Anda di halaman 1dari 23

AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR DALAM PERSPEK TIF HADIS

(Studi Kasus Terhadap Fenomena Kebebasan Berpendapat dalam Demonstrasi )

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Isu-isu Aktual Kontemporer Hadis yang Diampu oleh
Ibu Dr. Nurun Najwa, M.Ag.

Disusun oleh:

Achmad Adil
1620510040

KONSENTRASI STUDI AL-QURAN DAN HADIS


PROGRAM STUDI AGAMA DAN FILSAFAT
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2017
A. PENDAHULAN

Dalam perjalan sebuah negara terdapat berbagai macam problem politik yang

dihadapi, baik oleh penguasa maupun rakyatnya. Pada masa Rasulullah umat Islam

dipimpin langsung oleh Rasulullah sebagai Nabi dan sebagai pemimpin dalam

pemerintahan (baca: tatanan sosial). Oleh sebab itu ketika munculnya permasalahan-

permasalahan dalam tatanan sosial maka semuanya akan diselesaikan oleh Rasulullah

melalui putunjuk Allah lewat wahyu berupa ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis, yang

tentunya berupa solusi-solusi terbaik bagi permasalahan tersebut. Sehingga

masyarakat saat itu merasakan ketentraman dalam kehidupan dan interaksi sosialnya.

Selepas Rasulullah wafat kepemimpinan umat Islam diwariskan kepada para

Sahabat sebagai Khalifah pada saat itu. Namun dalam kepemimpinan para Khalifah

tersebut tidak seperti yang ditemui pada masa Rasulullah, banyak diantara kebijakan-

kebijakan yang dibuat tidak langsung bisa di terima oleh masyarakat saat itu, sehingga

muncul protes-protes dari masyarakat tentang kebijakan tersebut. Protes-protes

tersebut dilakukan dengan santun sesuai dengan petunjuk-petunjuk agama, dengan

demikian tatanan perpolitikan saat itu bisa dikatakan dinamis. Walaupun pada

akhirnya terdapat responrespon yang dilakukan dengan kekarasan. Hal ini bisa dilihat

pada pada kasus terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan, kronologis terbunuhnya

Usman bin Affan adalah berawal dari isu-isu tentang kejelekan beliau yang pada

akhirnya muncul aksiaksi protes yang berakibat pada terbunuhnya beliau.

Dalam perkembangan selanjutnya di dunia Barat muncul istilah demonstrasi

sebagai bentuk protes terhadap kebijakankebijakan yang tidak berpihak kepada

rakyat. Berdasarkan hal ini, masyarakat Sosialis atau Komunis telah menjadikan

demonstrasi sebagai metode baku dan ciri khas masyarakat mereka dalam melakukan
perubahan di tengah-tengah masyarakat. Keberadaan demonstrasi adalah keharusan

yang tidak dapat ditawar-tawar lagi agar proses perubahan dapat bergulir. Dalam skala

yang lebih luas lagi, mereka menyebutnya dengan revolusi rakyat. Dengan

mengatasnamakan rakyat, mereka berhak menghancurkan, merusak, dan membakar

fasilitas dan milik umum maupun milik individu. Tujuannya adalah untuk

menghasilkan sebuah sintesa, yaitu sebuah masyarakat Sosialis atau Komunis yang

mereka anganangankan.1

Berbicara demonstrasi, maka tidak bisa dipisahkan dari tatanan sebuah negara

dalam skala besar, yang didalamnya terdapat berbagai tatanan kehidupan, diantaranya

adalah yang berkaitan dengan hubungan rakyat pada pemimpinnya, baik dalam skala

luas maupun dalam skala kecil. Islam menganjurkan pemeluknnya untuk mentaati

pemimpin yang benar-benar mengemban amanat yang diberikan kepadanya, namun

disisi lain dianjurkan juga untuk melakukan amr ma’ruf nahi munkar kepada

pemimpin yang lalai terhadap amanat yang diembannya sebagai seorang pemimpin.

Cara maupun metode penyampaiannya juga telah diatur dalam Islam, kapan dan

bagaimana yang seharusnya dilakukan oleh rakyat terhadap pemimpinya, jika terjadi

hal-hal yang tidak pro-rakyat atau dalam kata lain kapan dan bagaimana cara atau

metode yang tepat dalam menyampaikan amr ma’ruf nahi munkar kepada pemimpin

yang tidak amanat?. oleh sebab itu tulisan ini akan membahas demonstrasi sebagai

cara maupun metode dalam menyampaikan aspirasi kepada pemimpin dari sudut

pandang hadis.

1 V.I. Lennin, Where to Begin, dalam V.I. Lenin, Collected Works, cet. IV, (Moscow: Foreign

Languages Publishing House, 1961), hal.13-24.


