Anda di halaman 1dari 7

KAJIAN LIVING QUR’AN DAN HADIST

Disusun Oleh :

Siti Rahmatullaili (180601044) Semester 7-B


Chaeron Sapari (180601051) Semester 7-B
Abdullah Huzaepi (190601030) Semester 5-B

Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Universitas Islam Negeri Mataram

A. Definisi Living Qur’an dan Hadist


Secara umum, kajian Living Qur’an (dan Living Hadith) artinya mengkaji Al-Qur’an
dan/atau hadith sebagai teks-teks yang hidup, bukan teks-teks yang mati. Pendekatan Living
Qur’an menekankan aspek fungsi Al-Qur’an sebagai petunjuk dan rahmat bagi manusia dan
orang-orang yang beriman, tapi ini juga bisa memasukkan peranan Al-Qur’an dan Hadith dalam
berbagai kepentingan dan konteks kehidupan, baik yang beriman maupun yang tidak beriman.1
Dalam kajian agama, kajian Living Qur’an dan Hadith adalah bagian dari kajian ‘lived
Religion, ‘practical religion’, ‘popular religion’, ‘lived Islam’, yang bertujuan menggali
bagaimana manusia dan masyarakat memahami dan menjalankan agama mereka. Dalam kajian
kitab suci perbandingan (comparative scripture), Living Qur’an dan Hadith menjadi bagian dari
kajian the uses of scripture, yang belum begitu berkembang juga. Kajian-kajian antropologis
umumnya melakukan pendekatan aspek praktis pemahaman dan pengalaman agama, seperti
simbol, mitos, ritual, samanisme, magis, tapi belum banyak yang membahas aspek pemahaman,
penggunaan dan pengalaman kitab suci dalam kehidupan sehari-hari.2
Suatu penelitian ilmiah hendaknya memperhatikan bagian landasan teori (Rohmana,
2015), yakni seperangkat istilah, konsep serta proposisi yang terusan secara sistematis tentang
tema-tema dalam sebuah penelitian. Pastinya, landasan teori penelitian living Qur’an dibangun
di atas kerangka ilmu Al-Qur’an, sedangkan landasan teori penelitian living Hadith dibangun di

1
Muhammad Ali, “Kajian Naskah dan Kajian Living Qur’an dan Living Hadith”, Journal of Qur’an and Hadith
Studies, Vol. 4, No. 2, Tahun 2015, hlm. 52

2
Ibid., hlm. 150
atas kerangka ilmu hadist (Qudsy, 2016). Dalam hal ini, penelitian living Qur’an menyaratkan
terbangunnya suatu landasan teori berdasarkan pondasi ilmu Al-Qur’an (ulum al-Qur’an), dan
penelitian living hadith menyaratkan terbangunnya landasan teori berdasarkan pondasi ilmu
hadist (ulum al-hadist).3

B. Ruang Lingkup Living Qur’an dan Hadith


Dalam kajian living Qur’an, Sahiron Syamsuddin membagi jenis penelitian Al-Qur’an
menjadi empat : Pertama, penelitian yang menempatkan teks Al-Qur’an sebagai objek kajian.
Kedua, penelitian yang menempatkan hal-hal diluar teks Al-Qur’an namun berkaitan erat dengan
‘kemunculannya’, sebagai objek kajian tentang apa yang ada disekitar teks Al-Qur’an. Ketiga,
penelitian yang menjadikan pemahaman terhadap teks Al-Qur’an sebagai objek kajian dan
keempat, penelitian yang memberikan perhatian pada respons masyarakat terhadap teks Al-
Qur’an dan hasil penafsiran seseorang. Termasuk dalam pengertian ‘respon masyarakat’ adalah
persepsi mereka terhadap teks tertentu dan hasil penafsiran tertentu. Persepsi sosial terhadap Al-
Qur’an dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari, seperti tradisi bacaan surat atau ayat tertentu
pada acara atau seremonial keagamaan. Teks Al-Qur’an yang hidup di masyarakat itulah yang
disebut dengan the Living Qur’an.4
Sedangkan dalam kajian living hadith, menurut Saifudin Zuhri fokus kajian living hadist
adalah pada satu bentuk kajian atas fenomena praktik, tradisi, ritual, atau perilaku yang hidup
dimasyarakat yang memiliki landasannya pada hadist nabi. Misalnya adalah tradisi aqiqah yang
berangkat dari pemahaman hadist nabi bahwa : “seorang bayi tergadai dengan aqiqahnya, maka
alirkan darah (sembelihan aqiqah) untuknya dan singkirkan kotoran (cukurlah rambutnya)
darinya.” Dari sini kemudian muncul berbagai bentuk perayaan aqiqah dimasyarakat.5

