Anda di halaman 1dari 15

ASPEK HUKUM E-CONTRACT DALAM KEGIATAN

E-COMMERCE

SUWARDI, S.H., M.H.


suwardi.amri@gmail.com
STIH Muhammadiyah Kotabumi Lampung

Abstrak
Proses transaksi dagang elektronik (e-commerce) dan transaksi dagang konvensional
memiliki kesamaan. Baik dalam transaksi dagang elektronik (e-commerce) maupun dalam
transaksi dagang konvensional terdapat proses penawaran, penerimaan penawaran (pembelian),
pembayaran, dan penyerahan barang. Yang membedakan kedua transaksi tersebut hanyalah
bahwa transaksi dagang elektronik (e-commerce) dilakukan tanpa tatap muka (bertemunya
pedagang dan pembeli) dan prosesnya terjadi lebih cepat serta lebih mudah.
Kegiatan bisnis perdagangan secara elektronik (e-commerce) seringkali dijumpai adanya
kontrak/perjanjian untuk melakukan transaksi jual beli produk yang ditawarkan melalui website
atau situs internet. Kontrak tersebut pada umumnya berbentuk kontrak elektronik (e-contract)
yaitu kontrak/perjanjian yang dibuat oleh para pihak melalui sistem elektronik, dimana para
pihak tidak saling bertemu langsung. Hal ini berbeda dengan kontrak biasa/konvensional di
dunia nyata (offline) yang umumnya dibuat di atas kertas dan disepakati para pihak secara
langsung melalui tatap muka.
Agar kontrak yang terjadi akibat transaksi dagang elektronik dapat dikatakan sah menurut hukum
perdata Indonesia, maka kontrak tersebut juga harus memenuhi persyaratan sahnya perjanjian
menurut Pasal 1320 KUH Perdata.

Kata kunci: transaksi dagang elektronik, e-contract, e-commerce, internet.


A. Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat membawa kemajuan pada
hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Salah satu perkembangan teknologi yang kita kenal
adalah internet, yaitu teknologi yang memberikan kemudahan komunikasi secara global dan
memungkinkan manusia dapat berkomunikasi memperoleh serta saling bertukar informasi
dengan cepat.
Setelah internet terbuka bagi masyarakat luas, internet mulai digunakan juga untuk
kepentingan perdagangan. Setidaknya ada dua hal yang mendorong kegiatan perdagangan dalam
kaitannya dengan kemajuan teknologi yaitu meningkatnya permintaan atas produk-produk
teknologi itu sendiri dan kemudahan untuk melakukan transaksi perdagangan.1
Perkembangan Teknologi yang berbasis internet telah mempengaruhi pula kegiatan
perdagangan di masyarakat, Dengan adanya internet maka kegiatan perdagangan dapat dilakukan
secara elektronik, atau yang lebih dikenal dengan istilah electronic-commerce dan disingkat e-
commerce. Demikian juga di Indonesia. Penggunaan internet di Indonesia sebenarnya baru
dimulai pada tahun 1993 dan pada awalnya hanya terbatas untuk hiburan, namun saat ini
penggunaan internet di Indonesia juga telah mencakup penggunaan untuk kepentingan
perdagangan. E-commerce merupakan bentuk perdagangan yang memiliki karakter tersendiri
yaitu perdagangan yang melintasi daerah bahkan batas negara, tidak bertemunya penjual dan
pembeli secara langsung, dilakukan dimana saja dan kapan saja, menggunakan media internet.
Kondisi tersebut di satu sisi sangat menguntungkan konsumen, karena mempunyai banyak
pilihan untuk mendapatkan barang dan tidak perlu beranjak dari tempat tinggalnya akan tetapi di
sisi lain pelanggaran akan hak-hak konsumen sangat riskan terjadi karena karakteristik e-
commerce yang khas.
Di dalam melakukan kegiatan transaksi e-commerce aktivitas transaksi sejak dilakukannya
penawaran oleh pihak penjual (produsen) kepada pembeli (konsumen) sampai dengan lahirnya
kesepakatan perjanjian jual-beli dan pelaksanaannya, semua menggunakan sarana berbentuk data
elektronik dengan memanfaatkan jaringan internet baik dengan sarana Komputer maupun alat
komunikasi lain seperti gadget dan telepon seluler, sehingga transaksi jual-beli tersebut dapat
dilakukan dimana saja, kapan saja dan dengan cara yang sangat fleksibel. Dengan karakteristiknya
yang unik tersebut, terkadang menimbulkan masalah kepastian hukum. Permasalahan yang lebih
luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan transaksi jual-
beli berbasis e-commerce telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional.
Kegiatan bisnis perdagangan secara elektronik (e-commerce) seringkali dijumpai adanya
kontrak/perjanjian untuk melakukan transaksi jual beli produk yang ditawarkan melalui website
atau situs internet. Kontrak tersebut pada umumnya berbentuk kontrak elektronik (e-contract)
yaitu kontrak/perjanjian yang dibuat oleh para pihak melalui sistem elektronik, dimana para
pihak tidak saling bertemu langsung. Hal ini berbeda dengan kontrak biasa/konvensional di
dunia nyata (offline) yang umumnya dibuat di atas kertas dan disepakati para pihak secara
langsung melalui tatap muka.