B. PEMBAHASAN

a. Hadis Tentang Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

ِ
‫ َحدَّثَنَا‬،‫ ح َو َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد ْب ُن الْ ُمثَ ََّّن‬،‫ َع ْن ُس ْفيَا َن‬،‫يع‬ ٌ ‫ َحدَّثَنَا َوك‬،َ‫َحدَّثَنَا أَبُو بَ ْك ِر ْب ُن أَِِب َشْيبَة‬
ٍ ‫ َعن طَا ِرِق ْب ِن ِشه‬،‫س ْب ِن مسلِ ٍم‬ ِ
‫ َو َه َذا‬- ‫اب‬ َ ْ ْ ُ ِ ‫ َع ْن قَْي‬،‫ َحدَّثَنَا ُش ْعبَةُ ك ََل ُُهَا‬،‫ُُمَ َّم ُد ْب ُن َج ْع َف ٍر‬
،‫ فَ َق َام إِلَْيهِ َر ُج ٌل‬.‫الص ََلةِ َم ْرَوا ُن‬َّ ‫يد قَْب َل‬ ِ ِ‫اْلطْبةِ يوم الْع‬
َ ْ َ َ ُْ ِ‫ أ ََّو ُل َم ْن بَ َدأَ ب‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬- ‫يث أَِِب بَ ْك ٍر‬ ُ ‫َح ِد‬
ٍ َ ِ‫ قَ ْد تُ ِرَك َما ُهنَال‬:‫ال‬
‫َ َما‬ َ َ‫ أ ََّما َه َذا فَ َق ْد ق‬:‫ال أَبُو َسعِيد‬ َ ‫ فَ َق‬،‫ك‬ َ ‫ فَ َق‬،ِ‫اْلُطْبَة‬
ْ ‫الص ََلةُ قَْب َل‬
َّ :‫ال‬ َ ‫فَ َق‬
‫ فَِ ْن‬،ُِ‫ « َم ْن َرأَى ِمْن ُك ْم ُمْن َك ارا فَلْيََُي ْرُُ بِيَ ِد‬:‫ول‬ ُ ‫صلَّ اهللُ َعلَْيهِ َو َسلَّ َم يَ ُق‬ ِ َ ‫َعلَيهِ ََِسعت رس‬
َ ‫ول اهلل‬ َُ ُ ْ ْ
. »‫ان‬ ِ َ‫اَْم‬
ِْ ‫ف‬ ُ ‫َض َع‬
ْ ‫كأ‬ َ ‫ َوذَل‬،ِ‫ فَِ ْن ََلْ يَ ْستَ ِط ْع فَبَِقلْبِه‬،ِ‫ََلْ يَ ْستَ ِط ْع فَبِلِ َسانِه‬
ِ
Dari Abu Sa'id Al Khudri radhiyallahu anhu, ia berkata : Aku mendengar

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : “Barang siapa di antaramu melihat

kemungkaran, hendaklah ia merubahnya (mencegahnya) dengan tangannya

(kekuasaannya) ; jika ia tak sanggup, maka dengan lidahnya (menasihatinya) ; dan jika

tak sanggup juga, maka dengan hatinya (merasa tidak senang dan tidak setuju) , dan

demikian itu adalah selemah-lemah iman”.2

b. Ma’anil Hadis Amar Ma’ruf Nahi Mung kar

1. Analisis Bahasa

Dari sisi etimologis, terma al-Amr bi al-ma’ru>f wa an-nahi> al-munkar


mengandung dua kata yang penting dan tidak dapat dipisahkan, terdapat dua kata

penting yang layak dikupas dari sisi asal-usul katanya, yaitu kata ma’ruf dan munkar.

Ibnu Manzur mengatakan bahwa ma’ruf merupakan derivasi dari kata urf yang berarti

2 Muslim Bin al-H{ajja>j Abu> al-Hasan al-Qusyai>ri> al-Naisa>b u>ri>, Al-Musnad Al-S{ah}i>h } al-

Mukhtas}ar , Juz I (Beirut: Da>r Ihya> al-Tura>s\ al-Arabi>, t.th), hal. 96.
sesuatu yang dikenal oleh jiwa manusia sebagai kwbaikan, yang disukai jiwa, atau

yang dapat menenangkan jiwa.3

Nahi Munkar, merupakan dua rangkain kata bahasa Arab, yaitu ‫النهي‬ dan .

‫ املنكر‬Dalam kamus Al-Munjid ٍ artinya : Mencegah melakukan sesuatu dengan


‫الىه‬
perkataan dan perbuatan. Atau perkataan seseorang kepada orang lain dengan kata ‫ال‬
‫تفعل‬: Jangan kamu lakukan, sebagai penjelasan bahwa larangan tersebut merupakan

hal yang tidak boleh dikerjakan. ‫املنكر‬ adalah suatu perbuatan atau perkataan yang

dibenci dan dilarang oleh Allah, yang bertentangan dengan akal sehat manusia.

Bentuk kemungkaran yang diharamkan oleh Islam antara lain: Syirik, membunuh,

mengambil harta orang lain, judi, zina, jual beli haram, memutuskan hubungan

silaturrahmi, durhaka kepada kedua orangtua, mengamalkan hal-hal yang berbau

bid’ah yang tidak dilakukan oleh Rasulullah Saw. dan lain-lain yang dianggap

bertentangan dengan Islam.

Menurut Rasyid Ridha, ma’ruf adalah sesuatu yang telah dikenal

kebaikannya oleh akal sehat, sedangkan munkar adalah kebalikan darinya.4 Pengertian

serupa diberikan oleh al-Mara>gi>, ia memberi pengertian ma’ruf sebagai hal yang

dianggap baik oleh syariat islam dan akal sehat, sedangkan munkar adalah lawan dari

pengertian tersebut.5 Selanjutnya al-Mara>gi> mengatakan, sebaik-baik hal yang ma’ru>f

3 Ibn Manz}u >r al-Ans}a>ri>, Lisa>n al-‘Arab, Jilid V,(Beirut, Da>r as}-S}a>d ir, 1994), hal. 239.
4 Rasyi>d Rid}a>, Tafsi>r al-Mana>r, Juz IV (Kairo: Maktabah al-Qa>h irah,t.th), hal.27.
5 Ahmad Mus}t}afa> al-Mara>g i>, Tafsi>r al-Mara>g i>, Juz IV (Mesir: Mat}b a’ah Mus}t}afa> al-Babi> al-

Alabi>, 1953), hal. 21.


adalah agama yang benar dengan keimanankepada tauhi>d dan nubuwwah, sedangkan

seburuk-buruk munkar adalah kafir kepada Allah.6

Dengan demikian dapat dipahami bahwa Nahi Munkar merupakan suatu

usaha untuk melenyapkan dan menghapus kemungkaran pada diri seseorang atau

kelompok orang, sehingga mereka berhenti dari perbuatan munkar yang mereka

lakukan dan menggantinya dengan perbuatan-perbuatan yang ma‟ruf. Pencegahan

tersebut haruslah dilakukan dengan cara-cara yang baik sehingga orang yang dicegah

tersebut tersentuh hatinya untuk meninggalkan perbuatan munkar dan mereka

bersedia untuk kembali kejalan yang benar.

2. Asbabul Wurud

Hadis di atas merupakan hadis sah}ih} baik secara sanad maupun matan nya.

Maka pada pembahasan kali ini lebih memperhatikan apa yang dimaksud dalam matan

hadis di atas dari aspek historisnya (Asbab Wurud al-Hadis) maupun syarah dari

beberapa kitab yang ada, serta kitab-kitab yang terkait dengan pembahasan amar

ma’ruf nahi mungkar.

