Disusun oleh:
FAKULTAS SYARI’AH
2023
KATA PENGATAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga
kamidapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Karakteristik dan paradigma
Kajian Living Qur’an” dengan baik tanpa hambatan yang berarti serta dapat
mengumpulkan tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Zaim Kholilatul Ummi,
selaku dosen pengampu pada mata kuliah Al-Qur’an dan Sosial Budaya yang telah
memberikan tugas ini sebagai upaya untuk menambah wawasan kami dan sebagai
prasyarat penilaian pada mata kuliah Al-Qur’an dan Sosial Budaya . Kami,
penulis, menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
PEMBAHASAN
1
Muhammad Mansur, “Living Qur‟an dalam Lintasan sejarah studi Alquran”, dalam Sahiron
Syamsuddin (Ed.), Metode Penelitian Living Qur‟an dan Hadits, (Yogyakarta: Teras, 2007), hlm.
8.
2
Muhammad Yusuf, “Pendekatan sosiologi dalam penelitian”, dalam Sahiron Syamsuddin (Ed.),
Metode Penelitian Living Qur‟an dan Hadits, (Yogyakarta: Teras, 2007), hlm.
36.
kenyataan dalam masyarakat yang telah dan sedang melakukan proses pemahaman
dan menerjemahkan ke dalam kehidupan sehari-hari menurut kapasitasnya masing-
masing, sebagai representasi dari keyakinan mendalamnya terhadap Al-Qur'an.
Adapun beberapa karakteristik kajian dengan metode living Qur’an yaitu:
3
M. Mansur, “Living Qur`an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur`an”, hal.8
Praktek memperlakukan al-Qur`an, surat-surat atau ayat-ayat tertentu di
dalam al-Qur`an untuk kehidupan praksis umat, pada hakekatnya sudah terjadi
sejak masa awal Islam, yakni pada masa Rasulullah Saw. Sejarah mencatat, beliau
dan para sahabat pernah melakukan praktek ruqyah, yaitu mengobati dirinya sendiri
dan juga orang lain yang menderita sakit dengan membacakan ayat-ayat tertentu
dalam al-Qur`an. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari
‘Aisyah ra, apabila Rasulullah Saw sedang sakit, beliau membaca surat al-
Mu’awwidzât yaitu suratal-Ikhlâsh, al-Falaq dan al-Nâs, lalu beliau meniupkan
kepada kedua telapak tangannya dan kemudian mengusapkan kedua telapak
tangannya itu ke tubuhnya, mulai dari kepala dan wajah dan bagian depan
tubuhnya. Hal itu beliau lakukan sebanyak tiga kali. Bahkan kata Aisyah ra, saat
sakit beliau parah, akulah yang membacakan surat al- Mu’awwidzât itu untuknya
dan mengusapkan dengan tangannya untuk mengharapkan keberkahan bacaan
tersebut.4
Dalam riwayat Imam al-Bukhari yang lain dari Abu Sa’id al-Khudri ra
disebutkan bahwa sahabat Nabi Saw pernah mengobati seseorang yang tersengat
hewan berbisa dengan membacakan al-Fâtihah. Beberapa keterangan riwayat hadis
diatas, menunjukkan bahwa praktek interaksi umat Islam dengan al-Qur`an sebagai
wujud Living al-Qur`an dalam bentuknya yang paling sederhana sama tuanya
denganal-Qur`an itu sendiri”.5
Sejak masa awal Islam, saat Nabi Muhammad Saw masih hadir di tengah-
tengah umat, interaksi umat Islam dengan al-Qur`an tidak sebatas pada
pemahamanteks semata, tetapi sudah menyentuh aspek yang sama sekali di luar
teks. Jikadicermati, praktek yang ditemukan dalam riwayat hadis di atas, jelas sudah
di luar teks.Secara semantik, tidak ada kaitan antara makna teks surat al-
Mu’awwidzât dengan penyakit yang diderita oleh Nabi Muhammad Saw atau
praktek yang dilakukan oleh sahabat Nabi Saw dengan membacakan surat al-
Fatihah sama sekali tidak adakaitannya dengan pengobatan orang yang terkena
sengatan kalajengking. Dari praktek interaksi umat Islam masa awal tersebut, dapat
4
Abû ‘Abd Allâh Muhammad ibn Ismâ’îl ibn Ibrâhîm ibn Bardizbat ibn al-Mughîrat ibnBardizbat
al-Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî, (Cairo: Dar al-Sya’ab, 1407 H/1987 M), Bab 14: Fadhl al-
Mu’awwidzât, Juz 6, hal.833, hadis 5016 dan 5017
5
M. Mansur, Living Qur`a Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur`an”, hal.9
dipahami jika kemudian berkembang pemahaman di masyarakat tentang
fadhilah atau khasiat surat-surat atau ayat-ayat tertentu di dalam al-Qur`an sebagai
obat dalam arti yang sesungguhnya, yaitu untuk menyembuhkan penyakit fisik.
