Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dan hewan sama-sama menikmati fungsi pancaindra.
Namun, manusia berbeda dengan hewan karena akal budi yang
dianugrahkan Allah dan kemampuan berpikir yang memungkinkan
untuk mengadakan tinjauan dan pembahasan terhadap berbagai
hal dan peristiwa, hal-hal yang umum dari bagian-bagian, dan
menyimpulkan berbagai kesimpulan dari premis-premis. Manusia
mempunyai kemampuan kognitif yang sangat luar biasa, yaitu
berpikir. Meskipun manusia bukanlah satu-satunya makhluk yang
berpikir,tetapi tidak dapat disangkal bahwa manusia merupakan
makhluk pemikir (h}ayawa>nun Na>t}iq).
Berpikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja
otak. Walaupun tidak bisa dipisahkan dari aktivitas kerja otak,
pikiran manusia lebih dari sekedar kerja organ tubuh yang disebut
otak. Kegiatan berpikir juga melibatkan seluruh pribadi manusia
dan juga melibatkan perasaan dan kehendak manusia. Memikirkan
sesuatu berarti mengarahkan diri pada obyek tertentu, menyadari
secara

aktif

dan

menghadirkannya

dalam

pikiran

kemudian

mempunyai wawasan tentang obyek tersebut.


Berpikir juga berarti berjerih-payah secara mental untuk
memahami sesuatu yang dialami atau mencari jalan keluar dari
persoalan yang sedang dihadapi. Dalam berpikir juga termuat

kegiatan meragukan dan memastikan, merancang, menghitung,


mengukur,

mengevaluasi,

membandingkan,

menggolongkan,

memilah-milah atau membedakan, menghubungkan, menafsirkan,


melihat kemungkinan-kemungkinan yang ada, membuat analisis
dan sintesis menalar atau menarik kesimpulan dari premis-premis
yang ada, menimbang, dan memutuskan.
Dalam mendefinisikan soal berpikir ini memang terdapat
beberapa macam pendapat. Namun, pada umumnya berpikir
adalah

satu

keaktifan

pribadi

manusia

yang

mengakibatkan

penemuan yang terarah pada suatu tujuan. Kita berpikir untuk


menemukan pemahaman dan pengertian yang kita hendaki. Dalam
berpikir

terdapat

berbagai

masalah

tentang

berpikir

itu

sendiri,karena dalam proses berpikir tidak senantiasa berjalan


dengan begitu mudah, tetapi seiring orang menghadapi hambatanhambatan dalam berpikir atau memecahkan persoalan. Sederhana
tidaknya dalam memecahkan masalah tergantung kepada masalahmasalah yang dihadapi. Hambatan-hambatan yang mungkin timbul
dalam proses berpikir pasti mempunyai sebab. Dan inilah yang akan
menjadi objek kajian penulis dalam makalah ini, yakni bagaimana
al-Quran menyinggung tentang berpikir serta hambatan-hambatan
dalam proses berpikir perspektif al-Quran itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah defenisi berpikir ?

2. Apa saja term berpikir dalam al-Quran?


3. Apa saja hambatan-hambatan berpikir dalam al-Quran ?

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Berpikir
Psikologi

psikologi

menggunakan

istilah

ini

untuk

memberikan label terhadap kegiatan mental yang bermacammacam,

seperti

penalaran,1

memecahkan

masalah

dan

pembentukan konsep-konsep. Beberapa usaha pendefinisian dapat


diuraikan sebagai berikut :
1. Philip

L.

Harriman

mengungkapkan,

bahwa

berpikir

(thinking) adalah istilah yang sangat luas dengan berbagai


defenisi misalnya, angan-angan, pertimbangan, kreativitas,
1 Menurut Jujun Suriasumantri, penalaran adalah suatu proses berfikir
dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Sebagai
suatu kegiatan berfikir penalaran memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri pertama
adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai
kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut
logika tertentu. Ciri yang kedua adalah sifat analitik dari proses
berpikirnya. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu
pola berpikir tertentu. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan
berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.

tingkah laku seperti jika (as if, vaihinger), pembicaraan


yang lengkap, aktivitas idaman, pemecahan masalah,
penentuan, perencanaan, dan sebagainya; aktivitasnya
dalam menanggapi suatu situasi yang tidak objektif yang
menyerang organ panca indra.
2. Drever mengemukakan masalah berpikir sebagai berikut:
Thinking isany course or train of ideas; in the narrower
and stricter sense, a course of ideas initiated by problem.
Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa berpikir
bertitik tolak dari adanya persoalan atau problem yang
dihadapi secara individu.2
3. Psikologi Asosiasi mengemukakan bahwa berpikir adalah
jalannya tanggapan-tanggapan yang dikuasai oleh haluan
asosiasi.

