Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TAHLIL

KENDURI KEMATIAN DAN HADIAH BACAAN

Dosen Pengampu : Dr.H.M. Saman Sulaiman, MA

Di susun oleh

Kelompok VI:

Marpuah (20103161201139)
Resty Kasmitha (20103161201086)
Sa’diah (20103161201214

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAMBI
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Tahlil Kenduri Kematian Dan Hadiah Bacaan” dengan baik. Makalah ini
ditujukan guna memenuhi tugas mata kuliah Al- Islam Kemuhammadiyah.

Makalah ini ditulis berdasarkan hasil penyusunan data-data sekunder dan


informasi yang penulis peroleh dari media massa (cetak maupun elektronik)
yang berhubungan dengan tradisi Tahlilan di masyrakat.

Adapun, penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu,
penulis menghaturkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan dalam
makalah ini. Kritik dan saran sangat diharapkan agar tugas ini menjadi lebih baik
serta berguna dimasa yang akan datang.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi semua dan bermanfaat untuk
pembangunan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan tentang Tahlil
Kenduri Kematian Dan Hadiah Bacaan.

Jambi 20 juni 2022

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1.Latar belakang ..................................................................................... 1
1.2.Rumusan masalah ............................................................................... 1
1.3.Tujuan ................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHSAN ..................................................................................... 3
2.1 Pengertian tahlilan dan kenduri kematian ........................................... 3
2.2 Sejarah tahlilan Indonesia ................................................................... 4
2.3 Doa tahlilan dan hadiah bacaan .......................................................... 5
2.4 Hukum tahlil dan hadiah bacaan menurut pandangan beberapa
mahzab ................................................................................................. 6
2.5 F atwa Para Ulama Islam Dan Ijma’ Mereka Mengenai Tahlilan,
Berkumpul Dirumah Mayit Dan Hadiah Bacaan ................................ 8
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 15
3.2 Saran ................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Bagi masyarakat Indonesia tahlilan termasuk dalam tradisi islami
yang dilakukan untuk memperingati hari kematian seseorang. Sebagian
umat muslim di Indonesia mengamalkan tahlil dan doa yang ditujukan
untuk arwah yang sudah meninggal. Tahlilan dilakukan dengan
pembacaan serangkaian ayat Al-Quran dan kalimat thayyibah yang
pahalanya dihadiahkan untuk para arwah yang diniatkan. Tahlilan dan
kirim doa untuk arwah biasanya dilakukan pada hari-hari tertentu.
Misalnya saja pada hari ketujuh setelah kematian seseorang, hari ke-40,
ke-100, atau ke-1000.
Meskipun pelaksanaan tahlilan bermakna baik, namun beberapa
kalangan masih memperdebatkan hukum dan kebolehannya. Sebagian
mengatakan bahwa tahlilan adalah perkara bid’ah yang sudah jelas tidak
dijalankan oleh Rasulullah SAW dan tidak ada tuntunannya. Namun
sebagian ulama dari mazhab Hanafi, mazhab Hanafi, Syafi'i, dan
Hanbali menegaskan bahwa menghadiahkan pahala bacaan Al Quran dan
kalimat thayyibah hukumnya boleh dan diyakini pahalanya akan sampai.
Sehingga sampai saat ini tahlilan cukup menjadi perdebatan di kalangan
masyarakat tentang bagaimana sebenarnya hukum tahlilan yang sudah
menjadi tradisi dalam masyarakat.
1.2. Rumusan masalah
1. Apa pengertian tahlilan dan kenduri kematian?
2. Bagaimana sejarah tahlilan dan kenduri kematian?
3. Apa doa tahlilan dan hadiah bacaan?
4. Apa hukum tahlil dan hadiah bacaan menurut pandangan beberapa
mahzab?
5. Bagaimana pendapat ulama dan dosen mengenai kenduri kematian?

Halaman | 1
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi tahlilan dan kenduri kematian.
2. Untuk mengetahui asal usul tahlilan dan kenduri kematian.
3. Untuk mengetahui doa tahlilan dan hadiah bacaan.
4. Untuk mengetahui hukum tahlil dan hadiah bacaan menurut
pandangan beberapa mahzab.
5. Untuk mengetahui pendapat ulama dan dosen mengenai kenduri
kematian.