Dalam kitab al-Baya>n wa al-Ta’ri>f fi> asba>b Wurud al-Hadi>s\ dikatakan bahwa

latar belakang kemunculan hadis tersebt (seperti riwayat muslim) diawali dengan

sebuah peristiwa yang terjadi pada kalangan sahabat pada saat pelaksanaan Shalat Id.

Saat itu sahabat yang pertama kali melaksanakan lhtbah sebelum pelaksanaan shalat

Id adalah Marwan. Apa yang dilakukan Marwan itu rupayanya mendapatkan reaksi

dari sahabat yng lainnya , mereka berpendapat bahwa yang benar adalah pelaksanaan

shalat hendaklah dilakukan lebih dahulu, barulah setelah shalat Id selesai dilanjutkan

dengan khtbah Id. Para sahabat menilai apa yang dilakukan Marwan tidak sesai

6 Ahmad Mus}t}afa> al-Mara>g i>, Tafsi>r al-Mara>g i>, Juz IV, hal. 30.
dengan ketentuan yang ada. Melihat kejadian tersebut, Abu> Sa’id kemudian

mengatakan; “Apa yang dilakukan sahabat ini (mengingatkan Marwan) seperti yang

telah diputuskan oleh Nabi Saw., dan saya mendengar beliau bersabda (kemdian Abu>

Sa’id menyebtkan hadis\ di atas).7

Asbab Wurud al-Hadis diatas menunjukkan bahwasanya sabda Nabi yang

menjelaskan perintah amar ma’ruf nahi mungkar , sekalipun dalam penjelasannya

terkait tatacara Taghyir al-Mungkar (merubah kemungkaran), merubahnya dimulai

dengan menggunakan “tangan”, kemudian lisan lalu hati. Namun dalan

pelaksanaannya tidaklah harus mendahulukan cara yang pertama. Seperti yang

dilakukan sahabat saat mengingatkan Marwan tidak langsung menggunakan tangan

tetapi lebih dahulu menggunakan lisannya.

Dengan demikian urutan tatacara yang harus digunakan dalam usaha

mencegah kemungkaran tidak selamanya harus menggunakan sesuai urutannya, akan

tetapi urutan tersebut merupakan pilihan sesuai dengankondisi ketika terjadinya

kemungkaran.

c. Syarah Hadis tentang Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

Di dalam penelitian ini perlu kiranya mengungkap beberapa keterangan dari

kitab-kitab Syarah hadis. Hal ini berguna untuk mengetahui bagaimana para

Muhaddis\ . dalam hal ini penulis menggunakan beberapa kitab hadis yaitu;
1. Syarh al-Nawawi> ala> Musli>m

2. Tuh}fah al-Ahwaz\i Syarh Sah}i>h} al-Turmudzi>

7 Ibrahim bin Muh}ammad al-Husaini> al-Dimasyqy, al-Baya>n wa al-Ta’rif Fi Asba>b al-Wuru>d

al-Hadis\ al-Syari>f, (Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi>, 1401 H), hal. 217.
3. Hasyi>yah al-Sindi> ala Ibnu Ma>jah.

Penjelasan dari beberapa kitab syarah tersebut dapat disebutkan sebagai

berikut:

1. Kitab Syarh al-Nawawi> ala> Musli>m

Dalam kitab syarh al-Nawawi ala Muslim menjelakan bahwa melakukan

perubahan terhadap kemungkaran merupakan bagian dari iman. Kemudian lebih lanjut

beliau menjelaskan tentang Asbab al-Wurud sehingga hadis ini ada. Ada perbedaan

dikalangan ulama terkait dengan sahabat yang melakukannya untuk pertama kali

melakukan hal itu. Al-Qadli Iyadl berpendapat bahwa sahabat yang melakukannya

pertama kali adalah Utsman RA, ada pula yang mengatakan sahabat yang

melakukannya pertama kali adalah Umar bin Khattab, Zubair dan adapula yang

mengatakan Muawiyah.

Hal itu dilakukan kare seringkali pada saat mendahulukan shalat Id kemudian

khutbah sering terjadi orang-orang pulang tanpa mendengarkan khutbah terlebih

dahulu sebtelah khutbah. Adapun pendapat yang mengatakan pengakhiran khutbah

bertujuan agar orang-orang yang jarak rumahnya jauh dapat mendapati shalat .

Lebih lanjut Imam Nawawi menjelaskan tentang kejadian yang

melatarbelakangi kemunculan hadist tersebut, bahwa saat itu Abu> Sa’id al-Khudri

hadir akan tetapi beliau tidak langsung menanggapi apa yang dilakukan oleh Marwan.

Hal itu dimungkinkan adanya pertimbangan, jika dia taghyir al-mungkar beliau

khawatir terjadinya fitnah bagi dirinya maupun orang lain, sehingga beliau menahan

diri untuk melakukannya. Sedangkan sahabat lain tidak demikian. 8

8 Abu Zakariyah bin Yahya al-Nawawi, Syarh al- Nawawi Ala’ Muslim, (Beirut: Dar Ihya al-

Turats al-Arabi,t.th), hal. 21-22


Al-Nawawi juga menjelaskan bahwa memiliki pribadi yang sempurna bukan

merupakan persyaratan untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, akan tetapi

hendaknya orang tersebut terlebh dahulu harus melakukan apa yang diperintahkannya

maupun meninggalkan apa yang ditinggalkannya. Jika belum sempurna maka

kewajibanya menjadi ganda yaitu mengingatkan dirinya dan orang lain. Para ulama

juga berpendapat bahwa amar ma’ruf nahi mungkar tidak hanya dikhususkan bagi

orang yang berkuasa saja tetapi boleh dilakukan oleh setiap pribadi muslim.

2. Tuhfa al-Ahwazi> Syarh Shahih al-Turmudzi>

Dalam kitab syarh ini, al-Mubarakfuri mengawalinya dengan penjelasan

terhadap Asbab al-Wurud yang melatarbelakangi kemunculan hadis tersebut.

