Anda di halaman 1dari 10

LIVING AL-QUR’AN SEBAGAI METODE ALTERNATIF

DALAM STUDI AL-QUR’AN

Ahmad Farhan*

Abstrak

Pada dasarnya, kajian Al-Qur’an tidak selalu berfokus pada teks al-Qur’an (ma fil al-Qur’an) dan ma
haul al Qur’an (kajian terhadap tafsir, ulumul qur’an), namun bisa meluas sampai pada fenomena
sosial yang terkait dengan keberadaan al-Quran di tengah komunitas muslim tertentu atau lain yang
berinteraksi dengannya dalam kehidupan sehari-hari atau yang sering disebut Living Qur’an, yakni
Al-Qur’an yang hidup dalam masyarakat (komunitas). Artikel ini mencoba mengintrodusir
pengembangan kajian al-Qur’an ke ranah Living Qur’an, yang sejauh ini kurang mendapatkan
perhatian di tengah-tengah mainstream studi Al-Qur’an yang berkutat pada teks Al-Qur’an. Living
Qur’an bisa menjadi alternatif menarik dalam pengembangan kajian al-Qur’an kontemporer.

Kata Kunci : Living Qur’an, Tafsir, Teks, Kajian al-Qur‟an

Pendahuluan Pengalaman dalam berinteraksi


Al-Qur‟an adalah representasi dari dengan al-Qur‟an umumnya menghasilan
penjelmaan pesan-pesan universal Tuhan pemahaman dan penghayatan terhadap
kepada hamba, hadir dalam bentuk teks ayat-ayat al-Qur‟an tertentu secara
verbal yang teraplikasikan dengan simbol- atomistik1
simbol bunyi yang mewakili firman Allah Pemahaman dan penghayatan
swt kepada Nabi Muhammad saw dengan individual yang diungkapkan serta
menggunakan bahasa Arab. Sebagai dikomunikasikan secara verbal maupun
wahyu dan petunjuk hidup bagi manusia, prilaku biasanya punya pengaruh kepada
setiap muslim harus membaca, individu lain yang pada gilirannya dapat
mehamami isinya serta mengkosntruk kesadaran kolektif yang
mengaplikasikannya dalam kehidupan. juga menciptakan tindakan dan perilaku
Pembacaan yang dilakukan tentunya akan dalam kehidupannya.2 Dalam bahasa lain,
melahirkan pemahaman yang setiap fenomena ini merupakan sikap dan variasi
muslim satu sama lainnya cenderung respon muslim terhadap al-Qur‟an.
tidak sama. Hal ini menjadi niscaya Dalam praktek keberagamaan
karena terkait perbedaan kemampuan dan umat Islam, dapat ditemukan berbagai
intensitas dalam membacanya. Dari model pembacaan al-Qur‟an. Baik yang
pemahaman yang berbeda tadi, masing- berorientasi pada pemahaman dan
masing juga akan melahirkan perilaku pendalaman maknanya hingga yang
yang beragam pula sebagai bentuk tafsir sekedar membaca al-Qur‟an sebagai
al-Qur‟an dalam praksis kehidupan, baik ibadah ritual atau guna memperoleh
pada wilayah teologis filosofis, psikologis ketenangan jiwa. Bahkan ada model
maupun kultural. pembacaan al-Qur‟an yang berorientasi
sebagai terapi pengobatan atau dianggap

