم ْسلِ ُمون‬
ِ ‫ْت ِإلَى ْال َح َو‬
ُ ‫} َوِإ ْذ َأوْ َحي‬

Dan (ingatlah) ketika Aku ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia, "Berimanlah
kalian kepada-Ku dan kepada Rasul-Ku.” Mereka menjawab, "Kami telah beriman dan
saksikanlah (wahai rasul) bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh
(kepada semanmu}." (Al-Maidah: 111)
Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia telah mengutus rasul-rasul-Nya untuk
membawa agama Islam, tetapi mereka berbeda-beda dalam praktiknya sesuai dengan
syariat mereka yang khusus, sebagiannya merevisi sebagian yang lainnya, sampai
seluruhnya di-mansukh (direvisi) oleh syariat Nabi Muhammad Saw. yang tidak akan di-
mansukh lagi selama-lamanya. Syariat Nabi Muhammad Saw. masih tetap tegak lagi

xi
berjaya, dan panji-panjinya tetap berkibar sampai hari kiamat nanti. Karena itulah maka
Nabi Saw. dalam salah satu hadisnya bersabda:
ِ ‫عاشر اَأْل ْنبِيَا ِء َأوْ اَل ُد عَالت ِدينُنَا َو‬
"‫اح ٌد‬ ِ ‫"نَحْ نُ َم‬
Kami para nabi adalah saudara-saudara seayah, agama kami satu (yakni Islam).
Yang dimaksud dengan istilah auladun 'illatun ialah saudara-saudara seayah, tetapi
berbeda ibu. Agamanya adalah satu, yaitu menyembah kepada Allah semata, tiada sekutu
bagi-Nya, sekalipun syariat-syariatnya yang diumpamakan sebagai ibu-ibu mereka
berbeda-beda. Lawan kata dari istilah ini ialah saudara-saudara seibu, tetapi berbeda
ayahnya. Sedangkan saudara yang seibu dan seayah disebut saudara-saudara sekandung.
‫ ع َْن ُعبَ ْيـ ِد‬،‫ج‬ َ ‫ ع َِن اَأْل ْعـ‬،‫اشـ ِم ُّي‬
ِ ‫ـر‬ ِ َ‫ َح َّدثَنَا عبد هللا ابن ْالفَضْ ِل ْاله‬،‫يز بْنُ َع ْب ِد هَّللا ِ الماج ُشون‬ ِ ‫ َح َّدثَنَا َع ْب ُد ْال َع ِز‬،‫ َح َّدثَنَا َأبُو َس ِعي ٍد‬:ُ‫ال اِإْل َما ُم َأحْ َمد‬
َ َ‫ق‬
َ َ‫ْت َوجْ ِه َي لِلَّ ِذي فَط‬
‫ـر‬ ُ ‫{و َّجه‬
َ " :‫ـال‬ ْ ‫صـلَّى هَّللا ُ َعلَيْـ ِه َو َسـلَّ َم َكـانَ ِإ َذا َكب ََّر‬
َ َ‫ ثُ َّم ق‬،‫اسـتَ ْفت ََح‬ َ ‫ضـ َي هَّللا ُ َع ْنـهُ؛ َأنَّ َر ُسـ‬
َ ِ ‫ول هَّللا‬ ِ ‫ ع َْن َعلِ ٍّي َر‬،‫ـع‬ ٍ ِ‫هَّللا ِ ب ِْن َأبِي َراف‬
َ‫ اَل َشـ ِريكَ لَـهُ َو ِبـ َذ ِلك‬. َ‫اي َو َم َماتِي هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِمين‬ َ َّ‫ {ِإن‬، ]79 :‫ض َحنِيفًا َو َما َأنَا ِمنَ ْال ُم ْش ِر ِكينَ } [اَأْل ْن َع ِام‬
َ َ‫صالتِي َونُ ُس ِكي َو َمحْ ي‬ َ ْ‫ت َواألر‬
ِ ‫اوا‬
َ ‫ال َّس َم‬
ُ ْ‫ُأ ِمر‬
} َ‫ت َوَأنَا َأ َّو ُل ْال ُم ْس ِل ِمين‬
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id, telah
menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abdullah Al-Majisyun, telah menceritakan
kepada kami Abdullah ibnul Fadl Al-Hasyimi, dari Al-A'raj, dari Ubaidillah ibnu Abu
Rafi', dari Ali r.a., bahwa Rasulullah Saw. apabila telah melakukan takbiratul ihram
membuka salatnya dengan bacaan doa iftitah, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya aku
menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan
cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan. (Al-An'am: 79) dan firman-Nya: Sesungguhnya salatku,
ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Al-An'am:
162), hingga akhir ayat berikutnya.
Kemudian membaca doa berikut:
. َ‫وب ِإاَّل َأ ْنت‬ ُّ ‫ اَل يَ ْغفِــ ُر‬،‫ فَا ْغفِرْ ِلي ُذنُوبِي َج ِميعًا‬،‫ت بِ َذ ْنبِي‬
َ ُ‫الــذن‬ ُ ‫ت نَ ْف ِسي َوا ْعت ََر ْف‬ُ ‫ ظَلَ ْم‬، َ‫ َأ ْنتَ َربِّي َوَأنَا َع ْب ُدك‬، َ‫ اَل ِإلَهَ ِإاَّل َأ ْنت‬،ُ‫اللَّهُ َّم َأ ْنتَ ْال َملِك‬
ُ‫ َأ ْسـتَ ْغفِرُكَ َوَأتُــوب‬، َ‫ـار ْكتَ َوتَ َعــالَيْت‬
َ ‫ تَبَـ‬. َ‫ف َعنِّي َسيَِّئهَا اَل يَصْ ِرفُ َعنِّي َسيَِّئهَا ِإاَّل َأ ْنت‬ ْ ‫ َواصْ ِر‬. َ‫ق اَل يَ ْه ِدي َأِلحْ َسنِهَا ِإاَّل َأ ْنت‬ ِ ‫َوا ْه ِدنِي َأِلحْ َس ِن اَأْل ْخاَل‬
َ‫"ِإلَيْك‬.

