Anda di halaman 1dari 9

KULIAH PENGABDIAN MASYARAKAT

TRADISI RUTINAN JAM’IYAH TAHLIL DESA CANDIREJO

(Studi Living Qur’an Jama’ah Tahlil di Dusun Tosobo, Candirejo,


Mojotengah, Wonosobo)

Dosen Pembimbing Lapangan KPM Universitas Sains Al-Qur’an:

Mila Fursiana., S.M, S.HI, M.SI

Oleh:

Muhammad Haydar Hakim (2018080022)

Progam Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Universitas Sains Al-Qur’an Jawa Tengah di Wonosobo

Abstrak

Penilian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tradisi tahlilan dalam


kehidupan masyarakat dusun Tosobo, desa Candirejo, kecamatan Mojotengah,
kabupaten Wonosobo yang pada saat ini dibimbing oleh bapak Kyai Saifu dari
dusun Tosobo. Tradisi tahlilan yang berada di dusun Tosobo merupakan tradisi
yang sudah dijalani oleh sebagian masyarakat secara turun-temurun dan sudah
berjalan selama puluhan tahun yang lalu, bertujuan untuk memperingati waktu
kematian seseorang. Desa Candirejo dusun Tasaba sendiri memiliki tiga momen
pengajian malam rutinan tiap minggu satu kali, antara lain yaitu: Pertama,
tahlilan yang dilakukan pada malam senin, Kedua, dalailul khairat yang
dilakukan pada malam rabu dan Ketiga, yasinan yang dilakukan pada malam
jum’at. Kegiatan tradisi tahlilan di dusun Tasaba ini juga banyak mengandung
nilai-nilai positif, seperti adanya pengetahuan agama lewat ceramah agama,
adanya nilai tali silaturrahmi, nilai solidaritas sosial, dan nasihat untuk kita yang
masih hidup. Selain itu, tahlilan juga berisi ajakan untuk beramal sholeh melalui
silaturrahmi membaca do’a, membaca ayat-ayat al-Qur’an dan membaca
sholawat, berdzikir, dan bersedekah.
Kata kunci: Tradisi kebudayaan tahlilan, Living Qur’an

Pendahuluan

1
Tahlilan merupakan kegiatan membaca serangkaian ayat al-Qur’an dan
dzikir-dzikir dengan maksud menghadiahkan pahala bacaannya kepada orang
yang telah meninggal.1 Tahlilan berasal dari kata bahasa Arab “tahlii” yang
berarti membaca kalimat “La ilaha illa Allah” Tidak ada sesembahan yang
berhak disembah selain Allah. 2 Didalam Tahlil yang biasa dibaca adalah kalimat
tauhid La ilaha illah Allah, ayat suci al-Qur’an, tasbih, shalawat, dan bacaan-
bacaan lainnya, dari sinilah kalimat yang banyak dibaca tahlil dijadikan nama bagi
kumpulan doa-doa yang ditujukan kepada yang telah meninggal atau bahkan
dalam resepsi pun mereka tidak meninggalkan amalan yang satu ini. 3

Maka dari itu bahwa di perlukannya sebuah metode atau cara agar bisa
menarik simpati masyarakat muslim dalam memahami dan mengkaji setiap ayat-
ayat al-Qur’an secara utuh melalui berbagai peristiwa atau budaya yang ada di
masyarakat yang dilandasi dengan Living Qur’an. Yang dimaksud dengan Living
Qur’an adalah metode yang menjadikan fenomena yang hidup ditengah
masyarakat terkait dengan al-Qur’an, maka dari itu dalam living Qur’an sendiri
akan membahas tentang sosial budaya yang didalamnya diselimuti oleh ayat-ayat
suci al-Qur’an yang hidup ditengah-tengah masyarakat, 4 contohnya adalah tradisi
tahlil.

Tahlilan juga termasuk living Qur’an karena didalam tahlilan sendiri


terangkum ayat-ayat pilihan yang banyak faidahnya seperti pembacaan surat al-
Fatihah, surat Yasin, surat al-Ikhlas, surat al-Falaq, dan surat an-Nas. Walaupun
begitu, mayoritas masyarakat desa Candirejo sendiri jika dibilang tahlilan mereka
sudah paham dan mengerti apa yang akan dibaca, karena dalam tradisi tahlilan itu
tidak terlepas dari surat-surat tersebut.