*Penulis adalah Dosen FUAD IAIN Bengkulu


El-Afkar Vol. 6 Nomor II, Juli- Desember 2017

dapat mendatangkan kekuatan umat, tidak hanya muslim namun juga


supranatural untuk mengusir jin dan non-muslim. Tetapi, meski dengan
sebagainya.3 Dengan begitu dapat perjalananya yang relatif panjang namun
ditegaskan bahwa keberadaan al-Qur‟an studi al-Quran yang berkembang hingga
telah melahirkan berbagai bentuk respon sekarang mayoritas masih berorientasi
yang beragam dan peradaban yang sangat pada studi teks, dan belum banyak
kaya. Tidak berlebihan kiranya mengutip menyentuh aspek-aspek lain seperti yang
pendapat Nas}r H{a>mid Abu> Zayd yang terkait langsung dengan Implementasi
menyatakan bahwa al-Qur‟an sebagai pemahaman maupun sikap dan
produsen peradaban. (Muntij al-S|aqa>fi>).4 penerimaan umat pembaca terhadapnya.
Sebagai kitab suci, al-Qur‟an Maka wajar jika studi al-Quran oleh
dijadikan rujukan dan menjadi mitra beberapa kalangan dirasakan
dialog dalam menyelesaikan problem “membosankan”, belum lagi aspek materi
kehidupan yang dihadapi manusia. Oleh yang sedikit sekali berorientasi langsung
karenanya, menjadi maklum ketika kajian dengan kebutuhan dan belum banyak
al-Qur‟an umumnya banyak yang diarahkan pada persoalan-persoalan
menekankan pada kajian teks al-Qur‟an kontemporer.7
(baca: tafsir), dan produk tafsir (baca: Dalam kajian teks al-Qur‟an, studi
pemikiran, penafsiran dan kitab tafsir) ini menjadikan fenomena yang hidup di
daripada kajian yang lain.5 Di lain sisi, tengah masyarakat muslim atau bahkan
terdapat model pemahaman berbeda non-muslim terkait dengan al-Qur‟an
dalam segi penerimaan al-Qur‟an sebagai sebagai objek studinya. Dengan begitu,
sebuah teks. Sementara al-Qur‟an secara kajian ini pada dasarnya hampir
dogmatis adalah wahyu Allah yang mendekati pada studi sosial dengan
memuat segala informasi, petunjuk dan keragamannya.8 Karena al-Qur‟an yang
regulasi untuk kebaikan umatnya. Al- hidup di tengah kehidupan sehari-hari
Qur‟an secara tekstual ditulis dengan manusia bisa mewujud dalam bentuk
bahasa Arab. Dengan demikian al-Qur‟an yang beraneka-ragam, berwarna hingga
mesti dibaca dan difahami dengan yang bagi sebagian umat Islam mungkin
kapasitas teks bahasa Arab.6 malah telah dianggap menyimpang dari
ajaran-ajaran dasar dalam agama Islam itu
A. Definisi dan Perkembangan Metode sendiri (baca: Bid‟ah) . Karena fenomena
Living Qur’an sosial ini muncul akibat dari kehadiran al-
Living Quran dapat dikategorikan Qur‟an, kemudian diinisiasikan ke dalam
sebagai kajian atau penelitian ilmiah wilayah kajian al-Qur‟an. Fenomena
terhadap berbagai fenomena sosial yang living al-Qur’an juga dapat dikatakan
terkait dengan keberadaan al-Quran di sebagai “qur‟anisasi” kehidupan, yang
tengah komunitas muslim tertentu atau artinya memasukkan al-Qur‟an
lain yang berinteraksi dengannya. Al- sebagaimana al-Qur‟an tersebut
Quran adalah teks verbatim yang telah ada dipahami—ke dalam semua aspek
sejak belasan abad silam, dan telah kehidupan manusia, atau menjadikan
mengalami kompleksitas interaksi antar

88
Ahmad Farhan
LIVING AL- QUR’AN SEBAGAI METODE AL- TERNATIF DALAM STUDI ISLAM

kehidupan manusia sebagai suatu arena Kholis Setiawan secara teoritis, ada tiga
untuk mewujudnya al-Qur‟an di bumi. bentuk resepsi masyarakat terhadap al-
Al-Qur‟anisasi kehidupan manusia Quran. Pertama, resepsi kultural, yang
dapat berupa penggunaan ayat-ayat mencoba mengungkap pengaruh dan
dalam al-Qur‟an yang diyakini sebagai peran al-Quran dalam membentuk kultur
mempunyai „kekuatan ghaib‟ tertentu dan budaya masyarakat. Kedua resepsi
untuk mencapai tujuan tertentu, seperti hermeneutik, yang mengungkap
untuk pengobatan terhadap penyakit, perkembangan-perkembangan yang
digunakan sebagai media pengusir bangsa terkait dengan studi interpretasi teks dan
jin dan membuat seseorang menjadi aktivitas interpretasi teks itu sendiri.
terlihat „sakti‟ karena tidak dapat dilukai Ketiga resepsi estetik, yang mengungkap
dengan senjata tajam manapun. Ayat-ayat proses penerimaan dengan mata maupun
al-Qur‟an di sini memang tidak lagi telinga, pengalaman seni, serta cita rasa
terlihat sebagai “petunjuk,” perintah, akan sebuah objek atau penampakan.
larangan melakukan sesuatu atau ceritera Dengan demikian lokus kajian Living
mengenai sesuatu, tetapi lebih tampak Qur’an ada pada resepsi kultural dan
sebagai „mantra‟ yang jika dibaca estetik.9
berulang-kali sampai mencapai jumlah Dalam konteks kajian living al-
tertentu akan dapat memberikan hasil- Qur’an, manusia memperlakukan dan
hasil tertentu seperti yang diinginkan. mempelajari al-Qur‟an sebagai sebuah
Laju perkembangan sebagaimana kitab yang berisi petunjuk- petunjuk—
fenomena di atas selanjutnya melahirkan sebagaimana dilakukan di sekolah-
kajian yang dikenal dengan istilah living sekolah dan institusi pendidikan Islam.
Qur’an. Dalam hal ini, living al-Qur’an Padahal kondisi ini tidak lagi dipandang
yang dimaksud adalah bagaimana al- sebagai satu-satunya aktivitas atau
Qur‟an disikapi dan direspon masyarakat perlakuan yang paling „tepat‟ terhadap al-
muslim dalam realitas kehidupan Qur‟an. Pemaknaan dan perlakuan
menurut konteks budaya dan pergaulan semacam itu hanya dipandang sebagai
sosial. Dengan begitu-sepanjang yang salah satu bentuk perlakuan yang dapat
peneliti amati-femonena living al-Qur’an diberikan terhadap al-Qur‟an, dan
tidak lain merupakan panggilan jiwa pemaknaan serta perlakuan inilah yang
seseorang atau sekelompok orang yang kemudian menjadi objek kajian itu sendiri.
merupakan kewajiban moralnya untuk Tentu saja, peran dan kedudukan al-
memberikan apresiasi dan memuliakan al- Qur‟an sebagai kitab di situ juga tidak
Qur‟an berdasarkan apa yang dapat diabaikan. Karena yang dimaksud
difahaminya. dengan “al-Qur‟an” di sini bukan lagi
Istilah Living al-Qur’an dalam hanya kitabnya, tetapi juga tafsir dan
istilah teknis lainnya juga disebut pola-pola perilaku yang didasarkan pada
interaksi atau resepsi. Kata resepsi dapat tafsir atas ayat-ayat dalam al-Qur‟an
dipergunakan untuk mewakili perilaku tersebut.10
interaksi antara al-Qur‟an dan Menurut Syamsuddin11 bahwa
penganutnya tersebut. Menurut Nur “Teks al-Qur‟an yang „hidup‟ dalam