Yang

terjadinya,

terpenting

tersimpannya

menurut
dan

aliran

ini

bekerjanya

adalah

tanggapan-

tanggapan.
4. Aliran Behaviourisme berpendapat bahwa berpikir adalah
gerakan-gerakan reaksi yang dilakukan oleh urat syaraf
dan

otot-otot

bicara

sama

halnya

seperti

saat

kita

berbicara. Jadi menurut aliran ini berpikir sama dengan


berbicara. Jika pada psikologi asosiasi unsur terpenting
adalah

tanggapan-tanggapan,

sedangkan

pada

aliran

2 Abdul Rahman Shaleh, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif


Islam (Cet IV; Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 226-227.

behaviourisme ini unsur terpentingnya adalah refleks.


Refleks adalah reaksi tak sadar yang disebabkan adanya
perangsang dari luar.3
Dari pendapat tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa
pengertian berpikir adalah suatu keaktifan pribadi manusia yang
mengakibatkan penemuan yang terarah pada suatu tujuan. Kita
berpikir untuk menemukan pemahaman dan pengertian yang kita
hendaki. Dalam kitab al-Khawir (mind) karya Syaikh Mutawall
Syaraw disebutkan bahwa pikiran adalah keistimewaan yang
dipakai manusia untuk memilih sesuatu dari beberapa alternatif dan
menentukan pilihan pada hal yang menguntungkan masa depan diri
dan keluarganya. Dalam buku What People Think Will Be Acquired,
James Allen menulis bahwa adanya pemikiran pada manusia
membuatnya mampu menentukan pilihan dalam hidup. Dalam ilmu
psikologi sosial, para ilmuwan sepakat bahwa kemampuan berpikir
yang ada pada manusia telah menjadikannya sebagai makhluk
yang paling spesial. Kemampuan itu sebagai pembeda antara
manusia dengan binatang, tumbuhan, dan benda mati. Kemampuan
berpikir pula yang membuat seseorang bisa membedakan mana
yang berguna atau merugikan dirinya, mana yang halal dan mana
yang haram, dan mana yang mungkin dicapai dan mana pula yang
tak mungkin diraihnya. Dengan adanya pikiran, manusia mampu
3 Sutrisno Ahmad,Suyoto Ahmad, Syamsudin Basyir dan Abu Darda,
Psikologi Pendidikan, (Ponorogo : Penerbit Pondok Pesantren Darussalam
Gontor, 1425 H), h. 40.

memilih hal yang sesuai dengan dirinya dan memungkinkan


baginya untuk diraih.4
Secara garis besar ada dua macam berpikir: berpikir autistik
dan berpikir realistik. Yang pertama mungkin lebih tepat disebut
melamun. Fantasi, mengkhayal, wisful thinking adalah contohcontohnya. Dengan berpikir autistik orang melarikan diri dari
kenyataan dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantastis.
Kegiatan mental yang melantur ini tidak mempunyai tujuan yang
tertentu, dan seringkali dinamakan pikiran (berpikir) tidak terarah,
atau arus kesadaran atau kesadaran jaga biasa. Sedangkan berpikir
realistis, disebut juga nalar (reasoning), ialah berpikir dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Floyd L. Ruch menyebutkan
tiga macam berpikir realistik : deduktif, induktif dan evaluatif. 5
a. Berpikir Deduktif
Berpikir deduktif adalah mengambil kesimpulan dari dua
pernyataan; yang pertama merupakan pertanyaan umum.
Dalam logika, ini disebut silogisme. Berpikir deduktif dapat
dirumuskan, jika A benar,dan B benar, maka akan terjadi
C. dalam berpikir deduktif, kita mulai dari hal-hal yang
khusus.
4 Ibrahim el-Fiky, Qu at-Tafkr, alih bahasa Abu Firly Bassam Taqiy,
(Mesir: Ibda, t.tt.), h. 1.
5 Abdul Rahman Shaleh, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif
Islam, (t.dt.) h. 230-231.

b. Berpikir Induktif
Berpikir induktif sebaliknya, dimulai dari hal-hal yang
khusus dan kemudian mengambil kesimpulan umum; kita
melakukan

generalisasi.