Halaman | 2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian tahlilan dan kenduri kematian


Tahlilan adalah ritual/upacara selamatan yang dilakukan sebagian
umat Islam, kebanyakan di Indonesia dan kemungkinan di Malaysia,
untuk memperingati dan mendoakan orang yang telah meninggal yang
biasanya dilakukan pada hari pertama kematian hingga hari ketujuh, dan
selanjutnya dilakukan pada hari ke-40, ke-100, kesatu tahun pertama,
kedua, ketiga dan seterusnya. Ada pula yang melakukan tahlilan pada
hari ke-1000. Tahlilan merupakan kegiatan membaca serangkaian ayat
Alquran dan zikir-zikir dengan maksud menghadiahkan pahala
bacaannya kepada orang yang telah meninggal. "Tahlilan" berasal dari
kata bahasa Arab tahlīl (‫ )تهليل‬yang berarti membaca kalimat Lā ilāh illa
Allāh (‫“ هللا إال إله ال‬Tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah
selain Allah”), salah satu yang dibaca pada kegiatan tahlilan. Tradisi
tahlilan biasa diselenggarakan setiap malam Jumat atau pada hari-hari
kesekian setelah meninggalnya seseorang, meskipun tidak terbatas pada
dua kesempatan tersebut.
Sudut pandang lain melihat bahwa kegiatan yang sama merupakan
“acara kumpul-kumpul di rumah kematian sambil makan-makan disertai
mendoakan sang mayit agar dirahmati oleh Allah.
Menurut Ramli (2011) kenduri kematian adalah tradisi makan dan
minum di rumah duka cita, dimaksudkan sebagai sedekah dari keluarga
duka untuk para pentakziah. Kenduri dikenal juga sebagai penjamuan
makan untuk memperingati peristiwa, meminta berkat, dan lain
sebagainya.

Halaman | 3
2.2 Sejarah tahlilan Indonesia
Upacara tahlilan di Indonesia ditandai merupakan praktik pada abad-
abad transisi yang dilakukan oleh masyarakat yang baru memeluk Islam,
tetapi tidak dapat meninggalkan kebiasaan mereka yang lama. Awal mula
acara tersebut berasal dari upacara peribadatan (baca: selamatan) nenek
moyang bangsa Indonesia yang mayoritasnya beragama Hindu dan Budha.
Upacara tersebut sebagai bentuk penghormatan dan mendoakan orang
yang telah meninggalkan dunia yang diselenggarakan pada waktu seperti
halnya waktu tahlilan. Namun acara tahlilan secara praktis di lapangan
berbeda dengan prosesi selamatan agama lain yaitu dengan cara
mengganti dzikir-dzikir dan doa-doa ala agama lain dengan bacaan dari Al
Quran, maupun dzikir-dzikir dan doa-doa ala Islam menurut mereka.

Dari aspek historis ini kita bisa mengetahui bahwa sebenarnya acara
tahlilan merupakan adopsi (pengambilan) dan sinkretisasi (pembauran)
dengan agama lain. Selain itu berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit
bukan hanya terjadi pada masyarakat pra-Islam di Indonesia saja, tetapi di
berbagai belahan dunia, termasuk di jazirah Arab. tradisi bacaan Tahlil
sebagaimana yang dilakukan kaum muslimin Indonesia sekarang itu sama
atau mendekati dengan tahlil (tahlilan) yang dilakukan oleh kaum
muslimin di Yaman. Hal itu dikarenakan tahlil yang berlaku di Indonesia
ini dahulu disebarkan oleh Wali Songo. Lima orang dari Wali Songo itu
adalah termasuk Habib (Keturunan Nabi SAW) dengan marga Ba’alawy
yang berasal dari Hadramaut Yaman, terutama dari Kota Tarim.

Namun ada sedikit perbedaan, yaitu jika di Yaman terdapat tawassul


doa kepada Wali Quthub yang bernama Sayyid Muhammad bin Ali
Ba’alawi yang terkenal dengan al-Faqih al-Muqaddam. Sedangkan di
Jawa mengikuti Thariqoh Qodiriah, yang Wali Quthubnya adalah Syaikh
Abdul Qodir al-Jailani. Hanya berbeda pada Tokoh Tawassul Wali
Quthub nya, untuk bacaannya sama saja.