1
Agus Raharjo, Cybercrime: Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm.1
Menurut Cita Yustisia Serfiani, Kontrak elektronik dibuat melalui sistem elektronik. “sistem
elektronik” adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi
mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.2
“Informasi elektronik” adalah salah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi
tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange
(EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda,
angka, kode akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat
dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.3
Kontrak elektronik, meskipun berbeda bentuk fisik dengan kontrak konvesional, namun
keduanya tunduk pada aturan hukum kontrak/hukum perjanjian/hukum perikatan. Kedua jenis
kontrak tersebut juga harus memenuhi “syarat-syarat sah perjanjian” dan “azas-azas perjanjian”.
Disamping itu, meskipun kontrak elektronik kebanyakan berbentuk kontrak standar (kontrak
baku) yang sudah ditentukan oleh pihak penjual, kontrak standar tersebut tidak boleh melanggar
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
B. Pengertian Kontrak dan Kontrak Elektronik (e-contract)
1. Pengertian Kontrak
Bab II Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Indonesia
menyamakan kontrak dengan perjanjian atau persetujuan. Hal tersebut secara jelas terlihat dalam
judul Bab II Buku III KUHPerdata, yakni “Perikatan yang Lahir dari Kontrak atau Persetujuan.”
Pasal 1313 KUHPerdata mendefinisikan perjanjian sebagai suatu perbuatan yang terjadi antara
satu atau dua orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain. 4
Definisi tersebut dianggap tidak lengkap dan terlalu luas dengan berbagai alasan tersebut di
bawah ini. Dikatakan tidak lengkap, karena definisi tersebut hanya mengacu kepada perjanjian
sepihak saja. Hal ini terlihat dari rumusan kalimat “yang terjadi antara satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya kepada satu orang atau lebih.” Mengingat kelemahan tersebut, J. Satrio
mengusulkan agar rumusan dirubah menjadi: atau di mana kedua belah pihak saling
mengikatkan diri.5
Dikatakan terlalu luas, karena rumusan: suatu perbuatan hukum dapat mencakup perbuatan
hukum (zaakwaarneming) dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad). Suatu perbuatan
melawan hukum memang dapat timbul karena perbuatan manusia dan sebagai akibatnya timbul
suatu perikatan, yakni adanya kewajiban untuk melakukan transaksi tertentu yang berwujud ganti
rugi kepada pihak yang dirugikan perbuatan melawan hukum jelas tidak didasarkan atau timbul
dari perjanjian.6 perjanjian kawin dalam hukum keluarga atau perkawinanpun berdasarkan
rumusan perjanjian dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut dapat digolongkan sebagai
perjanjian.7

2
Cita Yustisia Serfiani dkk., Buku Pintar Bisnis Online dan Transaksi Elektronik, Gramedia Pustaka
Utama Jakarta, 2013. hlm. 99
3
Ibid
4
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Buana Press, 2014.
5
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku I, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1955, hlm. 27
6
Ibid, hlm. 24
7
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, hlm. 18.
Menurut Tami Rusli, yang dimaksud dengan perikatan adalah suatu hubungan antara dua
pihak atau lebih, dimana terhadapnya hukum melekatkan ‘hak’ pada satu pihak, dan melekatkan
‘kewajiban’ pada pihak lainnya. Apabila satu pihak tidak mengindahkan atau melanggar
hubungan tadi maka hukum memaksakan supaya hubungan tersebut dipenuhi atau dipulihkan
kembali. Sementara apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya, maka hukum
‘memaksakan’ agar kewajiban tadi dipenuhi.8
Pada ketentuan umum mengenai perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata, suatu
perjanjian tidak diharuskan untuk dibuat secara tertulis, kecuali untuk perjanjian-perjanjian
tertentu yang secara khusus disyaratkan adanya formalitas ataupun perbuatan (fisik) tertentu.
Dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata dikatakan bahwa perjanjian sah jika9:
1) Dibuat berdasarkan kata sepakat dari para pihak; tanpa adanya paksaan, kekhilafan maupun
penipuan;
2) Dibuat oleh mereka yang cakap untuk bertindak dalam hukum;
3) Memiliki objek perjanjian yang jelas;
4) Didasarkan pada satu klausula yang halal.
Sementara itu dikutip dari laman Wikipedia, definisi Kontrak atau perjanjian adalah
kesepakatan antara dua orang atau lebih mengenai hal tertentu yang disetujui oleh mereka.
Ketentuan umum mengenai kontrak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Indonesia.10
Menurut Salim HS. di dalam Hukum Kontrak atau Hukum Perjanjian, dikenal adanya 5
(lima) asas penting yaitu:
a) Asas kebebasan berkontrak,
b) Asas konsensualisme
c) Asas kepastian hukum (asas pacta sunt servanda)
d) Asas itikad baik, dan asas kepribadian.11
Asas kebebasan berkontrak ini merupakan refleksi dari sistem terbuka (open sistem) dari
hukum kontrak tersebut.
Asas konsesualisme yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengandung arti
“kemauan” (will) para pihak untuk saling berpartisipasi, ada kemauan untuk saling mengikatkan
diri.
Asas Pacta Sunt Servanda (janji itu mengikat) ini mengajarkan bahwa suatu kontrak yang
dibuat secara sah mempunyai ikatan hukum yang penuh. KUHPerdata juga mengatur prinsip ini
dengan melukiskan bahwa suatu kontrak berlaku seperti Undang-Undang bagi para pihak.
Seseorang baru nyata diketahui pada tahap pelaksanaan perjanjian. Bilamana orang itu
menghormati komitmennya berarti beritikad baik akan tetapi bilamana mencari-cari dalih utuk
mengelak dari tanggung jawabnya maka orang itu beritikad tidak baik.12