Ketetapan

berpikir

induktif

bergantung pada memadainya kasus yang dijadikan dasar.


c. Berpikir Evaluatif
Berpikir

evaluatif

ialah

berpikir

kritis,

menilai

baik

buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan. Dalam


berpikir

evaluatif,

kita

menambah

atau

mengurangi

gagasan. Kita menilai menurut kriteria tertentu yang agak


mirip dengan berpikir evaluatif adalah berpikir analogi. 6
Setelah

mengetahui

macam-macam

berpikir,

maka

selanjutnya penulis akan memaparkan proses berpikir menurut


Sarlito W. Sarwono dalam bukunya Pengantar Psikologi Umum.
Beliau menggolongkannya ke dalam dua jenis, yaitu berpikir
asosiatif dan berpikir terarah.7
1. Berpikir Asosiatif, yaitu proses berpikir di mana suatu
ide merangsang timbulnya ide-ide lain. Jalan pikiran dalam

6 Berpikir analogi adalah berpikir kira-kira, yang disamakan pada pengenalan


kesamaan. Umumnya orang menggunakan perbandingan atau kontras.

7 Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Cet. V; Jakarta: Rajawali


Pers, 2013), h. 109-110.

proses berpikir asosiatif tidak ditentukan atau diarahkan


sebelumnya.

Jadi

ide-ide

itu

timbul

atau

terasosiasi

(terkaitkan) dengan ide sebelumnya secara spontan. Jenis


berpikir ini disebut juga jenis berpikir divergen (menyebar)
atau kreatif, umumnya pada para pencipta, penemu,
penggagas, dan sebagainya dalam bidang ilmu, seni,
pemasaran, dan sebagainya.
2. Berpikir Terarah, ini adalah jenis berpikir yang lain, yaitu
proses bepikir yang sudah ditentukan sebelumnya dan
diarahkan

pada

sesuatu,

biasanya

diarahkan

pada

pemecahan suatu persoalan. Jenis berpikir seperti ini


disebut juga berpikir konvergen. Seorang montir misalnya,
ketika

ia

sedang

membetulkan

kerusakan

mesin,

ia

mengarahkan semua pengetahuannya tentang mesin itu,


dan kalau perlu dia akan mencari informasilebih lanjut di
internet tentang mesin tersebut. Semua informasi itu
ditujukan pada satu titik, yaitu mencari dimana letak
kesalahan mesin ini. mengapa mesin ini tiba-tiba tidak
mau bekerja ? kalau penyebabnya sudah ditemukan,maka
montir itu tidak sulit lagi memperbaikinya. Hal itulahyang
disebut berpikir konvergen (memusat), yang biasanya
diukur melalui tes-tes IQ (Intelligence Quotient).
2. Term Berfikir dalam al-Quran

Di dalam al-Quran untuk mengatakan istilah-istilah berpikir


menggunakan beberapa kata yang berbeda-beda. Seperti mengerti,
memahami, mengingat, berpikir dan merenungkan. Semuanya
membawa kepada satu makna, namun penekanan masing-masing
kata mempunyai makna yang berbeda. Adapun yang jelas langsung
kepada makna berpikir adalah dengan menggunakan kata aql yang
terambil dari kata aqala- yaqilu-aqlan.8 Dan kata yang mempunyai
aktifitas yang semakna dari fungsi aql di antaranya dabbara9
(merenungkan), faqiha (mengerti), fahima (memahami), naara