1
Abidin, Firanda Andirja (22 March 2013) “Tahlilan adalah Bid’ah Menurut Madzhab
Syafi’i”.Firanda.com Diakses tanggal 17 Oktober 2021
2
Abdat, Abdul Hakim bin Amir (2001). “Hukum Tahlilan (Selamatan Kematian) Menurut
Empat Madzhab dan Hukum Membaca Al-Qur’an untuk Mayyit Bersama Imam Imam Syafi’i”.
Tasjilat Al-Ikhlas. Diakses tanggal 17 Oktober 2021
3
M. Hanif Muslih, Kesholihan Tahlil Menurut Al-Qur’an dan Al-Hadist, (Semarang: Ar-
Ridha), hal. 2
4
Ibrahim Eldeep, Be A Living Qur’an: Petunjuk Praktis Penerapan Ayat-ayat Al-Qur’an
dalam Kehidupan Sehari-hari, (Tangerang: Lentera Hati, 2009), hal. 3

2
Sebenarnya dalam tahlilan tidak ada keharusan membaca surat-surat
tersebut diatas, akan tetapi karena bacaan-bacaannya mempunyai keutamaan-
keutamaan lebih dari bacaan-bacaan yang lain, maka bacaan itulah yang paling
banyak di amalkan oleh warga masyarakat desa Candirejo. 5

Metode

Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di Dusun Tasaba, Desa


Candirejo, Kec. Mojotengah, Kab. Wonosobo. Jenis penelitian ini adalah
penilitian lapangan (field research) yang menggunakan metode diskriptif analisis
yaitu menyajikan data yang sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh dari
subjek penelitian di lapangan. Informasi maupun data-data yang diperoleh yaitu
dengan cara terjun langsung ke lapangan sesuai dengan pokok penelitian ini.
Metode pengumpulan data yang akan digunakan oleh peneliti adalah metode
observasi, wawancara, dan dokumentasi. 6

Pembahasan

A. Definisi Tahlilan Menurut Bahasa

Berdasarkan sudut pandang etimologis, kata tahlil atau tahlilan berasal dari
Bahasa Arab dengan bentuk masdar dari fi’il madli ‫ هم‬,‫ هم‬,‫ الها‬yang mengandung
arti “ekspresi atau kesenangan” atau “ekspresi keriangan”. Kata ini bisa juga
memiliki arti mengucapkan kalimat Thayyibah (“Laa ilaaha illa Allah”) atau
Bahasa Indonesia artinya: “tiada tuhan yang patut disembah selain Allah” atau
dengan kata lain yaitu “pangakuan seorang hamba yang meng’itikadkan bahwa
tiada tuhan yang wajib disembah kecuali Allah semata.7

Tahlil merupakan dzikir yang dilakukan oleh umat Islam. Dzikir ini
dianggap memiliki nilai yang besar dan mempunyai banyak keutamaan. Kata

5
Wawancara Warga desa Candirejo
6
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D, 28th ed, (Bandung:
Alfabeta, 2018), hal. 63
7
Sahab, F. Tahlil dalam Presfektif Ahli Sunnah Wal-Jama’ah. 2008. Diakses dari
http://s4h4.wordpress.com/2008/11/27/tahlil-dalam-presfektif-ahli-sunnah-wal-jamaah/2008 pada
tanggal 17/10/2021

3
tahlil sebangsa dengan ucapan takbir (mengucapkan Allahu akbar), tahmid
(mengucapkan Alhamdulillah), Tasbih (mengucapkan subhanallah), hamdalah
(mengucapkan alhamdulillahi rabbil alamin), dan sebagainya.

B. Definisi Tahlil Menurut Istilah

Pengertian tahlil menurut istilah adalah “bersama-sama mengucapkan


kalimat thaiyyibah dan mendoakan orang yang sudah meninggal dunia”. Dari
uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tahlil adalah bersama-sama melakukan
do’an yang ditujukan kepada orang yang sudah meninggal dunia. Tahlilan ini
bisa dilaksanakan di rumah-rumah, mushalla, surau, atau majlis-majlis dengan
harapan semoga diterima amalan dan diampuni dosanya oleh Allah SWT. 8

Istilah tahlilan kemudian lebih dipahami di lingkungan masyarakat


Indonesia sebagai bagian dari ritual selamatan yang dilakukan oleh sebagian umat
Islam, yang mayoritas berada di Indonesia, untuk memperingati dan mendoakan
orang yang telah meninggal dunia.