89
El-Afkar Vol. 6 Nomor II, Juli- Desember 2017

masyarakat itulah yang disebut Living B. Berbagai Interaksi Umat dengan al-
Qur’an. Sedangkan pelembagaan hasil Quran
penafsiran tertentu dalam masyarakat Sebagai kitab agama, al-Quran
bisat disebut dengan “the living tafsir”. telah berinteraksi lama dengan umatnya,
Mengapa muncul istilah “Teks al-Qur‟an bahkan sejak ia ada. Bentuk-bentuk
yang hidup dalam masyarakat”? Hal ini interaksi tersebut tampak pada tradisi
tidak lain merupakan “respons menjadikan al-Quran sebagai ojek hafalan
masyarakat terhadap teks al-Qur‟an dan (tahfidz), mendengar (sima’), penulisan
hasil penafsiran seseorang. Termasuk (kitabah) dan kajian tafsir. Namun pada
dalam pengertian „respons masyarakat‟ perkembangan berikutnya, dinamika
adalah resepsi mereka terhadap teks interaksi tersebut kian bergeser dan
tertentu dan hasil penafsiran tertentu. Kita beragam. Untuk kasus Indonesia saja, ada
dapat menemukan bentuk esepsi sosial beberapa bentuk interaksi umat dengan
terhadap al-Qur‟an dalam kehidupan al-Qur‟an sebagai cerminan everyday life of
sehari-hari, seperti tradisi bacaan surat the Qur’an seperti:
atau ayat tertentu pada acara dan 1. Al-Quran dibaca rutin dan diajarkan
seremoni sosial keagamaan tertentu.12 di beberapa tempat ibadah, rumah
Sementara itu, resepsi sosial terhadap atau bahkan di tempat khusus dan
hasil penafsiran terjelma dalam institusional. Hingga menjadi acara
dilembagakannya bentuk penafsiran rutin, terlebih di Pesantren-
tertentu dalam masyarakat, baik dalam pesantren ia menjadi bacaan wajib
skala besar maupun kecil.13 yang dibaca selepas shalat magrib.
Sementara itu, M. Mansur14, Dan bahkan terdapat tradisi
berpendapat bahwa pengertian The Living pengkhususan malam jumat dengan
Qur’an sebenarnya bermula dari fenomena membaca surat-surat tertentu seperti
Qur’an in Everyday Life, yang tidak lain Yasin, al-Kahfi, al-Waqi’ah.
adalah “makna dan fungsi al-Qur‟an yang 2. Al-Quran senantiasa dihafal, baik
riil dipahami dan dialami masyarakat secara utuh maupun sebagiannya,
Muslim.” Dengan demikian, dapat meski tidak terkecuali banyak pula
difahami bahwa living al-Qur’an adalah yang hanya menghafal surat-surat
“praktik memfungsikan al-Qur‟an dalam tertentu atau potongan-
kehidupan praksis, di luar kondisi potongannya.
tekstualnya”. Pemfungsian al-Qur‟an 3. Al-Quran dibaca oleh para qari’
seperti itu muncul karena adanya (pembaca profesional) dengan
“praktek pemaknaan al-Qur‟an yang tidak lantunan nada yang terdengar
mengacu pada pemahaman atas pesan merdu dan indah dalam berbagai
tekstualnya, tetapi berlandaskan event yang dianggap penting.
anggapan adanya “fadhilah” dari unit-unit 4. Al-Quran dilombakan dalam bentuk
tertentu teks al-Qur‟an, bagi kepentingan tilawah al-qur’an, tahfidz al-qur’an,
praksis kehidupan keseharian umat.15 tafsir al-qur’an, syarh al-Qur’an, khat
al-qur’an, dan cerdas-cermat al-
Quran.