10

(melihat dengan mata kepala sendiri, nalar, observasi), akara


11

(mengingat),

fakkara

12

(berpikir

secara

mendalam),

alima

(memahami dengan jelas, dan masih ada kata lain yang dari segi
fungsi maknanya memiliki kesamaan dengan kata-kata di atas
seperti al-qalb, fud, al-lubb,13 an-nuh, al-abr, al-ijr.al-Aql. 14
3. Hambatan-hambatan dalam proses berpikir
8 Jaml al-Dn Muammad ibn Mukarram ibn Manr, Lisn al-Arab,
(Beirut: Dr al-ad, 2003), jilid VI, h. 371.
9 Tadabbara secara makna berarti memikirkan, mempertimbangkan
akibatnya. Dalam Lisn al-Arab diartikan sebagai Kau melihat pada
sesuatu yang kau renungkan. Makna yang sama juga ditunjukkan dengan
bentuk dabbara. Lihat A. Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, ArabIndonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 384.
10 Secara harfiah, kata naara bermakna melihat, memandang,
merenungkan, memikirkan, mempertimbangkan, dan memperhatikan.
Kata naara juga dapat diartikan menyelidiki dengan teliti bila
menggunakan wazan tanaara. Al-Naar juga bermakna memperhatikan
sesuatu dengan mata dan dengan menggerakan mata. lihat

Dalam berpikir kadang terjadi kesalahan yang akhirnya


membelokkan jalur pemikirannya ke arah yang tidak benar.
Rintangan yang banyak dalam berpikir akan membuat proses
berpikir mengalami stagnasi, yang pada akhirnya membuat otak
tidak mampu menerima pendapat dan pemikiran baru, sehingga
11 Kata al-ikr dengan beberapa bentuknya menurut Munawwir bermakna
menyebut, menjaga, mengerti, mengingat-ingat, mempelajari, menghafalkan,
peringatan. Secara harfiah, kata al-ikr memiliki makna sebuah proses atau
perilaku jiwa yang memungkinkan manusia untuk menghafal atau menjaga
pengetahuan yang diperolehnya. Atau bermakna menghadirkan sesuatu pada
hati atau lisan. Lihat Al-Rgib al-Asfahn, Mujam Mufradt li Alf al-Qurn,
(Beiru>t: Da>r al-Maktab, 1998), h. 181.

12 Menurut Ahmad Warson Munawwir dalam Kamus al-Munawwir kata


fakkara mempunyai arti memikirkan, mengingatkan. Sedangkan kata alfikr yang menjadi bentuk masdarnya diartikan sebagai pikiran atau
pendapat. Al-Rgib al-Asfahn dalam kitabnya Mujam Mufrodt li Alf
al-Qurn sebagaimana disebutkan oleh Dr. Ysuf Qaraw dalam kitab
Al-Quran Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan menulis bahwa,
Pemikiran merupakan sesuatu kekuatan yang berusaha mencapai suatu
ilmu pengetahuan. Dan tafakkur adalah bekerjanya kekuatan itu dengan
bimbingan akal. Dengan kelebihan itulah manusia berbeda dengan
hewan. Dan objek pemikiran adalah sesuatu yang dapat digambarkan
dalam hati bukan yang lain.
13 Kata al-Lub bermakna otak atau pikiran (intellect). Jadi makna
u>lu al-Ba>b dalam al-Quran adalah seorang yang mempunyai otak
yang berlapis-lapis dan sekaligus, memiliki perasaan yang peka terhadap
sekitarnya. Dalam bahasa Indonesia kata ini diistilahkan dengan
Cendikiawan. Lihat. M. dawam Rahardjo, Ensiklopedia al-Quran Tafsir
Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci, (Cet; II, Jakarta: Paramadina,
2002), h. 557.
14 Makna aql yang digunakan dalam al-Quran dan sunnah ada dua.
Pertama, akal berarti pemahaman terhadap makna yang dikehendaki. Ia

10

tidak dapat lagi membedakan antara yang hak dan batil, kebaikan
dan keburukan. Jika sudah demikian, maka keistimewaan yang
paling mendasar bagi manusia untuk membedakannya dari hewan,
menjadi sirna, maka manusia menjadi seperti hewan atau bahkan
lebih rendah lagi.
Keadaan stagnasi berpikir seperti ini telah digambarkan oleh
al-Quran

dengan

istilah

menutup

hati

(QS.

al-Isr/17:46,

Fuilt/41: 5, al-Anm/6: 25), mengecap hati, meletakkan hati


dalam kerahasiaan, dan meletakkan kunci hati (QS. Muammad/47:
2.
Dalam proses berpikir adanya titik tolak yang dijadikan titik
awal dalam berpikir. Berpikir bertitik tolak pada masalah yang
dihadapi oleh seseorang. Hal-hal atau fakta-fakta dapat dijadikan
titik tolak dalam pemecahan masalahnya. Dalam proses berpikir
tidak selalu berlangsung dengan begitu mudah, sering orang
menghadapi

hambatan-hambatan

dalam

proses

berpikirnya.