Khususnya terkait lafadz ‫ خالفت السنة‬. lafadz ini kemudian dikomentari olehnya dengan

mengatakan praktik pelaksanaan khutbah yang dilakukan Nabi saw., Abu Bakar,

Umar dan Utsman secara ijma’ adalah shalat terlebih dahulu kemudian dilanjutkan

dengan khutbah. Penjelasan lain terhadap teks hadis tidak jauh berbeda dngan kitab

lainnya meskipun lebih ringkas. Misalnya ketika menjelaskan maksud dari merubah

kemungkaran dengan “tangan”, dengan mengutip penjelasan oleh bukhari dan muslim

yaitu dengan cara mencegah perbuatan mungkar dengan perbuatan seperti merusak

alat-alat kemaksiatan, membuang khamr, atau mengembalikan barang yang dikuasai

dngan cara yang zhalim.

Setelah itu jika orang tersebut tidak mampu melakukan dengan tangan, maka

beralih ke tingkatan kedua yaitu merubah kemungkinan dengan lisan, yaitu dengan

membacakan ayat al-Quran yang berisi ancaman terhadap perbuatan maksiat yang

dilakukan dengan menasehati, maupun menakut-nakutinya.


Kemudian jika hal itu tidak mungkin dilakukan maka ubahlah dengan kekuatan

hati. Yaitu dengan cara tidak ridha dan mengingkari perbuatan maksiat didalam

batinnya.9

3. Hasyiyah al-Sindi ala Sunan Ibnu Majah

Sama seperti kitab syarah yang lain, yang membedakan dari syarh yang lain

adalah penjelasan tentang makna matan ‫أضعف اَْمان‬. dalam kitab syarah ini

pemaknaan “ Iman yang lemah” adalah lemahnya amal yang merupakan cerminan

keimanan yang terkait dengan inkar al-mungkar (mengingkari kemungkaran) hal itu

dilihat dari dzatiyyah perbuatannya, bukan melihat orang yang tidak mampu merubah

kemungkaran.10

d. Tematik Komprehensif

Berdasarkan hadis tentang amr ma’ruf nahi munkar di atas terdapat juga

beberapa ayat al-qura’an dan hadis yang berkaitan dengan kewajiban muslim

megingatkan pada kebaikan dan mencegah kemungkaran diantaranya:

a) Surah Al-Imran: 104,

‫ك ُه ُم‬ ِ ‫اْل ِْي ويأْمرو َن بِالْمعر‬


َ َِِ‫وف َويَْن َه ْو َن َع ِن الْ ُمْن َك ِر َوأُول‬ ِ ِ
ُْ َ ُ ُ ََ َْْ ‫َولْتَ ُك ْن مْن ُك ْم أ َُّمةٌ يَ ْد ُعو َن إ ََل‬
)401( ‫ن‬ َ ‫الْ ُم ْفلِ ُحو‬
Terjemahnya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.

b) Surah al-Imran : 110

9 Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri Abu Ala’, Tuhfah al-Ahwazi bi

Syarh Jami’ al-Tirmidzi,(Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th), hal. 464.


10 Nuruddin bin Abdul Hadi Abu al-Hasan al-Sindi, Hasyiyah al-Sindi Ala Ibni Majah, (Halb:

Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyyah, 1986), hal. 147.


ِ ‫َّاس تَأْمرو َن بِالْمعر‬
‫وف َوتَنْ َه ْو َن َع ِن الْ ُمنْ َك ِر َوتُ ْؤِمنُو َن بِاللَّهِ َولَْو َآم َن‬ ِ ‫ُكنْتُم خي ر أ َُّمةٍ أُخ ِرج‬
ُْ َ ُ ُ ِ ‫ت للن‬ ْ َ ْ َ َْ ْ
)440( ‫اس ُقو َن‬ ِ ‫اب لَ َكا َن خي را ََلم ِمنْهم الْم ْؤِمنُو َن وأَ ْكثَرهم الْ َف‬
ِ َ‫أ َْهل الْكِت‬
ُ ُُ َ ُ ُ ُ ُْ ‫َ ْ ا‬ ُ
Terjemahnya:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.

Ayat ini mengedepankan mengajak kepada kebaikan dan mencegah

kemungkaran atas iman, padahal iman merupakan dasar bagi setiap amal shalih,

sebagai isyarat tentang pentingnya mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada

kemungkaran, dimana umat Islam dikenal dengannya, bahkan ia merupakan ciri utama

yang membedakannya dari umat-umat lain, dan dilahirkan bagi umat manusia untuk

melaksanakan kewajiban mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.

c) Surah al-Hajj: 40
ِ ‫الزَكا َة وأَمروا بِالْمعر‬ ِ
‫وف َونَ َه ْوا َع ِن الْ ُمْن َك ِر‬ُ ْ َ ُ َ َ َّ ‫الص ََل َة َوآتَ ُوا‬ ُ ‫ين إِ ْن َم َّكن‬
ِ ‫َّاه ْم ِِف ْاْل َْر‬
َّ ‫ض أَقَ ُاموا‬ َ ‫الَّذ‬
)14( ‫َولِلَّهِ َعاقِبَ ُة ْاْل ُُموِر‬
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (yaitu)
orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya
mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf
dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali
segala urusan.
Ayat ini menjelaskan Amar ma'ruf nahi mungkar termasuk kewajiban

terpenting dalam masyarakat muslim, selain shalat dan zakat, terutama di waktu umat

Islam berkuasa di muka bumi, dan menang atas musuh, bahkan kemenangan tidak

datang dari Allah, kecuali bagi orang-orang yang tahu bahwa mereka termasuk orang-

orang yang melakukannya.


