Anda di halaman 1dari 13

HUKUM MENGHADIRI WALIMAH YANG DI DALAMNYA

TERDAPAT MUSIK DALAM TINJAUAN KAIDAH:


IŻAJTAMA’A AL-HALAALU WA AL-HARAAMU GULLIBA AL-
HARAAMU

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Melanjutkan Penelitian
Pada Jurusan Syariah Program Studi Perbandingan Mazhab
Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar

OLEH

MUHAMMAD IBNUL MUBARAK


NIM: 2174233231

Dosen Pembimbing
Fulan
Fulan

JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI ILMU ISLAM DAN BAHASA ARAB
(STIBA) MAKASSAR
1445 H/ 2024 M
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. sebagai

penyempurna dari ajaran-ajaran agama terdahulu agar menjadi hidayah dan

petunjuk bagi umat manusia seluruh alam hingga akhir zaman kelak. Hal ini sejalan

dengan Firman Allah swt. dalam firman-Nya Q.S. Al-Anbiya’/21: 107.

‫ٰك اِاَّل َر ْح َمةً لِْل ٰعلَ ِمْي َن‬


َ ‫َوَمآ اَْر َس ْلن‬
Terjemahnya:
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.1

Rasulullah saw. bersabda:

ِ ‫ت إِلَى الن‬
)‫ااس َعا امة )رواه أحمد‬ ِ ‫ث إِلَى قَوِم ِه خا ا‬
ُ ‫َكا َن النابِ ُّي إِن َاما يُْب َع‬
ُ ْ‫صةً َوبُعث‬ َ ْ
2

Artinya:
Para Nabi yang ada diutus khusus kepada kaumnya saja, sedangkan saya
diutus untuk keseluruhan manusia. (H.R. Ahmad no. 13745).

Sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin, Islam telah memberikan

pedoman yang komprehensif dalam mengatur berbagai aspek kehidupan manusia,

termasuk dalam masalah pernikahan. Allah telah memberikan petunjuk yang jelas
dalam Al-Qur'an dan Hadis tentang tujuan, hak, kewajiban, dan prosedur

pernikahan, menjadikannya sebagai bagian penting dari tatanan sosial dan nilai-

nilai Islam.

Makanya, Allah dan Rasul-Nya telah memerintahkan para pemuda untuk

menikah apabila pemuda tersebut telah memilki kesanggupan untuk menikah,

1
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta Timur: PT. Insan Media
Pustaka, 2012), h. 331.
2
karena menikah dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan, namun

apabila belum sanggup, maka dianjurkan untuk berpuasa.

Rasulullah saw. bersabda:

ْ ْ ‫ص ُن لِْلَ ْرِج َوَم ْن لَ ْم يَ ْْتَ ِط‬ ْ ‫ص ِر َوأ‬


َ ‫َح‬
ِ ُّ ‫اب من استطَاع ِمْن ُكم الْباء َة فَ ْلي ت زاوج فَِإناه أَ َغ‬
َ َ‫ض ل ْلب‬ ُ ْ َ َ َ َ َ ْ َ َ ْ ْ َ ِ َ‫يَا َم ْع َشَر الشاب‬
3
)‫ص ْوِم فَِإناهُ لَهُ ِو َجاء(رواه أحمد‬
‫فَ َعلَْي ِه بِال ا‬
Artinya:
Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang telah sanggup
menikah, maka menikahlah, karena hal itu dapat menundukkan pandangan
dan menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum sanggup, hendaklah
berpuasa karena hal itu dapat meredakan hawa nafsunya. (H.R. Ahmad no.
3903).

Dalam Islam, Allah dan Rasul-Nya menganjurkan untuk melaksanakan

walimatul ‘urs atau pesta pernikahan. Mayoritas ulama bersepakat bahwa

melaksanakan pesta pernikahan hukumnya sunnah, dan sebagian yang lain

berpendapat bahwa hukumnya wajib berdasarkan perintah Rasulullah saw. kepada

sahabat Abdurrahman bin ‘Auf ra:

4
)‫أ َْولِ ْم َولَ ْو بِ َشاة (رواه البخاري‬
Artinya:
Adakanlah walimah walau dengan seekor domba. (H.R. Bukhari no. 5618).

Rasulullah saw. dalam suatu riwayat disebutkan juga melaksanakan walimah atas

pernikahan beliau dengan Zainab5 dan Shafiyyah6 radhiyallaahu ‘anhuma.