Halaman | 4
Oleh para dai (yang dikenal wali songo) Berkumpul-kumpul di rumah
ahli mayit pada waktu itu diubah menjadi tradisi yang bernafaskan Islam.
Di Indonesia tahlilan masih membudaya sehingga istilah "tahlilan"
dikonotasikan dengan memperingati dan mendoakan orang yang sudah
meninggal. Dengan cara mengundang orang dan menyuguhkan sedekah
sekadar suguhan kecil. Suguhan (sedekah) itu hanya berhak untuk orang
miskin, yatim piatu ,orang cacat, orang yang kesulitan. Sebenarnya acara
tahlilan semacam ini telah lama menjadi pro dan kontra di kalangan umat
Islam. Sebagai muslim sejati yang selalu mengedepankan kebenaran,
semua pro dan kontra harus dikembalikan kepada Al Quran dan Sunnah
Rasulullah.

2.3 Doa tahlilan dan hadiah bacaan.

Ulama berbeda pendapat tentang siapa yang pertama kali


menyusun rangkaian tahlil dan mentradisikannya. Hal ini pernah
dibahas dalam forum Bahtsul Masail oleh para Kiai Ahli Thoriqoh.
Sebagian mereka berpendapat bahwa yang pertanya menyusun tahlil
(bacaan tahlilan) adalah Sayyid Ja’far al-Barzanji, dan sebagian lain
berpendapat, bahwa yang menyusun tahlil pertamakali adalah Sayyid
Abdulloh bin Alwi al-Haddad.

Pendapat yang paling kuat dari dua pendapat tersebut adalah


pendapat bahwa yang menyusun tahlil (bacaan tahlil) pertama kali
adalah Imam Sayyid Abdulloh bin Alwi al-Haddad, karena Imam al-
Haddad yang wafat pada tahun 1132 H lebih dahulu daripada Sayyid
Ja’far al-Barzanji yang wafat pada tahun 1177 H.

- Susunan bacaan tahlil


Sebelum membaca doa tahlil biasanya diawali dengan membaca
Surat Yasin, dilanjutkan baca hadrah dan surat Al-Fatihah lalu

Halaman | 5
membaca surat Al-Mu'awwidzatain yakni terdiri atas surat Al-
Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas.
Kemudian dilanjutkan membaca surat Al-Baqarah ayat 1 sampai
5, Surat Al-Baqarah ayat 163, surat Al-Baqarah ayat 255 atau ayat
kursi, Surat Al-Baqarah ayat 285 dan 286, Surat Hud ayat 73,
Surat Al-Ahzab ayat 33, Surat Hud ayat 73, Surat Al-Ahzab ayat
33.
Diteruskan dengan membaca sholawat, membaca hasbalah dan
hauqolah, membaca istighfar, tahlil, dan tasbih. Kemudian
dilanjutkan dengan membaca bacaan doa tahlil

2.4 Hukum tahlil dan hadiah bacaan menurut pandangan beberapa


mahzab
1. Pertama, ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Maliki,
ulama mazhab Syafi’i, dan ulama mazhab Hanbali menegaskan,
menghadiahkan pahala bacaan Al-Qur’an serta kalimat thayyibah
kepada mayit hukumnya boleh, dan pahalanya sampai kepada sang
mayit.
- Syekh Az-Zaila’i dari mazhab Hanafi menyebutkan:
‫ص ََلة ً َكانَ أ َ إو‬ َ ،ِ‫عة‬ َ ‫سنَّ ِة َو إال َج َما‬
ُّ ‫ ِع إند َ أ َ إه ِل ال‬،ِ‫ع َم ِل ِه ِلغَي ِإره‬ َ ‫سانَ لَهُ أ َ إن يَ إجعَ َل ث َ َو‬
َ ‫اب‬ ِ ‫أ َ َّن إ‬
َ ‫اْل إن‬
َ ‫مِن َجم‬ َ ‫َار إلَى‬ َ ‫آن أ َ إو إاْلَذإك‬ ٍ ‫صدَقَةً أ َ إو ق َِرا َءة َ قُ إر‬
َ ‫ص إو ًما أ َ إو َحجًّا أ َ إو‬
ِ‫ِيع أ إن َواع‬ِ ‫غي ِإر ذَلِكَ إ‬ َ
ُ‫ت َويَ إنفَعُه‬ ِ ِ‫ص ُل ذَلِكَ إ َلى إال َمي‬ ِ َ‫ َوي‬،‫إالبِ ِر‬
Bahwa seseorang diperbolehkan menjadikan pahala amalnya
untuk orang lain, menurut pendapat Ahlussunnah wal Jama’ah,
baik berupa shalat, puasa, haji, sedekah, bacaan Qur’an, zikir,
atau sebagainya, berupa semua jenis amal baik. Pahala itu
sampai kepada mayit dan bermanfaat baginya. (Lihat: Usman
bin Ali Az-Zaila’i, Tabyinul Haqaiq Syarh Kanzud Daqaiq, juz
5, h. 131).

