Anda di halaman 1dari 8

7) ‫ب اَألَ ل َفاظِ ا ْل ِبدْ عِ َّي ِة الَّت ِْي‬ َّ ‫ب االِ ْلت َِزا ُم ِبا َ ْل َفاظِ ال‬

ِ ‫ َو َت َج ُّن‬,ِ‫ش ْر عِ َّي ِة فِي ا ْل َعقِ ْي َدة‬ ُ ‫َي ِج‬


7. Wajib untuk beriltizam, dengan lafadz-lafadz syar’iy dalam masalah aqidah dan menjauhi
lafadz-lafadz yang bid’ah. Dan lafadz-lafadz yang memiliki kemungkinan salah dan benar maka
diperjelas akan maknanya, maka yang benar kembali ditetapkan dengan lafadz syar’iy dan yang
bathil ditolak (15).

Point ini mejelaskan akan wajibnya kita berpegang kepada Istilah-istilah syar’i dalam masalah
aqidah hal ini disebabkan adanya kemungkinan pergeseran makna dari makana yang
sesungguhnya dikehendaki oleh Islam kepada makna yang menyimpang.

Contoh satu bentuk istilah yang bathil dari aqidah adalah ilmu kalam, ilmu metafisik, ilmu ilahiyat
(ketuhanan). Mereka menyebutnya sebagai ilmu kalam karena :

(a) Banyaknya pembicaraan tentang sifatul kalam.

(b) Ilmu kalam biasa juga disebut ilmu mantic karena menurut dugaan mereka bahwa aqidah
hanya dibahas secara retorika, secara umum tidak sampai pada persoalan akar dari aqidah.

Adapun istilah-istilah global yang kemungkinan mengandung makna benar dan salah, harus dicari
kejelasannya, apabila hak maka harus ditetapkan dengan istilah syar’I dan apabila salah harus
ditolak.

8) ‫ِص َم َة اِل َ ح ٍد‬ ْ ‘ َ‫ضالَ لَ ِة َو أَ َّما اَحضا ُدهَا َفال‬ ُ ‫ َواأل ُ َّم ُة فِي َم ْج ُمو عِ َها َم ْع‬, ‫س ْو ِل‬
َ ‫ص ْو َم ٌة مِنَ اإلَ ْجتِ َما ِع َعلَي‬ ُ ‫ِلر‬َ ‫اب َت ُة ل‬
ِ ‫اَ ْل َعصِ َم ُة َث‬
َ
ْ‫ َم َع اإلِ ْعتِذِا ُر لِ ْل َم ْخطِ ْي ءِ مِن‬,‫س َّن ِة ف َما قام عليه الد ليل قبل‬ ُّ ‫ب َو ال‬ َ
ِ ‫ف ِف ْي ِه االَ َئ َّم ِة َو َغ ْي ُر ُه ْم ف َم ْى ِج ُع ُه إِلَي ا ْل ِك َتا‬
ُ َ‫اج َتل‬
ْ ‫ َو َما‬. ‫ِم ْن ُه ْم‬
‫ُم ْج َت ِه ْيدِي األ ُ َّم ِة‬

8. Kema’shuman telah ditetapkan pada diri Rasul (16). Dan ummat ini secara keseluruhannya
adalah ma’shum dari kesepakatan akan kebatilan (17). Adapun secara pribadi-pribadi maka tidak
ada kema’shuman satu pun diantara mereka. Dan apa yang diantara para imam berselisih
didalamnya maka tempat kembalinya adalah Al Kitab dan As Sunnah, dengan memaklumi adanya
kesalahannya para mujtahid dari ummat ini (18).

Ma’shum adalah terpeliharanya seseorang dari kesalahan . ini juga bermakna jika seseorang
tersebut jatuh dalam ketersalahan ia tidak akan berlanjut dalam sebuah ketersalahan tersebut.
Satu satunya manusia yang ma’shum adalah Rasulullah. Secara bahasa lafaz ishmah menunjukkan
sifatnya adapun ma’sum menunjukkan orang/kelompok yang terjaga itu.