Amar ma'ruf nahi mungkar merupakan mahkota bagi sifat-sifat orang-orang

beriman dalam masyarakat muslim, yaitu orang-orang yang menjual diri mereka

kepada Allah, mereka memberikan nyawa dan harta mereka dengan murah di jalan

Allah:
ِ ‫اج ُدو َن ْاْل ِمرو َن بِالْمعر‬
‫وف‬ ِ ‫الس‬
َّ ‫الراكِ ُعو َن‬
َّ ‫السائِ ُحو َن‬ َّ ‫اْلَ ِام ُدو َن‬ ْ ‫التَّائِبُو َن الْ َعابِ ُدو َن‬
ُْ َ ُ
ِ ِ ِ ْ ‫والنَّاهو َن ع ِن الْمْن َك ِر و‬
َ ِ‫اْلَافظُو َن ْلُ ُدود اللَّهِ َوبَش ِر الْ ُم ْؤِمن‬
)111( ‫ني‬
َ ُ َ ُ َ
Terjemahnya:
Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji,
yang melawat, yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan
mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. dan
gembirakanlah orang-orang mukmin itu. (QS. at Taubah: 112)

Sifat ini yang merupakan sifat masyarakat muslim baik laki-laki maupun

wanita dipertegas lagi bahwa amar ma'ruf nahi mungkar merupakan tugas kedua jenis,

dan ia didahulukan atas shalat dan zakat, sebagai isyarat tentang fadhilahnya, dan

mengagungkan kedudukannya dalam masyarakat muslim yang lurus:

ِ ِ ٍ ‫َ ُه ْم أ َْولِيَاءُ بَ ْع‬
ِ
ُ ‫ض يَأْ ُم ُرو َن باْل َم ْع ُروف َويَْن َه ْو َن َع ِن اْل ُمْن َك ِر َويُق‬
‫يمو َن‬ ُ ‫ات بَ ْع‬ ُ َ‫َواْل ُم ْؤِمنُو َن َواْل ُم ْؤِمن‬
ِ َ َِِ‫الزَكاةَ َويُ ِط ُيعو َن اللَّ َه َوَر ُسولَ ُه أُول‬
)14( ‫يم‬ ٌ ‫ك َسيَ ْر ََحُ ُه ُم اللَّ ُه إِ َّن اللَّ َه َع ِز ٌيز َحك‬ َّ ‫الص ََلةَ َويُ ْؤتُو َن‬َّ
Terjemahnya:
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka

(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh


(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (QS. at Taubah: 71)
Selain ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan perintah amr ma’ruf nahi munkar

terdapat juga beberapa hadis pendukung salah satunya adalah peringatan Rasulullah

kepada orang-orang hina dan lemah yang bersikap diam atas kezaliman dan tidak

mencegah orang yang zalim dengan menasihati tentang akan datngnya siksaan Allah

yang akan mengenai mereka semua dan tidak ada seorang pun yang luput dari

siksaanya :
ِ
ِ‫اَل فَلَم يأْخ ُذوا َعلَ ي َديه‬ ِ ُ ‫اللَّ ُه َعلَْيهِ و َسلَّم يَ ُق‬ ِ َ ‫رس‬
َْ ُ َ ْ َ َّ‫َّاس إِذَا َرأَْوا الظ‬
َ ‫ «إ َّن الن‬:‫ول‬ َ َ َّ‫صل‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ
11 ِ ٍ ِ ِ َّ
‫الل ُه بع َقاب مْن ُه‬ ‫ك أَ ْن يَ ُع َّم ُه ُم‬
َ ‫أ َْو َش‬
Artinya: Sesungguhnya apabila manusia melihat orang zalim dan mereka tidak

mencgahnya dari kezaliman, maka Allah akan menimpakan siksa atas mereka semua .
Dan diantara cara amar ma’ruf nahi mungkar adalah nasihat, Rasulullah telah

menjadikannya sebagai agama dalam sabdanya:

‫ َحدَّثَنَا‬:‫ت‬ ِ ‫ سأَلْت سهيل بن أَِِب‬:‫ال‬ َ َ‫صوٍر ق‬


ُ ْ‫صال ٍح قُل‬ َ َ ْ َ ْ َ ُ ُ َ َ َ‫ َحدَّثَنَا ُس ْفيَا ُن ق‬:‫ال‬ ُ ‫َخبَ َرنَا ُُمَ َّم ُد ْب ُن َمْن‬
ْ‫أ‬
‫ َح َّدثَ ُه َر ُج ٌل ِم ْن أَ ْه ِل‬،‫َّث أَِِب‬ َ ‫ َحد‬،‫ أَنَا ََِس ْعتُ ُه ِم َن الَّ ِذي‬:‫ال‬ َ ِ‫ َع ْن أَب‬،‫ َع ْن الْ َق ْع َقا ِع‬،‫َع ْمٌرو‬
َ َ‫يك ق‬
:‫صلَّ اهللُ َعلَْيهِ َو َسلَّ َم‬ ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ َ‫ َع ْن ََتِي ٍم الدَّا ِري ق‬،‫يد‬
َ ‫ َعطَاءُ ْب ُن يَ ِز‬:‫ال لَ ُه‬ُ ‫َّام يُ َق‬ ِ ‫الش‬
ِ ِ ِ ِ ِ َ َ‫ول اللَّهِ؟ ق‬ َ ‫ لِ َم ْن يَا َر ُس‬:‫يحةُ» قَالُوا‬
َ ‫ َوِْلَئِ َّمةِ الْ ُم ْسل ِم‬،ِ‫ «للَّهِ َولكِتَابِهِ َول َر ُسوله‬:‫ال‬
‫ني‬ ِ
َ ‫ين النَّص‬ ُ ‫«إ ََّّنَا الد‬
ِ
12
»‫َو َع َّامتِ ِه ْم‬
Artinya:

11 Muh}ammad bin Isa bin Saurah bin Musa> bin al-D\|ah}h a>k al-Turmuz}i>, Sunan al-Turmuz}i>, Juz

IV (Mesir: Maktabah Muwat}t}a’ Mustafa> al-Ba>b al-Halbi>, 1975), hal. 467.


12 Abu> Abd al-Rah}man Ah}mad bin Syu’aib bin Ali> al-H|u ra>sa>n i>, Sunan al-Nasa>’I, (Halb:

Maktab al-Matbu>’a>t al-Isla>mi>ah, 1986), hal. 156.