Halaman | 6
- Sedangkan, Syekh Ad-Dasuqi dari mazhab Maliki
menyebutkan:
ِ ِ‫صلَ ل إِل َمي‬
ُ‫ت أَج ُإره‬ َ ‫ َو َح‬، َ‫ َجازَ ذَلِك‬،ِ‫اب ق َِرا َءتِ ِه ل إِل َميِت‬
َ ‫ َوأ َ إهدَى ث َ َو‬،ُ‫الر ُجل‬
َّ َ ‫َوإِ إن قَ َرأ‬
Jika seseorang membaca Al-Qur’an, dan menghadiahkan pahala
bacaannya kepada mayit, maka hal itu diperbolehkan, dan
pahala bacaannya sampai kepada mayit. (Lihat: Muhammad bin
Ahmad bin Arafah Ad-Dasuqi, Hasyiyatud Dasuqi Alas Syarhil
Kabir, juz 4, h. 173).
- Senada dengan kedua ulama di atas, imam Nawawi dari mazhab
Syafi’i menuturkan: ‫ َويَدإعُ إو ِل َم إن‬،‫علَى إال َم َقابِ ِر‬ َ ُ‫ِلزائ ِِر أ َ إن ي‬
َ ‫سل َِم‬ َّ ‫َويُ إست َ َحبُّ ل‬
‫عا ُء ِب َما ثَبَتَ فِي‬ َ ُّ ‫ض ُل أ َ إن يَكُ إونَ الس َََّل ُم َوالد‬ َ ‫ َواْل َ إف‬،ِ‫يَ ُز إو ُرهُ َو ِل َج ِمي ِإع أ َ إه ِل إال َم إقبَ َرة‬
َ ‫عو َل ُه إم‬
‫ع ِق َب َها‬ ُ ‫ َو َيدإ‬،‫آن َما ت َ َيس ََّر‬ِ ‫ َويُ إست َ َحبُّ أ َ إن َي إق َرأ َ مِنَ إالقُ إر‬،ِ‫إال َح ِد إيث‬
Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk mengucapkan
salam kepada (penghuni) kubur, serta mendoakan mayit yang
diziarahi dan semua penghuni kubur. Salam serta doa lebih
diutamakan menggunakan apa yang sudah ditetapkan dalam
hadis Nabi. Begitu pula, disunnahkan membaca apa yang
mudah dari Al-Qur’an, dan berdoa untuk mereka setelahnya.
(Lihat: Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’, juz 5, h.
311).
- Syekh Ibnu Qudamah dari mazhab Hanbali juga menuturkan:
‫ أ َ َّما‬.ُ‫َّللا‬ ‫ إ‬، َ‫ نَفَعَهُ ذَلِك‬،‫ت إال ُم إسل ِِم‬
َّ ‫إن شَا َء‬ ِ ِ‫ َو َج َع َل ث َ َوابَ َها ل إِل َمي‬،‫ي قُ إربَ ٍة فَ َعلَ َها‬
ُّ َ ‫َوأ‬
ِ ‫ َوأَدَا ُء إال َو‬،ُ‫صدَقَة‬
‫ فَ ََل أ َ إعلَ ُم فِي ِه خِ ََلفًا‬،ِ‫اج َبات‬ ُ ‫ َو ِاال إستِ إغف‬،‫عا ُء‬
َّ ‫ َوال‬،‫َار‬ َ ُّ‫الد‬ Dan
apapun ibadah yang dia kerjakan, serta dia hadiahkan pahalanya
kepada mayit muslim, akan memberi manfaat untuknya. Insya
Allah. Adapun doa, istighfar, sedekah, dan pelaksanaan
kewajiban maka saya tidak melihat adanya perbedaan pendapat
(akan kebolehannya). (Lihat: Abdullah bin Ahmad bin
Muhammad bin Qudamah, Al-Mughni, juz 5, h. 79).