Prinsip ini penting untuk kita bahas sebab kadang kita menemui banyak orang yang terang-
terangan secara langsung atau tidak langsung mema’shumkan orang atau individu selain
Rasulullah.

Dari prinsip ke delapan ini menunjukkan bahwa ishmah itu tsabit yang ditetapkan bagi
Rasulullah, dengan kata lain di dunia ini tidak ada satupun individu yang ma’shum selain
Rasulullah. Ini juga bermakna bahwa tidak mungkin Rasulullah terjatuh atau melakukan suatu
kesalahan lalu kemudian ia dibiarkan oleh Allah . jika rasulullah melakukan kesalahan maka
akan ada teguran/pelurusan dari Allah, sehingga tidak mungkin terjadi keberlanjutan dalam
suatu kesalahan tersebut.

Adapun hikmah dima’shumkannya Rasulullah adalah agar ketersalahan yang beliau


lakukan tidak berkelanjutan sehingga menjadi sunnah bagi ummatnya.

Kemudian prinsip ini dilanjutkan dengan ummat secara keseluruhan ketika berijma’ juga
makshum dari kesesatan. Ini bermakna bahwa kaum muslimin sebagai satu ummat dalam satu
kesatuan juga makshsum, yakni terjaga atau tidak mungkin mereka itu ( kaum muslimin) sepakat
untuk melakukan suatu kesesatan atau menyetujui sebuah kesesatan sebab dikatan oleh
Rasulullah

‫ال تجتمع امتى على ضاللة‬

“Tidak mungkin ummatku itu sepakat diatas kesesatan”.

Maksudnya adalah bahwa seluruh kaum muslimin sebagai satu ummat tidak mungkin semuanya
sepakat atau menyetujui (baik mengamalkan atau tidak) sebuah kesesatan. Sehingga manakala
ada satu bagian tubuh kaum muslimin melakukan suatu kesalahan maka pasti ada bagian tubuh
kaum muslimin yang lain yang akan mengingatkannya, atau Jika ada suatu kelompok yang
melakukan suatu bid’ah maka akan senantiasa ada kelompok yang lain yang akan
mengingatkannya atau mengingkari bid’ahnya.

Kesimpulannya Ummat Isam sebagai satu kesatuan adalah ma’shum adapun secara individu tidak
ada kemakshuman bagi mereka sekalipun mereka dari kalangan ulama. Sebagaimana dikatakan
oleh imam Malik Bin Anas (Imam Darulhijrah)

“Seorang itu bisa diterima perkataannya dan bisa juga ditolak”

Artinya seorang mujtahid pun bisa salah dan bisa benar itu artinya tidak ma’sum. Jika demikian
kita bisa memahami bahwa seorang ulama bisa benar dan bisa salah. Sehingga pantaslahjika hal
tersebut dapat menimbulakan perbedaaan pendapat dikalangan ulama. Dengan kata lain dari
pendapat para ulama ada yang benar dan ada pendapat yang salah.

Sehingga jika ada ulama yang berbeda pendapat dalam suatu masalah maka tidak mungkin
semuanya benar. pasti ada salah satu atau sebagian yang benar dan sebagian lagi salah. Dan
untuk mengetahui mana yang benar maka rujukannya adalah kembali kepada al-Qur’an dan
Sunnah.