Tahlilan biasa dilakukan pada hari pertama meninggalnya jenazah hingga


memasuki hari ketujuh, dan selanjutnya dilakukan pada hari ke-40, ke-100, kesatu
tahun pertama, kedua, ketiga dan seterusnya, bahkan hingga hari ke-1000. Selama
menjalani ritual tahlil, puji-pujian terhadap tuhan memang menjadi fokus utama.
Biasanya dilakukan lewat bacaan ayat-ayat dan do’a-do’a tertentu. Surat Yasin
menjadi bacaan utama, di iringi dengan ayat Kursi dan lantunan tasbih
(pensucian), tahmid (puji-pujian) dan istighfar (mohon ampunan). 9

Adapun kerangka atau rangkaian dasar bacaan tahlil dan urut-urutannya,


Madchan Anies 10 memaparkan adanya sembilan bagian pokok dalam tahlil, yaitu:

1) Tentang hadrah dan al-Fatihah.


2) Surat al-Ikhlas, al-Muawwidzatain dan al-Fatihah.
8
Abdusshomad, Tahlilan dalam Presfektif Al-Qu’an dan Assunnah. (Jember: PP. Nurul
Islam, 2005)
9
http://id.wikipedia.org/wiki/tahlilan diakses pada tanggal 17/10/2021
10
Madchan Anies, Tahlil dan Kenduri, Tradisi Santri dan Kyai. (Yogyakarta: Pustaka
Pesantren, 2009), hal. 23

4
3) Permulaan surat al-Baqarah.
4) Surat al-Baqarah 163 dan ayat kursi.
5) Ayat-ayat terakhir surat al-Baqarah.
6) Bacaan tarhim dan tabarruq dengan surat Hud: 73 dan al-Ahzab: 33.
7) Shalawat, hasbalah, dan hauqalah.
8) Bacaan istigfar, tahlil, dan tasbih.
9) Do’a penutup.
C. Akar sejarah dan Penyebaran Tahlil di Indonesia.

Menurut penyelidikan para ahli, ritual tahlilan diadopsi (pengambilan)


oleh para da’i terdahulu dari upacara kepercayaan animesme, agama Budha dan
Hindu yang kemudian diganti dengan ritual yang diambil dari al-Qur’an dan
Hadist. Sebelum agama Hindu, Budha dan Islam masuk ke Indonesia,
kepercayaan yang dianut oleh bangsa Indonesia antara lain adalah animesme.

Menurut kepercayaan animesme, bila seorang meninggal dunia, maka


ruhnya akan datang ke rumah pada malam hari mengunjungi keluarganya. Jika
dalam rumah tidak ada orang yang ramai berkumpul-kumpul mengadakan upacara
sesaji kepada yang ghaib atau ruh-ruh ghaib, maka ruh orang mati tadi akan marah
dan masuk (sumerup) kedalam jasad orang yang masih hidup dari keluarga si
mayyit. Maka untuk itu semalaman para tetangga dan kawan-kawan atau
masyarakat tidak tidur, membaca mantra-mantra atau sekdar berkumpul-kumpul.
Hal seperti itu dilakukan pada malam pertama kematian, selanjutnya malam
ketiga, ketujuh, ke-100, satu tahun, dua tahun, dan malam ke-1000. Menurut
paham ini, ruh dari orang-orang yang sudah mati itu sangat menentukan bagi
kebahagiaan dan kecelakaan orang-orang yang masih hidup di dunia ini.

Ketika agama Hindu dan Budha masuk di Indonesia, kedua agama ini
tidak mampu merubah tradisi animesme tersebut. Bahkan tradisi tersebut
berlangsung terus sampai agama Islam masuk di Indonesia yang dibawa oleh
Ulama, yang dikenal dengan Wali Songo. Setelah orang-orang tersebut masuk
Islam, mereka juga tetap melakukan ritual tersebut.