3
Wahyudin Darmalaksana, dkk., “Analisis Perkembangan Penelitian Living Al-Qur’an dan Hadis”, Jurnal
Perspektif, Vol. 3, No. 2, Desember-2019, hlm. 137

4
Ridhoul Wahidi, “Hidup Akrab dengan Al-Qur’an; Kajian Living Qur’an dan Living Hadis pada Masyarakat
Indragiri Hilir Riau”, Jurnal Turast, Vol.1, No. 2, Juli-Desember 2013, hlm. 105

5
Saifuddin Zuhri Qudsy,”Living Hadis: Genealogi, Teori, dan Aplikasi”, Jurnal Living Hadis, Vol. 1, No. 1, Mei-
2016, hlm.182
C. Kemunculan Living Qur’an dan Hadits
Fenomena living Qur'an dan Hadits sebenarnya bukanlah hal yang sama sekali baru.
Dalam lintasan sejarah, praktik memperlakukan al-Qur'an dalam kehidupan praktis sebenarnya
telah terjadi sejak masa Nabi Muhhamad SAW hidup.
1. Living Qur’an
Dalam kajian teks al-Qur’an, studi ini menjadikan fenomena yang hidup di tengah
masyarakat muslim atau bahkan non-muslim terkait dengan al-Qur’an sebagai objek studinya.
Dengan begitu, kajian ini pada dasarnya hampir mendekati pada studi sosial dengan
keragamannya. Fenomena living al-Qur’an juga dapat dikatakan sebagai “Qur’anisasi”
kehidupan. Al-Qur’anisasi kehidupan manusia dapat berupa penggunaan ayat-ayat dalam al-
Qur‟an yang diyakini sebagai mempunyai “kekuatan ghaib” tertentu untuk mencapai tujuan
tertentu, seperti untuk pengobatan terhadap penyakit, digunakan sebagai media pengusir bangsa
jin dan lain sebagainya.6

Salah satu riwayat menyebutkan bahwa Nabi pernah mengobati penyakit seseorang
dengan melakukan ruqyah menggunakan surat al-Fatihah dan al-Ma'uzatain.

Hal ini didasarkan atas sebuah hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari
dalam Sahih al-Bukhari. “Dari ‘Aisyah r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad Saw. pernah
membaca surat al-Mu‘awwidhatain, yaitu surat al-Falaq dan al-Nas ketika beliau sedang sakit
sebelum wafatnya. Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa sahabat Nabi pernah mengobati
seseorang yang tersengat hewan berbisa dengan membaca al-Fatihah.

Dari beberapa keterangan riwayat hadis di atas, menunjukkan bahwa praktek interaksi
umat Islam dengan al-Qur’an, bahkan sejak masa awal Islam, dimana Nabi Muhammad Saw.
masih hadir di tengah-tengah umat, tidak sebatas pada pemahaman teks semata, tetapi sudah
menyentuh aspek yang sama sekali di luar teks.7

6
Ahmad Farhan, “Living Al-Qur’an Sebagai Metode Alternatif Dalam Studi Al-Qur’an”El-Afkar Vol. 6 No.II,
Juli- Desember 2017. hlm. 88-89

7
Didi Junaedi, “Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-Qur’an (Studi Kasus di Pondok
Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon)” Journal of Qur’an and Hadith Studies
– Vol. 4, No. 2, 2015. hlm. 176-177
Berdasarkan keterangan di atas, bahwa living Qur’an sudah ada masa Nabi Muhammad
SAW dan sahabat. Akan tetapi hal ini belum merupakan living Qur’an yang berbentuk kajian
keilmuan. Hal ini hanya berupa embrio dari living Qur’an sudah ada sejak masa Nabi dan
sahabat. Living Qur’an mulai menjadi objek kajian ketika pemerhati studi Al-Qur’an non
Muslim. Adapun tokoh pemerhati studi Al-Qur’an ini adalah Neal Robinson, Essac atau Nash
Abu Zaid. Misalnya Farid Essac lebih banyak mengeksplorasi pengamalan tentang Qur’an
dilingkunganya sendiri, sedangkan Neal Robinson mencoba merekam pengalaman banyak kasus
seperti bagaimana pengalaman Taha Husein dalam mempelajari Al-Qur’an di Mesir, bagaimana
pengalaman komunitas muslim di India dan sebagainya.8