Jadi untuk mengetahui pendapat mana yang benar dan pendapat mana yang salah maka
dikembalikan kepada Al;qur’an dan Sunnah, karena Al-Qur'an itu adalah Hakim.
َ ‫س ُه ْم َبلْ هَّللا ُ ُي َز ِّكي مَنْ َي‬
‫شا ُء َواَل ُي ْظلَمُونَ َفتِياًل‬ َ ُ‫أَلَ ْم َت َر إِلَى الَّذِينَ ُي َز ُّكونَ أَنف‬

“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. 4 : 59)

Maka pendapat yang sesuai dan dikuatkan dengan dalil maka itulah yang kita terima. Rasulullah
bersabda :
َ ‫ص َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن ُه َما َع ِن الَّبِي صلَّي هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
‫سلَّ ْم أَ َّن ُه َقل َ إِ َذاا ْح َت َد ا ْلحا َ ِك ُم َفا‬ ُِ Hُ ‫ص ِح ْي َح ْي ِن َعنْ أَبِ ْي ه َُر ْي َر َة َو ُع ْم ُر ْو‬
ِ ‫بِن ا ْل َعا‬ َّ ‫َوف ِْي ال‬
َ
‫ان َوإِ َذ اإِ ْج َت َه َد َفا َ ْخ َطا َ َفلَ ُه أ ْج ٌر‬ ِ ‫ر‬َ ‫ج‬
ْ َ ‫أ‬ ُ
‫ه‬ َ ‫ل‬‫ف‬َ ‫ب‬
َ ‫ا‬ ‫ص‬
َ َ ‫أ‬

“Dalam sahih Bukhari dan Sahih Muslim dari Abu Hurairah dan amer ibnul Ash dari Nabi
bahwasanya beliau bersabda :”(apabila seorang hakim berijtihad kemudian benar, maka baginya
dua pahala , dan apabila dia berijtihad salah, maka baginya satu pahala”

Dari hadist di atas kita juga dapat memahami bahwa sikap terbaik yang harus kita tempuh
terhadap mujtahid yang pendapatnya salah adalah dengan tetap menghargai mereka dan tidak
mencelanya. Rasulullah mengatakan “ Kalau ia salah maka ia dapatkan satu pahala”. Perlu diingat
dengan baik ini adalah ungkapan nabawi. Mengapa mereka yang melakukan kesalahan tetap
mendapatkan pahala ? hal ini disebabkan mereka telah bersungguh-sungguh dalam ijtihadnya.
(asal kata (‫ جهد‬yakni mengerahkan segala potensi. Disamping itu Allah berfirman yang artinya
: “Allah tidak membebani seseorang diluar kemampuannya”.

Jadi kesimpulannya sikap kita adalah kita amalkan apa yang kita yakini kebenarannya
(pendapat yang benar) adapun bagi para mujtahid yang salah pendapatnya maka kita tidak
menyalahkan mereka bahkan kita berusaha untuk tetap memberikan udzur kepadanya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sengaja menulis sebuah buku berjudul Raf’ul malam anil
a’immatil a’lam yang berisi begitu banyak udzur yang bisa diberikan pada ulama yang salah
dalam berijtihad, diantara isinnya tentang hal-hal yang menyebabkan mujtahid itu salah dalam
ijtihadnya diantaranya adalah : belum sampai padanya hadist atau dalil tentang masalah yang
diperselisihkan itu.

9) ‫ص ِد َق ُة َحقٌّ َو َه ِذ ِه‬ َّ ‫س ُة ال‬


َ ‫ َوا ْلف َِرا‬,ِ‫ َو ه َِي ُج ْز ٌء ِم َنال ُّن ُب َّوة‬, ُّ‫صا ل َِح ُة َحق‬ َّ ‫ َوال ُر ْؤ َيا ال‬,‫فِي األ ُ َّم ِة َم َحدَّ ُث ْونَ ُم ْل َه ُم ْونَ كعمر بن الخطاب‬
ْ ‫صد ًَر الِ ْل َعقِ ْي َد ِة َوالَ لِل َّت‬
‫ش ِر ْي ِع‬ ْ ‫ستْ َم‬ َ ‫ش ْى ِع – َولَ ْي‬ َّ ‫ش ْرطِ َم َو َفقِتِ َها لِل‬
َ ‫ ِب‬- ُ‫ش َرات‬
ِّ ‫َوفِ ْي َها َك َرا َما تٌ َو ُم َب‬

9. Dalam ummat ini ada orang yang muhaddatsunt (19)dan mulhamunt (20). Dan mimpi
shalihah itu adalah benar adanya dan yang demikian itu adalah satu bagian dari Nubuwah, dan ini
adalah karamah dan mubasyirat dengan syarat bahwa ia sesuai dengan syari’at dan bukan pula
sumber dalam aqidah dan penetapan urusan syari’at (21).