5
Sebagai langkah awal, para Ulama’ terdahulu tidak memberantasnya tetapi
mengalihkan dari upacara yang bersifat Hindu dan Budha itu, menjadi upacara
yang beralaskan Islam sehingga tidak bertentangan dengan pokok-pokok ajaran
Islam.11 Sesaji diganti dengan nasi dan lauk-pauk untuk bersedekah.

Mantra-mantra diganti dengan dzikir, do’a dan bacaan-bacaan al-Qur’an.


Upacara seperti ini kemudian dinamakan tahlilan yang sekarang telah menjadi
tradisi dan budaya pada sebagian besar masyarakat Indonesia.

Berdasarkan aspek historis ini, bisa diketahui bahwa sebenarnya tradisi


tahlilan merupakan adopsi (pengambilan) dan sinkretisasi (pembaruan) dengan
agama lain. Jadi, tradisi tahlilan, khusunya di Indonesia, merupakan hasil
negosiasi antara agama pribumi dangan agama Islam yang datang kemudian, yang
dilakukan oleh para muballigh yang memahami akan kondisi masyarakat
Indonesia.

Tahlilan yang pada mulanya di tradisikan oleh Wali Songo ini tidak lepas
dari cara dakwahnya, yang mengedepankan metode kultural atau budaya. Wali
Songo mengajarkan nilai-nilai Islam secara luwes dan tidak secara frontal
menentang tradisi Hindu yang telah mengakar kuat di masyarakat, namun
membiarkan tradisi itu berjalan, hanya saja isinya diganti dengan nilai-nilai Islam.

Dalam tradisi lama, bila ada tetangga, kerabat atau saudara yang
meninggal dunia, maka para kerabat famili dan tetangga biasanya akan berkumpul
“jagongan” (berbincang-bincang) di rumah duka. Mereka bukannya mendoakan
mayyit tetapi begadang dengan bermain kartu judi atau mabuk-mabukkan. Wali
Songo tidak serta merta membubarkan tradisi tersebut, tetapi masyarakat
dibiarkan tetap berkumpul namun caranya diganti dengan mendoakan mayyit. 12

D. Tahlilan di Desa Candirejo


11
Maqsudi, A, Sejarah Upacara Tahlil di Indonesia. Diakses dari
http://pesantren.or.id.42303.masterweb.net/ppssnh.malang/cgi-
bin/content.cgi/artikel/tahlil.single?seemore=y pada tanggal 17/10/2021
12
C. Nafis, Pasal tentang Tahlil 2008. Diakses dari
http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=11426 pada tanggal
17/10/2021

6
Desa Candirejo merupakan salah satu desa yang masyarakatnya masih
banyak menjunjung tinggi tradisi kebudayaan di tanah jawa yang mana telah
diturunkan dari nenek moyang mereka terdahulu, terlebih lagi tradisi-tradisi yang
bernilai ke-Islaman, salah satunya adalah tradisi kebudayaan tahlilan.

Tradisi tahlilan di desa Candirejo sendiri adalah suatu tradisi yang sudah
menjadi rutinan dalam masyarakat desa, bahkan di lakukan setiap satu minggu
sekali tepatnya pada malam senin setelah melakukan sholat Isya’. Tradisi tahlilan
di desa Candirejo khususnya di dusun Tasaba ini dilakukan ke rumah-rumah
warga secara bergiliran.

Tradisi tahlilan di desa Candirejo ini bertujuan untuk meningkatkan


berdzikir kepada Allah sekaligus melaksakan ibadah sosial, menambah dan
mempererat tali silaturrahmi antar warga desa yang lain. Selain dipandang sebagai
jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, tahlilan bisa menjadi sarana berdoa,
sarana membebaskan diri dari segala dosa, dan secara normatif tahlilan dapat pula
menjadi salah satu indikator dalam dimensi keimanan seorang muslim. Membaca
tahlil bisa memberikan “makanan” bagi jiwa yang lapar, menenagkan bagi jiwa
yang resah, dan melahirkan kebahagiaan dalam hati yang galau.

