Kata Pengantar
Puji syukur kita atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmatnya sehingga makalah
ini dapat tersususn sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya
Penulis sangat berharap semoga semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca pratekkan dalam kehidupan sehari hari
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangundari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Latar Belakang
Masalih al-Mursalah atau lengkapnya al-Masalihul Mursalah berarti kemaslahatan
yang dilepaskan. Masalih bentuk jamak dari maslahah yang artinya kemaslahatan,
kepentingan. Mursalah artinya terlepas, dengan demikian Masalih al-Mursalah berarti
kemaslahatan yang terlepas. Maksudnya adalah penepatan hukum berdasarkan kepada
kemaslahatan, yaitu manfaat bagi manusia atau menolak kemudaratan atas mereka,
sedangkan dalam syarak (nas) belum atau tidak ada ketentuannya.
Para ulama Islam sepakat bahwa sumber utama hukum Islam adalah al-Qur’an dan
hadits. Sumber (dalil-dalil) lain seperti ijma’,qiyas, istihsan, mashlahah mursalah masih
diperselisihkan, baik eksistensinya maupun intensitasnya sebagai dalil hukum.Namun yang
penulis bahas adalah mashlahat/istishlah. Mashlahat merupakan suatu dalil hukum yang dapat
memberikan gerak yang lebih cepat dan luas kepada para mujtahid untuk berfikir, karena
tidak begitu banyak memerlukan kaitan pada nash sebagaimana yang berlaku pada qiyas.
Namun yang lebih ditekankan adalah suatu keyakinan bahwa di dalamnya terdapat mashlahat
umat.
Aplikasi mashlahat di masa sahabat telah banyak dirintis dan diprakarsai di antaranya
oleh Umar ibn Khattab terhadap masalah-masalah baru yang tidak ditemukan pada masa
Nabi. Seperti ‘Umar tidak memberikan hak zakat untuk mu’allaf yang jelas tersurat di dalam
al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60
ِ ت لِ ْلفُقَ َر ۤا ِء َو ْال َم ٰس ِكي ِْن َو ْال َعا ِملِ ْينَ َعلَ ْيهَا َو ْال ُمَؤ لَّفَ ِة قُلُوْ بُهُ ْم َوفِى ال ِّرقَا
ِ ب َو ْالغ
َار ِم ْينَ َوفِ ْي ُ صد َٰق
َّ اِنَّ َما ال
ْضةً ِّمنَ هّٰللا ِ ۗ َوهّٰللا ُ َعلِ ْي ٌم َح ِك ْي ٌم هّٰللا
َ َسبِي ِْل ِ َواب ِْن ال َّسبِي ۗ ِْل فَ ِري
Artinya : Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil
zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk
(membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam
perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. (QS:At-
Taubah 60).
tindakan tidak membagikan harta rampasan tanah di Iraq untuk pasukan perang, yang
sebenarnya berbenturan dengan ketentuan al-Qur’an didalam surat Al-Anfal ayat 41
َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَنَّ َما َغنِ ْمتُ ْم ِّم ْن َش ْي ٍء فَا َ َّن هّٰلِل ِ ُخ ُم َسهٗ َولِل َّرسُوْ ِل َولِ ِذى ْالقُرْ ٰبى َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َم ٰس ِك ْي ِن َوا ْب ِن
ِّال َّسبِ ْي ِل اِ ْن ُك ْنتُ ْم ٰا َم ْنتُ ْم بِاهّٰلل ِ َو َمآ اَ ْنز َْلنَا ع َٰلى َع ْب ِدنَا يَوْ َم ْالفُرْ قَا ِن يَوْ َم ْالتَقَى ْال َج ْم ٰع ۗ ِن َوهّٰللا ُ ع َٰلى ُكل
َش ْي ٍء قَ ِد ْي ٌر
Artinya: Dan ketahuilah, sesungguhnya segala yang kamu peroleh sebagai rampasan perang,
maka seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil,
(demikian) jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada
hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu pada hari bertemunya dua pasukan. Allah
Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS Al-Anfal 41)
penetapan terhadap orang yang sekaligus menjatuhkan talak tiga, dianggap jatuh tiga
juga, padahal menyalahi sunnah Nabi yang menetapkan jatuh satu, tidak menjatuhkan