8
Tami Rusli, Hukum Perjanjian yang Berkembang di Indonesia, Anugrah Utama Raharja (Aura) Printing
& Publishing, Bandar Lampung, 2012, hlm. 1
9
Ibid, hlm. 16
10
http://id.wikipedia.org/wiki/Kontrak, diakses pada 19 April 2015
11
Salim HS, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm.
9
2. Pengertian Kontrak Elektronik (e-contract)
Menurut penjelasan umum Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik Pasal 1 Ketentuan Umum, angka 17 dinyatakan bahwa Kontrak Elektronik
adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.13
Menurut Johannes Gunawan, “kontrak elektronik adalah kontrak baku yang dirancang,
dibuat, ditetapkan, digandakan, dan disebarluaskan secara digital melalui situs internet (website)
secara sepihak oleh pembuat kontrak (dalam hal ini pelaku usaha), untuk ditutup secara digital
pula oleh penutup kontrak (dalam hal ini konsumen).
Di dalam kontrak elektronik selain terkandung ciri-ciri kontrak baku juga terkandung ciri-
ciri kontrak elektronik sebagai berikut :
1) Kontrak elektronik dapat terjadi secara jarak jauh, bahkan melampaui batas-batas negara
melalui internet.
2) Para pihak dalam kontrak elektronik pada umumnya tidak pernah bertatap muka (faceless
nature), bahkan mungkin tidak akan pernah bertemu.14
Edmon Makarim menggunakan istilah kontrak online (online contract) bagi kontrak
elektronik (e-contract) dan mendefinisikan kontrak online sebagai: Perikatan ataupun hubungan
hukum yang dilakukan secara elektronik dengan memadukan jaringan (networking) dari sistem
informasi berbasiskan komputer (computer based information sistem) dengan sistem komunikasi
yang berdasarkan atas jaringan dan jasa telekomunikasi (telecommunication based), yang
selanjutnya difasilitasi oleh keberadaan jaringan komputer global Internet (network of
network).15
Kontrak elektronik menggunakan data digital sebagai pengganti kertas. Penggunaan data
digital akan memberikan efisiensi yang sangat besar terutama bagi perusahaan yang menjalankan
bisnis online melalui jaringan internet. Di dalam kontrak elektronik, para pihak tidak perlu
bertatap muka secara langsung bahkan tidak akan pernah bertemu sama sekali.16
Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kontrak elektronik (e-
contract) adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang dilakukan dengan menggunakan
media komputer, gadget atau alat komunikasi lainnya melalui jaringan internet.
C. Jenis dan Bentuk Kontrak Bisnis Secara Elektronik (e-contract)
Jenis kontrak elektronik (e-contract) dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu17:
1. Kontrak elektronik yang memiliki objek transaksi berupa barang/jasa yang bersifat fisik atau
bersifat nyata, contoh barang berupa buku, atau jasa les privat. Kontrak jenis ini, para pihak
(penjual dan pembeli) melakukan komunikasi pembuatan kontrak melalui jaringan internet.
Jika telah terjadi kesepakatan, pihak penjual akan mengirimkan barang/jasa yang dijadikan
objek kontrak secara langsung ke alamat pembeli (Physical delivery). Jasa les privat dalam