Prinsip ini menerangkan seputar ilham, firasat dan mimpi. Bahawa diantara ummat ini ada orang-
orang yang diberikan karunia oleh Allah, berupa ilham yang haq (firasat-firasat yang benar salah
satunya adalah sahabat umar bin khattab) sahabat ini biasa juga disebut ALMUHADDITS
ALMULHAM.

Contohnya : salah satu sebab nuzul ayat hijab pada ayat yang pertama, dimana orang-orang
mu’min diingatkan oleh Allah agar mereka meminta izin kepada Rasulullah sebelum masuk dan
tidak berlama-lama dalam rumah nabi. Ketika itu umar bertanya “Wahai Rasulullah sebaiknya
engkau memerintahkan kepada istri-istrimu untuk berhijab sebab banyak orang yang masuk
untuk menemuimu dan diantara merekan ada orang yang baik dan ada pula yang tersimpan
kejahatan didalam hatinya.
Kisah dari Umar menunjukkan adanya orang-orang yang diberikan ilham yang benar yang Kadang
karena perkataannya Allah menurunkan ayat. Kesimpulannya ada orang-orang tertentu dari
ummat ini yang diberikan ilham yang benar namun perlu diingat bahwa kemungkinan ini memilki
syarat tertentu (tidak semua orang yang mengaku dapat ilham itu dapat dipercaya). Diantaranya :

1. Ma’rifatnya pada Allah, Rasulullah, dan din Islam secara benar

2. I’ttiba pada sunnah Rasulullah lahir dan bathin.

Ibnu Taimiyah menjelaskan masalah ini dan menghubungkannya dengan surah al-Baqarah : 282 “
Bertaqwalah engkau pada Allah”.

Makna turunnya ayat ini adalah kenalilah Allah, kenalilah Rasulullah dan kenalilah din Islam ini
maka Allah akan membalasnya dengan memgajarkan ilmu dan ilmu ini dapat berupa ilham dan
firasat yang benar dimana Ahlusunnah waljama’ah mempersyaratkan ma’rifat dan I’tiba
didalamnya.

Ketika Ibnu Taimiyah menyebutkan dan menjelaskan ayat diatas dan beliau mengangkat kisah
Dajjal yang pada kening terdapat tulisan ‫ كفر‬yang dapat dibaca oleh setiap mu’min. Ibnu Taimiyyah
menyebutkan bahwa hadits ini menunjukkan bahwa seorang mu’min (orang yang benar
keimanannya) akan jelas baginya perkara-perkara yang tidak jelas bagi orang lain (kafir).

Hal diatas juga menunjukan akan keutamaan orang-orang yang benar keimanannya, dimana Allah
akan senantiasa membimbing dan mengarahkan mereka sehingga mereka tidak putus asa dan
bersedih hati serta dapat menyikapi setiap fitnah yang dihadapinya, sehingga berkenaan dengan
ini Umar Bin Khattab berkata :

“dekat-dekatlah kalian dengan mulut-mulut atau lisan-lisan orang yang taat kepada Allah dan
dengarkan dari mereka apa yang mereka katakan”.

Sebab akan menjadi jelas bagi mereka orang-orang yang taat kepada Allah, banyak perkara yang
benar. Jadi jika ada penjelasan ulama kita dengarkan baik-baik jangan seperinya kita yang lebih
tahu dan faham dari pada mereka. Dikatakan juga oleh Ulama Abu Ustman an-Naisaburi (nama
Aslinya sa’id Ibnu Sallam al-Maghribi) beliau disebut dalam kitab-kitab sejarah sebagai syeih
sufiyah tetapi apa yang dikatakannya? Thoriqah atau jalan yang paling selamat dari ketertipuaan
adalah dengan iltizam pada syariat. Jika hal ini di dengar oleh orang-orang sufi pada zaman
sekarang ini maka tentulah mereka akan heran mengapa ada orang sufi yang mengatakan
perkataan seperti ini. .