Halaman | 7
2. Kedua, sebagian ulama mazhab Maliki yang lain menyatakan,
pahala bacaan Al-Qur’an dan kalimat thayyibah tidak sampai kepada
mayit, karenanya hal itu tidak diperbolehkan.
- Syekh Ad-Dasuqi dari mazhab Maliki menulis:
ُّ ِ‫ت َحكَاهُ إالقَ َراف‬
‫ي‬ ِ ِ‫َب أ َ َّن إالق َِرا َءة َ َال ت َِص ُل ل إِل َمي‬
ُ ‫ إال َمذإه‬:‫ج‬
ِ ‫ب إال َح‬
ِ ‫يح فِي َبا‬
ِ ‫ض‬ِ ‫قَالَ فِي الت َّ إو‬
َ ‫ش إي ُخ ابإنُ أ َ ِبي َج إم َرة‬َّ ‫فِي قَ َوا ِع ِد ِه َوال‬
Penulis kitab At-Taudhih berkata dalam kitab At-Taudhih, bab
Haji: Pendapat yang diikuti dalam mazhab Maliki adalah bahwa
pahala bacaan tidak sampai kepada mayit. Pendapat ini
diceritakan oleh Syekh Qarafi dalam kitab Qawaidnya, dan Syekh
Ibnu Abi Jamrah. (Lihat: Muhammad bin Ahmad bin Arafah Ad-
Dasuqi, Hasyiyatud Dasuqi Alas Syarhil Kabir, juz 4, h. 173).

Dari paparan di atas, para ulama berbeda pendapat tentang hukum


menghadiahkan bacaan Al-Qur’an dan kalimat thayyibah kepada
mayit. Mayoritas ulama meliputi ulama mazhab Hanafi, sebagian
ulama mazhab Maliki, ulama mazhab Syafi’i, ulama mazhab
Hanbali, dan Syekh Ibnu Taimiyyah membolehkannya. Sedangkan,
sebagian ulama mazhab Maliki yang lain melarangnya.

2.5 Fatwa Para Ulama Islam Dan Ijma’ Mereka Mengenai Tahlilan,
Berkumpul Dirumah Mayit Dan Hadiah Bacaan
Apabila para shahabat telah ijma’ tentang sesuatu masalah seperti
masalah yang sedang kita bahas ini, maka para tabi’in dan tabi’ut-tabi’in dan
termasuk di dalamnya Imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi’iy dan
Ahmad) dan seluruh Ulama Islam dari zaman ke zamanpun mengikuti
ijma’nya para sahabat yaitu berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan
makan-makan di situ adalah haram dan termasuk dari adat/kebiasaan
jahiliyyah. Berikut adalah kumpulan fatma dari para ulama.

Halaman | 8
1. Telah berkata Imamnya para Ulama, mujtahid mutlak, lautan ilmu,
pembela Sunnah. Al-Imam Asy-Syafi’iy di kitabnya ‘Al-Um” (I/318).

“Aku benci al ma'tam yaitu berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit meskipun


tidak ada tangisan, karena sesungguhnya yang demikian itu akan
memperbaharui kesedihan"[1]
Perkataan imam kita diatas jelas sekali yang tidak bisa dita'wil atau ditafsirkan
kepada arti dan makna lain kecuali bahwa beliau dengan tegas mengharamkan
berkumpul-kumpul dirumah keluarga/ahli mayit. Ini baru berkumpul saja,
bagaimana kalau disertai dengan apa yang kita namakan disini sebagai
Tahlilan ?"
2. Telah berkata Imam Ibnu Qudamah, di kitabnya Al Mughni (Juz 3
halaman 496-497 cetakan baru ditahqiq oleh Syaikh Abdullah bin Abdul
Muhsin At Turki ) :
“Adapun ahli mayit membuatkan makanan untuk orang banyak maka itu satu
hal yang dibenci ( haram ). Karena akan menambah kesusahan diatas musibah
mereka dan menyibukkan mereka diatas kesibukan mereka [2] dan
menyerupai perbuatan orang-orang jahiliyyah.

Dan telah diriwayatkan bahwasannya Jarir pernah bertamu kepada Umar. Lalu
Umar bertanya,.Apakah mayit kamu diratapi ?" Jawab Jarir, " Tidak !" Umar
bertanya lagi, " Apakah mereka berkumpul di rumah ahli mayit dan mereka
membuat makanan ? Jawab Jarir, " Ya !" Berkata Umar, " Itulah ratapan !"
3. Telah berkata Syaikh Ahmad Abdurrahman Al Banna, di kitabnya :
Fathurrabbani tartib musnad Imam Ahmad bin Hambal ( 8/95-96) :

"Telah sepakat imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi'i dan Ahmad)
atas tidak disukainya ahli mayit membuat makanan untuk orang banyak yang
mana mereka berkumpul disitu berdalil dengan hadits Jarir bin Abdullah. Dan
zhahirnya adalah HARAM karena meratapi mayit hukumnya haram,