Ya Allah, Engkau adalah Raja, tidak ada Tuhan melainkan Engkau, Engkaulah
Tuhanku dan aku adalah hamba-Mu, aku menganiaya diriku sendiri dan aku mengakui
dosa-dosaku, maka berilah ampunan bagi dosa-dosaku semuanya, tiada seorang pun yang
mengampuni dosa-dosaku kecuali hanya Engkau. Dan berilah aku petunjuk kepada
akhlak yang paling baik, tidak ada seorang pun yang dapat menunjukkan kepada akhlak

xii
yang paling baik kecuali hanya Engkau. Dan palingkanlah dariku akhlak-akhlak yang
jahat, tidak ada seorang pun yang dapat memalingkannya dariku kecuali hanya Engkau.
Mahasuci lagi Mahatinggi Engkau, aku memohon ampun kepada-Mu dan bertobat
kepada-Mu.
Kemudian hadis dilanjutkan sampai doa yang dibaca dalam rukuk, sujud, dan
tasyahhudnya. Hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab sahihnya.5

5. Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah


162-163. Hai Muhammad, Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku yang aku
persembahkan untuk Tuhanku, ibadahku, kebaikan yang aku lakukan dalam hidupku, dan
kematian yang telah Allah tetapkan bagiku, semua itu hanya aku persembahkan bagi
Allah sebagai Tuhan yang berhak disembah, Tuhan bagi seluruh makhluk, tidak ada
sekutu bagi-Nya. Dengan ketauhidan yang sempurna ini, aku diperintahkan oleh
Tuhanku, dan aku adalah orang yang pertama kali dalam umat ini, yang tunduk kepada
Allah.6