Tradisi tahlilan di desa Candirejo juga merupakan suatu tradisi


kebudayaan yang sangat positif dikalangan masyarakat sekitar, karena melalui
tahlilan ini sendiri dapat terbentuk pembinaan umat lewat jalur jama’ah
kebesamaan serta tercipta kesinambungan antargenerasi (tua dan muda) dengan
baik. Dengan dibangunnya komunikasi seperti ini, akan dapat timbul
penghormatan dan penghargaan kepada generasi sebelumnya, yaitu generasi yang
sudah wafat atau meninggal dunia. Inilah salah satu bentuk persaudaraan muslim
yang dicoba untuk diwujudkan melalui aktivitas jam’iyah-jam’iyah seperti halnya
tahlilan.13

Kesimpulan

13
Z Fanani, & A Sabardila, Sumber Konflik Masyarakat Muslim, Presfektif
Keberterimaan Tahlil, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2001), hal. 32

7
Tahlilan merupakan sebuah budaya yang sangat dinamis dan dari sudut
pandang antropologis dan psikologis, sangat menarik. Tahlilan tak hanya menjadi
perekat sosial, tetapi juga mempersatukan berbagai elemen masyarakat. Tahlilan
merupakan tradis Islam di Indonesia yang sangat menarik dan dapat menjadi
penghubung untuk masyarakat desa yang kerap terlena akan kesibukan sehari-
hari. Tahlilan juga bisa menjadi media yang representatif, mentradisi, dan mampu
memberikan rasa damai, meningkatkan kualitas keimanan, meningkatkan ukhwah
Islamiyah, dan kerukunan umat.

Warga masyarakat desa Candirejo dusun Tasaba sebenarnya memiliki


potensi yang sangat strategis dalam membangun, membina, dan merajut tali
silaturrahmi atau tali persaudaraan antar umat muslim. Hal ini penting untuk
meningkatkan martabat dan kredibilitas sesama warga desa yang lain. Karena
sosial kemasyarakatannya yang masih sangat rapat ditambah dengan adanya
jam’iyah-jam’iyah Islamiyah yang sudah menjadi tradisi kebudayaan dan kegiatan
yang sangat rutin yang dilaksanakan di desa Candirejo itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Abdat, Abdul Hakim bin Amir (2001). “Hukum Tahlilan (Selamatan Kematian)
Menurut Empat Madzhab dan Hukum Membaca Al-Qur’an untuk Mayyit
Bersama Imam Imam Syafi’i”. Tasjilat Al-Ikhlas.
Abdusshomad, Tahlilan dalam Presfektif Al-Qu’an dan Assunnah. (Jember: PP.
Nurul Islam, 2005)
Abidin, Firanda Andirja (22 March 2013) “Tahlilan adalah Bid’ah Menurut
Madzhab Syafi’i”.Firanda.com
C. Nafis, Pasal tentang Tahlil 2008. Diakses dari
http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=114
26
http://id.wikipedia.org/wiki/tahlilan
Madchan Anies, Tahlil dan Kenduri, Tradisi Santri dan Kyai. (Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2009)

8
Maqsudi, A, Sejarah Upacara Tahlil di Indonesia. Diakses dari
http://pesantren.or.id.42303.masterweb.net/ppssnh.malang/cgi
bin/content.cgi/artikel/tahlil.single?seemore=y
M. Hanif Muslih, Kesholihan Tahlil Menurut Al-Qur’an dan Al-Hadist,
(Semarang: Ar Ridha)
Ibrahim Eldeep, Be A Living Qur’an: Petunjuk Praktis Penerapan Ayat-ayat Al-
Qur’an dalam Kehidupan Sehari-hari, (Tangerang: Lentera Hati, 2009)
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D, 28th ed, (Bandung:
Alfabeta, 2018)
Sahab, F. Tahlil dalam Presfektif Ahli Sunnah Wal-Jama’ah. 2008. Diakses dar
http://s4h4.wordpress.com/2008/11/27/tahlil-dalam-presfektif ahli-
sunnah-wal jamaah/2008
Wawancara Warga desa Candirejo
Z Fanani, & A Sabardila, Sumber Konflik Masyarakat Muslim, Presfektif
Keberterimaan Tahlil, (Surakarta: Muhammadiyah University Press,
2001).
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Ket: Jamiyahan Tahlil Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu desa Candirejo dusun Tasaba.

Anda mungkin juga menyukai