Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telaah ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang manusia,
memberi

gambaran

kontradiktif

menyangkut

keberadaannya.

Disatu sisi manusia dalam al-Quran sering mendapat pujian Tuhan.


Seperti pernyataan terciptanya manusia dalam bentuk dan keadaan
yang sebaik-baiknya, kemudian penegasan tentang dimuliakannya
makhluk ini dibanding dengan kebanyakan makhluk-makhluk lain.
Sedang di sisi lain sering pula manusia mendapat celaan Tuhan.
Seperti bahwa ia amat aniaya dan ingkar nikmat, dan sangat
banyak membantah serta bersifat keluh kesah lagi kikir.1
Gambaran kontradiktif itu bukanlah berarti bahwa ayat-ayat
yang berbicara perihal manusia bertentangan satu sama lain,
melainkan justru menandakan bahwa makhluk yang bernama
manusia itu unik, makhluk yang serba dimensi, dan makhluk yang
berada di antara predisposisi negatif dan positif.2 dalam hal ini
dapat difahami dengan mengkaji asal-usul kejadiannya, proses
penciptaannya dan keragaman terminologinya dalam al-Quran.
Di dalam al-Quran terdapat tiga istilah kunci (key term) yang
meskipun mengacu pada makna pokok manusia, tetapi memiliki
makna signifikan yang berbeda-beda. Ketiga istilah kunci itu adalah
Basyar, Insan, dan al-Nas. Agar terhindak dari kerancuan
semantik, perlu difahami dalam konteks apa manusia disebut
1 Quraish Shihab, Membumikan al-Quran (Jakarta: Mizan : 1994) , h. 233
2 Mohammad Irfan-Mastuki, Teologi Pendidikan, (HS, Friska Agung Insani, 2003), h. 55

basyar, dan dalam konteks apa manusia disebut insan, serta dalam
konteks apa pula manusia disebut al-nas.

B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belaang di atas dapat di rumuskan beberapa
rumusan masalah berikut ini:
1. Apa saja Term yang mengacu pada makna pokok manusia
dalam al-Quran ?
2. Apa saja ciri-ciri manusia dalam al-Quran ?

BAB II
PEMBAHAAN
A. Ungkapan yang dipergunakan a-Quran untuk menunjukkan
arti kata manusia dapat di bedakan atas tiga macam :
1. Al-Insan
Al-Insan, al-ins, Una>s, dan al-Na>s, semuanya berakar dari
huruf h}amzah, nu>n dan sin. Telaah morfologi menujukkan
bahwa asal kata ini diperselisihi. Segolongan ahli bbahasa
Arab berpendapat bahwa kata tersebut berasal dari kata
nasiya-yansa>, yang berarti lupa. Menrut Ibnu Abbas bahwa
manusia disebut Insan karena ia melupakan janjinya kepada
tuhan.3
Kata al-insan berasal dari kata nasiya yang artinya lupa,
menunjukkan

adanya

hubungan

dengan

kesadaran

diri.

Manusia disebut al-insan karena kecenderungannya akan sifat


pelupa sehingga memerlukan teguran dan peringatan. Kata
al-insan digunakan Al-Quran untuk menunjukkan kepada
manusia

secara

keseluruhan

dari

totalitas,

jiwa,

serta

raganya. Kata al-insan untuk penyebutan manusia diambil


dari asal kata al-uns atau anisa yang artinya jinak dan
harmonis,

karena

pada

dasarnya

manusia

dapat

menyesuaikan diri dengan realitas hidup dan lingkungannya.


3 Abu> fad}l jamal al-Di>n Muh}ammad bin Mukram bin
Manz}u>r, Lisa>n al-Arabi, (Mishr ; Da>r S}adr dan Da>r Beirut,
1969/1386) h. 11 lihat juga kama>l al-Di>n al-Dumairi, H{aya>tu
al-H{ayawa>n al-Kubra>, , (Mesir, Abd al-H{amid Ahmad Hanafi ,
t.th) h. 33

Sedangkan kata an-nas merupakan jamak dari kata al-insan,


kata ini digunakan untuk menunjukkan sekelompok manusia,
baik dalam arti jenis manusia maupun sekelompok tertentu
dari manusia.4