Namun yang perlu diperhatikan bagi seseorang yang ingin melaksanakan walimah,

hendaknya tidak berlebih-lebihan sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang pada

zaman ini, seperti mengeluarkan banyak sekali makanan dalam walimah sehingga banyak

3
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, hal.
4

5
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, hal.
6
makanan yang terbuang percuma, hal ini tentu dilarang dalam syari’at. Terkadang pula

walimah dilaksanakan di hotel-hotel yang menyebabkan bercampur baurnya antara laki-

laki dan perempuan tanpa adanya pembatas yang dikhawatirkan akan menyebabkan

terjadinya pelanggaran-pelanggaran syari’at.7

Di antara pelanggaran yang juga banyak terjadi pada walimah yang

dilaksankan manusia di zaman ini adalah adanya penampilan musik serta penyanyi-

penyanyi dari kalangan wanita yang pada umumnya mengumbar aurat-aurat mereka

seakan-akan tidak ada lagi rasa malu pada diri-diri mereka, kemudian hal ini dapat

menyebabkan terjadinya berbagai bencana yang dampaknya tidak hanya menimpa

mereka, tetapi juga bisa menimpa orang-orang di sekitarnya atau manusia secara

umum. Hal ini telah dikabarkan oleh Rasulullah saw. sejak 14 abad yang lalu dalam

sabda beliau,

َ َ‫ول اللا ِه َوَمتَى َذ َاك ق‬


ْ ‫ال إِ َذا ظَ َهَر‬
‫ت‬ َ ‫ين يَا َر ُس‬ ِِ ِ ِِ ِ
ٌ ْْ ‫في َهذه ْاْلُام ِة َخ‬
َ ‫ال َر ُج ٌل م ْن الْ ُم ْْلم‬
َ ‫ف فَ َق‬
ٌ ‫ف َوَم ْْ ٌخ َوقَ ْذ‬
ُ ‫ات َوالْ َم َعا ِز‬
ْ َ‫ف َو ُش ِرب‬
8
)‫ور (رواه الترمذي‬ ُ ‫ت الْ ُخ ُم‬ ُ َ‫الْ َقْي ن‬
Artinya:
Akan terjadi pada umat ini bencana longsor, digantinya rupanya dan angin
ribut yang menghempaskan manusia, " bertanyalah seseorang dari kaum
muslimin: Wahai Rasulullah, kapan itu terjadi? beliau menjawab, "Apabila
bermunculan para wanita penyanyi dan alat alat musik dan orang meminum
minuman khamar. (H.R. Tirmidzi no. 2138).9

Demikian pula telah dinukil dari sejumlah ulama tentang adanya ijmak

mengenai haramnya musik, di antaranya adalah Imam An-Nawawi dan Syaikhul

Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahumallah. Berkata Imam An-Nawawi,

9
‫المزمار العراقي وما يُضرب به اْلوتار حرام بال خالف‬
Artinya:
Seruling Iraqi dan semua alat musik bersenar hukumnya haram tanpa ada
perselisihan. (Raudhotut Thoolibiin 11/228).

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah,

‫ ولم يذكر أحد من أتباع اْلئمة في آَّلت‬، ‫ أي يصوت بها‬: ‫المعازف…وهي اآللة التي يعزف بها‬
‫ هل هو حرام ؟ أو مكروه ؟ أو‬: ‫اللهو نزاعاً… ولكن تكلموا في الغناء المجرد عن آَّلت اللهو‬
‫مباح ؟‬
Artinya:
Al-Ma’aazif …adalah alat-alat yang digunakan untuk mengeluarkan suara
(musik) dan tidak seorangpun dari pengikut para imam yang menyebutkan
adanya perselisihan tentang haramnya alat-alat musik….akan tetapi mereka
berbicara tentang hukum lagu/nyanyian yang kosong dari alat musik,
apakah ia haram, makruh ataukah mubah?. (Majmuu’ Al-Fataawa 11/576).10

Namun timbul pertanyaan, bagaimana jika kita diundang untuk menghadiri

walimah yang di dalamnya terdapat musik, sementara mayoritas ulama megatakan

bahwa hukum menghadiri undangan walimah adalah wajib? berdasarkan sabda

Rasulullah saw.

