Disusun Oleh :
Puji Syukur Alhamdulillah kami Panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Karena
berkat karuniaNya lah kami telah dapat menyelesaikan Makalah ini berdasarkan hasil analisis
yang kami lakukan dari berbagai sumber bacaan dan Penelitian lainnya.
Makalah ini berjudul “TAHLILAN” Dengan terselesainya penulisan makalah ini, kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen Yang telah banyak memberikan masukan
kepada kami sehingga terselesainya Makalah ini. Serta kepada Orang tua dan teman-teman
yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
Makalah ini, oleh karena itu, Masukkan berupa saran dan kritikan yang berguna sangat kami
harapkan demi kesempurnaan karya tulis ini dan semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi
Desember, 2021
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
lain. Hal ini dikarenakan Allah memberikan akal kepada manusia, dengan akal tersebut
manusia dituntut untuk memikirkansegala sesuatu, baik yang berkaitan dengan agama,
Setiap yang bernyawa akan mengalami ajal atau kematian, ajal manusia sudah
menjadi ketentuan, bila sudah waktunya meninggal dunia,maka kita harus bersikap sabar atas
keluarganya. Dan bila seseorang sampai meneteskan air mata, bila keluarganya meninggal
dunia,maka hal tersebut sudah biasa sebagai rasa duka, yang penting tidak sampai menangis
ketrelaluan.
Bila sudah satu dari keluarga (famili) kita meninggal, maka kita harus tetap bertaqwa
kepada-Nya dan bersikap sabar atas musibah tersebut dan kita berusaha jangan sampai
berputus asa, menggerutu dan bahkan sampai marah-marah, karena semua itu kejadian yang
pasti dan bila sudah waktunya maka tak seorangpun bisa mengelaknya.
Maka atas dasar tersebut di atas, kita dalam menghadapi orang dan keluarga atau
teman yang meninggal janganlah bersikap kurang baik melainkan kita harus mendo’akan baik
Indonesia,akan tetapi banyak masyarakat awam yg belum tahu mengenai apa sebenarnya
makna tahlilan itu sendiri. Menurut sebagian umat islam di Indonesia tahlilan merupakan
konsep ibadah bahwa pahala dari bacaan mereka akan sampai kepada si mayat yg akan
mendapat pahala atau logikanya seperti ini kita yang beramal,orang lain (si mayat) yang
mendapat pahala. Padahal,dengan jelas rasullulah menegaskan jika manusia meninggal akan
terputus amalannya kecuali 3 hal yaitu sedekah jariyah,ilmu yang bermanfaat dan anak yang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1.
Pengertian Tahlilan
artinya adalah membaca “Laila illallah.” Istilah ini kemudian merujuk pada sebuah
tradisi membaca kalimat dan doa- doa tertentu yang diambil dari ayat al- Qur’an, dengan
harapan pahalanya dihadiahkan untuk orang yang meninggal dunia. Biasanya tahlilan
dilakukan selama 7 hari dari meninggalnya seseorang, kemudian hari ke 40, 100, dan
pada hari ke 1000 nya. Begitu juga tahlilan sering dilakukan secara rutin pada malam
jum’at dan malam-malam tertentu lainnya. Bacaan ayat-ayat al-Qur’an yang dihadiahkan
untuk mayit menurut pendapat mayoritas ulama’ boleh dan pahalanya bisa sampai
Sudut pandang lain melihat bahwa kegiatan yang sama merupakan “acara
kumpulkumpul di rumah kematian sambil makan-makan disertai mendoakan sang mayit
agar dirahmati oleh Allah,” karena memang penyelenggara memberikan makanan
hidangan dan untuk dibawa pulang.
2. Sejarah Tahlilan
Generasi sekarang tidak lagi merasa perlu dan sempat untuk melakukan kegiatan sekadar
kumpul-kumpul seperti itu. Tahlilan yang masih diselenggarakan sampai sekarang itu
karena setiap anak menginginkan orang tuanya yang meninggal masuk surga.
Sebagaimana diketahui oleh semua kaum muslim, bahwa anak saleh yang berdoa untuk
orang tuanya adalah impian semua orang. Oleh karena itu, setiap orang tua
menginginkan anaknya menjadi orang yang saleh dan mendoakan mereka. Dari sinilah,
keluarga mendoakan mayit dan beberapa keluarga merasa lebih senang jika mendoakan
orang tua mereka yang meninggal dilakukan oleh lebih banyak orang (berjamaah).
