Ahmad Farhan*
Abstrak
Pada dasarnya, kajian Al-Qur’an tidak selalu berfokus pada teks al-Qur’an (ma fil al-Qur’an) dan ma
haul al Qur’an (kajian terhadap tafsir, ulumul qur’an), namun bisa meluas sampai pada fenomena
sosial yang terkait dengan keberadaan al-Quran di tengah komunitas muslim tertentu atau lain yang
berinteraksi dengannya dalam kehidupan sehari-hari atau yang sering disebut Living Qur’an, yakni
Al-Qur’an yang hidup dalam masyarakat (komunitas). Artikel ini mencoba mengintrodusir
pengembangan kajian al-Qur’an ke ranah Living Qur’an, yang sejauh ini kurang mendapatkan
perhatian di tengah-tengah mainstream studi Al-Qur’an yang berkutat pada teks Al-Qur’an. Living
Qur’an bisa menjadi alternatif menarik dalam pengembangan kajian al-Qur’an kontemporer.
88
Ahmad Farhan
LIVING AL- QUR’AN SEBAGAI METODE AL- TERNATIF DALAM STUDI ISLAM
kehidupan manusia sebagai suatu arena Kholis Setiawan secara teoritis, ada tiga
untuk mewujudnya al-Qur‟an di bumi. bentuk resepsi masyarakat terhadap al-
Al-Qur‟anisasi kehidupan manusia Quran. Pertama, resepsi kultural, yang
dapat berupa penggunaan ayat-ayat mencoba mengungkap pengaruh dan
dalam al-Qur‟an yang diyakini sebagai peran al-Quran dalam membentuk kultur
mempunyai „kekuatan ghaib‟ tertentu dan budaya masyarakat. Kedua resepsi
untuk mencapai tujuan tertentu, seperti hermeneutik, yang mengungkap
untuk pengobatan terhadap penyakit, perkembangan-perkembangan yang
digunakan sebagai media pengusir bangsa terkait dengan studi interpretasi teks dan
jin dan membuat seseorang menjadi aktivitas interpretasi teks itu sendiri.
terlihat „sakti‟ karena tidak dapat dilukai Ketiga resepsi estetik, yang mengungkap
dengan senjata tajam manapun. Ayat-ayat proses penerimaan dengan mata maupun
al-Qur‟an di sini memang tidak lagi telinga, pengalaman seni, serta cita rasa
terlihat sebagai “petunjuk,” perintah, akan sebuah objek atau penampakan.
larangan melakukan sesuatu atau ceritera Dengan demikian lokus kajian Living
mengenai sesuatu, tetapi lebih tampak Qur’an ada pada resepsi kultural dan
sebagai „mantra‟ yang jika dibaca estetik.9
berulang-kali sampai mencapai jumlah Dalam konteks kajian living al-
tertentu akan dapat memberikan hasil- Qur’an, manusia memperlakukan dan
hasil tertentu seperti yang diinginkan. mempelajari al-Qur‟an sebagai sebuah
Laju perkembangan sebagaimana kitab yang berisi petunjuk- petunjuk—
fenomena di atas selanjutnya melahirkan sebagaimana dilakukan di sekolah-
kajian yang dikenal dengan istilah living sekolah dan institusi pendidikan Islam.
Qur’an. Dalam hal ini, living al-Qur’an Padahal kondisi ini tidak lagi dipandang
yang dimaksud adalah bagaimana al- sebagai satu-satunya aktivitas atau
Qur‟an disikapi dan direspon masyarakat perlakuan yang paling „tepat‟ terhadap al-
muslim dalam realitas kehidupan Qur‟an. Pemaknaan dan perlakuan
menurut konteks budaya dan pergaulan semacam itu hanya dipandang sebagai
sosial. Dengan begitu-sepanjang yang salah satu bentuk perlakuan yang dapat
peneliti amati-femonena living al-Qur’an diberikan terhadap al-Qur‟an, dan
tidak lain merupakan panggilan jiwa pemaknaan serta perlakuan inilah yang
seseorang atau sekelompok orang yang kemudian menjadi objek kajian itu sendiri.