11
)‫وإذا دعاك فأجبه (رواه مْلم‬

Artinya:
Jika dia mengundangmu maka penuhilah undangannya. (H.R. Muslim no.
2162)

10
Firanda Andirja, Ajaran-Ajaran Imam Syafi’i yang Ditinggalkan oleh Sebagian
Pengikutnya, hal.
11
Undangan yang diwajibkan di sini adalah undangan walimah, adapun menghadiri

undangan yang lain hukumnya adalah mustahab (sunnah) dan tidak sampai

diwajibkan. Lebih tegas lagi dalam sabda beliau saw.

12
)‫إذا دعي أحدكم إلى الوليمة فليأتها (رواه البخاري‬
Artinya:
Apabila kalian diundang untuk menghadiri walimah (pernikahan), maka
hendaknya ia mendatanginya. (H.R. Bukhari no. 5173).13

Dalam masalah ini, ada sebuah kaidah fikih yang berbunyi,

14
‫إذا اجتم ْ الحالل والحرام غلب الحرام‬
Artinya:
“Apabila berkumpul antara halal dan haram, maka didahulukan yang
haram”.

Lantas bagaimana menerapkan kaidah tersebut dalam permasalahan yang

telah disebutkan di atas?, dalam hal ini, yang halal adalah menghadiri undangan

walimah sedangkan yang haram adalah mendengarkan musik. Berdasarkan latar

belakang inilah penulis merasa tertarik untuk membahas permasalahan ini dan

menuangkannya dalam penelitian yang berjudul “Hukum Menghadiri Undangan

Pernikahan yang Terdapat Musik di dalamnya Berdasarkan Kaidah Fikih:

Izajtama’al Halaalu wal Haraamu Gullibal Haraam”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis

12

13
Firanda Andirja, Syarah Kitabul Jami, hal.
14
bermaksud mengangkat permasalahan pokok yang dapat dirumuskan ke dalam

beberapa substansi masalah sebagaimana berikut:

1. Bagaimana hukum memenuhi undangan walimah?

2. Bagaimana hukum mendengarkan musik?

3. Bagaimana hukum mendatangi walimah yang terdapat musik di

dalamnya menurut kaidah iẓajtama’a al-ḥalālu wa al-harāmu gulliba

al- harāmu?

C. Pengertian Judul

Untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kesalahpahaman dan

kekeliruan dalam penafsiran pada penelitian yang berjudul “Hukum Menghadiri

Walimah Yang Di Dalamnya Terdapat Musik Dalam Tinjauan Kaidah: Iżajtama’a

Al-Halaalu Wa Al-Haraamu Gulliba Al-Haraamu”, maka penulis merasa perlu

untuk memberikan pengertian definisi dari tiap kata yang berhubungan dengan

judul diatas, sebagaimana berikut:

1. Hukum: Menurut KBBI, Hukum adalah peraturan yang dibuat oleh

penguasa (pemerintah) atau adat yang berlaku bagi semua orang dalam suatu

masyarakat (negara).15 Adapun pengertian hukum dalam Islam, disebut dengan

hukum syariat. Hukum syariat adalah hukum agama yang menetapkan peraturan

hidup manusia, hubungan manusia dengan manusia dan alam sekitar berdasarkan

Alquran dan hadis.16

15
Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008), h. 531.
16
Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1402.
2. Walimah: Dalam KBBI, Walimah artinya adalah akad nikah atau

Pernikahan,17 sementara para ulama mendefinisikan walimah adalah acara yang di

dalamnya diundang manusia untuk berkumpul menyantap hidangan pernikahan.18

3. Musik: Musik adalah ilmu atau seni penyusunan nada atau suara dalam

urutan, kombinasi, dan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan

kesinambungan. Musik juga berarti nada atau suara yang disusun sedemikian rupa

sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama yang

menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu).19

4. Kaidah: Kaidah secara bahasa berasal dari bahasa arab yaitu al-qaa’idah

yang berarti dasar, aturan atau patokan umum. Namun menurut istilah ulama usul

al-fiqh kaidah didefinisikan dengan berbagai macam redaksi yang berbeda-beda

yang intinya bahwa sifat kaidah adalah kulli atau umum, yang dirumuskan dari

sesuatu yang sifatnya partikular (juz’iyah). Sedangkan makna fikih berasal dari kata