12
Tami Rusli, 2012, Op. Cit, hlm. 74-80
13
Lihat Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
14
Cita Yustisia Serfiani dkk., 2013. Op. Cit, hlm.100
15
Sylvia Christina Aswin, Tesis, Keabsahan Kontrak Dalam Transaksi Komersial Elektronik, Program
Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang, 2006.
16
Cita Yustisia Serfiani dkk., 2013. Op. Cit, hlm.101
17
Ibid
hal ini diwujudkan dalam bentuk kunjungan guru les privat kerumah konsumen, jadi bukan
les privat berbentuk digital atau yang berbentuk interaksi online
2. Kontrak elektronik yang memiliki objek transaksi berupa informasi/jasa non fisik. Pada
kontrak jenis ini, para pihak pada awalnya berkomunikasi melalui jaringan internet untuk
kemudian membuat kontrak secara elektronik. Jika kontrak telah disepakati, pihak penjual
akan mengirimkan informasi/jasa yang dijadikan objek kontrak melalui jaringan internet
(cyber delivery).
Contohnya: kontrak pembelian buku elektronik (e-book), surat kabar elektronik (e-
newspaper), majalah elektronik (e-magazine), atau kontrak untuk mengikuti les privat bahasa
Inggris melalui jaringan internet (e-school)
Beberapa bentuk kontrak elektronik yang umum dilakukan dalam transaksi perdagangan
secara online yaitu18:
1. Kontrak melalui elektronik mail (e-mail) adalah suatu kontrak yang dibentuk secara sah
melalui komunikasi email. Penawaran dan penerimaan dapat dipertukarkan melalui email
atau dikombinasi dengan komunikasi elektronika lainnya, dokumen tertulis atau faks.
2. Suatu kontrak dapat juga dibentuk melalui websites dan jasa online lainnya, yaitu suatu
website menawarkan penjualan barang dan jasa, kemudian konsumen dapat menerima
penawaran dengan mengisi suatu formulir yang terpampang pada layar monitor dan
mentransmisikannya.
3. Kontrak yang mencakup direct online transfer dari informasi dan jasa. Website digunakan
sebagai medium of communication dan sekaligus sebagai medium of exchange.
4. Kontrak yang berisi Electronic Data Interchange (EDI), suatu pertukaran informasi bisnis
melalui secara elektronik melalui computer milik para mitra dagang (trading partners)
5. Kontrak melalui internet yang disertai dengan lisensi click wrap dan shrink wrap. Software
yang di download melalui internet lazimnya dijual dengan suatu lisensi click wrap. Lisensi
tersebut mucul pada monitor pembeli pada saat pertama kali software akan dipasang (Install)
dan calon pembeli ditanya tentang kesediannya menerima persyaratan lisensi tersebut.
Pengguna diberikan alternatif “ I accept” atau “I don’t accept”. Sedangkan shrink wrap
lazimnya merupakan lisensi software yang dikirim dalam suatu bungkusan (package)
misalnya disket atau compact disc.
Sementara itu menurut Cita Yustisia Serfiani bentuk kontrak elektronik, mencakup:
a) Kontrak melalui komunikasi e-mail. Penawaran dan penerimaan dilakukan melalui e-mail
atau dikombinasikan dengan komunikasi elektronik lainnya misalnya melalui faksimili;
b) Kontrak melalui web yang menawarkan penjualan barang dan jasa dimana konsumen dapat
menerima tawaran dengan cara mengisi forulir yang terpampang dihalaman website;
c) Kontrak melalui chatting dan video conference.19

D. Transaksi Dagang Elektronik (E-Commerce)


Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik Pasal 1 Ketentuan Umum, angka 2 dinyatakan bahwa Transaksi Elektronik

18
http://mentarivision.blogspot.com/2011/11/kontrak-elektronik.html diakses tanggal 19 April 2015
19
Cita Yustisia Serfiani dkk., 2013. Op. Cit, hlm.101
adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer,
dan/atau media elektronik lainnya.20
Munir Fuady menyatakan bahwa yang dimaksud dengan e-commerce adalah suatu proses
berbisnis dengan memakai teknologi elektronik yang menghubungkan antara perusahaan,
konsumen dan masyarakat dalam bentuk transaksi elektronik, dan pertukaran/penjualan barang,
servis, dan informasi secara elektronik. Dengan demikian, pada prinsipnya bisnis dengan e-
commerce merupakan kegiatan bisnis tanpa warkat (paperless trading).21
Vladimir Zwass mendefinisikan transaksi komersial elektronik (e-commerce) sebagai
pertukaran informasi bisnis, mempertahankan hubungan bisnis, dan melakukan transaksi bisnis
melalui jaringan komunikasi. Dari sini terlihat bahwa transaksi komersial elektronik (e-
commerce) adalah transaksi perdagangan/jual-beli barang dan jasa yang dilakukan dengan cara
pertukaran informasi/data menggunakan alternatif selain media tertulis. Yang dimaksud media
alternatif di sini adalah media elektronik, khususnya internet.22
Dari berbagai definisi tersebut terdapat beberapa kesamaan yaitu:
1. Terdapat transaksi antara dua pihak atau lebih.
2. Ada pertukaran barang dan jasa.
3. Menggunakan internet sebagai medium utama untuk melakukan transaksi.23
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan
transaksi komersial elektronik atau transaksi dagang elektronik (e-commerce) pada dasarnya
merupakan hubungan hukum berupa pertukaran barang dan jasa antara penjual dan pembeli yang
memiliki persamaan dengan transaksi konvensional namun dilaksanakan dengan pertukaran data
melalui media yang tidak berwujud atau dunia maya (internet) sehingga pihak penjual dan
pembeli tidak perlu bertatap muka secara fisik.
Sebagai suatu jaringan publik (publik network), internet memungkinkan untuk diakses oleh
siapa saja dan dari berbagai kalangan. Sehingga dengan demikian e-commerce yang beraktivitas
menggunakan media internet pun dapat dilakukan oleh siapa saja dan dengan tujuan apapun.
Maka dari itu Panggih P. Dwi Atmojo mengklasifikasikan jenis-jenis transaksi e-commerce
menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Bisnis ke bisnis (Busines to business)
Bisnis ke bisnis merupakan sistem komunikasi bisnis antar pelaku bisnis atau dengan kata
lain transaksi secara elektronik antar perusahaan (dalam hal ini pelaku bisnis) yang dilakukan
secara rutin dan dalam kapasitas atau volume produk yang besar. Aktivitas ecommerce dalam
ruang lingkup ini ditujukan untuk menunjang kegiatan para pelaku bisnis itu sendiri. Pebisnis
yang mengadakan perjanjian tentu saja adalah para pihak yang bergerak dalam bidang bisnis
yang dalam hal ini mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian untuk melakukan usaha dengan
pihak pebisnis lainnya. Pihak-pihak yang mengadakan perjanjian dalam hal ini adalah Internet
Service Provider (ISP) dengan website atau keybase (ruang elektronik), ISP itu sendiri adalah
pengusaha yang menawarkan akses kepada internet. Sedangkan internet merupakan suatu jalan