2. Basyar
Kata ini berakar dengn huruf ba, syin dan ra yang berarti
nampaknya ssuatu yang baik nan indah.5 Dari makna ini
terbentuk

kata

keja

menggembirakan.6

basyara

Dan

jug

yang

berrti

berarti

begembira,

memperhatikkan

dan

mengurus sesuatu.
Kata al-basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk, baik
laki-laki maupun perempuan, baik satu maupun banyak. Kata albasyar adalah jamak dari kata basyarah yang artinya kulit. Al-Quran
menggunakan kata ini sebanyak 37 kali dalam bentuk tunggal dan
satu kali dalam bentuk mutsanna (dual) untuk menunjukkan
manusia

dari

sudut

lahiriahnya

serta

persamaannya

dengan

4 Ibn Faris bin Zakaria, Abu al-H{usain Ah}mad, Mujam Maqa>yis


al-Lug}ah, (Musthafa al-Bab al-Habib wa Syarikah, 1972/1392) h.
145
5 Ibn Faris bin Zakaria, Abu al-H{usain Ah}mad, Mujam Maqa>yis
al-Lug}ah, (Musthafa al-Bab al-Habib wa Syarikah, 1972/1392) h.
251
6 Ibra>im Mus}t}afa, Mujam al-Wasi>t}, (Teheran; al-Maktabah
al-Ilmiyah, t.th) h. 57

manusia seluruhnya. Ayat Al-Quran yang lain mengisyaratkan


bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar (manusia) melalui
tahapan-tahapan sehingga mencapai tahapan kedewasaan, dimana
tahapan kedewasaan ini menjadikannya mampu memikul tanggung
jawabnya sebagai khalifah di bumi. Al-basyar dipakai untuk
menunjukkan dimensi alamiahnya, yang menjadi ciri pokok manusia
pada umumnya, seperti makan, minum, dan mati sehingga manusia
disebut al-basyar karena manusia cenderung perasa dan emosional
sehingga perlu disabarkan dan didamaikan.7
3. Banu> Adam
Manusia

disebut

sebagai

bani

Adam

karena

dia

menunjukkan asal usul yang bermula dari nabi Adam as


sehingga dia tahu dan sadar akan jati dirinya. Misalnya,
darimana ia berasal, untuk apa ia hidup, dan kemana dia akan
kembali. Penggunaan istilah bani Adam menunjukkan bahwa
manusia bukan hasil dari evolusi makhluk anthropus (sejenis
kera).
Manusia dalam pandangan Al-Quran bukan makhluk
anthropomorfisme, yaitu makhluk penjasadan Tuhan, atau
mengubah

Tuhan

menjadi

manusia.

Al-Quran

menggambarkan manusia sebagai makhluk theomorfis yang


memiliki sesuatu yang agung di dalam dirinya. Di samping itu
7 Abdul Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam al-Quran,
(Jakarta ; Raja Grafindo Persada, 2002) h. 89

manusia dianugerahi akal yang dapat membedakan nilai baik


dan buruk, sehingga membawa ia pada kualitas tertinggi
sebagai

makhluk

yang

bertakwa.

Al-Quran

memandang

manusia sebagai makhluk yang suci dan mulia, bukan sebagai


makhluk yang kotor dan penuh dengan dosa.
B. Ciri-ciri Manusia dalam al Quran
a. Manusia Berbicara
Perbuatan berbicara dan mampu mengerti apa yang ia
bicarakan

itu

mengisayaratkan

adalah

perbuatan

khusus

manusia

untuk

perasaan - perasaan atau pikirannya, dengan

cara mengeluarkan serta membentuk suara - suara dengan


perantaraan sejumlah alat alat tubuh yang disebut pangkal
tenggorokan dan mulut.
Berbicara adalah suatu gejala yang sudah dikenal dengan
baik dan jelas, sehingga secara relative mudah dipelajari oleh setiap
orang, baik pada dirinya sendiri maupun pada orang lain.
Berbicara di sini menurut penulis merupakan keunggulan dari
manusia itu sendiri, karena hal inilah yang membedakan dengan
binatang. Karena dalam dunia binatang dikenal juga dengan istilah
bahasa binatang yang mana dalam hal ini sesuatu yang diberikan
bersama sama dengan kelahirannya, yang bukan hasil pelajaran
yang berkembang sejalan dengan perkembangan organismenya.
Sedangkan

anak

mannusia

mengajarinya untuk berbicara.