«Agama adalah nasihat, kami berkata: bagi siapa? Beliau berkata: "bagi Allah,
bagi kitab Allah, bagi rasulnya, dan bagi para pemimpin dan umat Islam secara umum»
Tidak diragukan lagi bahwa pemberian nasihat kepada para penguasa dari

rakyat, terutama para ulama dan orang-orang yang berpengalaman, masing-masing

dalam bidagnya merupakan suatu hal yang baik sekali, ini akan menjamin

keselamatan, keamanan dan kesejahteraan bagi masyarakat, hal ini telah berjalan di

kalangan umat Islam di masa keemasannya, oleh karena itu dalam beberapa hadits ada

anjuran bagi penguasa untuk mengangkat orang-orang shalih dan jujur serta ikhlas

memberikan nasihat menjadi pendampingnya, yang tidak munafik dan tidak menipu

penguasa.

e. Analisis hadis Amar Ma’ruf Nahi Mungkar terhadap Demonstrasi Mahasiswa

Sebelum masuk kedalam pembahasan demostrasi mahasiswa jika ditinjau segi

hadis amar ma’ruf nahi munkar, peneliti lebih dahulu menjelaskan tentang

demonstrasi.

Ditinjau dari segi bahasa demonstrasi memiliki beberapa arti, sebagaimana

yang terdapat dalam Kamus Ilmiah Populer, demonstrasi adalah tindakan bersama

untuk menyatakan protes; pertunjukan mengenai cara-cara menggunakan suatu alat;

pamer kekuatan yang mencolok mata.13 Dalam pembahasan ini demonstarsi yang

dimaksud merujuk pada makna pertama yaitu merupakan tindakan bersama untuk

menyatakan protes.

Demonstrasi juga biasa disebut dengan unjuk rasa karena kedua kata tersebut

memiliki makna yang hampir sama. Dalam kmus Besar Bahasa Indonesia

13 Ahmad Maulana, dkk, Kamus Ilmiah Populer, cet. II, (Yogyakarta : Absolut, 2004), hal. 62
Kontemporer dijelaskan bahwa demonstrasi adalah gerakan atau tindakan bersama-

sama untuk menyatakan protes baik dengan pawai, membawa panjipanji, poster-

poster, serta tulisan-tulisan yang merupakan pencetusan perasaan atau sikap para

demonstran mengenai suatu masalah.14 Sedangkan unjuk rasa adalah protes yang

dilakukan secara massal.15 Adapun protes adalah pernyataan dari suatu kelompok atau

perseorangan yang tidak menyetujui atau menyangkal terhadap suatu kebijaksanaan

atau keputusan yang merugikan.16

Selain pengertian yang terdapat dalam kamus tersebut, dalam undang-undang

Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum,

unjuk rasa atau demonstrasi juga didefinisikan sebagai : “Kegiatan yang dilakukan

seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya
secara demonstratif di muka umum”.17
Adapun dalam bahasa Arab, istilah demonstrasi sebagaimana yang terdapat

dalam bahasa Indonesia, disebut dengan beberapa istilah, yaitu muzhaharah dan

masirah. Istlah muzhaharah dalam kamus al-Munawwir diartikan sebagai


“demonstrasi”, tanpa merinci sifatnya anarkis atau tidak.18 Jika muzhaharah yang

dimaksud demonstrasi dalam terminologi kaum sosialis yaitu demonstrasi yang

dilakukan dengan disertai boikot, pemogokan, kerusuhan, dan perusakan (teror), agar

14 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga), cet. III, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1989), hal. 900.


15 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga), cet. III, hal. 250
16 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga), cet. III, hal. 900
17 Pasal 1 ayat (3) UU No. 9 Tahun 1998
18 Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir: Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka

Progressif, 2002)
tujuan revolusi mereka berhasil, maka muzhaharah yang dimaksud adalah sebagai

aksi atau tindakan sekumpulan masyarakat di tempat-tempat umum untuk menuntut

perkaraperkara tertentu yang menjadi tugas negara atau para penanggungjawabnya.

Dalam pengertian ini juga disebutkan bahwa aksi muzhaharah tersebut biasanya

diwarnai perusakan dan anarkisme. Sedangkan masîrah secara harfiah adalah

“perjalanan”, dalam kamus al-Mawrîd disebutkan bahwa masîrah berarti march, atau

long march.19 Dengan demikian yang dimaksud masirah adalah istilah untuk aksi
demonstrasi yang tidak disertai dengan perusakan, atau bisa disebut juga sebagai

long-march yaitu lebih menekankan pada pola aksi yang bergerak dan tidak diam di
satu tempat tertentu (pawai). Pola seperti ini disebut dengan pola dinamis, sebagai

lawan dari pola statis, yaitu aksi yang dilakukan hanya diam di satu tempat tertentu,

misalnya aksi mimbar bebas.

Dari beberapa definisi yang disebutkan di atas, secara umum bisa dismpulkan

bahwa demonstrasi atau unjuk rasa merupakan suatu gerakan, aksi atau tindakan

sekelompok orang secara bersama-sama untuk menyatakan sikap, pikiran mengenai

suatu masalah atau protes terhadap suatu kebijakan baik dengan cara membawa panji-

panji, poster, tulisan, aksi teatrikal dan sebagainya. Namun dalam terminologi bahasa

Arab sebagaimana disebut di atas, terdapat perbedaan antara muzhaharah dan

masîrah, muzhaharah merupakan aksi demonstrasi yang disertai dengan tindakan-


tindakan kekerasan, adapun masîrah lebih kepada aksi damai tanpa kekerasan dan

dilakukan dengan long march.

19 Rohi Baalbaki , Qâmûs al-Mawrid ‘Arabî-Inkilîzî (A Modern Arabic-English Dictionary),

(Beirut: Dar Elilm Lilmalayin, 1995)


Berdasarkan keterangan di atas peneliti menganggap demonstrasi sebagai

sebuah metode untuk menasehati pemimpin untuk melakukan kebaikan dan mencegah

kemungkaran terhadap rakyatnya.