Istilah living Qur’an muncul pertama kali oleh Fazhurrahman, hal ini dikatakan oleh
Alfatih Suryadilaga walaupun istilah yang digunakan Fazhulrahman menunjukan sunnah non-
verbal yang dikenal dengan istilah living Tradition. Akan tetapi istilah living Qur’an yang cikal
bakal ilmu baru diperkenalkan oleh Barbara Dali Metcalf dalam penelitiannya tentang living
Hadis yang berjudul “Living Hadis in The Tablighi Jamaat” yang ditulis pada 1992.

2. Living Hadits

Kajian living hadis adalah salah satu bentuk kajian terhadap fenomena tradisi, praktik,
ritual, atau perilaku yang ada di masyarakat serta memiliki landasan hadis nabi.9

Istilah living hadits di Indonesia bermula dari frasa yang dipopulerkan oleh para dosen
Tafsir Hadits UIN Sunan Kalijaga melalui buku yang berjudul Metodologi Penelitian Living al-
Qur’an dan Hadits. Jika dilihat ke belakang, istilah living hadis sebenarnya telah dipopulerkan
oleh Barbara Metcalf melalui artikelnya, “Living Hadith in Tablighi Jamaah”. Jika ditelusuri
lebih jauh, terma ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari istilah living sunnah, dan lebih jauh
lagi adalah praktik sahabat dan tabiin dengan tradisi Madinah yang digagas oleh Imam Malik.
Jadi pada dasarnya ini bukanlah barang baru. Hanya saja, sisi kebaruannya adalah pada frasa kata
yang digunakan.10

D. Living Qur’an di Tengah Masyarakat


8

9
Abda Billah Faza M.B. , “Metodologi Pengembangan Living Hadits Dalam Pendidikan Islam” JPA, Vol. 20, No.
1, Januari - Juni 2019. hlm. 149

10
Ibid., Saifuddin Zuhri Qudsy, hlm. 179-180
Diantara interaksi masyarakat dalam menghidupkan Al-Qur’an adalah :

1) Membaca/tilawah setiap hari.

Saat ini, membaca Al-Qur’an merupakan hal yang biasa dilakukan diantara para muslim
di seluruh dunia, di Indonesia khsusunya. Baik di desa-desa maupun di kota. Bahkan gerakan
membaca Al-Qur’an seperti satu hari satu juz Al-Qur’an (ODOJ) One Day One Juz, terus
disemarakkan.

2) Membaca surah Yasin setiap Jum’at

Masyarakat Muslim di Indonesia, terlebih yang hidup di desa-desa, sudah ditradisikan


untuk membaca surah Yasin setiap hari Jum’at. Bahkan, banyak diantara mereka yang
membacanya secara bersama-sama atau berjama’ah.

3) Membaca surah Yusuf dan Maryam menjadi sebab anak lahir tampan dan cantik.

Diantara kepercayaan masyarakat, bagi seorang perempuan yang sedang mengandung


seorang bayi, maka ada yang menganjurkan untuk membaca surah-surah tertentu dalam Al-
Qur’an, seperti surah Yusuf dan surah Maryam. “katanya” agar si calon bayi terlahir tampan
seperti Nabi Yusuf ‘alaihissalam, dan cantik, shaliha seperti Sayyidah Maryam ‘alaihissalam.

4) Menjadikan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai semboyan hidup

Beberapa organisasi Islam di Indonesia menjadikan ayat-ayat tertentu di dalam Al-Qur’an


sebagai semboyan organisasi yang dianut oleh anggota-anggotanya. Misalnya organisasi
Nahdlatul ‘Ulama (NU) menjadikan ayat 103 surah Ali-Imran sebagai motto mereka.