Sederhana tidaknya dalam memecahkan masalah bergantung pada


masalah yang dihadapinya. Memecahkan masalah hitungan 6 x 7
akan jauh lebih mudah apabila dibandingkan dengan memecahkan
menjelaskan semua urusan, baik yang berkenaan dengan masalah dunia
maupun agama. Ia mampu menjelaskan segala sesuatu yang dapat
diraba, dirasa atau dicium. Kedua, akal berarti bas}i>rah (pandangan
mata batin) dan marifat (pengetahuan) terhadap mana yang
membahayakan baik di dunia maupun di akhirat. Lihat, T{albah,His}am.
Ensiklopedia Mukjizat al-Quran dan Hadis (Kemukjizatan Penciptaan
Manusia (Jakarta: PT. Sapta Sentosa, 2009), h. 169 dan 171.

11

soal-soal statistika misalnya. Hambatan-hambatan yang mungkin


timbul dalam proses berpikir dapat disebabkan antara lain karena
(1) data yang kurang sempurna, sehingga masih banyak lagi data
yang harus diperoleh, (2) data yang ada dalam keadaan confuse,
data yang satu bertentangan dengan data yang lain, sehingga hal
ini akan membingungkan dalam proses berfikir. Kekurangan data
dan kurang jelasnya data akan menjadikan hambatan dalam proses
berfikir seseorang, lebih-lebih kalau datanya bertentangan satu
dengan yang lain, misalnya dalam cerita-cerita dedektif. Karena itu
ruwet tidaknya suatu masalah, lengkap tidaknya data akan dapat
membawa sulit tidaknya dalam proses berfikir seseorang.

15

Dalam hal ini al-Quran telah menyebutkan beberapa faktor


terpenting

yang

menyebabkan

menjadi

kondisi

hambatan

stagnasi

yang

proses
akhirnya

berpikir

dan

menghalangi

pengungkapan kebenaran. Yang pertama adalah berpegang pada


pemikiran lampau. Manusia biasanya cenderung berpegang teguh
denegan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaannya. Pengikisan
terhadap adat-istiadat dan pemikiran-pemikiran lampau menjadi
sebauah tugas yang membutuhkan kesungguhan ekstra. Al-Quran
menggambarkan sandaran kebanyakan manusia sepanjang sejarah
pada akidah nenek moyang mereka lantaran ketidakmampuan
mereka untuk melihat akidah yang diserukan oleh beberapa Nabi

15 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Penerbit ANDI,


2004), h. 180-191.

12

dan Rasul dengan pemikiran yang independen dari batasan ibadah,


adat, dan pemikiran masa lampau. Dengan kata lain, bersandar
pada pemikiran, kebiasaan, dan adat nenek-moyang, merupakan
faktor paling dominan dalam membentuk stagnasi berpikir. 16 Hal ini
dapat diperlihatkan dalam QS. Yunus (10): 78, QS. Az-Zukhruf (43) :
2-23, QS. Al-Maidah (5) : 104, QS. Al-Baqarah (2) : 170. Contoh ayat
QS. Al-Baqarah/2: 170.




Terjemahnya :
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang
telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi
Kami hanya mengikuti apa yang telah Kami dapati dari
(perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan
mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?".17

Yang kedua, tidak memiliki keterangan yang memadai. Tidak


cukup data yang ada. Hal inipun dapat diperhatikan pada: QS. al16 Muhammad Utsman Najati, Al-Quran wa Ilmu,hlm. 136.Muhammad
Utsman Najati, Al-Quran wa Ilmu an-Nafs, alih bahasa Addys Aldizar dan Tohirin
Suparta, (Cet. I; Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), hlm.133.