20
Lihat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
21
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2008, hlm. 407
22
Sylvia Christina Aswin, 2006, Op.Cit, hlm. 101
23
Ibid
bagi komputer-komputer untuk mengadakan komunikasi bukan merupakan tempat akan tetapi
merupakan jalan yang dilalui.
2) Bisnis ke konsumen (business to consumer)
Business to consumer dalam e-commerce merupakan suatu transaksi bisnis secara
elektronik yang dilakukan pelaku usaha dan pihak konsumen untuk memenuhi suatu kebutuhan
tertentu dan pada saat tertentu. Dalam transaksi bisnis ini produk yang diperjualbelikan mulai
produk barang dan jasa baik dalam bentuk berwujud maupun dalam bentuk elektronik atau
digital yang telah siap untuk dikonsumsi.
3) Konsumen ke konsumen (Consumer to consumer)
Konsumen ke konsumen merupakan transaksi bisnis elektronik yang dilakukan
antarkonsumen untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu dan pada saat tertentu pula,
segmentasi konsumen ke konsumen ini sifatnya lebih khusus karena transaksi dilakukan oleh
konsumen ke konsumen yang memerlukan transaksi. Intrernet telah dijadikan sebagai sarana
tukar menukar informasi tentang produk baik mengenai harga, kualitas dan pelayanannya. Selain
itu antar customer juga dapat membentuk komunitas pengguna/penggemar produk
tersebut.Ketidakpuasan konsumen dalam mengkonsumsi produk dapat tersebar luas melalui
komunitas-komunirtas tersebut. Internet telah menjadikan customer memiliki posisi tawar yang
lebih tinggi terhadap perusahaan dengan demikian menuntut pelayanan perusahaan menjadi lebih
baik.
Pada prakteknya model transaksi yang banyak dipakai oleh konsumen sampai saat ini
adalah Business to Consumer (B2C) yang merupakan sistem komunikasi online antar pelaku
usaha dengan konsumen yang pada umumnya menggunakan internet.24
Disamping ketiga jenis tersebut diatas, menurut Munir Fuady masih ada tiga jenis lagi
yaitu:
a) Cosumer to business (C2B)
Merupakan individu yang menjual produk atau jasa kepada organisasi dan individu yang
mencari penjual dan melakukan transaksi.

b) Non-Business Electronic Commerce


Dalam hal ini meliputi kegiatan nonbisnis seperti kegiatan lembaga pendidikan, organisasi
nirlaba, keagamaan dan lain-lain.
c) Intrabusiness (organizational) Electronic Commerce
Kegiatan ini meliputi semua aktivitas internal organisasi melalui internet untuk melakukan
pertukaran barang, jasa dan informasi, menjual produk perusahaan kepada karyawan, dan lain-
lain.25
Transaksi jual beli yang dilakukan melalui media elektronik (e-commerce) pada dasarnya
merupakan transaksi jual beli yang memiliki prinsip dasar sama dengan transaksi jual beli