Bahkan, selain beberapa fungsi tersebut, al-Qur`an juga tidak jarang digunakan
masyarakat untuk menjadi solusi atas persoalan ekonomi, sebagai alat untuk
memudahkan datangnya rezeki.6
Dalam konteks ini, di hadapan manusia yang notabene adalah
animal symbolicum,7 Kitab al-Qur`an tidak lagi dapat hadir tanpa makna. Demikian
juga perlakuan manusia terhadap al-Qur`an itu sendiri sebagai sebuah jaringan
dan susunan simbol. Dari sudut pandang ini, Living al-Qur`an merupakan sebuah
jagad simbolis (symbolic universe) dan sebuah teks yang dapat dimaknai. Al-
Qur`an bukan hanya sebagai objek penafsiran para ahli tafsir, tetapi juga ditafsirkan
oleh setiap muslim dan bahkan juga oleh kaum non muslim.
Karena dari perspektif antropologi, setiap individu sebagai animal symbolicum
adalah seorang penafsir dan memiliki kerangka pemaknaannya sendiri.8
6
Didi Junaedi,“ Living Qur`an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-Qur`an…,hal. 177
7
Animal symbolicum artinya hewan yang mampu menggunakan, menciptakan dan
mengembangkansimbol-simbol untuk menyampaikan pesan dari satu individu kepada individu lain.
Simbol di sini diartikansebagai segala sesuatu yang dimaknai, sehingga pemaknaan merupakan
proses yang sangat penting dalamkehidupan manusia. Kemampuan memberikan makna inilah
yang membedakan manusia dengan binatang, dan membuat manusia kemudian mampu berbahasa.
Lihat: Heddy Shri Ahimsa-Putra,“The Living Al-Qur`an:Beberapa Perspektif
Antropologi” ,hal.239-240.
8
Heddy Shri Ahimsa-Putra,“The Living Al-Qur`an: Beberapa Perspektif Antropologi” ,hal. 239 dan
241.
memanfaatkan paradigma- paradigma yang telah berkembang dalam ilmu-
ilmu sosial-budaya, seperti antropologi dan sosiologi.9
Interaksi umat Islam dengan al-Qur`an telah membuahkan bermacam
paradigma yang saling melengkapi satu sama lain. Dimana dari fenomena tersebut
dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi sekaligus untuk upaya internalisasi dan
sosialisasi pesan-pesan al-Qur`an sehingga kajian seputar al-Qur`an tidak hanya
berupa konsep langit (arasy samawi), namun juga pada aspek dunawi, dalam ruang
dialog di dunia empirik-sosiologis dan kesehariannya. Dalam hal ini, al-Qur`an
yang dipahami masyarakat Islam dalam pranata sosialnya adalah wujud
fungsionalisasi al-Qur`an yang kemudian membentuk pribadi dan dunia sosial
mereka.
9
Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Al-Qur`an: Beberapa Perspektif Antropologi” ,hal. 258.
KESIMPULAN
Living Qur’an dapat juga diartikan sebagai studi tentang beragam fenomena
atau fakta sosial yang berhubungan dengan kehadiran al-Qur’an di dalam sebuah
kelompok masyarakat tertentu yang kemudian diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Teori bagaimana cara melihat masyarakat ketika berinteraksi dengan
Al-Qur'an dikatakan masih sulit untuk dirumuskan secara definitif. Akan tetapi,
teori-teori yang menyangkut sistem sosial dan sistem religi dapat didekati untuk
membantu melihat kenyataan dalam masyarakat yang telah dan sedang melakukan
proses pemahaman dan menerjemahkan ke dalam kehidupan sehari-hari, sebagai
representasi dari keyakinan mendalamnya terhadap Al-Qur'an. Adapun
karakteristik kajian Living Qur’an dapat dipetakan menjadi 5 aspek, yakni tafsir
kontemporer, pendekatan historis, penelitian lapangan, pendekatan kualitatif dan
relevani praktis.
Abû ‘Abd Allâh Muhammad ibn Ismâ’îl ibn Ibrâhîm ibn Bardizbat ibn al-Mughîrat
ibnBardizbat al-Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî, (Cairo: Dar al-Sya’ab, 1407
H/1987 M), Bab 14: Fadhl al-Mu’awwidzât, Juz 6, hal.833, hadis 5016
dan 5017
Didi Junaedi,“ Living Qur`an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-Qur`an.
Heddy Shri Ahimsa-Putra,“The Living Al-Qur`an:Beberapa Perspektif
Antropologi”.
Muhammad Mansur, “Living Qur‟an dalam Lintasan sejarah studi Alquran”,
dalam Sahiron Syamsuddin (Ed.), Metode Penelitian Living Qur‟an dan
Hadits, (Yogyakarta: Teras, 2007).
Muhammad Yusuf, “Pendekatan sosiologi dalam penelitian”, dalam Sahiron
Syamsuddin (Ed.), Metode Penelitian Living Qur‟an dan Hadits,
(Yogyakarta: Teras, 2007).
Yusrizal Efendi, 2023, Paradigma dan Fenomena Kajian Living Qur’an.