Menyuguhkan sedekah sekadar suguhan kecil bukanlah hal yang aneh, apalagi tabu,
apalagi haram. Suguhan (sedekah) itu hanya berhak untuk orang miskin, yatim
piatu ,orang cacat, orang yang kesulitan. Berkaitan dengan menghargai tamu yang
mereka undang sendiri dan orang yang berhak mendapat sedekah, yaitu fakir miskin,
orang cacat, anak yatim, orang lanjut usia. Maka, jika ada anak yang tidak ingin atau
tidak senang mendoakan orang tuanya, maka dia (atau keluarganya) tidak akan
melakukannya, dan itu tidak berakibat hukum syareat. Tidak makruh, tapi haram. Anak
seperti ini pasti juga orang yang yang tidak ingin didoakan jika dia telah mati kelak.
3. Dalil Tentang Boleh Melakukan Tahlilan
Tradisi tahlilan dilakukan masyarakat Muslim sampai tujuh hari, empat puluh hari sampai
100 hari yang masih menimbulkan kontroversi. Ustadz Isnan Ansory, Lc dalam
bukunya "Pro Kontra Tahlilan dan Kenduri Kematian" mengatakan, kegiatan tahlilan
Di satu sisi, pihak pengamalnya, menganggap remeh orang yang tidak melakukan
tradisi ini. Namun pihak lain, menganggap tradisi ini sebagai kemungkaran yang mesti
diberantas. "Bahkan perdebatan ini sampai pada tuduhan sebagai perbuatan bidah dan
syirik," katanya. Bahkan sebagian mereka beranggapan bahwa makanan yang disediakan
dari bidah idhofiyyah, yang melahirkan pro dan kontra dalam keabsahannya. Namun
bagi yang mengamalkannya mereka memiliki dalil atau argumentasi bahwa tradisi ini
dihukumi boleh. Misalnya agumentasi tahlilan tujuh hari berturut-turut pasca wafatnya
almarhum berargumentasi, bahwa tradisi penetapan hari ini memiliki landasan kepada
syariat Islam.
"Dan dalam hal ini, perlu dicatat bahwa yang menjadi sorotan bukan pada aspek
Pertama, tangisan makhluk hidup atas wafatnya Nabi Adam AS selama tujuh hari.
Imam Ibnu ‘Asakir (w. 571 H) dalam kitabnya,Tarikh Dimasyq, menceritakan riwayat
tentang tangisan seluruh makhluk selama tujuh hari, atas wafatnya Nabi Adam as dalam
Dari ‘Atha’ al-Khurasani, ia berkata, “Seluruh makhluk menangis selama tujuh hari
bahwa ahli kubur menghadapi serangkaian fitnah kubur selama tujuh hari. Hal ini
sanadnya kepada Thawus. Di mana Thawus sempat bertemu dengan 50 sahabat Nabi
dalam kuburnya selama tujuh hari. Maka mereka (para sahabat Nabi SAW), suka
Riwayat ini diperkuat pula oleh riwayat lainnya yang bersumber dari Ubaid bin Umair
disebutkan Imam Ibnu Rajab al-Hanbali (w 795 H) dalam kitabnya, Ahwal al-Qubur wa
ص باحا ب ع ن
Dari Ubaid bin Umair, ia berkata: “Seorang mukmin akan diuji (dalam kubur)
Imam as-Suyuthi (w. 911 H) juga menjelaskan bahwa, riwayat Thawus di atas
Hadits ini kata Ustadz Isnan mencakup dua urusan: pertama: masalah akidah, yaitu
diujikan ahli kubur selama tujuh hari. Dan kedua: masalah hukum far’iy (fiqih), yaitu
dianjurkannya melakukan sedekah dan pemberian makan atas nama mereka selama tujuh
hari tersebut.
4. Dalil Tentang Melarang Melakukan Tahlilan
Tahlilan (Selamatan Kematian) Adalah Bid’ah Munkar Dengan Ijma Para Shahabat
Dan Seluruh Ulama Islam tahlilan (selamatan kematian ) adalah bid’ah munkar dengan
ijma’ para shahabat dan seluruh ulama islam Oleh Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir
Abdat
ت ب ع د ) ط عا م و ص ن ع ة ن ا ح ة م ن ( د فن
ى
“Dari Jarir bin Abdullah Al Bajaliy, ia berkata : ” Kami (yakni para shahabat
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini atau atsar di atas dikeluarkan oleh Imam Ibnu Majah (No. 1612 dan ini
adalah lafadzhnya) dan Imam Ahmad di musnadnya (2/204 dan riwayat yang kedua
bersama tambahannya keduanya adalah dari riwayat beliau), dari jalan Ismail bin Abi
Khalid dari Qais bin Abi Hazim dari Jarir sebagaimana tersebut di atas.