Barang siapa yang memberlakukan sunnah bagi dirinya baik berupa perkataan maupun perkataan
lalu ada orang yang mau memberlakukannya, maka orang seperti ini dia akan mengucapkan
hikmah atau apa yang dia ucapkan adalah hikmah, dan barang siapa yang memberlakukan haa
nafsu pada dirinya baik perkataan maupu perbuatan maka ia akan mengeluarkan bid’ah pada
dirinya. Maka orang yang taat akan diberikan petunjuk.

Dan dikatakan juga oleh syeikh al-Kirmani “barang siapa yang menundukkan pandangannya
karena Allah dan menahan diri dari perkara-perkara yang subhat dan memakmurkan dirinya
dengan murqabah serta memakmurkan lahiriahnya dengan it’tiba’ pada sunnah dan membiasakan
dirinya untuk memakan makanan yang halal nmaka insya Allah firasatnya itu tidak akan salah.

Jadi kesimpulannya untuk mendapatkan firasat yang benar syaratnya adalah :

(1). Taqwa kepada Allah (2). Ittiba’ kepada Rasulullah (3). Dekat dengan orang-orang yang taat,
(4). Memakmurkan batinnya dengan muraqabah. (5). Memakmurkan lahiriahnya dengan ittiba’
pada sunnah dan (6). Membiasakan diri dengan makanan yang halal.

Mimpi yang benar itu hak dan ia merupakan satu bagian dari bagian-bagian kenabian atau
nubuwah. Mimpi itu bisa saja benar dan bisa saja salah. Dari sahabat Abu Hurairah ra.

Dalam hadist riwayat Muslim dan Tirmidzi disebutkan bahwa mimpi itu ada tiga macam :

1. Mimpi yang sholeh yang merupan kabar gembira dari Allah.

2. Mimpi yang membuat sedih datang dari syaitan.

3. Mimpi yang sama kedudukannya ketika ia berbicara dengan dirinya sendiri dan mimpi itu
benar atau tidak timbangannya adalah al-Quran dan Sunnah dan tidak akan keluar dari ketiga hal
diatas.

Ketika seseorang mendapatkan mimpi yang benar maka tidak serta merta hal tersebut
menunjukkan bahwa dia adalah seorang nabi karena hal tersebut hanya merupakan satu bagian
dari bagian kenabian atau nubuwah dan dia belum mendapatkan bagian-bagian lainnya.

Firasat yang benar itu haq (kuraang lebih sama dengan masalah mimpi).

Ibnu Qayyim dalam bukunya Syiasya syar’iyah beliau mengisyaratkan bahwa politik yang benar
hanya bisa dilakuka oleh para ulama yang betul-betul tahu al-Quran dan sunnah sebab merekalah
yang diberikan firasat yang benar dari Allah.

Ada kisah seoorang akhwat al-Jazair menelpon kepada syeikh al-Bani dan ia mengatakan ia mimpi
bertemu dengan Rasulullah di jalan dan setelah Rasulullah hilang dari jalan itu ia melihat syeih al-
bani berjalan diatas jalan yang tadinya dipijaki oleh Rasulullah. Ini merupakan contoh Inya Allah
mimpi yang haq dan inimenunjukkan apa yang dilakukan oleh syeikh al-Bani selama ini dalam
menyebarkan dan melindungi sunnah telah betul-betul benar.

Ilham, mimpi, dan firasat itu bisa mengandug karamah atau kabar gembira tetapi harus sesuai
dengan syariat. Walaupun ilham,mimpi dan firasat itu ada yang benar tetapi ia tidak bisa
dijadikansebagai sumber atau landasan dalam pengambilan aqidah, kalau mimpinya itu sejalan
dengan al-Quran dan sunnah maka bukan mimpinya yang jadi landasan tetapi al-Quran dan
sunnahlah yang tetap menjadi landasan.