hukuman had kepada pencuri karena terpaksa dalam kondisi kelaparan dan lain-lain. Semua
itu menurutnya, cara itulah yang paling umum mashlahatnya. (Misran, 2015)
Lantaran itulah suatu anggapan bahwa Islam adalah agama yang hak dan kekal,
selaras dengan akal, situasi, generasi dan bangsa.Tetapi dalam realitas sosial yang banyak
permasalahan yang belum terjamah. Ungkapan ini memberikan indikasi bahwa Islam telah
memberikan solusi alternatif terhadap permasalahan umat yang kini terjadi dan mungkin
timbul di masa yang akan datang. Bahkan Islam telah memberikan otoritas penuh kepada
setiap pengikutnya untuk mengkaji dan berfikir guna menghadapi segala bentuk perubahan
dan perkembangan dalam kaitannya dengan masalah hukum.Oleh karena itu, para mujtahid
dituntut bekerja keras memecahkan dan mencari jalan keluarnya, melakukan ijtihad dalam hal
menginterpretasikan sumber-sumber tekstual, termasuk di dalamnya memecahkan kasus-
kasus yang secara tekstual tidak didapati. Sejalan dengan itu dalam upaya memfatwakan
hukum terhadap kasus-kasus yang muncul dewasa ini, maka mashlahatlah di antara alternatif
pemecahannya.
Rumusan masalah
Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini berusaha untuk mengetahui sejauh mana pendapat para ulama dengan
adanya Masalih Al-Mursalah sebagai landasan hukum
2. Penelitian ini menjelaskan sejauh mana upaya yang dilakukan para ulama dalam
mensyaratkan Masalih Al-Mursalah sebagai landasan hukum
3. Penelitian ini untuk memenuhi tugas mata pelajaran fiqih
BAB II
PEMBAHASAN
Jumhur Ulama bersepakat bahwa maslahah mursalah adalah merupakan asas yang
baik bagi dibentuknya hukum-hukum Islam. Hanya saja jumhur Hanafiyah dan Syafi’iyyah
mensyaratkan tentang maslahah ini, hendaknya ia dimasukkan di bawah qiyas, yaitu
sekiranya terdapat hukum ashal yang dapat diqiyaskan kepadanya dan juga terdapat illat
mundhabith (tepat). Sehingga dalam hubungan hukum itu terdapat tempat untuk merealisir
kemaslahatan. Berdasarkan pemahaman ini mereka berpegang pada kemaslahatan yang
dibenarkan syara’, tetapi mereka lebih leluasa dalam mengganggap maslahah yang
dibenarkan syara’ ini, karena luasnya mereka dalam soal pengakuan syari’ (Allah) terdapat
illat sebagai tempat bergantungnya hukum, yang merealisir kemaslahatan. Sebab hampir
tidak ada maslahah mursalah yang tidak ada dalil yang mengakui kebenarannya. (Rusli,
2013)
Sebenarnya, dalam masalah ini, empat imam madzhab mengakui apa yang disebut
maslahah. Hanya saja jumhur ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah berupaya memasukkan
maslahah ke dalam qiyas. Mereka dalam masalah ini keras, demi memelihara hukum dan
berhati-hati dalam soal pembentukan hukum. Adapun golongan Malikiyah dan Hanabiyah,
mereka menjadikannya sebagai dalil yang berdiri sendiri dengan nama maslahah mursalah.
Jumhur ulama ada yang menolak atas Masalih Al-Mursalah sebagai landasan hukum.
Berikut adalah beberapa pendapat ulama
1. Bahwa dengan nash-nash dan kias yang dibenarkan syariat senantiasa memperhatikan
kemaslahatan umat manusia. Tidak ada satu pun kemaslahatan manusia yang tidak
diperhatikan oleh syariat melalui petunjuknya
2. Pembinaan hukum islam yang semata mata didasarkan kepada maslahat yang tidak
didukung dengan dalil dalil dari nash berarti membuka pintu bagi keinginan hawa
nafsu
3. Akan melahirkan perbedaan hukum akibat perbedaan wilayah dan daerah, bahkan
karena perbedaan masyarakat akan melahirkan pendapat perseorangan dalam satu
perkara. (pakarindo)
a. Kemaslahatan sesuai dengan prinsip-prinsip apa yang ada dalam ketentuan syari’
yang secara ushul dan furu’nya tidak bertentangan dengan nash.