90
Ahmad Farhan
LIVING AL- QUR’AN SEBAGAI METODE AL- TERNATIF DALAM STUDI ISLAM

5. Menjadikan surat-surat tertentu atau memperoleh kekuatan tertentu


potongan-potongan ayat tertentu setelah mendapat pertolongan yang
sebagai hiasan dinding rumah, diyakini datang dari Alah.
masjid, bahkan makam. 12. Potongan-potongan al-Quran
6. Potongan ayat-ayat al-Quran dikutip dijadikan sebagai bacaan para
dan dicetak sebagai assesoris dalam terapis untuk menghilangkan
bentuk stiker, kartu ucapan, ganguan psikologis dan pengaruh
gantungan kunci dan kartu-kartu buruk lainya (setan atau jin) dalam
undangan yang disesuaikan dengan praktek ruqyah dan penyembuhan
tema dan konteks acara. alternatif lainnya.
7. Al-Quran dibaca dalam acara 13. Potongan-potongan al-Quran
kematian, bahkan terdapat tradisi dijadikan sebagai dalil dan hujjah
pengkhususan pembacaan surat oleh para da’i dalam rangka
yasin yang disertai “tahlil” pada memantapkan khutbah dan
hitungan tertentu selama tujuh hari ceramahnya.
sejak kematian, hari ke-40, ke-100, 14. Potongan-potongan al-Quran
ke-1000 dan setiap tahun. dijadikan sebagai justifikasi dan
8. Potongan-potongan al-Quran slogan agar memiliki daya tarik
dijadikan sebagai jampi-jampi, politis, terutama oleh parpol-parpol
terapi jiwa sebagai pelipur duka- yang berasaskan keislaman.
lara, untuk mendoakan pasien yang 15. Al-Quran dijadikan bagian dari
sakit bahkan untuk mengobati sinetron atau film disamping sebagai
penyakit-penyakit tertentu dengan bait lagu agar bernuansa religius
cara membakar dan meminum dan berdaya estetik bagi
abunya. pendengarnya.
9. Potongan-potongan al-Quran 16. Al-Quran didokumentaskan dalam
dijadikan sebagai jimat yang dibawa bentuk kaset, CD, LCD, DVD,
kemana saja oleh pemiliknya sebagai Harddisk hingga HP, baik visual
perisai “tolak-balak” atau penangkis maupun audio visual yang sarat
serangan musuh dan unsur jahat dengan muatan hiburan dan seni.16
lainya. Oleh karenanya, dari berbagai
10. Potongan-potongan al-Quran fenomena di atas, dapat ditegaskan bahwa
dijadikan sebagai wirid dalam Living Qur‟an yang dilakukan oleh umat
bilangan tertentu untuk Islam tidak melalui pendekatan teks atau
memperoleh kemuliaan atau bahasa Al-Qur‟an. Sebab, mereka (orang-
keberuntungan dengan jalan orang yang tidak mempunyai otoritas
riyadhah, meski terkadang keagamaan dan tidak mempunyai
terkontaminasi dengan unsur-unsur kemampuan dalam memahami bahasa Al-
mistik dan magis. Qur‟an) tidak pernah melakukan
11. Potongan-potongan al-Quran pendekatan terhadap bahasa atau teks Al-
dijadikan sebagai bacaan dalam Qur‟an. Mereka hanya mencoba secara
menempuh ilmu beladiri, agar langsung beinteraksi, memperlakukan,