Hal ini sekaligus sebagai bantahan terhadap apa yang banyak dilakukan oleh orang-orang sufi yang
sering kali menjadikan bisikan kalbu dan mimpi–mimpinya sebagai hujjah atau alasan terhadap
suatu perbuatan.

Muhaddatsun jamak dari muhaddaats. ‫ ُم َحدَّ ُث ْو ن‬, para ulama berbeda penafsirannya. Ada yang
mengatakan : Orang yang diilhami, mereka mengatakan : Al muhaddats ialah seseorang yang
dugaanya tepat, yaitu seseorang yang dilontari sesuatu dari sisi Allah dalam spontanitas,
sehingga ia seperti seorang yang berbicaranya dijalankan oleh yang lain. (Makna inilah yang
ditetapkan oleh Abu Ahmad Al-Askari’). Ada lagi yang mengatakan : (ia adalah seorang yang
bukan nabi tetapi dituntun bicaranya oleh malaikat).

Dan lain-laian penafsiran lagi , tetapi makna MUHADDATS pada pokoknya berkisar mengenai
(seseorang yang berkata atau berlaku benar berdasarkan tuntunan ilham dari Allah padahal ia
bukan Nabi). Dalam sahih Bukhari Nabi bersabda : “….. Kalau umatku ada demikian, maka ia
adalah Umar”

Hadits Muhaddatsun Mulhamun :

“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Qazaah, telah menceritakan kepada kami
Ibrahim bin Sa’d dari ayahnya dari Abi Salamah, dari Abi Hurairah berkata: Bersabda rasululah :

‫س ُم َحدَّ ُث ْونَ َفا نْ َي ُك ف ِْي أُ َّمت ِْي أَ َح ٌد َف ِا أَ َح ٌد َف ِا َّن ُه ُع َم َر‬


ٌ ‫لَ َقدْ كا َ نَ ِف ْي َما َق ْبلَ ُك ْم مِنَ اال ُ َم ِم َنا‬
“Sungguh adalah di dalam umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang dituntun bicaranya
dengan ilham, maka jika diantaranya umatku ada seseorang (yang demikian), maka
Sesungguhnya ioa dalah Umar”

Tentang mimpi shalihah :

ّ ‫ش َراتُ ؟ َقا ل‬
‫الر ْؤ َيا‬ ِّ ‫ت َقا ل ُ ال ُم َب‬ ِّ ‫ُُِِن ُب َّو ِة إِ االَّ ال ُم َب‬H ‫ لَ ْم َي ْبقَ مِنَ ال‬: ُ ‫ش ْو ل َ هَّللا َيقُ ْول‬
ِ ‫ش َرا‬ َ َ ‫عَنْ أَ بِ ْي ه َُر ْي َر ة َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن ُه َقل‬
ُ ‫سم ِْعتُ َر‬
‫صا ل َِحة‬َّ ‫ال‬
“Dan dari Abi Hurairah berkata :” Aku mendengar Rasulullah bersabda :”Tidak ada lagi wahyu
kenabian kecuali mubassyirat, para sabat bertanya :”apakah mubassyirat itu”Rasulullah
menjawab : Mimpi yang shalihah” (HR. Bukhari)