Hukum melaksanakan Amar ma’ruf nahi mungkar adalah Fardh Kifayah,

apabila dilakukan oleh sebagian orang atau sekelompok orang maka gugurlah

kewajiban bagi yang lainnya.20 Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah al-

Imran, ayat 104:

‫ك ُه ُم‬ ِ ‫اْل ِْي ويأْمرو َن بِالْمعر‬


َ َِِ‫وف َويَْن َه ْو َن َع ِن الْ ُمْن َك ِر َوأُول‬ ِ ِ
ُْ َ ُ ُ ََ َْْ ‫َولْتَ ُك ْن مْن ُك ْم أ َُّمةٌ يَ ْد ُعو َن إ ََل‬
)401( ‫الْ ُم ْفلِ ُحو َن‬
Terjemahnya:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung.
Demonstrasi dalam pespektif sosiologis merupakan konsekuensi logis dari

masyarakat yang sedang berubah. Dengan demikian unjuk rasa atau demonstrasi,

bukan saja dipandang sebagai ekspresi masyarakat yang wajar, melainkan juga sebagai

indicator penerapan prinsip demokrasi dalam kehidupan masyarakat. Sebagai bagian

dari ekspresi politik dan bentuk protes disatu sisi, aksi unjukrasa merupakan hal yang

dapat diterima dan sejalan dengan tuntutan demokrasi, namun disisi lain tak jarang

aksi unjukrasa atau demonstrasi berpotensi menimulkan kerugian bagi masyarakat.

Unjuk rasa umumnya dilakukan oleh kelompok mahasiswa yang menentang

kebijakan pemerintah. Aksi ini kadang berakhir dengan pengrusakan terhadap benda-

benda agar pendapat mereka di perhatikan tetapi dengan cara yang berlebihan.

Sebagai bentuk ekspresi berpendapat dalam ranah demokrasi, sehingga unjuk rasa

Ikhwani dan Muhammad Iqbal, “Nahi Munkar Dalam Perspektif Islam”, Lentera, Vol. 16.
20

No. 19, Juli 2016, hal. 51


merupakan hak warga Negara. Hak ini bias sngat mengerikan, karena pada umumnya

demonstarasi itu melibatkan benyak orang tidak hanya seorang saja yang

melakukannya, dengan bnyaknya orang saat demonstrasi menyebabkan berlangsung

tanpa arah dan dapat berujung anarki sehingga menimbulkan tindak pidana.padahal

unjuk rasa adalah hak demokrasi yang dapat dilakukan dengan tertib, damai, dan

intelek.21

Solusi yang baik ketika ingin mencegah kemungkaran yang dilakukan baik

oleh pemerintah atau pun majikan ada beberapa fase-fase yang harus dilalui agar tidak

berakhir dengan demonstrasi yang anarkisme.

Tahapan Pertama, bagi orang yang belum tahu, ketika ia melakukan perbuatan

munkar, maka sebaiknya memberikan ia penjelasan,bahwa perbuatan yang

dilakukannya tersebut bertentangan dengan Islam. Ada peristiwa yang terjadi pada

zaman Rasulullah: Anas bin Malik menceritakan: Seorang Arab Badui kencing di

Mesjid, para sahabat mengerumuninya untuk membuat tindakan, kemudian

Rasulullah bersabda: Biarkan dia dan jangan kalian gegabah, tatkala orang badui

tersebut telah selesai, maka Rasulullah meminta segayung air dan menyiram kencing

tersebut. (HR. Bukhari).

Kedua, Memberi Nasehat, Mungkin hal yang sangat jarang dilakukan


seseoarang ketika melihat kemunkaran adalah memberikan nasehat, kebanyakan

orang langsung bertindak keras, arogan tanpa memikirkan efeknya. Hal ini yang

semacam inilah yang akan membuat orang lari dari Islam. Allah juga telah

mengingatkan dalam Al-Quran:

21 Abdul Djalil dkk, Fiqh dengan Kekuasaan (Yogyakarta: LkiS, 2000), hal. 19-20.
َ َّ‫َح َس ُن إِ َّن َرب‬ ِ ِ ِ ْ ِ‫اْلِكْمةِ والْموعِظَة‬
‫ك ُه َو أ َْعلَ ُم‬ ْ ‫اْلَ َسنَة َو َجاد َْلُْم بِالَِِّت ه َي أ‬ ْ َ َ َ ْ ِ‫ك ب‬ ِ ِ‫ع إِ ََل َسب‬
َ ‫يل َرب‬ ُ ‫ْاد‬
ِ ِ ِِ ِ
)421( ‫ين‬ َ ‫ِِبَ ْن‬
َ ‫ض َّل َع ْن َسبيله َو ُه َو أ َْعلَ ُم بالْ ُم ْهتَد‬
Terjemahnya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk (Surat An-Nahl: 125).

Ketiga, mencegah dengan perkataan, Apabila seseorang sudah melewati dua


cara diatas, kemudian orang yang dicegah tidak berhenti dari kemunkarannnya, maka

dia harus menggunakan kata-kata yang memberikan rasa takut. Perkataan ini

diucapkan dengan tegas tapi tidak keras, sehingga dengan perkataan tersebut akan

menimbulkan rasa takut dalam diri pelaku munkar tersebut. Untuk melengkapi fase di

atas saat mencegah kemunkaran tentu memiliki adab-adab yang harus diketahui oleh

setiap orang. Adapun adab-adab bagi pencegah kemungkaran adalah sebagai berikut:

a. Lemah Lembut

Sifat lemah lembut inilah yang harus dimiliki dalam diri orang yang

melaksanakan nahi munkar, karena jiwa menusia cendrung akan kelembutan, jika

kemunkaran dirubah dengan cara kekerasan, maka hati orang yang menerimanya akan

lari, bahkan akan menimbulkan pertentangan, bukankah Rasulullah telah diingatkan

Allah dalam Al-Quran: Ali Imran: 159.

