Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang sempurna. Islam telah mengatur seluruh sisi

kehidupan manusia. Kesempurnaan Islam pun telah Allah jelaskan dalam Q.S.Al-

Maidah ayat 3:

ۚ ‫يت لَ ُك ُم ٱإْل ِ ْس ٰلَ َم ِدينًا‬


ُ ‫ض‬ ُ ‫ت لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم َوأَ ْت َم ْم‬
ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِى َو َر‬ ُ ‫ْٱليَ ْو َم أَ ْك َم ْل‬

‫ف إِّل ِ ْث ٍم ۙ فَإِ َّن ٱهَّلل َ َغفُو ٌر َّر ِحيم‬ َ ‫فَ َم ِن ٱضْ طُ َّر فِى َم ْخ َم‬
ٍ ِ‫ص ٍة َغ ْي َر ُمتَ َجان‬

Artinya: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-

cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.

Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,

sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dari ayat tersebut, betapa Allah menjadikan Islam rahmatan lil alamin dan

sesempurna agama. Islam membawa perubahan bagi manusia dari seluruh sisi

baik berupa ibadah, muamalat, maupun hablum minal alam. Ajaran Islam juga

membuat seluruh sendi-sendi kehidupan, mulai dari etika, tuntutan

kemasyarakatan, tata negara, sampai hubungan internasional.

Salah satu persoalan yang diatur secara rapi dan sempurna oleh islam yakni

Salat. Salat adalah ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan dengan perbuatan yang

diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang

1
telah ditentukan syara”. Juga salat merupakan penyerahan diri (lahir dan bathin)

kepada Allah dalam rangka ibadah dan memohon ridho-Nya.

Salat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah

mukallaf dan harus dikerjakan baik bagi mukimin maupun dalam perjalanan. Salat

merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Salat didirikan atas lima sendi

(tiang), sehingga barang siapa mendirikan salat, maka ia mendirikan agama

(Islam), dan barang siapa meninggalkan salat,maka ia meruntuhkan agama

(Islam).

Salat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali,

berjumlah 17 rakaat. Salat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan

tanpa kecuali bagi muslim mukallaf baik sedang sehat maupun sakit. Selain salat

wajib ada juga salat–salat sunah, dan salat itu sangat dianjurkan berjemaah. Salat

berjemaah lebih utama dan lebih baik dari pada salat sendirian sebagaimana sabda

Rasulullah.S.A.W:

‫صلَّى‬
َ ِ‫صانِ ْي َحبِ ْيبِ ْي َرس ُْو ُل هللا‬
َ ‫أو‬
ْ :‫وعن أبي هريرة رضي هللا عنه قال‬

َ ‫صالَةَ َم َع ْال َج َما َع ِة َولَ ْو ُك ْن‬


‫ت‬ َ َ‫هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَق‬
َ َ‫ “يَا أبَا هُ َري َْرة‬:‫ال لِ ْي‬
َّ ‫صلِّ ال‬

َ ‫صاَل ٍة َم َع ْال َج َما َع ِة ثَ َو‬


ٍ ‫اب َخ ْم‬
‫س‬ َ ِّ‫ْك بِ ُكل‬
َ ‫إن هللاَ تَ َعالَى يُ ْع ِطي‬
َّ َ‫ ف‬،‫َجالِسًا‬

‫صاَل ةً فِ ْي َغي ِْر ْال َج َما َع ِة‬


َ ‫ َو ِع ْش ِري َْن‬1

1
Al-Mahfani,Khalilurrahman, Buku Pintar Shalat, Tanggerang : Wahyu Media, 2007 hal 128

2
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, “Kekasihku Rasulullah saw. telah memberikan

pesan kepadaku, lalu beliau bersabda kepadaku, “Wahai Abu Hurairah, salatlah

bersama jemaah meskipun dengan duduk, karena sungguh Allah ta’’la akan

memberikanmu di setiap salat jemaah dua puluh lima pahala salat dengan tanpa

berjamaah.”

Dalam pelaksaan salat berjemaah ada pula aturan atau ketentuan. Aturan itu

harus sesuai dengan syariat islam. Salat berjemaah diluar syariat tidak

diperbolehkan, salah satu aturannya adalah setiap salat harus diluruskan dan

dirapatkan sebagaimana sabda Rasulullah.S.A.W:

ِ‫ َخ َر َج َعلَ ْينَا َرسُو ُل هللا‬:‫ال‬


َ َ‫َع ْن َجابِ ِر ب ِْن َس ُم َرةَ رضي هللا عنه ق‬

‫ُف ْال َماَل ئِ َكةُ ِع ْن َد َربِّهَا؟‬ ُ َ‫ أَاَل ت‬:‫ال‬


َ ُّ‫صف‬
ُّ ‫ون َك َما تَص‬ َ َ‫صلى هللاُ عليه وسلَّم فَق‬

َ ُ‫ون الصُّ ف‬
‫وف‬ َ َ‫ُف ْال َماَل ئِ َكةُ َربِّهَا؟ ق‬
َ ‫ يُتِ ُّم‬:‫ال‬ ُّ ‫ْف تَص‬ َ ‫ يَا َرس‬:‫فَقُ ْلنَا‬
َ ‫ َو َكي‬,ِ‫ُول هللا‬

َ ُّ‫ َويَتَ َراص‬,‫اأْل ُ َو َل‬


ِّ‫ون فِي الصَّف‬

Jabir bin Samurah RA berkata: Rasulullah SAW hadir di hadapan kami seraya

bersabda: Kenapa kalian tidak membentuk saf seperti malaikat berbaris di

hadapan Tuhannya? Kami bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana saf malaikat di

https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/03/27/bolehkah-shaf-renggang-dalam-shalat/(pada
tanggal 10 September 2020 pukul 13.53)

3
hadapan Tuhan? Nabi SAW bersabda: Mereka menyempurnakan saf pertama dan

merapatkannya (HR Muslim: 430; Abu Dawud: 661; Nasai: 816; Ahmad: 21062).