6. Tafsir Muyassar
Katakanlah (wahai Rasul) kepada orang-orang musyrik itu,
"Sesungguhnya shalatku, ibadahku, yakni sembelihanku, hanya untuk Allah, bukan untuk
berhala-berhala, orang-orang mati, jin-jin dan bukan pula untuk selain itu dari
binatang-binatang yang kalian sembelih untuk selain Allah dan menyebut selain nama
Allah, sebagaimana yang kalian lakukan selama ini. Hidupku, dan matiku hanya untuk
Allah Rabb semesta alam."7

E. Cara Mencapai Keikhlasan Beribadah

Cara agar kita dapat mancapai rasa ikhlas adalah dengan mengosongkan pikiran
dissat kita sedang beribadah kepada Allah SWT. Kita hanya memikirkan Allah, shalat
5
Tafsir Ibnu Katsir oleh Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir
6
Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair
Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah.
7
Tafsir Muyassar, Oleh tim Mujamma’ Raja Fahd arahan Syaikh al-Allamah Dr. Shalih bin Muhammad Alu
asy-Syaikh

xiii
untuk Allah, zikir untuk Allah, semua amal yang kita lakukan hanya untuk Allah.
Lupakan semua urusan duniawi, kita hanya tertuju pada Allah. Jangan munculkan ras
riya’ atau sombong di dalam diri kita karena kita tidak berdaya di hadapan Allah SWT.

Rasakanlah Allah berada di hadapan kita dan sedang menyaksikan kita. Insya Allah
dengan cara di atas anda dapat mencapai ikhlas. Dan jangan lupa untuk berdoa memohon
kepada Allah SWT agar kita dapat beribadah secara ikhlas untuk-Nya, sebagaimana do’ a
Nabi Ibrahim a.s,” Sesungguhnya jika Rabb-ku tidak memberi hidayah kepadaku,
pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.

Sebagai upaya membina terwujudnya keikhlasan yang mantap dalam hati setiap
mukmin, sudah selayaknya kita memperhatikan beberapa hal yang dapat mencapai dan
memelihara ikhlas dari penyakit-penyakit hati yang selalu mengintai kita, di antaranya:

1) Dengan meyakini bahwa setiap amal yang kita perbuat, baik lahir maupun batin,
sekecil apapun, selalu dilihat dan didengar Allah SWT dan kelak Dia
memperlihatkan seluruh gerakan dan bisikan hati tanpa ada yang terlewatkan.
Kemudian kita menerima balasan atas perbuatan-perbuatan tadi.
2) Memahami makna dan hakikat ikhlas serta meluruskan niat dalam beribadah
hanya kepada Allah dan mencari keridlaan-Nya semata, setelah yakin perbuatan
kita sejalan dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Maka ketika niat kita
menyimpang dari keikhlasan.
3) Berusaha membersihkan hati dari sifat yang mengotorinya seperti riya, nifaq
atau bentuk syirik lainnya sekecil apapun. Fudhail Bin`Iyadh men
gatakan:”Meninggalkan amal karena manusia adalah riya, sedang beramal
karena manusia adalah syirik. Dan ikhlas adalah menyelamatkanmu dari kedua
penyakit tersebut.
4) Memohon petunjuk kepada Allah agar menetapkan hati kita dalam ikhlas.
Karena hanya Dia-lah yang berkuasa menurunkan hidayah dan menyelamat kan
kita dari godaan syetan.

F. Ibrah yang dapat diambil

xiv
1) Semua aktivitas kehidupan, baik berupa ibadah khusus seperti shalat, zakat,
puasa dan ibadah umum seperti muamalah, bahkan kehidupan dan kematian
hendaknya kita serahkan kepada alllah semata
2) tidak ada yang dapat menyamai Allah
3) Hendaknya kita hanya berserah diri kepada Allah
4) Terdapat sebagian dari doa iftitah yang dibaca dalam salat pada rakaat pertama.
Ucapan itu adalah penyerahan diri dengan penuh kerendahan serta kepasrahan
dalam upaya mendapatka keridaan Allah atau mengabdi kepada-Nya tanpa
pamrih (ria).
5) Menyadari dan bersumpah tidak menyekutukan Allah dan menjadi orang yang
pertama serta mengutamakan Islam sebgai tatanan kehidupannya demi mencapai
tujuan hidup yakni selamat di dunia dan di akhirat.
6) Senantiasa melakukan perintah-perintah Allah sepanjang hidup dan
meninggalkan larangan-larangan-Nya. Diantara perwujudannya adalah dengan
melaksanakan perintah Allah dalam membaca, memahami, dan melaksankan isi
kandungan Alqur'an dalam kehidupan sehari-hari serta menyiarkannya.