91
El-Afkar Vol. 6 Nomor II, Juli- Desember 2017

dan menerapkan Al-Qur‟an dalam menghakimi seseorang atau kelompok


kehidupan sehari-hari mereka secara tertentu, tetapi lebih mengedepankan
praktis. penelitian tentang tradisi yang
Interaksi terhadap Al-Qur‟an menggejala (baca: fenomena) di
semacam itu sudah menjadi budaya atau masyarakat ditinjau dari persepsi
lebih tepatnya sudah mendarah daging di kualitatif.
kalangan masyarakat, yang pada akhirnya Living al-Qur’an dimaksudkan
akan memproduk mode of conduct (pola bukan bagaimana individu atau
perilaku) tertentu. Pola perilaku ini sekelompok orang memahami al-Qur‟an
didasarkan pada asumsi-asumsi mereka (Penafsiran), tetapi bagaimana al-Qur‟an
terhadap objek yang dihadapi, yakni Al- itu disikapi dan direspon masyarakat
Qur‟an. Asumsi-asumsi inilah yang muslim dala realitas kehidupan sehari-
disebut dengan mode of thought (pola hari menurut konteks budaya dan
berpikir). Bagi pelakunya, cara interaksi pergaulan sosial. Sebagaimana telah
itu lebih bermanfaat (meaningful), dinamis, diungkap di atas, orientasi studi al-Quran
dan mempengaruhi banget sisi psikologis selama ini lebih banyak pada kajian teks,
si pelaku. karena itu wajar jika kemudian Nasr
Hamid Abu Zayd mengistilahkan
peradaban Islam sebagai hadharah an-Nash
C. Urgensitas Living al-Qur’an dalam (peradaban teks). Kerana itu pula produk
studi al-Qur’an kitab tafsir lebih banyak ketimbang ktab-
Muhammad Yusuf17 yang kitab lainnya, meski jika dicermati lebih
mengutip John Middelton dalam The jauh produk tafsir abad pertengahan
Religious System menyatakan bahwa cendrung repetitive. Dan pada
model penelitian living al-Qur’an dapat perkembangannya, penelitian al-Quran
disebut sebagai penelitian keagamaan yang berorientasi resepsi hermeneutik
(religious research) yang menempatkan belaka lebih banyak ketimbang studi yang
agama sebagai sistem keagamaan, yakni berkaitan dengan aspek resepsi kultural
sistem sosiologis, suatu aspek organisasi dan estetik.
sosial dan hanya dapat dikaji secara tepat Jika selama ini ada kesan tafsir
jika karakteristik itu diterima sebagai titik dipahami harus berupa teks verbal, maka
tolak. Jadi, bukan meletakkan agama sebenarnya tafsir tersebut bisa diperluas
sebagai doktrin, tapi agama sebagai gejala untuk dapat mengimbanginya dengan
sosial.18 Dengan demikian, penelitian semua aspek non-verbal dari teks tersebut.
Living Qur’an tidaklah dimaksudkan Seperti respon atau praktik perlaku suatu
untuk mencari kebenaran positivistik mayarakat yang diinspirasi oleh
yang selalu melihat konteks, tetapi kehadiran al-Quran. Hal ini dalam bahasa
semata-mata melakukan “pembacaan” al-Quran disebut dengan istilah tilawah
objektif terhadap fenomena keagamaan (pembacaan yang berorientasi pada
yang terkait langsung dengan al-Quran. pengamalan) yang berbeda dengan qira’ah
Penelitian model ini juga tidak mencari (pembacaan yang berorientasi pada
kebenaran agama lewat al-Qur‟an atau pemahaman).19 Maka, melalui kajian

92
Ahmad Farhan
LIVING AL- QUR’AN SEBAGAI METODE AL- TERNATIF DALAM STUDI ISLAM

Living Quran, diharapkan dapat yang bersifat elitis, tetapi bersifat


memberikan kontribusi yang signifikan emansipatoris yang akan mengajak dan
bagi pengembangan studi al-Quran lebih melibatkan banyak orang dengan berbagai
lanjut. Kajian tafsir akan lebih banyak disiplin ilmu terkait.
mengapresiasi respon dan perilaku Sebagai metode yang relatif baru
masyarakat terhadap kehadiran al-Quran, dalam ranah studi al-Quran, secara
tafsir tidak lagi hanya bersifat elitis, teoritik metode ini tidak menjadi
melainkan emansipatoris yang mengajak persoalan, namun secara metodik-
partisipasi masyarakat. Pendekatan konseptual metode ini boleh dibilang
fenomenologis, analisis ilmu-ilmu sosial- masih mencari bentuk yang dapat
humaniora dan beberapa disiplin ilmu dijadikan semacam acuan. Sebagai kajian
lainnya, tentu menjadi faktor yang sangat yang berangkat dari fenomena sosial,
menunjang dalam kajian ini. tentu bentuk penelitian fenomenologis
Labih lanjut, Living Quran dapat adalah bentuk penelitian yang dapat
juga dimanfaatkan untuk kepentingan ditawarkan dalam metode living quran ini.
dakwah dan pemberdayaan masyarakat, Meskipun demikian, tidaklah berarti
sehingga mereka lebih maksimal dalam semata-mata pendekatan kualitatif-
mengapresiasikan al-Quran. Seperti fenomenologis menjadi satu-satuya
fenomena menjadikan al-Quran sebagai metode penelitian ini. Karena itu pula
jimat, mantera dan berbagai fenomena lain berbagai pendekatan dan metode
sebagaimana telah diungkap di atas. Dari penelitian dapat dipakai, dengan
kajian ini pula nantinya dapat diketahui mempertimbangkan aspek fokus dan
lebih komprehensif latarbelakang serta analisis penelitian.
aspek-apek yang mempengaruhi
“perilaku miring” masyarakat tersebut. D. Beberapa contoh kajian Living al-
Hingga kemudian, cara pikir klenik secara Qur’an dalam Studi al-Qur’an.
bertahap dapat ditarik kepada cara pikir Ada beberapa tulisan dan karya
akademik. Karena menjadikan al-Quran yang dapat dikemukakan sebagai contoh
hanya sebagai tamimah dapat dipandang kajian living al-Qur‟an. Di antaranya: Al-
merendahkan fungsi al-Quran, meski Qur’an, Surat Cinta Sang Kekasih karya
sebagian ulama ada yang Islah Gusmian. Dalam buku ini Islah
membolehkannya.20 Gusmian memetaforkan Al-Qur‟an
Metode Living Quran tidaklah sebagai surat cinta dari sang kekasih
dimaksudkan untuk mencari kebenaran dengan analisis sufistik dan psikologis.
positivistik yang selalu melihat konteks, Ada banyak dimensi Living Qur‟an yang
tetapi semata-mata melakukan diungkap dalam buku ini, misalnya
“pembacaan” objektif terhadap fenomena aktifitas membaca Al-Qur‟an dapat
keagamaan yang terkait langsung dengan melembutkan dan membersihkan hati.
al-Quran. Sebagai upaya pembacaan teks Hal ini diperkuat dengan teri-teori kimia.
al-Quran yang lebih komprehensif dari Al-Qur‟an adalah kalam Allah dan Allah
berbagai dimensinya. Maka, wilayah studi adalah cahaya langit dan bumi. Cayaha itu
teks al-Quran tidak lagi merupakan hal memiliki frekwensi yang beresonansi