merupakan kewajiban moralnya untuk Tentu saja, peran dan kedudukan al-
memberikan apresiasi dan memuliakan al- Qur‟an sebagai kitab di situ juga tidak
Qur‟an berdasarkan apa yang dapat diabaikan. Karena yang dimaksud
difahaminya. dengan “al-Qur‟an” di sini bukan lagi
Istilah Living al-Qur’an dalam hanya kitabnya, tetapi juga tafsir dan
istilah teknis lainnya juga disebut pola-pola perilaku yang didasarkan pada
interaksi atau resepsi. Kata resepsi dapat tafsir atas ayat-ayat dalam al-Qur‟an
dipergunakan untuk mewakili perilaku tersebut.10
interaksi antara al-Qur‟an dan Menurut Syamsuddin11 bahwa
penganutnya tersebut. Menurut Nur “Teks al-Qur‟an yang „hidup‟ dalam
89
El-Afkar Vol. 6 Nomor II, Juli- Desember 2017
masyarakat itulah yang disebut Living B. Berbagai Interaksi Umat dengan al-
Qur’an. Sedangkan pelembagaan hasil Quran
penafsiran tertentu dalam masyarakat Sebagai kitab agama, al-Quran
bisat disebut dengan “the living tafsir”. telah berinteraksi lama dengan umatnya,
Mengapa muncul istilah “Teks al-Qur‟an bahkan sejak ia ada. Bentuk-bentuk
yang hidup dalam masyarakat”? Hal ini interaksi tersebut tampak pada tradisi
tidak lain merupakan “respons menjadikan al-Quran sebagai ojek hafalan
masyarakat terhadap teks al-Qur‟an dan (tahfidz), mendengar (sima’), penulisan
hasil penafsiran seseorang. Termasuk (kitabah) dan kajian tafsir. Namun pada
dalam pengertian „respons masyarakat‟ perkembangan berikutnya, dinamika
adalah resepsi mereka terhadap teks interaksi tersebut kian bergeser dan
tertentu dan hasil penafsiran tertentu. Kita beragam. Untuk kasus Indonesia saja, ada
dapat menemukan bentuk esepsi sosial beberapa bentuk interaksi umat dengan
terhadap al-Qur‟an dalam kehidupan al-Qur‟an sebagai cerminan everyday life of
sehari-hari, seperti tradisi bacaan surat the Qur’an seperti:
atau ayat tertentu pada acara dan 1. Al-Quran dibaca rutin dan diajarkan
seremoni sosial keagamaan tertentu.12 di beberapa tempat ibadah, rumah
Sementara itu, resepsi sosial terhadap atau bahkan di tempat khusus dan
hasil penafsiran terjelma dalam institusional. Hingga menjadi acara
dilembagakannya bentuk penafsiran rutin, terlebih di Pesantren-
tertentu dalam masyarakat, baik dalam pesantren ia menjadi bacaan wajib
skala besar maupun kecil.13 yang dibaca selepas shalat magrib.
Sementara itu, M. Mansur14, Dan bahkan terdapat tradisi
berpendapat bahwa pengertian The Living pengkhususan malam jumat dengan
Qur’an sebenarnya bermula dari fenomena membaca surat-surat tertentu seperti
Qur’an in Everyday Life, yang tidak lain Yasin, al-Kahfi, al-Waqi’ah.
adalah “makna dan fungsi al-Qur‟an yang 2. Al-Quran senantiasa dihafal, baik
riil dipahami dan dialami masyarakat secara utuh maupun sebagiannya,
Muslim.” Dengan demikian, dapat meski tidak terkecuali banyak pula
difahami bahwa living al-Qur’an adalah yang hanya menghafal surat-surat
“praktik memfungsikan al-Qur‟an dalam tertentu atau potongan-
kehidupan praksis, di luar kondisi potongannya.
tekstualnya”. Pemfungsian al-Qur‟an 3. Al-Quran dibaca oleh para qari’
seperti itu muncul karena adanya (pembaca profesional) dengan
“praktek pemaknaan al-Qur‟an yang tidak lantunan nada yang terdengar
mengacu pada pemahaman atas pesan merdu dan indah dalam berbagai
tekstualnya, tetapi berlandaskan event yang dianggap penting.
anggapan adanya “fadhilah” dari unit-unit 4. Al-Quran dilombakan dalam bentuk
tertentu teks al-Qur‟an, bagi kepentingan tilawah al-qur’an, tahfidz al-qur’an,
praksis kehidupan keseharian umat.15 tafsir al-qur’an, syarh al-Qur’an, khat
al-qur’an, dan cerdas-cermat al-
Quran.