memerlukan

seseorang

untuk

b. Manusia Sebagai Makhluk Hidup


Sebagai makhluk hidup, manusia memang termasuk di
dalamnya suatu kelompok besar sekali yang mengandung tumbuhtumbuhan dan binatang- binatang.8
Salah satu cirri khas makhluk hidup adalah berkembang dan
mengembangkan diri dengan mengubah apa yang dimakan dan
dicerna menjadi substansinya sendiri. Selain membentuk dan
mengembangkan dirinya, makhluk hidup juga dapat memperbaiki
dan memulihkan luka lukanya. Dan dia mengerjakan itu dari
substansinya sendiri, dari dalamnya sendiri, dari apa yang dibuat
oleh organismenya sendiri. Dan makhluk hidup mempunyai suatu
kemampuan lagi yang luar biasa, yaitu mereproduksikan dirinya
dan melipatgandakan dirinya, membuat dalam dirinya bibit bibit
tunas yang akan menjadi suatu makhluk hidup yang baru, suatu
makhluk hidup yang menjadi gambarannya, dan menjadi penerus
spesiesnya.
c. Manusia Memiliki Pengetahuan
Dalam pandangan Al-Quran, ilmu adalah keistimewaan yang
menjadikan manusia unggul terhadap makhluk-makhluk lain guna
menjalankan fungsi kekhalifahan. Ini tercermin dari kisah
kejadian manusia pertama yang dijelaskan Al-Quran pada surat AlBaqarah (2) 31 dan 32:

8Sarlito Wirawan Sarwono,Pengantar Umum Psikologi ( Jakarta:


Bulan Bintang, 1982), h.27.

Artinya

dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (bendabenda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada
Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama
benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar!" mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada
yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan
kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana
Manusia, menurut Al-Quran, memiliki potensi untuk meraih ilmu
dan mengembangkannya dengan seizin Allah. Karena itu,
bertebaran ayat yang memerintahkan manusia
menempuh
berbagai cara untuk mewujudkan hal tersebut. Berkali-kali pula AlQuran menunjukkan betapa
tinggi
kedudukan
orang-orang
9
yang berpengetahuan.

d. Manusia Diperlengkapi Dengan Afektivitas


apa yang membedakan binatang dan khususnya manusia dari
tumbuh tumbuhan adalah bukan hanya kemampuan untuk
mengenal tetapi juga afektivitas. Sebab karena afektivitas inilah
yang membuat kita berada secara aktif di dunia ini, berpartisipasi
dengan orang lain. Andaikata kita makhluk hidup yang hanya bisa

9 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran, (Bandung ; Mizan, t.th) h. 50

mengenal tanpa rasa, kita sebetulnya hanya akan memantulkan


dunia seperti cermin cermin yang sadar dan netral saja.
e. Manusia Mengerti
Menurut penulis, dalam pandangan dan tindakan manusia itu bukan hanya seputar
melihat dan menyentuh tapi mereka itu mengerti. Dengan pendengaran,
penglihatan dan hati, manusia dapat memahami dan mengerti
pengetahuan

yang

disampaikan

kepadanya,

bahkan

manusia

mampu menaklukkan semua makhluk sesuai dengan kehendak dan


kekuasaannya.

Dalam

al-Quran

surat

al-Jatsiyah

ayat

13

disebutkan:




Artinya
dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa
yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tandatanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.
f. Manusia Mempunyai Kebebasan
Manusia itu menyatakan dan mempertimbangkan , tetapi dia
juga berhak untuk memilih. Manusia adalah secara esensial
berkehendak. Tetapi, dia mempunyai kemampuan menghendaki
yang disukainya, memilih apa yang dikehendakinya.