Saya berkata: Sanad Hadits ini shahih dan rawi-rawinya semuanya tsiqat (dapat
dipercaya ) atas syarat Bukhari dan Muslim. Dan hadits atau atsar ini telah dishahihkan
oleh jama’ah para Ulama yakni para Ulama Islam telah ijma/sepakat tentang hadits atau
Ulama -sepanjang yang diketahui penulis- wallahu a’lam yang mendloifkan hadits ini.
Dan ini disebabkan seluruh rawi yang ada di sanad hadits ini –sebagaimana saya
katakan dimuka- tsiqoh dan termasuk rawi-rawi yang dipakai oleh Imam Bukhari dan
Muslim.
• Kedua: Mereka ijma’ dalam menerima hadits atau atsar dari ijma’ para shahabat yang
diterangkan oleh Jarir bin Abdullah. Yakni tidak ada seorangpun Ulama yang menolak
atsar ini. Yang saya maksud dengan penerimaan (qobul) para Ulama ini ialah mereka
menetapkan adanya ijma’ para shahabat dalam masalah ini dan tidak ada seorangpun di
• Ketiga: Mereka ijma’ dalam mengamalkan hadits atau atsar diatas. Mereka dari zaman
shahabat sampai zaman kita sekarang ini senantiasa melarang dan mengharamkan apa
yang telah di ijma’kan oleh para shahabat yaitu berkumpul-kumpul ditempat atau
rumah ahli mayit yang biasa kita kenal di negeri kita ini dengan nama ” Selamatan
LUGHOTUL HADITS
kami para shahabat semuanya bahwa berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit dan
membuatkan makanan termasuk dari bagian meratap. Ini menunjukkan telah terjadi
ijma’/kesepakatan para shahabat dalam masalah ini. Sedangkan ijma’ para shahabat
menjadi dasar hukum Islam yang ketiga setelah Al-Qur’an dan Sunnah dengan
di rumah ahli mayit “sebelum dikubur”!?. Akan tetapi yang dimaksud ialah ingin
kumpul di tempat ahli mayit atau yang kita kenal di sini dengan nama “selamatan
SYARAH HADITS
Hadits ini atau atsar di atas memberikan hukum dan pelajaran yang tinggi kepada kita
bahwa: Berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan makan-makan di situ (ini yang biasa
terjadi) termasuk bid’ah munkar (haram hukumnya). Dan akan bertambah lagi bid’ahnya
apabila di situ diadakan upacara yang biasa kita kenal di sini dengan nama “selamatan
kematian/tahlilan pada hari pertama dan seterusnya”. Hukum diatas berdasarkan ijma’
para shahabat yang telah memasukkan perbuatan tersebut kedalam bagian meratap.
Sedangkan meratapi mayit hukumnya haram (dosa) bahkan dosa besar dan termasuk salah
Fatwa para ulama islam dan ijma’ mereka dalam masalah ini Apabil para shahabat telah ijma’
tentang sesuatu masalah seperti masalah yang sedang kita bahas ini, maka para tabi’in dan
tabi’ut-tabi’in dan termasuk di dalamnya Imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi’iy
dan Ahmad) dan seluruh Ulama Islam dari zaman ke zamanpun mengikuti ijma’nya para
sahabat yaitu berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan makan-makan di situ adalah haram
• Pertama, melatih dan membiasakan kita untuk membaca kalimah ţayyibah, seperti:
lailaha Illallah, Subhanallah, astaghfirullah dll. Bahkan jika sampai akhir hayat,
(meninggal dunia) kita bisa membaca kalimah tahlil, maka akan dijamin oleh Allah
masuk surga. Sebagaimana sabda Nabi: Man qala lailaha illa Allah fi akhiri kalamihi
dakhala al-jannah. Kita sangat khawatir, jika pada hari akhir hayat kita tidak mampu
mengucapkan kalimah ţayyibah, baik dalam hati maupun lisan, maka celakalah kita.