90
Ahmad Farhan
LIVING AL- QUR’AN SEBAGAI METODE AL- TERNATIF DALAM STUDI ISLAM
91
El-Afkar Vol. 6 Nomor II, Juli- Desember 2017
92
Ahmad Farhan
LIVING AL- QUR’AN SEBAGAI METODE AL- TERNATIF DALAM STUDI ISLAM
93
El-Afkar Vol. 6 Nomor II, Juli- Desember 2017
terhadap hati. Membaca ayat-ayat Allah QS. al-Mulk, QS. al-Rah}ma>n, QS. al-
berarti bergaul dengan cahaya yang Wa>qi’ah, QS. al-Fa>tih}ah.24
melembutkan hati dan membersihkannya. Mohamamad Mohtador menulis
Islah Gusmian juga menjelaskan tradisi tentang pemaknaan ayat-ayat al-Qur‟an
semaan Al-Qur‟an yang dirintis Gus Mik dalam Muja>hadah (Studi Living al-Qur’an
dan GBPH Joyokusumo, yang sampai Pondok Pesantren Krapyak Komplek al-
sekarang menjadi tradisi kuat di Kandiyas). Dalam tulisannya Mohatador
Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, mendapatkan bahwa dalam tradisi ritual
dan diikuti oleh banyak sekali jamaah. muja>hadah yang terdapat pada Pondok
Islah juga menjelaskan begitu Pesantren Munawwir Krapyak
terhormatnya Al-Qur‟an, oleh sebagian Yogyakarta Komplek al-Kandiyas, tidak
muslim Al-Qur‟an tidak hanya dihafal, hanya diisi dengan aktivitas zikir yang
namun juga teks-teksnya dipakai sebagai diambil dari potongan-potongan ayat al-
medium berdoa. Model dan cara Qur‟an yang diyakini memiliki kekuatan
penggunaannyapun beragam. Islah juga tersembunyi (the power of hidden),
menyebutkan kitab-kitab mujarrabat, karya melainkan ditambah dengan taushiah dari
ulama Indonesia dan Timur Tengah.21 pengurus pondok (baca:kyai). Tauhsiah
Buku yang ditulis oleh Howard M. yang disampaikan seputar masalah-
Federspiel yang berjudul Kajian al-Qur’an masalah kebatinan, dengan menjadikan
di Indonesia dari Mahmud Yunus Hingga ayat-ayat, hadis, qaul ulama sebagai
Quraish Shihab menyebutkan tentang landasannya.25
beberapa daerah di Indonesia yang punya
kebiasaan membaca al-Qur‟an bersama- Kesimpulan
sama dalam keluarga. Fenomena ini
diklaim sebagai barometer keshalehan dan Orientasi studi al-Quran selama ini
ketaatan sebuah keluarga. 22 Farid Esack lebih banyak didominasi pada ranah
juga menyatakan dalam bukunya kajian teks. Wajar jika Nasr Hamid Abu
Samudera al-Qur’an bahwa ada sebagian Zayd mengistilahkan peradaban Islam
muslim yang menjadikan ayat-ayat al- sebagai hadharah an-Nash (peradaban teks).