Dengan begitu secara eksplisit manusia mempunyai kebebasan


dalam bertindak dan memilih yang hal ini di pandang semu oleh
kaum Jabariyah dan bahkan Asyariyah begitu juga oleh sebagian
orang-orang sufi. Dimana manusia diberi kebebasan penuh dalam
memilih (ikhtiya>r) jalan mana yang mau mereka pilih sebagai jalan
hidupnya. Dan barangkali ini adalah sebagai konsekuensi logis dari
kekhalifahannya di muka bumi. Tetapi di balik itu Allah juga
mempunyai rencana lain. Sebab, Allah swt. menciptakan manusia
tidak hanya dibiarkan begitu saja tanpa pertanggungjawaban
sebagaimana penjelasan dalam Q.S. al-Qiya>mah/75: 36:








Dengan demikian, dalam jejak kehidupan manusia secara
dogmatis ataupun de fakto, manusia mempunyai dua jalan yang
harus dipilihnya untuk mengarungi roda kehidupannya di muka
bumi ini. Mereka harus bisa memilih salah satu diantara jalan
tersebut sebagai jalur kehidupannya kelak, karena jika tidak maka
akan terjadi diskontinuitas di sepanjang sejarah kehidupannya.
Dalam hal ini
g. Manusia Sebagai Makhluk Historis
Sejarah secara sempit adalah sebuah peristiwa manusia yang
bersumber dari realisasi diri, kebebasan dan keputusan daya rohani.
Sedangkan secara luas, sejarah adalah setiap peristiwa (kejadian).
Sejarah adalah catatan peristiwa masa lampau, studi tentang sebab
dan akibat. Sejarah kita adalah cerita hidup kita. Sejarah sangat
penting dalam kehidupan suatu bangsa karena:
1.
Sejarah merupakan gambaran kehidupan masyarakat di masa
lampau.

2.
Dengan
sejarah
kita
dapat
lebih
mengetahui
peristiwa/kejadian yang terjadi di masa lampau.
3.
Peristiwa yang terjadi di masa lampau tersebut dapat
dijadikan pedoman dan acuan dalam kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa di masa kini dan yang akan datang.
4.
Dengan sejarah kita tidak sekedar mengingat data-data dan
fakta-fakta yang ada tetapi lebih memaknainya dengan mengetahui
mengapa peristiwa tersebut terjadi.
Segala yang berinteraksi di dunia ini, hanya manusialah yang
satu satunya makhluk yang bersejarah, sebab dialah satu
satunya makhluk yang menjadi pokok penulisan sejarah, sebab
dialah satu satunya yang membuat sejarah. 10 Kesejarahan atau
historis

manusia,

yakni

kekhasan

yang

menjadikan

manusia

pembuat dan pelaku sejarah, bukanlah sebuah fakta kebetulan dan


sampingan melainkan hakiki.
h. Manusia, Makluk Berbudaya
Kebudayaan harus didapatkan dan diraih oleh tiap manusia
yang sedang berkembang, melalui suatu proses perkembangan
yang mempunyai prinsip batind di dalam inteligasi dan kebebasan
tiap pribadi, itulah prolehan yang terkandung di dalam lingkungan
sosial.
i.Manusia dan Kematian
Manusia sebagai makhluk hidup, menurut penulis bukanlah
sebagai sesuatu yang hidup selamanya. Akan tetapi,manusia punya

10Hardono Hadi, Jati Diri Manusia Berdasarkan Filsafat Organisme


Whiteread, (Yogyakarta: Kanisius, 1996), H.109.

batas waktu untuk hidup di dunia ini, dan kelak akan dihadapkan
dengan kehidupan baru, yakni alam akhirat.
Menurut data statistik PBB, setiap tahunnya ada lebih dari 700.000
orang melakukan bunuh diri, ada ratusan ribu tewas dalam
kecelakaan kebakaran, kecelakaan lalu lintas, pembunuhan. Ada
jumlah tertentu yang mati akibat penyakit jantung, di Amerika
Serikat meninggal hingga 700.000 orang dan setengah dari jumlah
tersebut ada yang mati secara tiba-tiba, ada jumlah tertentu yang
mati akibat kanker kulit, kanker payudara dan kanker paru-paru.
Seakan ada sistem tertentu yang menentukan kematian, dan jika
kita melihat statistik tahun demi tahun, kita perhatikan bahwa ada
rasio yang sangat dekat, selama sepuluh tahun misalnya, bahwa
persentase ini dekat dan berkembang seiring berjalannya waktu. Ini
adalah bukti bahwa kematian adalah ketetapan yang telah
ditentukan waktunya, dan yang menakjubkan Al-Quran telah
menegaskan fakta ini, Allah SWT berfirman:












Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekalisekali tidak akan dapat dikalahkan, (QS. Al-Waqiah:60).
Para ilmuwan menemukan bahwa sel-sel manusia, tumbuhan dan
hewan, didalamnya terdapat DNA genom yang dikhususkan waktu
kematian sel. Saat para ilmuwan melakukan percobaan
memperpanjang umur pada beberapa sel hewan seperti lalat, justru
sel-sel tersebut berubah menjadi sel kanker, sel tersebut bisa
dikatakan mati atau berubah menjadi sel kanker, dan berakhir
dengan kematian.
Inilah juga yang terjadi dengan manusia, pada saat mereka
mencoba untuk memperpanjang kehidupan sekelompok sel

manusia, sel-sel berubah menjadi sel kanker mematikan, sehingga


para ilmuwan akhirnya memutuskan bahwa kematian tidak kalah
penting untuk kehidupan,
Pemakalah ingin menyinggung sedikit tentang dua sifat manusia,
yaitu :
1. Sifat Ketergantungan

Artinya
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Ayat

di

atas

mengungkapkan

soal

peciptaaan,

para

Ulama

berpendapat bahwa ayat ini menegaskan kejadian manusia dari


alaq yakni dari darah beku atau segumpal darah yang mepakan
keadaan janin pada hari-hari pertma kejadiaannya. 11 Pendapat ini
didukung oleh empat ayat lainnya yang menggunaka ungkapn
alaqah yang rupkan bentuk mufrd kata alaq.12
Berngkat dari pengertian bahasa kata alaq teryata tidak bermakna
tunggal, struktur akar kata ang teridiri darri ain, lam dan qaf
11 Muh}ammad Abduh, Tafsir Juz Amma, (Mesir; al-Syaab, t.th) h.
49 lihat juga Muhammad Nawawi al-Ja>wi, Marah labi>d, (Beirut;
Da>r al-Fikr, 1980/1400) h. 454
12 Q.S. al-Qiya>mah 75/31;38; Q.S. al-G{afu>r 40/60; 67 Q.S, alMuminu>n 23/74; 14

bermakna bergantung sesuatu pada sesuatu yang lain. 13 Dari akar


kata tersebut terbentuklah kata kerja alaqa yauqu dengn berbagai
makna ssuai dengan koneks penggunaannya, Misalnya : (bayi)
menghisap jari-jari, (binatang) memakan dedaunan, (seseorang)
mengatasi oran lain, mencela oang, melekat dan berpegangan pada
sesuatu, mengtahui sesuatu, mulai melakukan suatu pekerjaan.
Sedangkan alaq yang merupakan kata benda yang bermakna
segala seuatu yang digantung, tanah liat yang melengket di tangan,
dan darah beku.14 Melihat bentuknya, kata alaq adalah kata dasar
atau mas}dar. Dan ini berrti kata tersebut

idk hanya berfungsi

seagai kata benda tpi juga kata sifat. Berfunsi sebagai kata sifat,
maka

aat

diatas

memberikan

keterangan

bahwa

manusia

diciptkandengan dengan sifat qudrati ketergantaungan kepada slain


dirinya, ini berimplikasi bahwa manusia tidak hanya bergantung
secara fisik selama dalam Rahim ibunya, tapi juga setelah lahir ia
juga

memerlukan

alam

lingkungannya

demi

kelangsungan

hidupnya, ini merupakan kenyataan alam yang tak tersangkal lagi.


Sifat ketergntungan lebih jelas lagi kalau kedudukn ayat itu
ditelaah. Dalam hal ini ayat pertama dari surah bersngkutan selain
13 Ibn Faris bin Zakaria, Abu al-H{usain Ah}mad, Mujam Maqa>yis
al-Lug}ah, (Musthafa al-Bab al-Habib wa Syarikah, 1972/1392) h.
125
14 Abd al-Fatta>h} al-Sai>di, H{usain Yusuf Musa, al-Ifs}a>h} fi>
al-Lug}ah al-arabiyyah, (Kairo ; Da>r al-Fikr al-Araby, 1384/1964)
h. 108

memerintahkan agar

nabi Muhammad saw membaca, juga

memperkenalkantuhan

sebagai

sang

pencipta

yakni

dengan

unkapan Rabbika al-laz\i> khalaq. Ayat yang dibahas berkedudukan


sebagai penjelasatau takhsis, dengan begitu, dari kedua ayat ng
bersangkutan

dapat

disusun

peryataan

tentang

siapa

yang

dimaksud dengn rabbuka dalam ayat yag pertama yaitu allaz\i>


khalaqa al-insa>na min alaq.
Bertolak dari pertautn kedua ayat yang dibahas, maka dapat
dipahami kedudukan mausia sebagai bagian dari sistem rububiyah
Tuhan. Dan itu berarti bahwa manusia memiliki sifat kodrati
keergantungan pada rububiyah Tuhan.
2. Sifat keutamaan