Artinya: dia telah memilih kamu, dan dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam
agama (QS: Al-Hajj 78)
2. Menurut Abdul Wahab Khallaf Maslahah mursalah dapat dijadikan sebagai legislasi
hukum Islam bila memenuhi syarat yang diantaranya adalah:
a. Berupa maslahah yang sebenarnya (secara haqiqi) bukan maslahah yang sifatnya
dugaan, tetapi yang berdasarkan penelitian, kehati-hatian dan pembahasan mendalam serta
benar-benar menarik manfa’at dan menolak kerusakan
b. Berupa maslahah yang bersifat umum, bukan untuk kepentingan perorangan, tetapi
untuk orang banyak.
c. Tidak bertentangan dengan hukum yang telah ditetapkan oleh nash (al-Qur’an dan
al-Hadits) serta ijma’ ulama.
3. Menurut Al-Ghozali Maslahah mursalah dapat dijadikan sebagai landasan hukum bila:
c. Maslahah mursalah adalah sebagai tindakan yang dzaruri atau suatu kebutuhan
yang mendesak sebagai kepentingan umum masyarakat. (putra, 2002)
4. Menurut Jumhurul Ulama Menurut Jumhurul Ulama bahwa maslahah mursalah dapat
sebagai sumber legislasi hukum Islam bila memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Maslahah tersebut haruslah “maslahah yang haqiqi” bukan hanya yang berdasarkan
prasangka merupakan kemaslahatan yang nyata. Artinya bahwa membina hukum
berdasarkan kemaslahatan yang benar-benar dapat membawa kemanfaatan dan menolak
kemazdaratan. Akan tetapi kalau hanya sekedar prasangka adanya kemanfaatan atau
prasangka adanya penolakan terhadap kemazdaratan, maka pembinaan hukum semacam itu
adalah berdasarkan wahm (prasangka) saja dan tidak berdasarkan syari’at yang benar.
Dari ketentuan di atas dapat dirumuskan bahwa maslahah mursalah dapat dijadikan
sebagai landasan hukum serta dapat diaplikasikan dalam tindakan sehari-hari bila telah
memenuhi syarat sebagai tersebut di atas, dan ditambahkan maslahah tersebut merupakan
kemaslahatan yang nyata, tidak sebatas kemaslahatan yang sifatnya masih prasangka, yang
sekiranya dapat menarik suatu kemanfaatan dan menolak kemudaratan. Dan maslahah
tersebut mengandung kemanfa’atan secara umum dengan mempunyai akses secara
menyeluruh dan tidak melenceng dari tujuan-tujuan yang dikandung dalam al-Qur’an dan
al-Hadits. (Djamil, 1995)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan tersebut di atas, terkait mashalih mursalah, penulis menarik beberapa
kesimpulan:
Saran
Saran yang bisa penulis berikan perlu adanya metode penelitian lebih lanjut akan
upaya peningkatan diskusi terhadam generasi modern sebagai sala satu cara
memaksimalkan potensi generasi dalam membentengi dirinya dari radikalisme agama yang
berkembang. Hal ini tentunya membutuhkan semangat luar biasa terhadap generasi bangsa
untuk mengetahui sumber landasan hukum dalam agam islam yang khususnya terkait
dengan mashlahah mursalah.
References
Djamil, F. (1995). filsafat hukum islam . logos wacana ilmu .
pakarindo, v. (n.d.). mashalih al mursalah . jln.Bromo, balang,Karanglo, klaten selatan, klaten, jawa
tengah : viva pakarindo.
putra, A. M. (2002). mashlahah mursalah dan relevensinya dengan pembaharuan hukum islam .
filsafat hukum islam alghozali.
Rusli, M. (2013). validitas maslahat al mursalah sebagai sumber hukum . bandar lampung.