kematian seseorang, karena pada saat itu godaan syetan luar biasa dengan menjelma
menjadi sosok yang menjadi kesenangan kita saat kita masih hidup sehat (na’uzu
billah min zalik). Maka talqin (menuntun atau membimbing bacaan kalimah tayyibah)
ini amat penting bagi umat Islam. Siapa pun akan takut dengan kondisi sakarat almaut
ini. Dan inilah detik-detik yang paling menentukan, apakah kita husnul khatimah atau
tidak. Jangan sampai kita menjelang wafat mengucapkan kalimah sayyi’ah. (Ya Rabbi
ini perlu, sebab sebagaimana Nabi kita menegaskan: Barang siapa beriman kepada
Allah, hendaknya orang itu menjalin hubungan silaturrahim. Bahkan dikatakan oleh
Nabi: Barang siapa yang menjalin hubungan baik (silaturrahim), maka Allah akan
memanjangkan umurnya, dan melapangkan rizkinya. (Man ahabba an yubsaţa lahu fi
rizkihi wa an yunsaa lahu fi atharihi fa al-yaşil rahimahu). Satu contoh kecil, orang
ia menemukan obatnya, melalui saran dan petunjuk dari saudara atau temannnya tadi.
Dalam tradisi tahlil kita berjama’ah mengundang tetangga kerabat dan teman sejawat.
Ketiga, berbakti kepada orang tua, kerabat kita dan berbuat baik kepada sesama
saudara. Karena dalam tahlil kita mendoakan kepada orang tua kita, keluarga kita dan
saudara-saudara kita, baik yang sudah meninggal maupun yang belum. Seperti doadoa
yang sering kita baca selama ini. Sebagai anak kita wajib berbakti kepada orang tua,
dan berbakti itu tidak saja sewaktu masih hidup tetapi juga ketika sudah meninggal.
Tahlil atau tahlilan (jangan salah paham, keduanya bahasa Arab berbentuk masdar)
merupakan salah satu bukti bakti kita kepada orang tua sepanjang masa. Itulah maka,
ditegaskan oleh Rasulullah Saw., bahwa semua manusia yang sudah mati akan
terputus semua amalnya kecuali tiga hal: sadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan
anak salih yang mendoakannya (doa anaknya). Bagaimana dengan doa saudara,
handaitolan , kerabat, tetangga dan orang lain? Apakah doanya kesampaian? Memang
di luar anak salih ini ada ikhtilaf. Tetapi lepas dari soal nyampai atau tidaknya doa itu,
tahlil atau kirim doa ini besar manfaatnya. Jika toh tidak nyampai, maka akan kembali
kepada diri orang itu sendiri (diterima doa itu tetapi tidak untuk si mayit, misalnya).
Kemudian, tahlil ini juga bagian dari pembiasaan diri untuk mengucapkan kalimah
tayyibah, doa, zikir, salawat dan qira’at al-Qur’an.
Keempat, bersedekah. Di samping bertahlil kita juga menjamu hidangan (sesuai kemampuan)
kepada para jama’ah. Seperti kita tahu, bahwa sedekah (şadaqah) itu
dapat menolak balak atau bencana dan dicintai orang lain. Dan harta yang kita
sedekahkan kepada orang lain dan ke jalan Allah itu tidak akan habis, namun justru
• Kelima, beribadah dan mencari ridha Allah SWT. Karena tahlil atau tahlilan ini niat kita untuk
beribadah, mencari ilmu dan mencari rida Allah SWT. Bukan karena orang lain atau siapa-siapa,
menggelar Tahlilan, Yasinan, ulang tahun, haul atau selamatan dan ritual lainnya.
Kegiatan ini pun menjadi tradisi bagi sebagian besar masyarakat muslim di Tanah Air.
Bagaimana pandangan Islam terhadap hal ini? Menurut Ustaz Farid Nu'man Hasan, Dai
lulusan Sastra Arab,para ulama fiqh mengatakan bahwa dalam Ushul Fiqih, ada istilah
Al-'Urf (tradisi), yaitu kebiasaan yang terjadi di sebuah daerah. Al-'Urf ini terbagi 2
macam yaitu:
1. Al-'Urf Ash-Shahih, tradisi yang baik lagi benar. Yaitu tradisi yang tidak berasal
As-Sunnah, tetapi isinya tidak bertentangan dengan Islam baik umum dan khususnya.