1325 ‫ص َدقُ ُك ْم‬ ْ َ‫ِب َوأ‬ ُ ‫الزمَانُ َل ْم َت َكدْ ُر ْؤ َيا ا ْل ُم ْسل ِِم َت ْكذ‬ َّ ‫ب‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫س َّل َم َقال َ إِ َذا ا ْق َت َر‬ َ ‫ َع ِن ال َّن ِب ِّي‬: ‫ِيث أَ ِبي ه َُر ْي َر َة َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن ُه‬ ُ ‫َحد‬
‫هَّللا‬
‫صال َِح ِة ُبش َرى مِنَ ِ َو ُر ْؤ َيا‬ْ َ ٌ َ ‫اَل‬
َّ ‫الر ْؤ َيا ث ثة ف ُر ْؤ َيا ال‬ َ ُّ ْ
ُّ ‫س َوأ ْر َبعِينَ ُجز ًءا مِنَ الن ُب َّو ِة َو‬ َ َ ْ ْ ً
ٍ ‫صدَ قك ْم َحدِيثا َو ُر ْؤ َيا ال ُم ْسل ِِم ُجز ٌء مِنْ خ ْم‬ ُ ُ َ
ْ ‫ُر ْؤ َيا أ‬
ُّ ‫اس َقال َ َوأُح‬
‫ِب ا ْل َق ْي َد‬ َ ‫ِّث ِب َها ال َّن‬ ْ ‫صل ِّ َواَل ُي َحد‬ َ ‫س ُه َفإِنْ َرأَى أَ َح ُد ُك ْم َما َي ْك َرهُ َف ْل َيقُ ْم َف ْل ُي‬ َ ‫دِّث ا ْل َم ْر ُء َن ْف‬
ُ ‫ان َو ُر ْؤ َيا ِم َّما ُي َح‬
ِ ‫ط‬َ ‫ي‬
ْ َّ
‫ش‬ ‫ال‬ َ‫ِن‬ ‫م‬ ٌ‫َت ْح ِزين‬
َ‫يرين‬ ِ ِ‫س‬ ُ َ َ َ ِ ْ
ُ‫ِّين ف أدْ ِري ه َُو فِي ال َحدِيث أ ْم قاله ابْن‬ َ ‫اَل‬ َ ٌ‫ات‬ َ َ ْ
ِ ‫* َوأك َرهُ الغل َّ َوالق ْي ُد ث َب فِي الد‬ ُ ْ ْ َ

Diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a katanya: Dari Nabi Baginda bersabda: Apabila Kiamat
semakin dekat, mimpi seorang muslim hampir tidak dusta. Mimpi salah seorang di antara kamu
yang paling dekat dengan kebenaran adalah mimpi orang yang paling jujur dalam berbicara.
Mimpi seorang muslim adalah satu daripada empat puluh lima bahagian kenabian. Mimpi itu
sendiri terbagi kepada tiga aspek yaitu: Mimpi baik, adalah khabar gembira yang datang dari
Allah. Mimpi sedih, adalah mimpi yang datang dari syaitan. Kemudian mimpi yang datang dari
bisikan diri sendiri, yaitu jika salah seorang di antara kamu bermimpi yang tidak menyenangkan,
maka hendaklah beliau bangun dari tidur lalu mengerjakan sembahyang dan dikehendaki jangan
beliau ceritakan mimpi tersebut kepada manusia. Baginda bersabda lagi: Aku sangat menyukai
seutas tali dan tidak menyukai sebuah belenggu. Tali adalah lambang keteguhan dalam beragama.
Akan tetapi aku tidak tahu apakah yang terakhir ini adalah termasuk Hadis atau sekadar ucapan
Ibnu Sirin sahaja *

Tentang firasat yang shadiqah :

Ada sebuah firasat yang disebut FIRASAT IMANIYAH disebabkan oleh sebuah nur yang
dilemparkan oleh Allah ke dalam hati hambaNya. Pada hakekatnya ia merupakan lintasan
pengetahuan yang spontanitas menghujam ke dalam hati, yang menerkam mangsanya. Firasat
jenis ini sesuai dengan kadar keimanan. Semakin kuat keimanan seseorang, ia semakin bisa
mendapatkan firasat. Ada dua jenis firasat yang lain tidak ada kaitanya dengan keislaman
seseorang. (Simak syarah thahawiyah.. hal 452)

“Hai kaum kami, Sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (alQurab) yang ditirunkan
setelah Musa yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya lagi memipin kepada kebenaran dan
kepada jalan yang lurus. (Al-Ahqaf:30)

Siapakah yang ma’sum ? dan apakah itu ma’sum ?