93
El-Afkar Vol. 6 Nomor II, Juli- Desember 2017

terhadap hati. Membaca ayat-ayat Allah QS. al-Mulk, QS. al-Rah}ma>n, QS. al-
berarti bergaul dengan cahaya yang Wa>qi’ah, QS. al-Fa>tih}ah.24
melembutkan hati dan membersihkannya. Mohamamad Mohtador menulis
Islah Gusmian juga menjelaskan tradisi tentang pemaknaan ayat-ayat al-Qur‟an
semaan Al-Qur‟an yang dirintis Gus Mik dalam Muja>hadah (Studi Living al-Qur’an
dan GBPH Joyokusumo, yang sampai Pondok Pesantren Krapyak Komplek al-
sekarang menjadi tradisi kuat di Kandiyas). Dalam tulisannya Mohatador
Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, mendapatkan bahwa dalam tradisi ritual
dan diikuti oleh banyak sekali jamaah. muja>hadah yang terdapat pada Pondok
Islah juga menjelaskan begitu Pesantren Munawwir Krapyak
terhormatnya Al-Qur‟an, oleh sebagian Yogyakarta Komplek al-Kandiyas, tidak
muslim Al-Qur‟an tidak hanya dihafal, hanya diisi dengan aktivitas zikir yang
namun juga teks-teksnya dipakai sebagai diambil dari potongan-potongan ayat al-
medium berdoa. Model dan cara Qur‟an yang diyakini memiliki kekuatan
penggunaannyapun beragam. Islah juga tersembunyi (the power of hidden),
menyebutkan kitab-kitab mujarrabat, karya melainkan ditambah dengan taushiah dari
ulama Indonesia dan Timur Tengah.21 pengurus pondok (baca:kyai). Tauhsiah
Buku yang ditulis oleh Howard M. yang disampaikan seputar masalah-
Federspiel yang berjudul Kajian al-Qur’an masalah kebatinan, dengan menjadikan
di Indonesia dari Mahmud Yunus Hingga ayat-ayat, hadis, qaul ulama sebagai
Quraish Shihab menyebutkan tentang landasannya.25
beberapa daerah di Indonesia yang punya
kebiasaan membaca al-Qur‟an bersama- Kesimpulan
sama dalam keluarga. Fenomena ini
diklaim sebagai barometer keshalehan dan Orientasi studi al-Quran selama ini
ketaatan sebuah keluarga. 22 Farid Esack lebih banyak didominasi pada ranah
juga menyatakan dalam bukunya kajian teks. Wajar jika Nasr Hamid Abu
Samudera al-Qur’an bahwa ada sebagian Zayd mengistilahkan peradaban Islam
muslim yang menjadikan ayat-ayat al- sebagai hadharah an-Nash (peradaban teks).
Qur‟an sebagai jimat yang dapat Oleh sebab itu, penelitian Al-Quran yang
menjauhkan diri dari penyakit dan berorientasi resepsi hermeneutik belaka
kekuatan jahat23. lebih banyak ketimbang studi yang
Penelitian lain ditulis oleh Ahmad berkaitan dengan aspek resepsi kultural
Anwar yang berjudul Pembacaan Ayat-ayat dan estetik. Jika selama ini ada kesan tafsir
al-Qur’an dalam Prosesi Mujahadah di dipahami harus berupa teks verbal, maka
Pondok al-Luqmaniyah Umbul Harjo sebenarnya tafsir tersebut bisa diperluas
Yogyakarta. Dalam penelitian ini proseS untuk dapat mengimbanginya dengan
Mujahadah Pondok Pesantren Luqmaniyah semua aspek non-verbal dari teks tersebut.
merupakan ibadah rutin yang dilakukan
untuk proses taqarrub kepada Allah Swt. Kajian Living Quran, diharapkan
Dalam pelaksanaannya dibacakan surat dapat memberikan kontribusi yang
tertentu dan potongan ayat tertentu, yaitu signifikan bagi pengembangan studi Al-
Quran lebih lanjut. Kajian semacam ini