al-fiqh yang berarti pemahaman yang mendalam. Dengan demikian secara bahasa,

kaidah fikih adalah dasar-dasar atau patokan-patokan yang bersifat umum

mengenai jenis-jenis atau masalah-masalah yang termasuk dalam kategori fikih.20

5. Iżajtama’a Al-Halaalu Wa Al-Haraamu Gulliba Al-Haraamu:

Merupakan salah satu dari kaidah-kaidah fikih yang disebutkan oleh para ulama

dalam kitab-kitab kaidah fikih, artinya secara bahasa ‘apabila sesuatu yang halal

dan sesuatu yang haram berkumpul, maka di menangkan sesuatu yang haramnya’

maksudnya, bagian yang haram lebih ditonjolkan dari pada bagian yang halal,

17
Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008), h. 1615.
18
Kementerian Urusan Islam Dakwah dan Penyuluhan Arab Saudi, Al-Fiqh Al-Muyassar
Fii Dhaui Al-kitab wa Al-Sunnah (Cet. I; Madinah: Mujamma’ al-malik fahd li tibaa’atil-mushaf al-
syarif, 2004 M/1425 H), h. 307.
19
Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal. 987.
20
Duski Ibrahim, Al-Qawa’id Al-Fiqhiyah (Kaidah-Kaidah Fiqih) (Cet. I; Palembang: CV.
Amanah, 2019), hal. 13.
sehingga lebih utama di tinggalkan walaupun di dalamnya ada bagian yang halal,

sebagai bentuk kehati-hatian.

D. Kajian Pustaka

Untuk mengetahui sejauh mana literatur dan penelitian terdahulu membahas

masalah tentang Hukum Mendatangi Undangan Walimah yang di Dalanya Terdapat

Musik, penulis berusaha mencari serta menelusuri beberapa pustaka sehingga dapat

diketahui dari penelusuran tersebut apakah masalah tersebut sudah dibahas dalam

suatu karya atau belum. Maka dari itu, penulis mencoba memaparkan buku dan

hasil penelitian yang dipandang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai

berikut, adapun kajian pustaka dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Referensi Penelitian

a. Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtasid21

Kitab Bidayah al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtasid adalah salah satu karya

fenomenal Imam Ibnu Ruysd, nama lengkap beliau adalah Abu al-Walid

Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Rusyd (w. 595 H/ 1198 M), kitab ini

bagus dijadikan pegangan bagi mereka yang baru ingin melangkah untuk

mempelajari tentang ilmu perbandingan mazhab. Kitab ni dianggap sebagai salah

satu kitab terbaik yang menjelaskan sebab-sebab perbedaan pendapat di antara para

ulama dalam setiap permasalahan fikih. Kitab ini merangkum berbagai pembahasan

fikih klasik, disini peneliti berfokus pada pembahasan dalam kitab nikah tepatnya

pada bab walimatul ‘urs.

b. Al-Wajiz fi Idhah Qawa'id al-Fiqh al-Kulliyah22

21
Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Rusyd, Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-
Muqtasid
22
Muhammad Shidqi ibn Ahmad ibn Muhammad Al-Burnu, Al-Wajiz fi Idhah Qawa'id al-
Fiqh al-Kulliyah
Kitab "Al-Wajiz fi Idahi al-Qawaid al-Fiqhiyah al-Kulliyah" yang ditulis

oleh Syaikh Muhammad Shidqi ibn Ahmad ibn Muhammad Al-Burnu merupakan

salah satu karya yang membahas prinsip-prinsip hukum Islam secara komprehensif.

Kitab ini secara khusus menguraikan kaidah-kaidah fikih yang bersifat umum

(kulliyah), yang dapat diterapkan dalam berbagai masalah fikih. Dalam kaitannya

dengan judul skripsi Peneliti, yaitu "Hukum Menghadiri Walimah Yang di

Dalamnya Terdapat Musik Dalam Tinjauan Kaidah: Iżajtama’a Al-Halaalu Wa Al-

Haraamu Gulliba Al-Haraamu," kitab ini dapat menjadi sumber rujukan yang

berharga. Dengan mengacu pada kitab "Al-Wajiz," Penulis berharap dapat

mengeksplorasi lebih dalam bagaimana prinsip-prinsip fikih ini diterapkan dalam

konteks kehadiran pada acara pernikahan yang memuat musik di dalamnya.

c. Mukhtashar Minhajul Qoshidin23

Kitab ini ditulis oleh Imam Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin

Muhammad Ibnu Qudamah al-Hanbali al-Almaqdisi, Buku Mukhtashar Minhajul

Qashidin merupakan intisari dari kitab Ihya` Ulumuddin yang merupakan karya

monumental yang ditulis oleh al-Ghazali. Oleh karena sejumlah permasalahan

terhadap isi kitab Ihya` Ulumuddin sehingga menuai banyak kritik maka sejumlah

ulama besar ahlus sunnah kemudian melakukan studi menyeluruh terhadap isi kitab

tersebut, kemudian mengoreksi dan membuang hal-hal yang tidak sesuai dan

mengintasarikannya. Ibnul Jauzi membuat ringkasan kitab Ihya` Ulumuddin

dengan membuang hadits-hadits maudhu’ dan sangat lemah yang kemudian beliau

ganti dengan dalil yang shahih dan hasan. Kitab ringkasan ini kemudian diberi judul

Minhajul Qashidin. Kitab Minhajul Qashidin karya Ibnul Jauzi ini kemudian

diintisarikan kembali oleh Ibnu Qudamah Al-Maqdisy menjadi sebuah kitab

berjudul Mukhtashar Minhaj Al-Qashidin. Kitab "Mukhtashar Minhajul Qoshidin"

23
Abdullah bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Qudamah, Mukhtashar Minhajul Qoshidin
dapat menjadi sumber rujukan yang penting untuk analisis kaidah fikih dalam

konteks kehadiran pada acara walimah yang memuat musik, karena dalam kitab ini

ada satu bab tentang adab Sima’ (mendengarkan) dalam bab tersebut dijelaskan

tentang hukum mendengarkan musik yang sesuai dengan skripsi Penulis.

d. al-Fiqh al-Muyassar24

"Al-Fiqh al-Muyassar" adalah sebuah kitab fiqh yang ditulis oleh tim pakar

dari Kementerian Urusan Islam, Dakwah dan Penyuluhan Arab Saudi. Kitab ini

disusun dengan tujuan memberikan pemahaman yang mudah dan ringkas tentang

hukum-hukum Islam kepada para pelajar, khususnya mereka yang belajar di

lingkungan berbahasa Arab. Struktur yang sistematis dan bahasa yang sederhana

menjadikan kitab ini sangat mudah dipahami, terutama bagi para pembaca yang

baru memulai studi tentang fiqh. Isi dari kitab ini mencakup berbagai topik penting

dalam fiqh, seperti ibadah, muamalah, jenayah, dan lain-lain. Setiap topik disajikan

dengan penjelasan yang singkat namun komprehensif, serta didukung oleh dalil-

dalil dari Al-Quran dan hadis, sehingga sangat sesuai untuk dijadikan referensi

dalam skripsi Penulis, terutama dalam pembahasan kitab nikah.

e. Mausu’at al-Manaahii al-Syar’iyyah Fii Sahiih al-Sunnah al-Nabawiyyah25

Kitab ini disusun oleh Syaikh Abu Usamah Salim ibn ‘Ied al-Hilali,

Ensiklopedia ini memberikan pengumpulan yang luas dan terperinci tentang

larangan-larangan dalam Islam, serta memberikan analisis mendalam tentang

relevansi dan implementasi dalam kehidupan sehari-hari umat Islam. Penulis juga

mencantumkan referensi hadis-hadis yang sahih sebagai landasan dari setiap

larangan yang disebutkan. Kaitannya dengan skripsi Penulis yang membahas

tentang "Hukum Menghadiri Undangan Pernikahan yang Terdapat Musik, dalam

24
Abdul Aziz Mabruk Al-Ahmadi, dkk., al-Fiqh al-Muyassar
25
Abu Usamah Salim ibn ‘Ied al-Hilali, Mausu’at al-Manaahii al-Syar’iyyah Fii Sahiih al-
Sunnah al-Nabawiyyah
Tinjauan Kaidah Fikih Iżajtama’a Al-Halaalu Wa Al-Haraamu Gulliba Al-

Haraam", kitab ini dapat menjadi sumber rujukan yang berharga. Dalam penelitian

Penulis, Penulis dapat menggunakan ensiklopedia ini untuk mencari hadis-hadis

yang berkaitan dengan larangan-larangan terkait musik dalam Islam, serta untuk

memahami pandangan ulama tentang masalah tersebut.