17 Departement Agama, al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: Pt. Syamil


Cipta Media, 2002), h. 26.

13

Isra (17) : 36, QS. al-Mumin (40) : 35-56, QS. al-H}ajj (22) : 3 dan
56. Contoh ayat pada QS. al-Isra>/17: 36:




Terjemahnya :
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai
pengetahuan
tentangnya.
Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya.18
Hal ini membuat manusia sulit untuk berpikir jernih dalam
suatu

objek

tertentu.

dipertanggungjawabkan

Hasil
bila

pemikiran

tidak

ada

tidak

akan

landasan

dapat

kuat

yang

mendukung kebenaran hasil pemikiran tersebut. Al-Quran telah


menunjukkan

betapa

pentingnya

pengetahuan-pengetahuan

tentang objek masalah dalam mencari kebenaran yang hakiki. AlQuran

melarang

kita

mengemukakan

pendapat

yang

tidak

dilandasi oleh ilmu pengetahuan, sebagaimana al-Quran melarang


kita mendengarkan perkataan dan pendapat yang tidak didasari
oleh ilmu dan kejelasan dalil (Qs. al-Isr/ 17: 36).
Yang ketiga adalah hawa nafsu dan kecenderungan jiwa. Ilmu
jiwa telah membuktikan tentang adanya kesalahan dalam berpikir
akibat

mengikuti

hawa

nafsu

dan

terpengaruh

dengan

kecenderungan. Oleh karena itu, seorang pemikir harus selalu


berusaha berada pada jalan kebenaran dan membebaskan dirinya
18 Departement Agama, al-Quran dan Terjemahnya, h. 285.

14

dari pengaruh emosi dan fanatisme yang membelenggu pola


pikirnya dalam mencari kebenaran. Keadaan emosi kita dapat
mempengaruhi pemikiran dan cenderung pada pemihakan serta
terjerumus dalam kekeliruan hukum yang dikeluarkan. Al-Quran
telah

menunjukkan

penyimpangan

efek

pemikiran

negatif
yang

dari

hawa

menyesatkan

nafsu,
manusia

yaitu
dan

melemahkan untuk membedakan antara hak dengan batil, kebaikan


dengan keburukan, serta petunjuk dengan kesesatan (QS. alQaa/28: 135). Mengenai hal ini al-Quran mengungkapkan dalam:
QS. an-Nisa (4) : 136 dan QS. al-Rum (30) : 29 serta dalam QS.
Shad (38) : 26. Contoh ayat ini :

Terjemahya :
Dan demikian (pulalah) Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al
Quran). Maka orang-orang yang telah Kami berikan kepada
mereka Al kitab (Taurat) mereka beriman kepadanya (Al Quran)
dan di antara mereka (orang-orang kafir Mekah) ada yang
beriman kepadanya. dan Tiadalah yang mengingkari ayat-ayat
Kami selain orang-orang kafir.
Syekh Abdul Azi>z bin Nashir al-Jalil juga menjelaskan kekeliruan
berpikir, gejala dan sebabnya. diantaranya yakni :
1. Berfikir negative

15

Pemikiran negative (negative thinking) adalah pemikiran yang


mengarahkan pemiliknya pada sikap pesimis, kemuraman pada
pemikiran, keterkungkungan dalam dominasi keburukan buruk
sangka dan lebih banyak memberi ruang bagi dominasi keburukan
daripada kebaikan. Pemikiran semacam ini akan mengarahkan
pemiliknya

pada

dominasi

keputusasaan,

keterpurukan

dan

keraguan terhadap niat serta maksud orang lain.

2. Berlebihan

dan

membesar-besarkan

dalam

berpikir

dan

member gambaran
Ada orang yang pikiran dan pemikirannya gemar membesarbesarkan berbagai hal dan melebih-lebihkannya. Baik itu dalam
menggambarkan,

memuji,

mengecam,

mencintai,

marah,

memotivasi, atau dalam menakut-nakuti. Ini merupakan satu


bentuk

kekeliruan

dalam

pemikiran

dan

dalam

memberikan

gambaran bebagai hal.