94
Ahmad Farhan
LIVING AL- QUR’AN SEBAGAI METODE AL- TERNATIF DALAM STUDI ISLAM

akan lebih banyak mengapresiasi respons


dan perilaku masyarakat terhadap kehidupan muslim. Al-Quran, secara teologis
kehadiran Al-Quran, sehingga tafsir tidak diyakini sebagai kitab agama yang sangat
istimewa di mata penganutnya. Hingga
lagi hanya bersifat elitis, melainkan
keragaman bentuk interaksi yang ada antara
emansipatoris yang mengajak partisipasi
al-Quran dan penganutnya adalah juga
masyarakat. Pendekatan fenomenologis, sebab tersebut selain pemaknaan yang lahir
sosiologis, antropologis dan analisis ilmu- dari teks itu sendiri. Farid Esack, The Qur’an:
ilmu sosial-humaniora serta beberapa A Short Introduction, (England: Oneworld
disiplin ilmu lainnya, tentu menjadi faktor Publication, 2002), hal. 5.
yang sangat menunjang dalam kajian ini. 4 Lihat Tekstualitas al-Qur’an, terj.
Lebih lanjut, Living Quran dapat juga Khoiron Nahdiyyin, (Yogyakarta: LKIS,
dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah 2000), hal.1.
5
dan pemberdayaan masyarakat, sehingga Lihat Ami>n al-Khu>li, Mana>hij Tajdi>d
fi> al-Nah}w wa al-Bala>ghah wa al-Tafsi>r wa al-
mereka lebih maksimal dalam
Adab, (Mesir: Da>r al-Ma’rifah, 1961), hal. 234.
mengapresiasikan al-Quran. Allahu a’lam Lihat Juga Abdul Mustaqim, “Metode
Penelitian Living al-Qur‟an: Model Penelitian
Kualitatif” dalam Metode Penelitian…, hal.
Referensi 66.
6 (QS. al-Fus}s}ila>t/41: 44). Lihat
1 Muhammad Chirzin, Wahbah Zuhaili, dkk, al-Qur’an Seven in
“Mengungkap Pengalaman Muslim One, terj. Imam Ghazali Masykur. dkk, (PT.
Berinteraksi dalam al-Qur‟an” dalam Almahira: Jakarta, 2009)
Metodologi Penelitian Living al-Qur’an dan 7 Luqman Abdul Jabbar, Ruqyah

Hadis, ed Sahiron Syamsuddin, (Yogyakarta: Syar'iyyah: Fenomena Muslim Indonesia Dalam


Teras, 2007), hal. 12. Memfungsikan Al-Quran (Studi Kasus
2 Dalam realitas sosial kehidupan
Fenomena Ruqyah Syar'iyyah Pada Umat
muslim, tindakan yang dimaksud penulis Islam Di Kota Yogyakarta, (Yogyakarta: Tesis
dapat disaksikan begitu dekat oleh kita. UIN Sunan Kaljaga, 2006)
Pengalaman berinteraksi dengan al-Qur‟an 8 Menurut Heddy Shri Ahimsa
terlihat begitu beragam dari sekedar bahwa Kajian The Living al-Qur’an di sini
membaca al-Qur‟an baik secara sendiri kemudian memang lebih dekat dengan
maupun berjamaah (baca: komunitas), kajian-kajian ilmu sosial-budaya seperti
kelompok penggiat kajian tafsir al-Qur‟an, antropologi dan sosiologi, di mana peneliti
penghafal al-Qur‟an, mengusir makhluk tidak lagi mempersoalkan kebenaran
halus dengan al-Qur‟an, praktek ruqyah, sebuah tafsir atau perlakuan terhadap al-
hingga menjadikan ayat-ayat al-Qur‟an Qur‟an, karena tujuan penelitian
tertentu dan menjadikannya sebagai hiasan bukanlah „mengadili‟ atau „menilai‟ sebuah
rumah, hiasan masjid dan sebagainya. Semua pemaknaan dan pengejawantahannya dalam
yang dicontohkan tersebut merupakan kehidupan, tetapi memahami, memaparkan
sebagian dari bentuk terapan interaksi dan menjelaskan gejala-gejala tersebut
muslim dengan al-Qur‟an. sebaik-baiknya. Lihat Heddy Shri Ahimsa,
3 Dalam hal ini, mengutip ungkapan The Living al-Qur’an: Beberapa Perspektif
Farid Esack dalam bukunya “A Short Antropologi, dalam Jurnal Walisongo,
Introduction”, menyatakan bahwa al-Quran Volume 20, Nomor 1, Mei 2012, hal. 258.
mampu memenuhi banyak fungsi di dalam