Hukum melurus dan merapatkan saf ini terjadi perbedaan pendapat di

kalangan ulama, ada yang menyatakan wajib, ada yang menyatakan boleh. Yang

menyatakan wajib adalah berdasarkan dalil:

Salah satunya adalah hadis riwayat al-Bukhari dari Anas bin Malik:

‫حدثنا أبو الوليد قال حدثنا شعبة عن قتادة عن أنس بن مالك عن النبي‬

‫صلى هللا عليه وسلم قال سووا صفوفكم فإن تسوية الصفوف من إقامة‬

‫الصالة‬

Telah menceritakan kepada kami Abu Al Walid berkata: telah menceritakan

kepada kami Syu’bah dari Qatadah dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu

‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Luruskanlah saf kalian, karena lurusnya saf

adalah bagian dari ditegakkannya salat.” (Shahih Bukhari 681)

Dari pendapat diatas, menyatakan bahwa lurusnya saf pada salat berjemaah

adalah bagian dari di tegakkannya salat dan wajib untuk meluruskan, menentukan

sahnya salat.

Melihat pernyataan di tengah-tengah masyarakat akhir-akhir ini terjadi

perbedaan cara pelaksaan salat berjemaah di masjid atau mushalla. Ada yang tetap

seperti biasa yaitu saf lurus dan rapat. Ada saf nya yang direnggangkan (50-100

cm) dan ada yang sampai 1 Meter. Sementara ada pula yang berpendapat tidak

4
boleh salat berjemaah berenggang karena Rasulullah memerintahkan saf harus

lurus dan rapat. Sebaiknya, untuk saat sekarang ini, salat berjemaah dilakukan di

rumah. Ada pula yang melaksanakan salat di rumah saja. Hal ini disebabkan oleh

adanya suatu wabah penyakit..

Wabah adalah terjadinya suatu penyakit dalam masyarakat, di mana jumlah

orang terjangkit lebih banyak daripada biasanya. Penyakit dikatakan wabah ketika

penyakit itu sudah lama tidak pernah menjangkiti masyarakat, datang penyakit

baru yang sebelumnya tidak diketahui, dan penyakit tersebut adalah penyakit yang

baru pertama kali menjangkiti masyarakat di daerah itu dan salah satu yang terjadi

pada saat sekarang ini adalah ”Wabah Penyakit covid-19”.

Pandemi covid-19 adalah sejenis penyakit menular yang sangat mudah

menyebar. Penularan dan penyebarannya melalui kontak fisik langsung dengan

orang yang terpapar covid-19 ini. Maka untuk menjaga dan mengantisipasi kontak

dengan orang yang mungkin terpapar virus corona ini, dilakukan sebuah ikhtiar

atau upaya dengan merengangkan saf ketika salat berjemaah. Hal ini ada yang

menyatakan boleh karena cara ini adalah sebuah ikhtiar.2

2
https://www.alodokter.com/virus-corona (pada tanggal 08 September 2020 pukul 13.53)

5
Melihat fenomena ini, masalah salat berjemaah antara rapat dan renggang ini

sangat menarik untuk dibahas dalam sebuah karya ilmiah. Maka penulis tertarik

untuk membuat karya ilmiah dengan judul ”salat berjemaah tanpa merapatkan saf

ketika ada wabah menurut pandangan islam”

B. Rumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis akan merumuskan permasalahan

yang akan dibahas di dalam paper ini, yaitu:

1. Apakah hukum dari Salat berjemaah tanpa merapatkan saf?

2. Bagaimana pandangan Islam mengenai salat berjemaah tanpa merapatkan

saf ketika ada wabah?

Agar tidak terjadi keraguan bagi pembaca dalam memahami dan menganalisa

pembahasan dalam karya ilmiah ini, juga agar penulis tidak keliru dan tidak

menyimpang dari masalah yang sedang dibahas, maka penulis membatasi masalah

yang akan dibahas, yaitu: Pandangan islam mengenai salat berjemaah tanpa

merapatkan saf ketika ada wabah penyakit covid-19.

C. Penjelasan Judul

6
Untuk menghindari kekeliruan pembaca saat membaca dan memahami

karya ilmiah ini, penulis akan menjelaskan setiap kata yang tertera di dalam

judulnya:

1. Salat:

1) Rukun Islam kedua, berupa ibadah kepada Allah Swt., wajib

dilakukan oleh setiap muslim mukalaf, dengan syarat, rukun, dan

bacaan tertentu, dimulai dengan takbir dan diakhir dengan salam.

2) Doa kepada Allah.

2. Berjemaah:

Bersama-sama (salat dsb).

3. Tanpa:

Tidak dengan …;tidak ber-…

4. Saf:

Deret.

5. Wabah:

Penyakit menular yang berjangkit dengan cepat, menyerang

sejumlah besar

orang di daerah yang luas.

6. Pandangan:

Pendapat seseorang.

7. Islam:3

3
Kamus KBBI

7
Agama yang diajarkan nabi Muhammad SAW, berpedoman pada

kitab suci Al-quran yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah

SWT.

D. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan untuk menyusun karya ilmiah ini adalah

sebagai berikut:

1. Tujuan umum:

a. Sebagai konstribusi dan bahan bacaan bagi para pelajar di

Madrasah Sumatera Thawalib Parabek.

b. Untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan serta

menghilangkan keraguan penulis dan masyarakat bagi penduduk

mayoritas muslim terhadap salat berjemaah tanpa merapatkan saf

ketika ada wabah menurut pandangan islam

2. Tujuan khusus:

a. Mencari ridha Allah SWT dan berharap kemudahan dalam

mempelajari, mengamalkan, serta mengajarkan agama Allah

SWT.

b. Melatih kreativitas dan sifat inofatif pada diri penulis untuk

menyusun karya ilmiah mengenai sebuah permasalahan yang

berkaitan dengan syariat islam.

c. Belajar untuk mempertahankan pendapat/argumen yang telah

penulis tuangkan dalam bentuk karya ilmiah ini.

8
d. Untuk memenuhi satu syarat mengikuti Ujian Nasional (UN) dan

Ujian Akhir Sekolah (UAS) di Madrasah Sumatera Thawalib

Pearabek tahun ajaran 2020/2021.

E. Metode Penulisan

Dalam masalah ini penulis menggunakan metode sebagai:

1. Metode Pengumpulan Data

a. Library research yaitu dengan menggunakan sejumlah data atau

fasilitas yang ada di perpustakaan.

b. Field research yaitu metode dengan mewawancara dan bertanya

kepada guru yang bersangkutan.

2. Metode Pengelohan Kata

a. Deduktif, yaitu menilai suatu kejadian secara khusus dengan

kejadian yang umum.

b. Induktif, yaitu menarik kesimpulan yang umum dengan

menggunakan fakta khusus.

c. Komperatif, yaitu pengolahan data dengan suatu fakta yang lain

dengan menganalisis.

F. Sistematika Penulisan

9
Untuk memudahkan penulisan karya ilmiah ini, penulis akan

mengemukakan sistematika penulisan sebagai berikut:

a. BAB I : Merupakan pendahuluan yang terdiri atas latar

belakang rumusan dan batasan masalah, penjelasan judul, tujuan

penulis, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

b. BAB II : Yang merupakan Hakekat Salat Berjemaah yang

terdiri atas Pengertian Salat Berjemaah, Hukum Salat Jemaah,

Manfaat Salat Berjemaah, Keutamaan Salat Berjemaah.

c. BAB III : Yang Merupakan Shaf Dan Wabah Penyakit

Covid-19 yang terdiri atas shaf dan Wabah Penyakit Covid-19

d. BAB IV : Yang Merupakan Pandangan Islam Terhadap Shaf

Renggang / Tanpa Merapatkan Shaf Ketika Wabah Penyakit Covid-

19 terdiri dari Pandangan Islam Dan Hadist Terhadap Salat

Berjemaah Tanpa Merapatkan Shaf Ketika Wabah Covid 19,

Pandangan Ulama Terhadap Salat Berjemaah Tanpa Merapatkan

Shaf Ketika Wabah Covid 19.

e. BAB V : BAB Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan

saran

BAB II

10
HAKEKAT SALAT BERJAMAAH

A. Hakekat Salat Berjemaah

1. Pengertian Salat Berjemaah

Menurut bahasa, salat berarti doa. Allah SWT berfirman:

‫ك َس َك ٌن لَّهُ ْم ۗ َوٱهَّلل ُ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬


َ َ‫صلَ ٰوت‬
َ ‫صلِّ َعلَ ْي ِه ْم ۖ إِ َّن‬
َ ‫َو‬

“Dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)

ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha

Mengetahui.” (Q.S. at-Taubah: 103)

Sementara menurut istilah syariat, salat berarti ibadah kepada Allah

dalam bentuk ucapan dan perbuatan yang diketahui dan khusus. Diawali dengan

takbir dan ditutup dengan salam. Disebut salat karena kata itu mencakup doa.

Menurut bahasa, Jemaah berarti jumlah dan banyaknya sesuatu. Kata

al-jam’u berarti penyatuan beberapa hal terpisah. Sementara al-Masjid al-Jami’

berarti masjid yang mengumpulkan jemaahnya., sebagai sifat baginya, karena ia

merupakan tanda untuk berkumpul. Dan boleh juga menggunakan sebutan: Masjid

al-Jami’ sebagai tambahan, seperti ucapan anda: al-haqqu al-yaqiinu dan haqqu

al-yaqqin, yang berarti masjid hari ini yang mengumpulkan Jemaah. Dan hakikat

sesuatu yang meyakinkan. Sebab, penambahan sesuatu pada dirinya sendiri tidak
4
boleh dilakukan, kecuali berdasarkan pada estimasi ini. Dan al-jamaah berarti

sejumlah orang yang dikumpulkan oleh tujuan yang satu.


4
Ali, Said Bin, Panduan Shalat Lengkap, Jakarta Timur : Almahira, 2007 hal 353

11
Sedang menurut istilah syariat, Jemaah dipergunakan untuk sebutan

sekumpulan orang, yang diambil dari makna ijtima’ (perkumpulan). Minimal

perkumpulan tersebut adalah dua orang, yaitu imam dan makmum. Disebut salat

Jemaah karena karena adanya pertemuan orang-orang yang salat dalam bentuk

perbuatan: tempat dan waktu. Jika mereka meninggalkan keduanya atau salah satu

dari keduanya tanpa adanya sebab, maka menurut kesepakatan para imam, hal itu

dilarang.

Salat Jemaah adalah salat yang dilakukan secara bersama-sama dan

sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang yakni imam dan makmum. Cara

mengerjakannya, imam berdiri di depan dan makmum di belakangnya. Makmum

harus mengikuti perbuatan imam dan tidak boleh mendahului.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa salat berjemaah adalah ibadah

kepada allah dalam bentuk ucapan dan perbuatan yang dilakukan oleh dua orang

atau lebih.