     


Artinya : “Berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai,”…
Organisasi lain, Muhammadiyyah mengambil ayat 104 Ali Imran sebagai semboyannya,
           
  
Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-
orang yang beruntung.”
5) Para Santri di Pondok Pesantren Menghafalkan Al-Qur’an

Biasanya para santri-santri diberbagai pondok pesantren di Indonesia, diprogramkan


untuk tahfidz Al-Qur’an atau menghafal Al-Qur’an selama mereka tinggal di pondok pesantren.

6) Ayat-ayat Al-Qur’an dilombakan dalam bentuk tilawah dan tahfidz.

7) Menjadikan potongan ayat sebagai kaligrafi dan dijadikan hiasan dinding-dinding rumah.

E. Living Hadith di Tengah Masyarakat

1) Pelaksanaan Aqiqah sesuai dengan anjuran Rasulullah SAW.

Masyarakat Muslim di Indonesia, sudah terbiasa melaksanakan Aqiqah untuk anaknya


yang baru lahir. Biasanya dilaksanakan setiap hari ke-7, 14, atau 21. Karena masyarakat ingin
mengikuti anjuran atau sunnah dari Nabi Muhammad SAW.

2) Tradisi ziarah kubur

Ziarah kubur dianjurkan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya untuk mengingat
kematian. Di Indonesia, ziarah kubur biasa dilakukan, baik dalam rangka pemenuhan janji dsb.,
atau pada saat hari raya Idul Fitri.

3) Tradisi Tahlilan di Masyarakat

Anjuran mendoakan sanak saudara, maupun sesama umat Islam. Misalnya ditengah
masyarakat, ada yang meninggal dunia, maka selama sembilan hari akan diadakan tahlilan.

4) Pembacaan surah al-A’la dan al-Ghasyiah dalam shalat Jum’at.

Sebagian besar imam shalat Jumat di masjid-masjid menggunakan dua surah dalam Al-
Qur’an yang digunakan ketika memimpin sholat Jum’at, yakni surah al-A’la dan al-Ghasyiah.
Para imam mengikuti sunnah rasul yang terdapat dalam hadist Nabi SAW.

REFERENSI
Muhammad Ali, “Kajian Naskah dan Kajian Living Qur’an dan Living Hadith”, Journal of
Qur’an and Hadith Studies, Vol. 4, No. 2, Tahun 2015

Wahyudin Darmalaksana, dkk., “Analisis Perkembangan Penelitian Living Al-Qur’an dan


Hadis”, Jurnal Perspektif, Vol. 3, No. 2, Desember-2019

Ridhoul Wahidi, “Hidup Akrab dengan Al-Qur’an; Kajian Living Qur’an dan Living Hadis pada
Masyarakat Indragiri Hilir Riau”, Jurnal Turast, Vol.1, No. 2, Juli-Desember 2013, hlm. 105

Saifuddin Zuhri Qudsy,”Living Hadis: Genealogi, Teori, dan Aplikasi”, Jurnal Living Hadis,
Vol. 1, No. 1, Mei-2016

Ahmad Farhan, “Living Al-Qur’an Sebagai Metode Alternatif Dalam Studi Al-Qur’an”El-Afkar
Vol. 6 No.II, Juli- Desember 2017. hlm. 88-89

Didi Junaedi, “Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-Qur’an (Studi Kasus
di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon)” Journal
of Qur’an and Hadith Studies – Vol. 4, No. 2, 2015

Abda Billah Faza M.B. , “Metodologi Pengembangan Living Hadits Dalam Pendidikan Islam”
JPA, Vol. 20, No. 1, Januari - Juni 2019

KESIMPULAN

Living Qur’an dimulai dari adanya fenomena yang hidup di tengah masyarkat muslim
terkait dengan Al-Qur’an sebagai objek studinya sehingga masuk wilayah kajian sosial,
fenomena ini muncul oleh kehadiran Al-Qur’an sebagai objek studinya sehingga masuk wilayah
kajian sosial, fenomena ini muncul oleh kehadiran Al-Qur’an, maka kemudian diinisasikan ke
dalam studi Al-Qur’an. Demikian pula yang terjadi pada living hadist.

Segala hal yang terkait dengan menghidupkan Al-Qur’an dan hadist di tengah-tengah
masyarakat sudah termasuk dalam kajian living Qur’an dan Hadist.

Anda mungkin juga menyukai