95
El-Afkar Vol. 6 Nomor II, Juli- Desember 2017

9Muhammad Nur Kholis Setiawan, sebagai kajian tentang “berbagai peristiwa


al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar, (Yogyakarta: sosial terkait dengan kehadiran Qur‟an atau
elsaq Press, 2006), h. 68. keberadaan Qur‟an di sebuah komunitas
10 Lihat Heddy Shri Ahimsa, The Muslim tertentu.”
Living al-Qur’an, …, hal. 252. 16 Lihat Muhammad Yusuf dalam M.

11 Syamsudin, S., “Ranah-ranah Mansyur, dkk., Metodologi Penelitian…,h. 45-


Penelitian dalam Studi al-Qur‟an dan Hadis” 46.
dalam M. Mansyur dkk., Metodologi Penelitian 17 Muhammad Yusuf, Pendekatan
Living Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: TH. Sosiologi dalam Penelitian Living al-Qur’an,
Press, 2007), h. xiv. dalam Metodologi Penelitian Living al-Qur’an,
12 Ada sebuh penelitian yang dapat …h. 49.
dijadikan contoh terkait hal ini, yaitu 18 Lihat John Middelton, “The
penelitian tentang pembacaan al-Qur‟an di Religious System” dalam A. Handbook of
masyarakat Grujugan Bondowoso. Dalam Method in Cultural Anthropolgy, ed. Raul
temuan penelitian tersebut ditemukan dua Naroll, (New York : Columbia University
kategori pembacaan yaitu bersifat rutinan Press, 1973), h. 502
dan insidental. Adapun pembacaan pada 19 Ibn Fa>ris, Mu’jam Maqa>yi>s al-

kategori pertama disesuaikan dengan Lugah,(Bairu>t: Da>r al-Ih}ya>, 2001). h. 154 dan
kesepakatan masyarakat, seperti Khatm al- lihat, ar-Ra>gib al-Isfaha>ni>, Mu’jam Mufrada>t al-
Qur’an, baik membaca dengan melihat Fa>z} al-Qur’a>n,(Bairu>t: Da>r al-Fikr, tt). h. 71-72
mushaf maupun membaca dengan hafalan,
yasinan dan tahlilan. Sedangkan yang
20 Yusuf al-Qardawi, Fatwa-fatwa
bersifat insidental adalah rangkaian Kontemporer .Terj. As‟ad Yasin (Jakarta: Gema
pelaksanaan yang disesuaikan dengan Insani Press, 2001). h. 262
permintaan s}a>h}ib al-H}a>jah. Lebih lanjut
disebutkan bahwa pemaknaan masyarakat 21 Islah Gusmian, Al-Qur’an Surat
terhadap trades pembacaan al-Qur‟an terbagi Cinta Sang Kekasih, (Yogyakarta, Galang
kepada tiga hal, Pertama, al-Qur‟an Press, 2005), h. 182-185.
22 Howard M. Federspiel, Kajian al-
merupakan kitab suci mulia. Kedua, al-
Qur‟an sebagai obat hati dan ketiga, al- Qur’an di Indonesia dari Mahmud Yunus
Qur‟an sebagai sarana perlindungan dari Hingga Quraish Shihab, (Bandung: Mizan,
bahaya siksa di hari akhir. Lihat Khoirul 1996), h. 197-205.
23 Farid Esack, Samudera al-Qur’an,
Ulum, Pembacaan al-Qur’an di Lingkungan
Jawa Timur (Studi Masyarakat Grujugan terj. Nuril Hidayah, (Yogyakarta: Diva Press,
Bondowoso), Tesis UIN Sunan Kalijaga 2008).
24 Ahmad Anwar, Pembacaan Ayat-
Yogyakarta, 2009, hal. 136-139.
13 Lihat Heddy Shri Ahimsa, The ayat al-Qur’an dalam Prosesi Mujahadah di
Living al-Qur’an, …, hal. 252. Pondok al-Luqmaniyah Umbul Harjo
14 M. Mansyur, dkk., Metodologi Yogyakarta. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN
Penelitian Living Qur’an dan Hadis, Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.
(Yogyakarta: TH. Press, 2007), h. 5.
25 Mohamamad Mohtador,
15 Living Qur’an juga dapat diartikan Pemaknaan ayat-ayat al-Qur’an dalam
sebagai “fenomena yang hidup di tengah Muja>hadah (Studi Living al-Qur’an Pondok
masyarakat Muslim terkait dengan Qur‟an Pesantren Krapyak Komplek al-Kandiyas), Tesis
ini sebagai objek studinya.” Oleh karena itu, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012.
kajian tentang Living Qur‟an dapat diartikan

96

Anda mungkin juga menyukai