Salat yang disunahkan berjemaah sebagai berikut:

- Salat fardhu lima waktu.

- Salat dua hari raya.

- Salat tarawih dan witir dalam bulan Ramadhan.

- Salat minta hujan.

Al-Mahfani,Khalilurrahman, Buku Pintar Shalat, Tanggerang : Wahyu Media, 2007.hal

12
- Salat gerhana matahari dan bulan.

- Salat jenazah.

Salat yang dilakukan secara berjemaah lebih baik dan lebih utama dari

salat yang dilakukan sendirian (munfarid). Demikian halnya dengan salat wajib

lima waktu, dapat dilakukan sendirian (meskipun yang utama dilakukan secara

berjemaah). Rasulullah SAW menggambarkan dengan perundingan 27 derajat

untuk salat berjemaah dan satu derajat untuk salat yang dilakukan sendirian. Nabi

Muhammad SAW bersabda:

‫صالَةَ ْالفَ ِّذ ِب َسب ٍْع‬ ُ ‫صالَةُ ْال َج َما َع ِة تَ ْف‬


َ ‫ض ُل‬ َ :‫وقال صلى هللا عليه وسلم‬

ً‫َو ِع ْش ِري َْن َد َر َجة‬

Nabi saw. bersabda, “Shalat berjamaah lebih utama dari pada shalat sendirian dua

puluh tujuh derajat.” (HR.Bukhari Muslim dan Ibnu Umar)

Maka dua puluh tujuh derajat dalam hadist tersebut bukanlah

merupakan arti atau gambaran secara matematis, artinya kelipatan yang lugas dan

pasti. Namun tersirat makna bahwa dalam salat berjemaah terkandung hikmah dan

keutamaan yang sangat banyak, yang tidak didapat dengan salat sendirian.

2. Hukum Salat Jemaah

13
Salat berjemaah adalah fardhu’ain bagi orang laki-laki yang mukallaf

dan mampu, baik sedang tidak bepergian maupun sedang dalam

perjalanan, yakni untuk salat wajib lima waktu. Hal itu didasarkan

pada beberapa dalil. Di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Allah SWT telah memerintahkan kaum muslimin pada saat dicekam

rasa takut untuk tetap salat berjemaah,di mana Dia berfirman”

‫ك‬ َ ‫صاَل ةَ فَ ْلتَقُ ْم‬


َ ‫طائِفَةٌ ِم ْنهُ ْم َم َع‬ َ ‫ت فِي ِه ْم فَأَقَ ْم‬
َّ ‫ت لَهُ ُم ال‬ َ ‫َوإِ َذا ُك ْن‬

ِ ْ‫َو ْليَأْ ُخ ُذوا أَ ْسلِ َحتَهُ ْم فَإِ َذا َس َج ُدوا فَ ْليَ ُكونُوا ِم ْن َو َرائِ ُك ْم َو ْلتَأ‬
‫ت‬

‫ك َو ْليَأْ ُخ ُذوا ِح ْذ َرهُ ْم‬ َ ُ‫طَائِفَةٌ أُ ْخ َر ٰى لَ ْم ي‬


َ ‫صلُّوا فَ ْلي‬
َ ‫ُصلُّوا َم َع‬

‫َوأَ ْسلِ َحتَهُ ْم‬

“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu

hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan

dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian

apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat),

maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan

hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu

bersembahyanglah mereka denganmu], dan hendaklah mereka bersiap siaga dan

menyandang senjata.” (QS. An-Nisa’:102)5


5
Ali, Said Bin, Panduan Shalat Lengkap, Jakarta Timur : Almahira, 2007 hal 354

Al-Mahfani,Khalilurrahman, Buku Pintar Shalat, Tanggerang : Wahyu Media, 2007.

14
Ulama berselisih pendapat tentang hukum salat berjemaah, ada yang

mengatakan fardu’ain, ada pula yang mengatakan sunah mu’akkad. Namun, yang

terbanyak mengatakan bahwa hukumnya adalah sunah mu’akkad. Hal ini antara

lain didasarkan pada Hadist Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa salat

berjemaah lebih baik daripada salat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat. Jika

salat berjemaah hukumnya wajib, mengapa Rasulullah SAW dalam hadistnya

membandingkan derajat salat berjemaah dengan salat sendirian, yang juga

mengandung makna bahwa salat sendirian tetap sah. Bila hukumnya wajib, maka

salat sendirian tidak sah dan Rasulullah SAW tidak membandingkan antara

keduanya.

Adapun pendapat yang mengatakan bahwa salat berjemaah itu

hukumnya wajib antara lain didasarkan pada hadist nabi yang artinya sebagai

berikut:

“Seorang tuna netra (orang buta) mendatangi Rasulullah SAW dan

bertanya: “Wahai Rasulullah, saya tidak punya penuntun yang akan membimbing

saya ke masjid (untuk melaksanakan salat berjemaah).” Lantas ia meminta

kelonggaran kepada Rasulullah untuk mengerjakan salat di rumah saja. Rasul

lalu mengabulkannya. Namun ketika orang tersebut berbalik hendak pergi, Nabi

memanggilnya dan bertanya,: “Apakah engkau mendengar seruan adzan?” Ia

pun menjawab: “Ya.” Rasul bersabda: “Maka jika demikian wajib”. (HR.

Muslim dari Abu Hurairah).