3. Terlalu cepat dan tergesa-gesa dalam berpikir
Tergesa-gesa itu termasuk tabiat manusia dengan dalam
firman Allah swt


Terjemah:

16

Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia


mendoa untuk kebaikan. dan adalah manusia bersifat tergesagesa.
Tetapi seorang muslim yang terdidik dalam Al-Quran dan
sunnah

akan

dapat

mengendalikan

sifat

ini.

Yaitu

dengan

membimbingnya hingga sifat kehati-hatian, waspada dan suka


mengklasifikasi perkara dapat mengalahkannya. Khususnya yang
berkaitan dengan penilaian terhadap orang lain baik itu secara
individu

maupun

kelompok,

atau

yang

berkaitan

dengan

permasalahan-permasalahan tempat kesudahan (akhirat) didalam


kehidupan manusia.
4. Pemikiran separatis
Pemikiran semacam ini akan membuat pemiliknya cenderung
menghindari orang lain dan tidak nyaman bersama mereka,
cenderung untuk menyendiri dengan alasan memfokuskan diri
untuk beribadah kepada Allah swt. Dan negeri akhirat. Pemikiran
semacam ini banyak terdapat diantara para sufi dan orang-orang
yang sudah terpengaruh oleh pemikiran mereka yang membuat
mereka memiliki pandangan-pandangan dan perilaku-perilaku yang
keliru. Seperti tidak mau berusaha mencari rezeki dan mengabaikan
dunia, pasrah dan melalaikan banyak kewajiban syariat, seperti
menyuruh pada kebaikan dan mencegah kemungkaran serta jihad
dijalan Allah swt.
5. Pemikiran yang memukul rata dalam sikap dan penilaian

17

Gejala

ini

merupakan

kekeliruan

pemikiran

yang

mengarahkan pelakunya pada keterpurukan dalam kezaliman,


memberikan penilaian-penilaian yang zalim dan tuduhan-tuduhan
yang salah kepada orang lain. Sebab diantara sifat-sifat orang yang
memiliki pemikiran ini adalah, ia memukul rata keslahan individu
lainnya terhadap seluruh keluarganya, atau seluruh sukunya, atau
seluruh kelompok dan jamaahnya.
6. Pemikiran emosional dan mengandalkan perasaan
Pemikiran inilah yang pada umumnya didominasi oleh sisi-sisi
perasaan pada seseorang. Pada keadaan seperti ini akan lemahlah
pengaruh akal dan ilmu. Sebagaiman yang terjadi pada perasaan
cinta dan benci yang berlebihan, atau saat marah yang cepat, atau
saat pengulangan perbuatan yang timbul dari tabrakan-tabrakan
atau berita-berita yang mengejutkan, atau saat mengalami tekanan
yang keras baik itu dari dalam jiwa maupundari luarnya yang
membuat sulit untuk bangkit
pada

ketundukan

kepadanya

didepannya, yang mengakibatkan


dan

dominasi

pemikiran

yang

berdasarkan pada perasaan untuk membuat pembenarannya.

18

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. pengertian berpikir adalah suatu keaktifan pribadi manusia
yang mengakibatkan penemuan yang terarah pada suatu
tujuan. Kita berpikir untuk menemukan pemahaman dan
pengertian yang kita hendaki.
2. Dalam ilmu psikologi sosial, para ilmuwan sepakat bahwa
kemampuan

berpikir

yang

ada

pada

manusia

telah

menjadikannya sebagai makhluk yang paling spesial.


Kemampuan itu sebagai pembeda antara manusia dengan
binatang, tumbuhan, dan benda mati. Kemampuan berpikir
pula yang membuat seseorang bisa membedakan mana
yang berguna atau merugikan dirinya, mana yang halal
dan mana yang haram, dan mana yang mungkin dicapai
dan mana pula yang tak mungkin diraihnya.
3. Tiga macam berpikir realistik : deduktif, induktif dan
evaluatif.
4. Di

dalam

al-Quran

untuk

mengatakan

berpikir menggunakan beberapa

kata

istilah-istilah

yang berbeda-

beda.Adapun yang jelas langsung kepada makna berpikir


adalah dengan menggunakan kata aql yang terambil dari
kata aqala- yaqilu-aqlan. Dan kata yang mempunyai
aktifitas yang semakna dari fungsi aql di antaranya