Halaman | 9
sedangkan para Shahabat telah memasukkannya (yakni berkumpul-kumpul di
rumah ahli mayit) bagian dari meratap dan dia itu (jelas) haram.
Dan diantara faedah hadits Jarir ialah tidak diperbolehkannya berkumpul-
kumpul dirumah ahli mayit dengan alasan ta'ziyah /melayat sebagaimana
dikerjakan orang sekarang ini.
Telah berkata An Nawawi rahimahullah : Adapun duduk-duduk (dirumah ahli
mayit ) dengan alasan untuk ta'ziyah telah dijelaskan oleh Imam Syafi'i dan
pengarang kitab Al Muhadzdzab dan kawan-kawan semadzhab atas
dibencinya (perbuatan tersebut).

Kemudian Nawawi menjelaskan lagi, " Telah berkata pengarang kitab Al


Muhadzdzab : “Dibenci duduk-duduk (ditempat ahli mayit ) dengan alasan
untuk ta'ziyah. Karena sesungguhnya yang demikian itu adalah muhdats (hal
yang baru yang tidak ada keterangan dari Agama), sedang muhdats adalah "
Bid'ah."
Kemudian Syaikh Ahmad Abdurrahman Al-Banna di akhir syarahnya atas
hadits Jarir menegaskan : “Maka, apa yang biasa dikerjakan oleh kebanyakan
orang sekarang ini yaitu berkumpul-kupmul (di tempat ahli mayit) dengan
alasan ta’ziyah dan mengadakan penyembelihan, menyediakan makanan,
memasang tenda dan permadani dan lain-lain dari pemborosan harta yang
banyak dalam seluruh urusan yang bid’ah ini mereka tidak maksudkan kecuali
untuk bermegah-megah dan pamer supaya orang-orang memujinya bahwa si
fulan telah mengerjakan ini dan itu dan menginfakkan hartanya untuk tahlilan
bapak-nya. Semuanya itu adalah HARAM menyalahi petunjuk Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Salafush shalih dari para shahabat dan
tabi’in dan tidak pernah diucapkan oleh seorangpun juga dari Imam-imam
Agama (kita).

Kita memohon kepada Allah keselamatan !”

Halaman | 10
4. Al Imam An Nawawi, dikitabnya Al Majmu' Syarah Muhadzdzab (5/319-
320) telah menjelaskan tentang bid'ahnya berkumpul-kumpul dan makan-
makan dirumah ahli mayit dengan membawakan perkataan penulis kitab Asy -
Syaamil dan lain-lain Ulama dan beliau menyetujuinya berdalil dengan hadits
Jarir yang beliau tegaskan sanadnya shahih. Dan hal inipun beliau tegaskan di
kitab beliau “Raudlotuth Tholibin (2/145).
5. Telah berkata Al Imam Asy Syairoziy, dikitabnya Muhadzdzab yang
kemudian disyarahkan oleh Imam Nawawi dengan nama Al Majmu' Syarah
Muhadzdzab : "Tidak disukai /dibenci duduk-duduk (ditempat ahli mayit)
dengan alasan untuk Ta'ziyah karena sesungguhnya yang demikian itu
muhdats sedangkan muhdats adalah " Bid'ah ".
6. Al Imam Ibnul Humam Al Hanafi, di kitabnya Fathul Qadir (2/142)
dengan tegas dan terang menyatakan bahwa perbuatan tersebut adalah "
Bid'ah Yang Jelek". Beliau berdalil dengan hadits Jarir yang beliau katakan
shahih.
7. Al Imam Ibnul Qayyim, di kitabnya Zaadul Ma'aad (I/527-528)
menegaskan bahwa berkumpul-kumpul (dirumah ahli mayit) dengan alasan
untuk ta'ziyah dan membacakan Qur'an untuk mayit adalah " Bid'ah " yang
tidak ada petunjuknya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
8. Al Imam Asy Syaukani, dikitabnya Nailul Authar (4/148) menegaskan
bahwa hal tersebut Menyalahi Sunnah.
9. Berkata penulis kitab ‘Al-Fiqhul Islamiy” (2/549) : “Adapaun ahli mayit
membuat makanan untuk orang banyak maka hal tersebut dibenci dan Bid’ah
yang tidak ada asalnya. Karena akan menambah musibah mereka dan
menyibukkan mereka diatas kesibukan mereka dan menyerupai (tasyabbuh)
perbuatan orang-orang jahiliyyah”.
10. Al Imam Ahmad bin Hambal, ketika ditanya tentang masalah ini
beliau menjawab : " Dibuatkan makanan untuk mereka (ahli mayit ) dan
tidaklah mereka (ahli mayit ) membuatkan makanan untuk para penta'ziyah."
[Masaa-il Imam Ahmad bin Hambal oleh Imam Abu Dawud hal. 139]