15
Jumhur ulama berpendapat bahwa salat berjemaah hukumnya sunah

muakkad, yakni amalan sunah yang amat sangat dianjurkan untuk dikerjakan.

b. Allah SWT menyuruh umat islam mengerjakan salat dengan orang-

orang yang mengerjakan salat, di mana Dia berfirman:

۟ ‫وا ٱل َّز َك ٰوةَ َوٱرْ َكع‬


َ ‫ُوا َم َع ٱل ٰ َّر ِك ِع‬
‫ين‬ ۟ ُ‫صلَ ٰوةَ َو َءات‬ ۟ ‫َوأَقِي ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬

“ Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang

yang ruku'.”(QS. al-Baqarah:43)

Artinya, Allah SWT telah menyuruh mengerjakan salat berjemaah dngan orang-

orang yang mengerjakannya. Dan perintah itu berarti wajib.

c. Allah menghukum orang yang tidak mau memenuhi seruan mu’adzin

(orang yang mengumandangkan adzan) untuk kemudian

mengerjakan salat berjemaah. Di mana Dia akan menghalangi mereka

dari sujud pada hari kiamat kelak, Dia berfirman:

۟ ُ‫ْص ُرهُ ْم تَرْ هَقُهُ ْم ِذلَّةٌ ۖ َوقَ ْد َكان‬


‫وا يُ ْد َع ْو َن إِلَى ٱل ُّسجُو ِد‬ َ ٰ ‫ٰ َخ ِش َعةً أَب‬

َ ‫َوهُ ْم ٰ َسلِ ُم‬


‫ون‬

“(Dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi

kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud,

dan mereka dalam keadaan sejahtera.”(QS. al-Qalam:43)

16
Dengan demikian, Allah SWT akan menghukum orang yang tidak mau

menjawab orang yang menyeru salat berjemaah dengan memberi penghalang

antara dirinya dengan sujud pada hari kiamat kelak.

3. Manfaat Salat Berjemaah

Di dalam salat berjemaah terdapat banyak faedah, berbagai kemaslahatan

yang agung, serta manfaat yang bermacam-macam. Karenanya, salat Jemaah itu

disyariatkan. Dan itu menunjukkan, hikmah yang ada menuntut bahwa salat

Jemaah itu fardhu’ain. Di antara manfaat dan hikmah yang karenanya salat

Jemaah itu disyariatkan adalah sebagai berikut:

1. Allah SWT telah mensyariatkan umat ini untuk berkumpul pada waktu-

waktu tertentu. Di antaranya adalah yang berlangsung dalam waktu satu

hari satu malam, misalnya salat lima waktu.

2. Beribadah kepada Allah SWT melalui pertemuan ini, dengan tujuan

mencari pahala dan takut akan adzan-Nya serta menginginkan apa yang

ada di sisi-Nya.

3. Menanamkan rasa saling mencintai. Dalam rangka mencari tahu keadaan

sebagian atas sebagian lainnya, di mana mereka akan menjenguk orang

sakit, mengantarkan jenazah, dan membantu orang-orang yang


6
membutuhkan. Selain itu, karena pertemuan sebagian orang dengan

6
Ali, Said Bin, Panduan Shalat Lengkap, Jakarta Timur : Almahira, 2007 hal 367

Al-Mahfani,Khalilurrahman, Buku Pintar Shalat, Tanggerang : Wahyu Media, 2007.

17
4. Ta’aruf, saling kena-mengenal. Sebab, jika sebagian orang mengerjakan

salat dengan sebagian lainnya, maka akan terjalin ta’aruf. Dengan ta’aruf

ini dapat diketahui beberapa kerabat sehingga akan terjalin hubungan yang

lebih erat. Dan darinya akan diketahui orang asing yang jauh dari

negerinya sehingga orang lain akan memberikan haknya.

5. Memperlihatkan salah satu syi’ar Islam terbesar, karena seandainya umut

manusia ini secara keseluruhan salat di rumah mereka masing-masing

niscaya tidak akan diketahui bahwa di sana terdapat ibadah salat.

6. Memperlihatkan kemulian kaum muslimin. Yaitu, jika mereka masuk ke

masjid-masjid dan kemudian keluar secara berbarengan. Pada hal itu

terkandung sikap keras terhadap orang-orang munafik dan orang-orang

kafir. Di dalamnya juga terkandung upaya menjauhkan diri dari

menyerupai mereka serta menghindar dari jalan mereka.

7. Memberi tahu orang yang tidak tahu. Sebab, banyak orang yang

mengetahui beberapa hal tentang apa yang ditetapkan dalam salat melalui

salat Jemaah. Mereka juga dapat mendengar bacaan dalam salat sehingga

dengan demikian itu mereka akan mengambil manfaat sekaligus belajar.

8. Memotivasi orang yang tidak ikut salat berjemaah sekaligus mengarahkan

dan membimbingnya sambil berusaha untuk saling mengingatkan agar

berpihak pada kebenaran dan senantiasa bersabar di dalam

menjalankannya.

9. Membiasakan umat islam unuk senantiasa bersatu dan tidak berpecah

belah. Sesungguhnya umat itu bersatu dalam ketaatan kepada ulil amr.

18
Dan salat Jemaah ini merupkan kekuasaan kecil, karena Jemaah ikut

kepada satu imam dan mengikutinya secara persis. Dan itu membentuk

pandangan umum terhadap islam.

10. Membiasakan seseorang untuk bisa menahan diri. Sebab, jika seseorang

terbiasa mengikuti imam secara detail, tidak bertakbir sebelumnya, tidak

mendahului imam atau sering terlambat jauh darinya, serta melakukan

aktivitas salat berbarengan denganya tetapi dia mengikutinya, niscaya dia

akan terbiasa mengendalikan diri.