Artinya
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya.
Ayat ini menegaskan bahwa manusia diciptakan oleh Allah
dengan

sebaik-baik

bentuk.

Keutamaan

manusia

dibanding

makhluk lainnya dapat ditemukan dalam Q.S. al-Isra ayat 70


berikut ini


Artinya
dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami
angkut mereka di daratan dan di lautan Kami beri mereka rezki
dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah
Kami ciptakan.
Secara eksplisit ayat diatas mengungkapakan bahwa manusia
telah diberi kemuliaan dan diciptakan dengak kodrat melebihi
makhluk lainnya, selain itu juga menegaskan karunia tuhan berupa
kemampuan mengarungi lautan dan daratan dan dijadikannya
segala yang baik sebagai rezeki bagi manusia.

BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
1. Al-Quran menegaskan kualitas dan nilai manusia dengan menggunakan tiga
macam istilah yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu al-insan, an-nas, albasyar, dan bani Adam.
2. Ciri-ciri manusia dalam al-Quran
1) Manusia berbicara dan mampu mengerti pebicaraanya
2) Manusia sebgai makhluk hidup
3) Manusia memiliki pengetahuan
4) Manusia dilengkap dengan afektivitas
5) Manusia mengerti
6) Manusia memiliki kebebasan
7) Manusia sebagai makhluk historis
8) Manusia makhluk berbudaya
9) Manusia dan kematian

DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran al-Karim
Abd al-Fatta>h} al-Sai>di, H{usain Yusuf Musa, al-Ifs}a>h} fi> alLug}ah

al-arabiyyah,

Kairo

Da>r

al-Fikr

al-Araby,

1384/1964
Abdul Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam al-Quran,
Jakarta ; Raja Grafindo Persada, 2002
Abu> fad}l jamal al-Di>n Muh}ammad bin Mukram bin Manz}u>r,
Lisa>n al-Arabi, Mishr ; Da>r S}adr dan Da>r Beirut,
1969/1386
Hardono Hadi, Jati Diri Manusia Berdasarkan Filsafat Organisme
Whiteread, Yogyakarta: Kanisius, 1996
Ibn Faris bin Zakaria, Abu al-H{usain Ah}mad, Mujam Maqa>yis alLug}ah, Musthafa al-Bab al-Habib wa Syarikah, 1972/1392
Ibn Faris bin Zakaria, Abu al-H{usain Ah}mad, Mujam Maqa>yis alLug}ah, Musthafa al-Bab al-Habib wa Syarikah, 1972/1392
Ibn Faris bin Zakaria, Abu al-H{usain Ah}mad, Mujam Maqa>yis alLug}ah, Musthafa al-Bab al-Habib wa Syarikah, 1972/1392
Ibra>im Mus}t}afa, Mujam al-Wasi>t}, (Teheran; al-Maktabah
al-Ilmiyah, t.th
kama>l al-Di>n al-Dumairi, H{aya>tu al-H{ayawa>n al-Kubra>, ,
Mesir, Abd al-H{amid Ahmad Hanafi , t.th
Mohammad Irfan-Mastuki, Teologi Pendidikan,
Insani, 2003

HS, Friska Agung

Muh}ammad Abduh, Tafsir Juz Amma, Mesir; al-Syaab, t.th


Muhammad Nawawi al-Ja>wi, Marah labi>d, Beirut; Da>r al-Fikr,
1980/1400
Quraish Shihab, Membumikan al-Quran Jakarta: Mizan : 1994
Sarlito Wirawan Sarwono,Pengantar Umum Psikologi Jakarta: Bulan
Bintang, 1982

Anda mungkin juga menyukai