Ma’sum adalah terpeliharanya seseorang dari kesalahan . Orang yang terpelihara dari kesalahan
itu artinya dia tidak akan berlanjut dari sebuah ketersalahan tersebut .

Isma : Sifatnya

Ma’sum : Orang / kelompok yang terjaga itu.

Prinsip ini menjadi penting ketika kitamenemui banyaknya orang yang terang-terangan secara
langsung atau tidak langsung mema’sumkan orang atau individu selain Rasulullah . Dari
prinsip ke delapan ini menunjukkan bahwa isma itu tsabit yang ditetapkan bagi Rasulullah
artinya didunia ini tidak ada satupun individu /person/ insan yang ma’sum selain Rasulullah
.

Apa artinya Rasulullah itu ma’sum ? artinya tidak mungkin Rasulullah terjatuh atau melakukan
suatu kesalahan lalu kemudian ia dibiarkan oleh Allah . Kalau ada kesalahan maka akan ada
teguran / pelurusan dari Allah bahwa apa yang engkau lakukan wahai Muhammad itu adalah
salah. Atau tidak mungkin terjadi keberlanjutan dalam suatu kesalahan, itulah yang dimaksudkan
dengan prinsip bahwa Rasulullah itu Ma’sum.

Dan tidak ada orang seperti ini selain Rasulullah artinya selain Beliau maka pasti
punya kemungkinan terjatuh dalam kesalahan atau mungkin saja ia akan berkelanjutan jatuhn
dalam kesalahan tersebut. Sebab hanya Rasulullah yang tidak berkelanjutan dalam sebuah
kesalahan sebab beliau akan ditegur oleh Allah

Sebab kalau beliau dibiarkan begitu saja melakukan suatu kesalahan dan tidak ditegur dan
diluruskan oleh Allah maka hal itu akan menjadi sunnah bagi ummatnya dan itu berarti bahwa
apa yang dilakukan itu boleh dikerjakan. Itulah sebabnya kenapa Rasulullah selalu ditegur
oleh Allah .

Jadi dalam tataran individu tida satu orang individupun yang ma’sum kecuali Rasulullah
, tetapi kaum muslimin sebagai satu ummat dalam satu kesatuan maka itu ma’sum (terjaga atau
tidak mungkin mereka itu ( kaum muslimin) sepakat untuk melakukan suatu kesesatan atau
menyetujui sebuah kesesatan sebab dikatan oleh Rasulullah
Artinya : Tidak mungkin ummatku itu sepakat diatas kesesatan.

Maksudnya adalah bahwa seluruh kaum muslimin sebagai satu ummat tidak mungkin semuanya
sepakat atau menyetujui ( Baik mengamalkan atau tidak ) sebuah kesesatan. Sehingga manakala
ada satu bagian tubuh kaum muslimin melakukan suatu kesalahan maka pasti ada bagian tubuh
kaum muslimin yang lain yang akan mengingatkannya ( ingkaru mungkar). Jika ada suatu
kelompok yang melakukan suatu bid’ah maka kelompok yang lainnya itu akan mengingatkannya
atau mengingkari bid’ahnya.

Jadi sebagai satu kesatuan maka ummat Islam itu ma’sum sedangkan secara pribadi-
pribadi seperti fulan dan fulan maka ia tidak ma’sum . siapapun dia apakah dia syaikhul Islam ibnu
Taimiyah , ibnul Qayyim, syekh utsaimin, al-albani secara pribadi-pribadi maka mereka itu tidak
ma’sum namun sebagai bagian dari kesatuan ummat Islam maka secara keseluruhan ummat
Islam itu ma’sum. Itulah sebabnya sebabnya kita sering membaca pernyataan para ulama kita
seperti dikatakan oleh imam Malik Bin Anas (Imam Darulhijrah)

“Seorang itu bisa diterima perkataannya dan bisa juga ditolak

Anda mungkin juga menyukai