11. Mengubah perasaan orang muslim akan keberadaanya di dalam barisan

jihad, sebagaimana yang difirmankan Allah SWT:

‫صفًّا َكأَنَّهُم بُ ْن ٰيَ ٌن‬ َ ُ‫ين يُ ٰقَتِل‬


َ ‫ون فِى َسبِيلِِۦه‬ َ ‫َّن ٱهَّلل َ ي ُِحبُّ ٱلَّ ِذ‬

‫َّمرْ صُوص‬

“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam

barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun

kokoh.” (ash-Shaff:4)

12. Menumbuhkan dalam diri kaum muslimin perasaan sama dan sederajat

serta menghilangkan berbagai perbedaan sosial.

13. Bisa memantau keadaan kaum kafir miskin, orang sakit, dan orang-orang

yang suka meremehkan salat.

14. Mengubah perasaan orang-orang terakhir dari umat ini akan apa yang

pernah dijalani oleh orang-orang pertama dari umat ini pada zaman dulu.

19
15. Berkumpulnya kaum muslimin di masjid dengan mengharapkan berbagai

hal yang ada di sisi Allah yang dapat menjadi sarana turunnya berbagai

macam berkah.

16. Menambah semangat orang muslim, sehingga amalnya akan bertambah

saat dia menyaksikan orang-orang semangat menjalankan ibadah. Dalam

hal ini terkandung manfaat yang sangat besar.

17. Akan melipat gandakan kebaikan dan memperbesar pahala.

18. Dakwah ke jalan Allah Azza wa Jalla dalam bentuk ucapan dan perbuatan.

Serta berbagi faedah lainnya yang sangat banyak.

19. Berkumpulnya kaum muslimin pada waktu-waktu tertentu akan mendidik

mereka untuk senantiasa mengatur waktu.

4. Keutamaan Salat Berjemaah

Salat Jemaah memiliki banyak keutamaan, di antaranya adalah:

1. Salat Jemaah dua puluh tujuh kali lipat dari pada salat sendirian.

Dengan demikian, orang yang mengerjakan salat dengan berjemaah akan

memperoleh pahala dua puluh tujuh kali lipat dari pahala orang yang salat

sendirian. Hal ini didasarkan pada hadist Abdullah bin Umar ra.

Rasulullah SAW bersabda:

ً‫صالَةَ ْالفَ ِّذ بِ َسب ٍْع َو ِع ْش ِري َْن َد َر َجة‬ ُ ‫صالَةُ ْال َج َما َع ِة تَ ْف‬
َ ‫ض ُل‬ َ

20
“Nabi saw. bersabda, “Shalat berjamaah lebih utama dari pada shalat sendirian

dua puluh tujuh derajat.”

Beberapa orang yang berpendapat bahwa salat Jemaah itu tidak wajib telah

menggunakan hadits-hadits tersebut sebagai dalil. Dan bahwa bentuk kata afhdal

dalam hadits itu menunjukan kesertaan pada pokok keutamaan.

2. Dengan salat Jemaah, Allah akan melindungi pelakunya dari setan.

Hal itu didasarkan pada hadist Mu’adz bin Jabal ra. Dari Rasulullah SAW:

3. Keutamaan salat Jemaah akan bertambah banyak dengan

bertambahnya jumlah orang yang menunaikannya. Salat berjemaah

dengan Jemaah yang banyak itu dianjurkan jika dijamin aman dari

kerusakan dan tidak ada kemaslahatan yang terganggu.

4. Kebebasan dari neraka dan kemunafikan bagi orang yang

mengerjakan salat karena Allah selama empat puluh hari dengan

berjemaah, dengan selalu mengetahui takbiratul ihram imam (tidak

terlambat).

5. Barang siapa mengerjakan salat subuh dengan berjemaah, dia berada

dalam jaminan dan perlindungan Allah sampai dia memasuki waktu sore.

6. Barang siapa mengerjakan salat subuh berjemaah kemudian duduk

sembari berzikir kepada Allah sampai matahari terbit, maka baginya

pahala haji dan umrah.

7. Besarnya pahala salat isya’ dan subuh berjemaah.

8. Berkumpulnya para malaikat malm dan malaikat siang dalam salat subuh

dan ashar. Berkumpulnya para malaikat itu pada waktu salat subuh dan

21
ashar merupakan salah satu bentuk kelembutan Allah SWT kepada hamba-

hamba-Nya yang beriman sekaligus sebagai bentuk pemulian-Nya

terhadap mereka, yakni dengan mengumpulkan para malaikat di sisi

mereka, serta membiarkan para malaikat itu bersama mereka pada waktu-

waktu ibadah mereka dan perkumpulan mereka untuk beribadah kepada

Rabb mereka, sehingga kesaksian yang akan diberikan oleh para malaikat

itu atas berbagai kebaikan yang mereka saksikan.

9. Allah SWT merasa bangga terhadap salat Jemaah.

10. Orang yang menunggu salat berjemaah masih terus dalam keadaan salat,

sebelum dan sesudah, selama dia masih tetap berada di tempat salatnya.

11. Para malaikat mendoakan orang yang salat berjemaah sebelum salat dan

setelahnya selama dia masih tetap berada di tempat salatnya, selama dia

belum berhadas atau menyakiti (orang lain).