G. Analisis Keikhlasan Beribadah

Materi ini yaitu ayat tentang keikhlasan beribadah jika kita analisis maka :

a) Faktanya adalah pada waktu itu nabi kita Muhammad menerima wahyu atau ayat
yang menjadi bukti kepada kaum quraisy bahwa dakwah nabi bukan karena
ingin mendapat kedudukan atau keuntungan akan tetapi hanya karena Allah yang
mana ayat itu kita bahas diatas, kemudian berkenaan dengan.
b) Prinsipnya yaitu surah al-an’am ayat 162-163
c) Nilai yang terkandung diidalam ayat diatas yaitu tentang bagai mana seharusnya
yang menjadi tujuan kita atau niat kita dalam setiap kali melakukan ibadah yaitu
beribadah dengan ikhlas dan hanya mengharap ridho Dari Allah. Menjauhkan
hati dari sikap riya’ sombong dan lain sebagainya.

xv
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setiap perbuatan manusia dimulai dari gerak hati atau niatnya. Oleh karenanya yang
harus diluruskan pertama kali, dan tercapainya derajat mukhlisin adalah titik awal dari
gerak hati manusia atau niatnya. Melalui niat yang baik akan menjadi awal perbuatan
baik. Begitu pula niat ikhlas akan mengantarkan ke perbuatan yang ikhlas pula. Bila
tingkatan yang terakhir ini mampu dicapai manusia, maka yang muncul adalah
kebersihan hati dan ketulusan jiwa, sehingga baginya tiada pekerjaan yang dirasakan
beban, sekalipun sangat sulit menurut pandangan orang awam.

Dengan demikian, setiap muslim dituntut dalam beribadah kepda Allah haru disertai
niat yang ikhlas, tanpa dicampuri maksud atau niat yang lain melainkan semata – mata
keridhoan Allah lah yang selalu diupayakan dalam menempuh kehidupan ini.

B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami buat, kami sebagai penulis menyadari bahwa
makalah ini sangatlah jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kami sebagai penulis
memohon maaf jika terdapat banyak kesalahan dan kekurangan baik dalam penulisan
maupun percetakan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
konstruktif demi untuk menyempurnakan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah
ini bermanfaat dan kita bisa mengambil hikmah yang terkandung di dalamya. Aamiin.

xvi
DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin Al – Mahali dan Jalalddin Al – Suyuthi. 2002. Tafsir Jalalain. Asbabun Nuzul
Ayat. Bandung : Sinar Baru Al – Qesindo.

Syamury. 2006. Pendidikan Untuk Kelas X. Jakarta : Erlangga Matsna. 1997. Qur’an
Hadist. Semarang : PT Karya Toha Putra

http://hafidht.blogspot.com/2009/10/ikhlas.html diakses 7 Oktober 2009

http://andrey.web.id/content/faidah-faidah-ikhlas

http://pecintamakalah.blogspot.com/2015/06/keikhlasan-dalam-beribadah.html, diakses
Juni 2015

http://siang-bisatonji.blogspot.com/2013/09/makalah-agama-keiklasan-dalam-
beribadah.html, diakses 20 September 2013

Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan


Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam
Madinah.

Tafsir Muyassar, Oleh tim Mujamma’ Raja Fahd arahan Syaikh al-Allamah Dr. Shalih bin
Muhammad Alu asy-Syaikh.

Tafsir Ibnu Katsir oleh Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir.

Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al Qur’an Dan


Terjemahannya, (Jakarta : Kementerian Agama, 1971).

xvii
Quraish Shihab. 2002, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an
14.Jakarta : Lentera Abadi

xviii

Anda mungkin juga menyukai