Halaman | 11
11. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, " Disukai membuatkan makanan
untuk ahli mayit dan mengirimnya kepada mereka. Akan tetapi tidak disukai
mereka membuat makanan untuk para penta'ziyah. Demikian menurut
madzhab Ahmad dan lain-lain." [Al Ikhtiyaaraat Fiqhiyyah hal.93]
12. Berkata Al Imam Al Ghazali, dikitabnya Al Wajiz Fighi Al Imam Asy
Syafi'i (I/79), " Disukai membuatkan makanan untuk ahli mayit."

Berdasarkan fatwa- fatwa tersebut dapat disimpulkan bahwa:


Pertama : Bahwa berkumpul-kumpul ditempat ahli mayit hukumnya adalah
BID'AH dengan kesepakatan para Shahabat dan seluruh imam dan ulama'
termasuk didalamnya imam empat.

Kedua : Akan bertambah bid'ahnya apabila ahli mayit membuatkan makanan


untuk para penta'ziyah.
Ketiga : Akan lebih bertambah lagi bid'ahnya apabila disitu diadakan tahlilan
pada hari pertama dan seterusnya.
Keempat : Perbuatan yang mulia dan terpuji menurut SUNNAH NABI
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kaum kerabat /sanak famili dan para
jiran/tetangga memberikan makanan untuk ahli mayit yang sekiranya dapat
mengenyangkan mereka untuk mereka makan sehari semalam. Ini
berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Ja'far bin Abi
Thalib wafat.
"Buatlah makanan untuk keluarga Ja'far ! Karena sesungguhnya telah datang
kepada mereka apa yang menyibukakan mereka (yakni musibah kematian)."
[Hadits Shahih, riwayat Imam Asy Syafi'i ( I/317), Abu Dawud, Tirmidzi,
Ibnu Majah dan Ahmad (I/205)]

Hal inilah yang disukai oleh para ulama kita seperti Syafi’iy dan lain-lain
(bacalah keterangan mereka di kitab-kitab yang kami turunkan di atas).

Halaman | 12
Berkata Imam Syafi’iy : “Aku menyukai bagi para tetangga mayit dan sanak
familinya membuat makanan untuk ahli mayit pada hari kematiannya dan
malam harinya yang sekiranya dapat mengenyangkan mereka, karena
sesungguhnya yang demikian adalah (mengikuti) SUNNAH (Nabi) “ [Al-Um
I/317]
13. Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Sebagian ulama seperti Imam Ahmad bin Hambal mengatakan pahalanya
sampai kepada si mayit. Dan sebagian ulama lainnya seperti Imam Malik dan
Imam Syafi’i mengatakan tidak sampai. Tim Fatwa Agama cenderung kepada
pendapat yang kedua ini karena beberapa alasan, antara lain:
Pertama, tidak terdapat ayat al-Qur’an atau hadis Nabi Muhammad saw yang
dapat dijadikan dasar yang kuat untuk melakukannya. Bahkan di dalam al-
Quran Allah menyatakan bahwa manusia tidak akan memperolehi balasan di
akhirat melainkan apa yang diusahakannya sendiri ketika masih di dunia.
Firman-Nya:
‫إس َوأ َ إن‬
َ ‫ان لَي‬
ِ ‫س‬ ِ ‫ال ل إ‬
َ ‫ِْل إن‬ َ . ‫س إعيَهُ َوأ َ َّن‬
َّ ‫س َعى َما ِإ‬ َ ‫ف‬ َ ‫ي َُرى‬. ‫اإْل َ إوفَى إال َجزَ ا َء يُجإزَ اهُ ث ُ َّم‬. [‫النجم‬، 53: 39-
َ ‫س إو‬
41]
Artinya: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa
yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat
(kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang
paling sempurna,” [QS. an-Najm (53): 39-41].
Dan di dalam sebuah hadis, Rasulullah saw memberi peringatan agar supaya
kita tidak melakukan hal-hal yang tidak ada tuntunannya. Hadis tersebut
berbunyi:
‫ع إن‬َ َ‫شة‬ َ ِ‫عائ‬
َ ‫ي‬ ِ ‫ع إن َها هللا ُ َر‬
َ ‫ض‬ ‫قَالَ إ‬: ‫صلَّى هللاِ َرسُو ُل قَا َل‬
َ ‫ت‬ َ ‫سلَّ َم‬
َ ُ ‫علَ إي ِه هللا‬ َ ‫إس َما َهذَا أ َ إم ِرنَا فِي أ َ إحدَثَ َم إن‬
َ ‫و‬: َ ‫لَي‬
‫رد َف ُه َو فِي ِه‬.
َ [‫]ومسلم البخاري رواه‬
Artinya: “Diriwaytkan dari Aisyah r.a. katanya: Rasulullah saw bersabda:
“Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu dalam agama kita ini yang tidak
berasal darinya maka perbuatan itu ditolak.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]