12. Keutamaan barisan pertama dan barisan sebelah kanan dalam salat Jemaah

serta keutamaan menyambung barisan. Pada yang demikian itu ditetapkan

berbagai keutamaan yang sangat banyak. Diantara lain:

 Keutamaan pertama: Melakukan undian atas barisan pertama dan

barisan pertama itu seperti barisan malaikat. Hal ini didasarkan

pada hadits Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah SAW

bersabda:

‫لَ ْو يَ ْعلً ُم النَّاسُ َما فِي النِّ َدا ِء َوالصَّف األَ َّول ثُ َّم لَ ْم يَ ِج ُدوا إِاَّل‬

‫أَ ْن يَ ْستَ ِه ُموا َعلَيْه الَ ْستَهَ ُموا‬

22
“Jika manusia mengetahui pahala yang ada dalam panggilan

adzan dan keutamaan shaf pertama, lalu mereka tidak

mendapatkannya kecuali dengan cara mengundi, pastilah mereka

akan mengundi.“ (HR. Bukhari dan Muslim)

 Keutamaan kedua: Barisan pertama sebaik-baik barisan. Hal itu

didasarkan pada hadits Muslim dia bercerita, Rasulullah SAW

bersabda:

ِ ‫صفُ ْو‬
‫ف‬ ِ ‫ال أَ َّولُهَا َو َشرُّ هَا‬
ُ ‫آخ ُرهَا َو َخ ْي ُر‬ ¶ِ ‫الرِّج‬
َ ِ ُ‫َخ ْي ُر الصُّ ف‬
‫وف‬

‫آخ ُرهَا َو َشرُّ هَا أَ َّولُهَا‬


ِ ‫النِّ َسا ِء‬
“Sebaik-baik shaf bagi kaum lelaki adalah yang terdepan dan

yang terburuk adalah yang paling belakang. Sebaik-baik shaf bagi

kaum wanita adalah yang belakang dan yang terburuk adalah

yang terdepan.” (HR. Muslim)

 Keutamaan ketiga: Allah SWT dan para malaikat-Nya bershalawat

atas barisan pertama. Barisan pertama yang paling banyak

mendapat shalawat. Hal itu didasarkan pada hadits Ahmad, dia

bercerita Rasulullah SAW bersbda:

23
‫ يَا َرسُوْ َل هللا‬:‫ُصلُّونَ َعلَى الصَّفِّ األَ َّول قَالُوا‬
َ ‫إِ َّن هللاَ َو َماَل ئِ َكتَهُ ي‬

,‫ُصلُّوْ نَ َعلَى الصَّفِّ األَ َّول‬


َ ‫ إِ َّن هللا َو َمالَئِ َكتَهُ ي‬:‫َو َعلَى الثَّانِي؟ قَا َل‬

‫ َو َعلَى الثَّانِي‬:‫ َو َعلَى الثَّانِي؟ قَا َل‬,‫ يَا َرسُوْ َل هللا‬:‫قَالُوا‬

“Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya senantiasa

bershalawat kepada yang berdiri pada shaf pertama.” Mereka para

sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah shaf yang kedua juga?” Lalu

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah

dan para malaikatNya senantiasa bershalawat kepada yang

berdiri pada shaf pertama” Para sahabat berkata lagi, “wahai

Rasulullah, shaf kedua juga?” Lalu Nabi menjawab, “Shaf kedua

juga.” (HR. Ahmad 5/262 dan dihasankan oleh syaikh al-Bani

dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib 1/97)

 Keutamaan keempat: Nabi SAW bershalawat atas barisan pertama

sebanyak tiga kali, sedang atas barisan kedua satu kali saja.

 Keutamaan kelima: Shalawat Allah SWT dan para malaikat-Nya

atas orang-orang yang berada di sebelah kanan.

 Keutamaan keenam: Barang siapa menyambung barisan, Allah

akan menyambungnya dan dia akan mendapat shalawat dari Allah

dan para malaikat-Nya.

24
BAB III

SHAF DAN WABAH PENYAKIT COVID-19

A. SHAF

1. Pengertian Shaf

Shaf itu berasal dari syafa yashuffu shaffan yang artinya berjajar atau

berbaris. Seperti di dalam ayat berikut:

ۚ ‫صفًّا لَقَ ْد ِج ْئتُ ُمونَا َك َما َخلَ ْقنَا ُك ْم أَ َّو َل َم َّر ٍة‬
َ ‫َو ُع ِرضُوا َعلَ ٰى َرب َِّك‬

‫بَلْ َز َع ْمتُ ْم أَلَّ ْن نَجْ َع َل لَ ُك ْم َم ْو ِعدًا‬


“Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris.

Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami

25
menciptakan kamu pada kali yang pertama; bahkan kamu mengatakan

bahwa Kami sekali-kali tidak akan menetapkan bagi kamu waktu

(memenuhi) perjanjian.” (Q.S al-Kahfi ; 48)

‫صفًّا‬
َ ‫ت‬ ّٓ ٰ ‫َوال‬
¶ِ ّ‫ص ٰف‬
“Demi (rombongan malaikat) yang berbaris bersaf-saf” (Q.S ash-

shafat : 1)

Shaf artinya nerjajajr kesamping dimulai sejak bilangan dua orang.7

2. Kerapian Shaf di Antara Kesempurnaan.

Rasulullah SAW memerintahkan agar saf di dalam salat itu rapi,

rata, lurus dan rapat. Bahkan beliau mewanti-wanti bahwa beliau akan

7
Sholehudin, Wawan Syafwan, Shalat Berjemaah Dan Permasalahannya, Bandung :

Tafakur, 2014. (Google Book, Pada Tanggal 03 September 14.07 Wib).