24
Bagus Hanindyo Mantri, Tesis, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam transaksi e-
commerce, Program Magister Ilmu Hukum Universitas diponegoro, Semarang. 2007
25
Munir Fuady, 2008, Op.Cit, hlm. 409
konvensional. Seperti halnya transaksi jual beli konvensional, maka transaksi jual beli melalui
media elektronik (e-commerce) juga terdiri dari tahapan penawaran dan penerimaan.
1. Penawaran
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, penawaran merupakan suatu ajakan untuk masuk
kedalam suatu perjanjian yang mengikat (invitation to enter into a binding agreement).
Dalam transaksi e-commerce penawaran biasanya dilakukan oleh merchant/penjual dan
dapat ditujukan kepada alamat e-mail (surat elektronik) calon pembeli atau dilakukan melalui
website sehingga siapa saja dapat melihat penawaran tersebut.
2. Penerimaan
Penerimaan dapat dinyatakan melalui website atau surat elektronik. Dalam transaksi
melalui website biasanya terdapat tahapan-tahapan yang harus diikuti oleh calon pembeli, yaitu:
b. Mencari barang dan melihat deskripsi barang.
c. Memilih barang dan menyimpannya dalam kereta belanja.
d. Melakukan pembayaran setelah yakin akan barang yang akan dibelinya.
Dengan menyelesaikan ketiga tahapan transaksi ini maka calon pembeli dianggap telah
melakukan penerimaan/acceptance dan dengan demikian telah terjadilah kontrak elektronik (e-
contract).26
E. Pembahasan
Salah satu bidang hukum yang banyak tersentuh dari adanya transaksi via e-commerce
adalah bidang hukum kontrak. Hal ini adalah wajar mengingat kebanyakan dari deal bisnis,
termasuk bisnis lewat e-commerce didasari atas suatu kontrak bisnis.
Banyak kegiatan dari hukum kontrak yang mesti mendapat kajian yang seksama, manakala
dihadapkan dengan transaksi e-commerce ini. Bidang-bidang dari hukum kontrak yang
bersentuhan dengan bisnis e-commerce ini antara lain sebagai berikut:
1. Ada atau tidaknya penawaran (offer)
2. Ada atau tidaknya penerimaan (acceptance)
3. Ada atau tidaknya kata sepakat
4. Jika ada kata sepakat, sejak kapan mulai ada
5. Keharusan kontrak tertulis dan tanda tangan tertulis
6. Masalah pembuktian perdata
7. Bagaimana mengetahui para pihak dan kecakapan berbuat para pihak
8. Perumusan kembali masalah wanprestasi
9. Perumusan kembali masalah force majeure
10. Ganti rugi yang bagaimana yang paling cocok untuk kontrak e-commerce
11. Masalah kontrak berat sebelah dan kontrak baku.27
Pengakuan kontrak elektronik sebagai suatu bentuk perjanjian dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Indonesia masih merupakan permasalahan yang pelik.
Pasal 1313 KUHPerdata mengenai definisi perjanjian memang tidak menentukan bahwa suatu
perjanjian harus dibuat secara tertulis. Pasal 1313 KUHPerdata hanya menyebutkan bahwa suatu
26
Sylvia Christina Aswin, 2006, Op.Cit
27
Munir Fuady, 2008, Op.Cit 409-410
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih.
Jika mengacu pada definisi ini maka suatu kontrak elektronik dapat dianggap sebagai suatu
bentuk perjanjian yang memenuhi ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata tersebut. Namun pada
prakteknya suatu perjanjian biasanya ditafsirkan sebagai perjanjian yang dituangkan dalam
bentuk tertulis (paper-based) dan bila perlu dituangkan dalam bentuk akta notaris.
Pengaturan tentang Kontrak Elektronik (e-contract) dituangkan di dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik
Pasal 47 dan Pasal 48. Di dalam Pasal 47 ayat (1) dinyatakan bahwa Transaksi Elektronik dapat
dilakukan berdasarkan Kontrak Elektronik atau bentuk kontraktual lainnya sebagai bentuk
kesepakatan yang dilakukan oleh para pihak. Kemudian di dalam ayat (2) dijelaskan bahwa
Kontrak Elektronik dianggap sah apabila:
a. terdapat kesepakatan para pihak;
b. dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. terdapat hal tertentu; dan
d. objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan,
dan ketertiban umum.
Apabila diperhatikan ketentuan Pasal 47 ayat (2) tersebut di atas sesuai dengan ketentuan
KUHPerdata Bagian Kedua Tentang Syarat-Syarat yang Diperlukan Untuk Sahnya Suatu
Perjanjian Pasal 1320 yang berbuyi: Untuk sahnya suatu perjanjian, diperlukan empat syarat:
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu hal tertentu;
4. suatu sebab yang halal.
Selanjutnya, masih di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 Tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik Pasal 48 ayat (1), (2) dan (3) menyatakan
bahwa Kontrak Elektronik dan bentuk kontraktual lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
47 ayat (1) yang ditujukan kepada penduduk Indonesia harus dibuat dalam Bahasa Indonesia,
Kontrak Elektronik yang dibuat dengan klausula baku harus sesuai dengan ketentuan mengenai
klausula baku sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kontrak Elektronik
paling sedikit memuat:
a. data identitas para pihak;
b. objek dan spesifikasi;
c. persyaratan Transaksi Elektronik;
d. harga dan biaya;
e. prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak;
f. ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat mengembalikan
barang dan/atau meminta penggantian produk jika terdapat cacat tersembunyi; dan
g. pilihan hukum penyelesaian Transaksi Elektronik.28