Halaman | 13
Kedua, para sahabat tidak melakukan hal itu karena memang tidak ada
tuntunannya dari al-Quran dan Hadis.
Ketiga, kita tidak bisa memastikan apakah ketika kita membaca al-Quran itu
kita mendapat pahala sehingga bisa menghadiahkan pahala tersebut kepada
orang lain atau tidak.
Keempat, menganut pendapat sampainya pahala bacaan kepada orang lain
sering kali berakibat negatif, yaitu orang yang kurang beramal saleh
mengharapkan hadiah pahala dari orang lain.
Memperhatikan alasan-alasan di atas, maka lebih baik kita tidak melakukan
yang tidak ada tuntunannya, dan mencukupkan diri dengan yang jelas ada
tuntunannya, yaitu mendoakan orang yang meninggal dunia.

Halaman | 14
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Tahlilan adalah ritual atau upacara selamatan yang dilakukan sebagian
umat Islam, kebanyakan di Indonesia dan kemungkinan di Malaysia, untuk
memperingati dan mendoakan orang yang telah meninggal yang biasanya
dilakukan pada hari pertama kematian hingga hari ketujuh, dan selanjutnya
dilakukan pada hari ke-40, ke-100, kesatu tahun pertama, kedua, ketiga dan
seterusnya. Ada pula yang melakukan tahlilan pada hari ke-1000.Tahlilan
merupakan kegiatan membaca serangkaian ayat Alquran dan zikir-zikir
dengan maksud menghadiahkan pahala bacaannya kepada orang yang telah
meninggal.
Upacara tahlilan di Indonesia ditandai merupakan praktik pada abad-abad
transisi yang dilakukan oleh masyarakat yang baru memeluk Islam, tetapi
tidak dapat meninggalkan kebiasaan mereka yang lama.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menghadiahkan bacaan Al-
Qur’an dan kalimat thayyibah kepada mayit. Mayoritas ulama meliputi ulama
mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Maliki, ulama mazhab Syafi’i, ulama
mazhab Hanbali, dan Syekh Ibnu Taimiyyah membolehkannya. Sedangkan,
sebagian ulama mazhab Maliki yang lain melarangnya.
3.2 Saran
Dalam praktiknya hukum pelaksanaan tahlilan di Indonesia itu relatif.
Tahlilan boleh dilaksanakan asalkan tidak memberatkan keluarga dari si
mayat. Tetapi apabila acara tahlilan memberatkan keluarga yang
ditinggalkannya hukumnya haram. Walaupun masih menjadi perdebatan
hendaknya kita ikut juga dalam mengakaji kebenaran tradisi tahlilan ini dari
berbagai sudut pandang latar belakang social dan budaya dengan tidak
mengesampingkan al-Qur'an dan al-Hadis sebagai rujukan utama dalam
menetapkan hukum Islam.

Halaman | 15
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Tahlilan

http://thetrueideas.multiply.com/journal/item/1059

http://semuaguru.blogspot.com/2012/01/fiqh-khilafiyah-nu- muhammadiyah-
seputar_1302.html

https://kalam.sindonews.com/read/327576/69/pandangan-islam-terhadap-
tradisi-tahlilan-dan-yasinan-bolehkah-1612692153

https://sangpencerah.id/2015/09/fatwa-muhammadiyah-sampaikah-kirim-al-
fatihah-kepada-orang-meninggal/

https://harakah.id/sejarah-dan-asal-usul-redaksi-bacaan-tahlilan-di-indonesia-
ternyata-inilah-pencetusnya/

Halaman | 16

Anda mungkin juga menyukai