2. Penelitian Terdahulu

a. Menghadiri Walimah Al-Urs Yang Di Dalamnya Terdapat Musik Electone

Prespektif Ulama Madzhab Syafi’iyah (Studi Kasus Desa Doko Kec. Ngasem Kab.

Kediri). Moh, Rozaqul Hakim dalam skripsinya tahun 2022 tersebut menjelaskan

bahwa menghadiri undangan walimah yang di dalamnya terdapat maksiat seperti

penyanyi yang tidak menutup aurat, dan musik yang menggugah syahwat, maka

lebih utama tidak mendatanginya, namun apabila untuk menjaga perasaan sesama

warga dibolehkan untuk dihadiri dengan cara mengingkari kemaksiatan yang ada

di dalamnya di dalam hati, tanpa menyertakan kaidah fikih apapun. Adapun dalam

penelitian saya ini, saya sertakan kaidah fikih, serta kaitannya dengan menghadiri

walimah yang memuat unsur musik di dalamnya.

b. Menghadiri Walimatul ‘Urs Yang Menampilkan Keyboard Porno (Analisis

Fatwa MUI Provinsi Sumatera Utara No.32/Kep/MUI-SU/VIII/2002), yang ditulis

oleh Hamsah Hudafi & M. Salam Ramadhan tahun 2021, dalam jurnal ini, si penulis

jurnal hanya menampilkan fatwa dari MUI Provinsi Sumatera Utara dan tidak

membahas pendapat para ulama salaf tentang masalah menghadiri walimah yang

terdapat musik di dalamnya, dan juga tidak membahas hukum musik, namun cuma

menitikberatkan pembahasan pada penyanyi yang tidak menutup aurat, adapun

penelitian ini, akan membahas secara lengkap dan gamblang tentang hukum

menghadiri walimah yang ada musiknya serta hukum musik secara umum menurut

pendapat ulama salaf dan khalaf.


c. Konsep Walimah Dalam Pandangan Empat Imam Mazhab, jurnal ini ditulis oleh

Haerul Akmal, dalam jurnalnya ini, penulis jurnal menerangkan konsep walimah

dalam prespektif keempat imam mazhab, hukum menghadiri walimah, dan hukum

nyanyian dalam walimah. Namun dalam pembahasan jurnalnya tidak menyebutkan

referensi secara jelas, hanya mencantumkan perkataan imam mazhab tanpa disertai

referensi kitab yang digunakan, di bagian kesimpulan, penulis jurnal mengakatakan

bahwa menghadiri walimah adalah wajib namun gugur kewajibannya apabila di

dalam walimah ada kemungkaran seperti khamr, judi dan sebagainya, dan tidak

menyebutkan tentang musik. Adapun penelitian ini sangat menekankan

penggunaan referensi yang benar adanya berdasarkan kitab-kitab terdahulu, serta

akan menjabarkan hukum musik secara jelas.

d. Relevansi Hukum Menghadiri Undangan Walimatul ‘Urs di Era Modern:

Prespektif Syekh Ibrahim Al-Bajuri, sebuah jurnal yang ditulis oleh Muhammad

Ilham Rosady dan Ummu Sa’adah, dalam kesimpulan jurnalnya, bahwa menghadiri

walimah hukum asalnya wajib dengan beberapa syarat, salah satu syaratnya adalah

tidak terdapat alat musik, ketika ada kemaksiatan di dalamnya seperti adanya alat

musik, maka hukum menghadirinya berubah bisa jadi makruh atau haram. Dalam

jurnal ini juga memberikan beberapa pendapat ulama tentang hukum menghadiri

walimah, namun tidak menyebutkan pendapat ulama tentang hukum alat musik

dalam walimatul ‘urs, adapun penelitian ini, menyebutkan pendapat imam mazhab

tentang hukum musik.

e. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Seni Tari Jaipong Dalam Walimah Al-

‘Urs di Daerah Karawang, Jawa Barat, Skripsi yang ditulis oleh Aizuddin bin Sayuti

tahun 2012, dalam kesimpulannya, penulis skripsi ini menyebutkan bahwa hukum

mendatangi walimah ‘urs adalah sunnah muakkadah, serta, namun penelitian kami

sendiri mengambil pendapat mayoritas ulama yang mengatakan wajib.

Anda mungkin juga menyukai