Qur‟an sebagai jimat yang dapat Oleh sebab itu, penelitian Al-Quran yang
menjauhkan diri dari penyakit dan berorientasi resepsi hermeneutik belaka
kekuatan jahat23. lebih banyak ketimbang studi yang
Penelitian lain ditulis oleh Ahmad berkaitan dengan aspek resepsi kultural
Anwar yang berjudul Pembacaan Ayat-ayat dan estetik. Jika selama ini ada kesan tafsir
al-Qur’an dalam Prosesi Mujahadah di dipahami harus berupa teks verbal, maka
Pondok al-Luqmaniyah Umbul Harjo sebenarnya tafsir tersebut bisa diperluas
Yogyakarta. Dalam penelitian ini proseS untuk dapat mengimbanginya dengan
Mujahadah Pondok Pesantren Luqmaniyah semua aspek non-verbal dari teks tersebut.
merupakan ibadah rutin yang dilakukan
untuk proses taqarrub kepada Allah Swt. Kajian Living Quran, diharapkan
Dalam pelaksanaannya dibacakan surat dapat memberikan kontribusi yang
tertentu dan potongan ayat tertentu, yaitu signifikan bagi pengembangan studi Al-
Quran lebih lanjut. Kajian semacam ini
94
Ahmad Farhan
LIVING AL- QUR’AN SEBAGAI METODE AL- TERNATIF DALAM STUDI ISLAM
95
El-Afkar Vol. 6 Nomor II, Juli- Desember 2017
kategori pertama disesuaikan dengan Lugah,(Bairu>t: Da>r al-Ih}ya>, 2001). h. 154 dan
kesepakatan masyarakat, seperti Khatm al- lihat, ar-Ra>gib al-Isfaha>ni>, Mu’jam Mufrada>t al-
Qur’an, baik membaca dengan melihat Fa>z} al-Qur’a>n,(Bairu>t: Da>r al-Fikr, tt). h. 71-72
mushaf maupun membaca dengan hafalan,
yasinan dan tahlilan. Sedangkan yang
20 Yusuf al-Qardawi, Fatwa-fatwa
bersifat insidental adalah rangkaian Kontemporer .Terj. As‟ad Yasin (Jakarta: Gema
pelaksanaan yang disesuaikan dengan Insani Press, 2001). h. 262
permintaan s}a>h}ib al-H}a>jah. Lebih lanjut
disebutkan bahwa pemaknaan masyarakat 21 Islah Gusmian, Al-Qur’an Surat
terhadap trades pembacaan al-Qur‟an terbagi Cinta Sang Kekasih, (Yogyakarta, Galang
kepada tiga hal, Pertama, al-Qur‟an Press, 2005), h. 182-185.
22 Howard M. Federspiel, Kajian al-
merupakan kitab suci mulia. Kedua, al-
Qur‟an sebagai obat hati dan ketiga, al- Qur’an di Indonesia dari Mahmud Yunus
Qur‟an sebagai sarana perlindungan dari Hingga Quraish Shihab, (Bandung: Mizan,
bahaya siksa di hari akhir. Lihat Khoirul 1996), h. 197-205.
23 Farid Esack, Samudera al-Qur’an,
Ulum, Pembacaan al-Qur’an di Lingkungan
Jawa Timur (Studi Masyarakat Grujugan terj. Nuril Hidayah, (Yogyakarta: Diva Press,
Bondowoso), Tesis UIN Sunan Kalijaga 2008).
24 Ahmad Anwar, Pembacaan Ayat-
Yogyakarta, 2009, hal. 136-139.
13 Lihat Heddy Shri Ahimsa, The ayat al-Qur’an dalam Prosesi Mujahadah di
Living al-Qur’an, …, hal. 252. Pondok al-Luqmaniyah Umbul Harjo
14 M. Mansyur, dkk., Metodologi Yogyakarta. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN
Penelitian Living Qur’an dan Hadis, Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.
(Yogyakarta: TH. Press, 2007), h. 5.
25 Mohamamad Mohtador,
15 Living Qur’an juga dapat diartikan Pemaknaan ayat-ayat al-Qur’an dalam
sebagai “fenomena yang hidup di tengah Muja>hadah (Studi Living al-Qur’an Pondok
masyarakat Muslim terkait dengan Qur‟an Pesantren Krapyak Komplek al-Kandiyas), Tesis
ini sebagai objek studinya.” Oleh karena itu, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012.
kajian tentang Living Qur‟an dapat diartikan
96