Maka, tradisi ini tidak terlarang. Bahkan tradisi jenis ini adalah setara dengan dalil,
seperti yang dikatakan para ulama Syafi'iyah (Mazhab Syafi'i) dan Hanafiyah
(Mazhab Hanafi):
menetapkan 'Urf sebagai dalil, itu mensyaratkan sekiranya jika tidak ditemukan dalil
dalam Al-Qur'an dan Sunnah, dan itu pun tidak bertentangan dengannya. Tapi, jika
bertentangan maka 'Urf tersebut mardud (tertolak), seperti minum khamr dan makan
Ada pun tradisi yang masih debatable fiqihnya, baik Yasinan, Tahlilan, Ushalli,
Nawaitu, dan semisal itu, maka itu bukan zona "kemungkaran". Kemungkaran
"Jika engkau melihat seorang melakukan perbuatan yang masih diperselisihkan, padahal
engkau punya pendapat lain, maka janganlah kau mencegahnya." (Imam Abu
بف
Sedangkan perkara yang masih diperselisihkan tidak boleh ada pengingkaran dalam
hal itu. Sebab, bagi seseorang ada dua madzhab yang berlaku:
Pertama, seluruh Mujtahid itu benar. Inilah yang dipilih oleh banyak muhaqqiq
(peneliti). Kedua, yang benar hanya satu yang lainnya salah, namun tidak tentu yang
mana, dan dosa tidak berlaku. Tapi dia dinasihati agar keluar dari perselisihan. Ini
adalah hal yang bagus dan diajurkan melakukannya dengan lembut. (Imam Ibnu
2. Al 'Urf Al Fasad,
Tradisi yang rusak. Yaitu tradisi yang tidak berasal dari Al-Qur'an dan Sunnah, dan isinya
pun bertentangan dengan Islam. Maka ini semua tertolak dan tidak boleh dilestarikan.
Misalnya, kebiasaan lempar sesajen ke laut, atau sesajen lainnya. Tradisi corat-coret seragam
pelajar setalah ujian dan tradisi jelek lainnya. Tradisi semacam ini jelas terlarang, dan tidak
dibenarkan mengikutinya. Justru dianjurkan menghilangkannya dengan cara yang efektif dan
islam untuk mendo’akan orang yang telah meninggal adalah sesuatu yang bid’ah, karena
menurut mereka masalah tahlilan itu tidak ada dalil yang kuat yang dijelaskan dalam
tersebut.
Menurut ulama Muhammadiyah bahwa seorang yang telah meninggal dunia maka
segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia yang masih hidup adalah putus tidak ada
kaitan lagi, karena sudah terdapat perbedaan alam yaitu orang yang meninggal ada di alam
Kaum muslimin Nahdatul Ulama (NU) mengakui bahwa tahlilan tidak ada dalil yang
menguatkan dalam Al-Quran maupun hadis, namun kenapa mereka masih melaksanakan
acara tahlilan tersebut karena kaum muslimin Nahdatul Ulama mempunyai pendapat lain
1. Tahlilan dilakukan untuk menyebar syiar islam, karena sebelum dilakukantahlilan seorang imam
2. Isi dari tahlilan adalah dzikir dan do’a dengan kata lain melaksanakan tahlilan berarti mendo’akan
3. Menghibur keluarga yang ditinggalkan dengan kata lain, kaum muslimin yang berada di sekitar
Setiap makhluk yang hidup pasti akan mengalami kematian atau ajal, hal ini merupakan satu
ketentuan dari Allah SWT yang tidak bisa diubah lagi, adapun waktunya adalah tidak ada yang
mengetahui selain dari pada Allah SWT. Penyampaian do’a-do’a untuk orang yang meninggal
diharamkan. Namun menurut pandangan Nahdatul Ulama acara tahlilan disunatkan bagi
kaum muslimin yang ada di sekitar orang yang meninggal dunia untuk mendo’akan orang
yang meniggal.
B. SARAN
pendangan dalam pelaksanaan tahlilan ini menjadi permusuhan dan menjadikan salah satu
pandangan yang paling benar, karena menurut penulis bahwa mendo’akan orang yang telah
meninggal baik secara perorangan maupun secara bersama-sama (tahlilan) adalah kaum
DAFTAR PUSTAKA
Abi Husain Muslim Bin Hajaj, Shohih Muslim, ( Bairut: Darul Fikar, 2005 )
Abi Husain Muslim Bin Hajaj, Shohih Muslim, ( Bairut: Darul Fikar, 2005 )
Al Imam Abul Fida Ismail Ibnu Katsir Ad Dimasqi, Tafsir Ibnu Katsir, ( Bandung:
Sinar Baru Al Bensido, 2005 )
KH. Muhyidin Abdus Shomad, Tahlilan dalam Perspektif Al Qur’an dan Assunnah,
makalahpendidikan.html(Diakses
https://pdfcookie.com/documents/makalah-tahlil-dan-tahlilan-rvr7q4dr1w2o(Diakses
03/12/2021)