19

dabbara

(merenungkan),

faqiha

(mengerti),

fahima

(memahami), naara (melihat dengan mata kepala sendiri,


nalar, observasi), akara (mengingat), fakkara (berpikir
secara mendalam), alima (memahami dengan jelas, dan
masih ada kata lain yang dari segi fungsi maknanya
memiliki kesamaan dengan kata-kata di atas seperti alqalb, fud, al-lubb, an-nuh, al-abr, al-ijr.al-Aql.
5. Dalam al-Quran telah menyebutkan beberapa faktor
terpenting yang menjadi hambatan proses berpikir dan
menyebabkan kondisi stagnasi yang akhirnya menghalangi
pengungkapan
berpegang

kebenaran.

pada

Yang

pemikiran

pertama

adalah

Hal

dapat

lampau.

diperlihatkan dalam QS. Yunus (10): 78,

ini

QS. Az-Zukhruf

(43) : 2-23, QS. Al-Maidah (5) : 104, QS. Al-Baqarah (2) :


170.

Yang

kedua,

tidak

memiliki

keterangan

yang

memadai. Tidak cukup data yang ada. Hal inipun dapat


diperhatikan pada: QS. al-Isra (17) : 36, QS. al-Mumin (40)
: 35-56, QS. al-H}ajj (22) : 3 dan 56. Yang ketiga adalah
hawa nafsu dan kecenderungan jiwa. Mengenai hal ini alQuran mengungkapkan dalam: QS. an-Nisa (4) : 136 dan
QS. al-Rum (30) : 29 serta dalam QS. Shad (38) : 26.
6. Syekh Abdul Azi>z bin Nashir al-Jalil juga menjelaskan
kekeliruan berpikir, gejala dan sebabnya. diantaranya
yakni

:Berfikir

negative,

Berlebihan

dan

membesar-

20

besarkan dalam berpikir dan memberi gambaran, Terlalu


cepat dan tergesa-gesa dalam berpikir, Pemikiran separatis
, Pemikiran yang memukul rata dalam sikap dan penilaian ,
Pemikiran emosional dan mengandalkan perasaan.

Daftar Pustaka
Ahmad , Sutrisno dkk.

Psikologi Pendidikan. Ponorogo : Penerbit

Pondok Pesantren Darussalam Gontor. 1425 H.


al-Asfahn. Al-Rgib. Mujam Mufrodt li Alf al-Qurn. Beiru>t.
Da>r al-Maktab. 1998.
Bimo, Walgito. Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta. Penerbit
ANDI. 2004.
Departement Agama. al-Quran dan Terjemahnya. Jakarta. Pt.
Syamil Cipta Media. 2002.
el-Fiky, Ibrahim. Qu at-Tafkr. Mesir: Ibda, t.th.
Ibn Manr, Jaml al-Dn Muammad ibn Mukarram. Lisn al-Arab.
Beiru>t. Dr al-ad. 2003.
Munawwir,A.

Warson.

Kamus

al-Munawwir,

Arab-Indonesia

Terlengkap. Surabaya. Pustaka Progressif. 1997.

21

Najati, Muhammad Utsman. Al-Quran wa Ilmu an-Nafs, alih bahasa


Addys Aldizar dan Tohirin Suparta. Jakarta. Pustaka Azzam.
2006.
Rahardjo , M. dawam.

Ensiklopedia al-Quran Tafsir Sosial

Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci. Cet. II. Jakarta. Paramadina.


2002.
Sarwono, Sarlito W. Pengantar Psikologi Umum. Cet. V. Jakarta.
Rajawali Pers. 2013.
Shaleh, Abdul Rahman. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif
Islam. Cet. I; Jakarta. Kencana Prenada Media Group. 2009.
Thalbah,Hisham.

Ensiklopedia

Mukjizat

al-Quran

dan

Hadis

Penciptaan

Manusia.

Jakarta.

PT.

Sapta

(Kemukjizatan
Sentaosa. 2009.

Psikologi Qurani
Hambatan-hambatan Berpikir dalam
Perspektif al-Quran

22

Oleh;
Mutmainnah
Syamsinar
Nurhikmah Itsnaini Jufri

PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN, FILSAFAT DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
2014

23

Anda mungkin juga menyukai