‫ف‬
ُ ‫اع‬ْ َ‫ك ف‬ َ ِ‫َوا ِم ْن َح ْول‬ ُّ ‫ب َالْن َف‬ِ ْ‫ت فَظًّا َغلِي َظ الْ َقل‬ َ ‫ت ََلُْم َولَْو ُكْن‬
ِِ ٍِ
َ ‫فَبِ َما َر َْحَة م َن اللَّه لْن‬
ِ ُّ ‫ت فَتَ َوَّك ْل َعلَ اللَّهِ إِ َّن اللَّ َه ُُِي‬ ِ ‫عْنهم و‬
‫ني‬
َ ‫ب الْ ُمتَ َوكل‬ َ ‫استَ َْف ْر ََلُْم َو َشا ِوْرُه ْم ِِف ْاْل َْم ِر فَِ َذا َع َزْم‬
ْ َ ُْ َ
)411(
Terjemahnya:
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun
bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
b. Sabar

Sabar itu indah, pelaksana nahi munkar haruslah menanamkan kesabaran

dalam dirinya, sehingga ia bisa mengontrol dirinya dalam bertindak ketika melihat

kemunkaran. Tidak terburu-buru dalam memutuskan perkara, ia harus mampu

menahan dirinya, sehingga tidak tersalah dalam mengambil keputusan. Ia juga mesti

bersabar jika usahanya dibalas dengan katakata makian atau hinaan. Bukankah

Rasulullah selalu dimaki dan dicaci oleh kaum Musyrikin dan orang-orang Munafik,

jika seandainya Rasulullah tisak bersabar mungkin Islam tidak akan tersebar ke

santreo dunia. Allah mengatkan dalam AlQuran tentang sabar:


َِ ‫واصِِب َعلَ ما ي ُقولُو َن و ْاهجرهم هجرا‬
)40( ‫َج ايَل‬
Terjemahnya:
‫َ ُْ ُ ْ َ ْ ا‬ َ َ ْْ َ
Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka
dengan cara yang baik. (Al-Muzammil: 10)

c. Pemaaf

Pemaaf merupakan sikp baik yang mesti ada dalam hati pencegah kemunkaran,
ِ ِ ْ ‫ف وأ َْع ِرض ع ِن‬
ِ ِ
‫ني‬
َ ‫اْلَاهل‬ َ ْ َ ‫ُخذ الْ َع ْف َو َوأْ ُم ْر بِالْ ُع ْر‬
Terjemahnya:
Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta
berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (Al-A‟raf : 199).
Jika ketiga sifat ini ada pada diri setiap muslim dalam mencegah kemungkaran,

walaupun menggunakan metode demonstrasi atau unjuk rasa dalam mencegah

kemungkaran maka akan tercipta demonstrasi yang tertib, damai, dan intelek.

C. PENUTUP

Dari pembahasan di atas dapat diambl kesimpulan bahwa amar ma’ruf nahi

munkar harus dilakukan sesuai dengan kemampuan orang yang hendak melakukannya.

Di samping itu seseorang yang hendak beramar ma’ruf nahi munkar harus
mempertimbangkan maslahah maupun mafsadah dari perbuatan yang dilakukannya.

Oleh karena itu amar ma’ruf nahi munkar disyaratkan tidak menyebabkan

mafsadahnya lebih besar ketimbang maslahatnya, atau seimbang. Dan salah satu

metode amar ma’ruf nahi mungkar adalah demonstrasi atau unjuk rasa. Demonstrasi

ini boleh digunakan apabila maslahatnya lebih besar ketimbang mafsadahnya, akan

tetapi jika demonstrasi itu berjalan anarkis maka metode demonstrasi tidak boleh

dilakukan karena mafsadahnya lebih besar.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Djalil dkk, Fiqh dengan Kekuasaan , Yogyakarta: LkiS, 2000.

Ahmad Maulana, dkk, Kamus Ilmiah Populer, Yogyakarta : Absolut, 2004.

al-Ans}a>ri>, Ibn Manz}u>r. Lisa>n al-‘Arab, Beirut, Da>r as}-S}a>dir, 1994.

al-Dimasyqy, Ibrahim bin Muh}ammad al-Husaini>. al-Baya>n wa al-Ta’rif Fi Asba>b al-

Wuru>d al-Hadis\ al-Syari>f, Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi>, 1401 H.


al-H|ura>sa>ni>, Abu> Abd al-Rah}man Ah}mad bin Syu’aib bin Ali>. Sunan al-Nasa>’I, Halb:

Maktab al-Matbu>’a>t al-Isla>mi>ah, 1986.

al-Mara>gi>, Ahmad Mus}t}afa>. Tafsi>r al-Mara>gi>, Mesir: Mat}ba’ah Mus}t}afa> al-Babi> al-

Alabi>, 1953.

al-Naisa>bu>ri>, Muslim Bin al-H{ajja>j Abu> al-Hasan al-Qusyai>ri>. Al-Musnad Al-S{ah}i>h}

al-Mukhtas}ar , Beirut: Da>r Ihya> al-Tura>s\ al-Arabi>, t.th.


al-Nawawi, Abu Zakariyah bin Yahya. Syarh al- Nawawi Ala’ Muslim, Beirut: Dar

Ihya al-Turats al-Arabi,t.th.

al-Sindi, Nuruddin bin Abdul Hadi Abu al-Hasan. Hasyiyah al-Sindi Ala Ibni Majah,

Halb: Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyyah, 1986.

al-Turmuz}i>, Muh}ammad bin Isa bin Saurah bin Musa> bin al-D\|ah}ha>k. Sunan al-

Turmuz}i>, Mesir: Maktabah Muwat}t}a’ Mustafa> al-Ba>b al-Halbi>, 1975.


Baalbaki , Rohi. Qâmûs al-Mawrid ‘Arabî-Inkilîzî (A Modern Arabic-English

Dictionary), Beirut: Dar Elilm Lilmalayin, 1995


Ikhwani dan Muhammad Iqbal, “Nahi Munkar Dalam Perspektif Islam”, Lentera, Vol.

16. No. 19, Juli 2016.


Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri Abu Ala’, Tuhfah al-

Ahwazi bi Syarh Jami’ al-Tirmidzi, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th.


Munawir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawir: Kamus Arab Indonesia, Surabaya:

Pustaka Progressif, 2002.

Rid}a>, Rasyi>d. Tafsi>r al-Mana>r, Kairo: Maktabah al-Qa>hirah,t.th.

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989.

V.I. Lennin, Where to Begin, dalam V.I. Lenin, Collected Works, Moscow: Foreign

Languages Publishing House, 1961.

Anda mungkin juga menyukai