28
Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik
Kontrak elektronik (e-contract) termasuk dalam kategori “kontrak tidak bernama”
(innominaat) yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata tetapi terdapat
dalam masyarakat akibat perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan bisnis. Namun demikian
kontrak semacam ini harus mengikuti aturan Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang
syarat sahnya perjanjian. Kontrak elektronik sebagaimana kontrak konvensional, juga memiliki
kekuatan hukum layaknya undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. (Pasal 1338
KUHPerdata).29
Kontrak Elektronik merupakan elemen penting dalam perdagangan elektronik. Perjanjian
perdagangan elektronik adalah bentuk perjanjian jual beli yang memiliki kekuatan hukum yang
sama dengan perjanjian konvensional, dimana bukti transaksi elektronik diakui ekuivalen dengan
bukti dokumen yang ditulis. Pedoman UNCITRAL (salah satu komisi di bawah PBB yang
khusus membahas hukum perdagangan internasional) dalam menyajikan prinsip ekuivalen
fungsional antara dokumen tertulis dan elektronik layak diaplikasikan sebagai pengakuan bukti
hukum atas transaksi perdagangan elektronik.
Mengingat konseptual hukum atas kontrak elektronik masih relatif baru, maka diperlukan
sebuah ketentuan-ketentuan baru yang terkait perdagangan secara elektronik dalam koridor
hukum positif di Indonesia dengan penekanan pada:
a) Hubungan yang sejajar antara pelaku usaha dan konsumen, khususnya pemberian ruang
tawar lebih luas bagi konsumen dalam format kontrak baku yang ditawarkan pelaku usaha.
b) Pemberlakuan sistem “3 klik” dalam kesepakatan kontrak transaksi perdagangan elektronik,
yaitu:
(1) Setelah calon pembeli melihat dilayar komputer adanya penawaran dari calon penjual
(klik 1);
(2) Calon pembeli memberikan penerimaan terhadap penawaran tersebut (klik 2);
(3) Persyaratan adanya peneguhan dan persetujuan dari calon penjual kepada pembeli perihal
diterimanya penerimaan dari calon pembeli (klik 3).
c) Pengakuan tanda tangan elektronik dan data message. Keaslian data message dan tanda
tangan elektronik merupakan hal yang sangat vital dalam transaksi perdagangan elektronik,
mengingat data message menjadi dasar utama terciptanya suatu perjanjian elektronik.
d) Akseptabilitas penggunaan media online lain sebagai alat pembuktian kesepakatan kontrak
elektronik, seperti video conference.30
Menurut Mieke Komar Kantaatmadja perjanjian jual beli yang dilakukan melalui media
elektronik internet tidak lain adalah merupakan perluasan dari konsep perjanjian jual beli yang
ada dalam KUHPerdata. Perjanjian jaul beli melalui internet ini memiliki dasar hukum
perdagangan konvensional atau jual beli dalam hukum perdata. Perbedaannya adalah bahwa
perjanjian melalui internet ini bersifat khusus karena terdapat unsur peranan yang sangat
dominan dari media dan alat-alat elektronik.31
Dalam kontrak elektronik, kesepakatan merupakan hal yang sangat penting karena para
pihak tidak bertemu langsung sehingga diperlukan pengaturan tentang kapan kesepakatan

29
Cita Yustisia Serfiani dkk., 2013. Op. Cit, hlm.103
30
Naskah Akademik RPP tentang Perdagangan Secara Elektronik (e-commerce), Direktorat Bina Usaha
Perdagangan, Kementerian Perdagangan RI, 2011
31
Mieke Komar Kantaatmadja, Cyberlaw:Suatu Pengantar,cet.1, ELIPS Bandung, 2001, hlm.15
tersebut dianggap telah terjadi. Di Indonesia, untuk menentukan adanya kesepakatan dapat
digunakan beberapa teori sebagai berikut:
a) Teori kehendak yang mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak
penerima dinyatakan.
b) Teori pengiriman yang menyatakan kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan
itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.
c) Teori pengetahuan yang menyatakan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah
mengetahui bahwa tawarannya sudah diterima.
d) Teori kepercayaan mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat pernyataan kehendak
dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan.32
Kontrak elektronik (e-contract) pada umumnya dibuat dalam bentuk kontrak baku
(standard contract) oleh pihak penjual sehingga pihak pembeli tidak berhak mengubah isi
konrak baku tersebut. Pihak pembeli hanya tinggal membaca isi kontrak baku tersebut, dan jika
tidak setuju tidak perlu membubuhkan tanda tangan. Kontrak baku (kontrak standar) sudah biasa
dilakukan didunia bisnis karena pertimbangan kebutuhan dan kepraktisan. Namun demikian,
kontrak baku tersebut tetap tidak boleh bertentangan dengan KUHPerdata dan UU Perlindungan
Konsumen.33
Pembuatan kontrak standar atau perjanjian baku tidak dilarang namun tidak boleh
bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pelaku usaha dilarang mecantumkan klausul baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau
tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Setiap klausul baku
yang melanggar larangan tersebut dinyatakan batal demi hukum, dan pelaku usaha wajib
menyesuaikan klausul baku tesebut dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.34

Karakteristik utama dari kontrak standar (kontrak baku), meliputi:

32
Cita Yustisia Serfiani dkk., 2013. Op. Cit
33
Ibid
34
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 18 ayat (1) Pelaku usaha
dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau
mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila: a. menyatakan pengalihan tanggung
jawab pelaku usaha; b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli
konsumen; c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas
barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen; d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku
usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan
barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang
atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat
jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; g. menyatakan tunduknya
konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat
sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; h. menyatakan bahwa
konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan
terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. Ayat (2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan
klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti.
1) Dibuat agar suatu industri atau bisnis dapat melayani transaksi tertentu secara efisien,
khususnya untuk digunakan dalam aktivitas transaksional yang diperkirakan berfrekuensi
tinggi;
2) Dimaksudkan untuk memberikan pelayanan yang cepat bagi pembuatnya dan/atau pihak-
pihak yang akan mengikatkan diri didalamnya;
3) Demi pelayanan yang cepat, sebagian besar atau seluruh persyaratan didalamnya ditetapkan
terlebih dahulu secara tertulis dan dipersiapkan untuk dapat digandakan dan ditawarkan
dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan;
4) Biasanya isi dan persyaratan distandarisasi atau dirumuskan terlebih dahulu secara sepihak
oleh pihak yang bekepentingan langsung dalam memasarkan produk barang atau layanan jasa
tertentu kepada masyarakat;
5) Dibuat untuk ditawarkan kepada publik secara massal dan tidak memperhatikan kondisi
dan/atau kebutuhan-kebutuhan khusus dari setiap konsumen dan karena itu pihak konsumen
hanya perlu menyetujui atau menolak sama sekali seluruh persyaratan yang ditawarkan. 35
Disamping itu, penyelenggaraan Transaksi Elektronik yang dilakukan para pihak wajib
dilakukan dengan memperhatikan itikad baik (good feith), prinsip kehati-hatian, transparansi,
akuntabilitas, dan kewajaran. Penyelenggara Transaksi Elektronik wajib memberikan data dan
informasi yang benar dan menyediakan layanan dan menyelesaikan pengaduan, juga
Penyelenggara Transaksi Elektronik wajib memberikan pilihan hukum terhadap pelaksanaan
Transaksi Elektronik.
Suatu kontrak/perjanjian/perikatan dapat berakhir atau hapus karena berbagai macam
sebab. Berakhirnya kontrak/perjanjian/perikatan dapat digolongkan menjadi 12 (dua belas)
macam sebab yaitu:
a) Pembayaran
b) Novasi atau pembaharuan utang;
c) Kompensasi atau perjumpaan utang;
d) Konfusio atau percampuran utang;
e) Pembebasan utang;
f) Kebatalan atau pembatalan;
g) Berlaku syarat batal;
h) Jangka waktu kontrak telah berakhir;
i) Dilaksanakannya objek perjanjian;
j) Kesepakatan kedua belah pihak;
k) Pemutusan kontrak secara sepihak;
l) Adanya putusan pengadilan.36
Begitu pula dalam perjanjian/kontrak elektronik (e-contract) akan berakhir apabila
memenuhi ketentuan atau sebab sebagaimana yang terjadi pada kontrak konvensional.
F. Kesimpulan
Kontrak elektronik (e-contract), walaupun memiliki perbedaan secara fisik dengan kontrak
konvensional, keduanya sama-sama harus tunduk pada aturan hukum perjanjian terutama yang
berkaitan dengan syarat-syarat sah nya perjanjian dan azas-azas perjanjian.

35
Cita Yustisia Serfiani dkk., 2013. Op. Cit. hlm. 105-106
36
Salim HS, 2006, Op.Cit, hlm. 165
Proses transaksi dagang elektronik (e-commerce) dan transaksi dagang konvensional
memiliki kesamaan. Baik dalam transaksi dagang elektronik (e-commerce) maupun dalam
transaksi dagang konvensional terdapat proses penawaran, penerimaan penawaran (pembelian),
pembayaran, dan penyerahan barang. Yang membedakan kedua transaksi tersebut hanyalah
bahwa transaksi dagang elektronik (e-commerce) dilakukan tanpa tatap muka (bertemunya
pedagang dan pembeli) dan prosesnya terjadi lebih cepat serta lebih mudah. Karena tidak ada
perbedaan konsep antara kedua jenis transaksi tersebut, maka suatu kontrak yang terjadi dalam
transaksi dagang elektronik (e-commerce) pada dasarnya adalah sama dengan kontrak yang
terjadi dalam transaksi dagang konvensional dan dengan demikian hal-hal yang berlaku
mengenai kontrak konvensional dapat diberlakukan pula untuk kontrak elektronik (e-contract).
Agar kontrak yang terjadi akibat transaksi dagang elektronik dapat dikatakan sah menurut
hukum perdata Indonesia, maka kontrak tersebut juga harus memenuhi persyaratan sahnya
perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata tersebut.
Daftar Pustaka
Agus Raharjo, Cybercrime: Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.
Bagus Hanindyo Mantri, Tesis, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam transaksi e-
commerce, Program Magister Ilmu Hukum Universitas diponegoro, Semarang, 2007.
Cita Yustisia Serfiani dkk., Buku Pintar Bisnis Online dan Transaksi Elektronik, Gramedia
Pustaka Utama Jakarta, 2013.
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku I, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1955.
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994.
Mieke Komar Kantaatmadja, Cyberlaw:Suatu Pengantar,cet.1, ELIPS Bandung, 2001.
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2008.
Salim HS, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta,
2006.
Sylvia Christina Aswin, Tesis, Keabsahan Kontrak Dalam Transaksi Komersial Elektronik,
Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang, 2006.
Tami Rusli, Hukum Perjanjian yang Berkembang di Indonesia, Anugrah Utama Raharja (Aura)
Printing & Publishing, Bandar Lampung, 2012.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Buana Press, 2014.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik
Naskah Akademik RPP tentang Perdagangan Secara Elektronik (e-commerce), Direktorat Bina
Usaha Perdagangan, Kementerian Perdagangan RI, 2011
http://id.wikipedia.org/wiki/Kontrak, diakses pada 19 April 2015
http://mentarivision.blogspot.com/2011/11/kontrak-elektronik.html diakses tanggal 19 April
2015

Anda mungkin juga menyukai