Al-Kandahlawi, Syaikh Maulana Muhammad Sa’ad, Muntakhab Ahadist Dalil-Dalil Pilihan

Enam Sifat Utama, Yogyakarta : Ash-Shaff, 2007.

https://www.google.com/search?client=firefoxbd&q=hukum+merenggangkan+shaf+shalat+,

(pada tanggal 05 September 2020 pukul 15.01)

26
mengetahui kerapian saf makmum para sahabat dari belakang

punggung beliau.

Bahkan pada hadits lain ditegaskan oleh Rasulullah SAW, bahwa

kerapian dan kerataan saf-saf itu bagian dari kesempur naan salat.

‫صفُوفَ ُك ْم فَإِ َّن‬ َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬


ُ ‫ال َس ُّووا‬ َ ‫ك َع ْن النَّبِ ِّي‬ ِ َ‫َع ْن أَن‬
ٍ ِ‫س ب ِْن َمال‬

ِ ُ‫تَس ِْويَةَ الصُّ ف‬


َّ ‫وف ِم ْن إِقَا َم ِة ال‬
‫صاَل ِة‬

Dari Anas bin Malik, dari Rasulullah dia bersabda : “Lurus rapatkan shaf

kalian, karena lurus rapatnya shaf adalah bagian dari kesempurnaan tegaknya

shalat.” (HR. Bukhari No. 690. Muslim No. 433)

a. Cara Merapikan Saf

Yang dimaksud rapi dalam saf adalah barisan dan jajaran Jemaah lurus dan

rapat. Tata caranya telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Hal ini menunjukan

betapa besar perhatian beliau terhadap kerapian saf.

b. Pengertian Merapatkan Saf dan Mengisi Kekosongan

Pada beberapa hadits disebutkan bahwa merapatkan saf itu menggunakan

ungkapan yulziqu mankib bil mankib wal qadam bil qadam (merapatkan bahu

dengan bahu dan kaki dengan kaki kawan di sampingnya) dan tarashshu (saling

menempel ketat). Menurut bahasa yulziqu artinya menempel ketat atau

27
merapatkan bahkan dengan tekanan demikian pula dengan tarashshu yang dari

kata roshshon yang menurut bahasa artinya juga nempel atau rapat.

Kerapian saf adalah di antara syarat bagi kesempurnaan pelaksanaan salat.

Jika di perhatikan secara manthiqiyah, seadanya lafal tersebut tentu betapa akan

rapatnya badan Jemaah antara satu dengan lainnya. Pertanyaannya, dapatkah salat

dilaksanakan dengan benar dan sempurna bila satu sama lain serapat itu?. Adakah

syarat lainnya? Untuk mengetahuinya, wajib digandengkan dengan dalil-dalil lain

tentang beberapa syarat kesempurnaan salat sebagai berikut:

1. Ketika berdiri tangan kanan menggenggam tangan kiri pada

pergelangannya. Dalam keadaan demikian tentu perlu jarak yang memadai

agar sikut tidak menusuk rusuk kawan di sebelahnya. Keadaan ini

memustahilkan bahu dengan bahu rapat.

2. Pada waktu sujud kita diwajibkan tuma’ninah. Dari antara tuma’ninah di

dalam sujud itu ialah dilarang merapatkan kedua sikut ke lambung (harus

renggang). Jika sikut direnggangkan dari lambung, tentu perlu ruang atau

jarak secukupnya. Jadi tidak mungkin pada waktu berdiri bahu dengan

bahu dirapatkan.

3. Pada waktu duduk jangan sampai kaki lawan disampingnya diduduki

karena itu akan sangat mengganggu terutama pada duduk tasyahud akhir.

Kondisi ini memustahilkan pada waktu berdiri rapat antara kaki dengan

kawan disebelahnya.8

8
Sholehudin, Wawan Syafwan, Shalat Berjemaah Dan Permasalahannya, Bandung :

Tafakur, 2014. (Google Book, Pada Tanggal 03 September 14.07 Wib).

28
Dari dalil-dalil kesempurnaan posisi dalam salat, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa yang dimaksud merapatkan bahu Jemaah salat itu tanpa

mengurangi tuma’ninah berdiri, tuma’ninah ruku’, tuma’ninah sujud dan

tuma’ninah duduk. Jadi perlu jarak yang memadai untuk dapat terlaksananya

semua itu.

Di dalam hadits lainnya Rasulullah SAW, menjelaskan bahwa

rapatkannlah saf-saf dan istilah celah-celah dan kekosongan. Tentu celah di sini

maksudnya akan cukup bila diisi oleh seorang Jemaah.

Karena itu dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud rapat ketika

merapikan saf itu ialah tidak membiarkan kekosongan yang sebernanya masih

cukup diisi oleh satu orang.

B. Wabah

1. Pengertian Wabah

Wabah adalah suatu keadaan ketika dimana kasus penyakit atau

peristiwa  yang lebih banyak daripada yang diperkirakan dalam suatu

periode waktu tertentu di area tertentu atau diantara kelompok tertentu.

Disebuah fasilitas pelayanan kesehatan dugaan terhadap suatu wabah

mungkin muncul ketika aktivitas surveilans rutin mendeteksi adanya suatu

isolate microbial atau kluster kasus yang tidak biasa atau terjadinya

peningkatan jumlah kasus yang signifikan dari jumlah biasanya.


https://islam.nu.or.id/post/read/118000/hukum-menjaga-jarak-jamaah-dan-shaf-shalat-jumat-dari-
covid-19 pada tanggal 03 September 2020

29
Pengertian Wabah Menurut Para Ahli

Berikut ini adalah beberapa pengertian wabah menurut para ahli yaitu :

a. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989)

Wabah berarti penyakit menular yang berjangkit dengan cepat,

menyerang sejumlah besar orang di daerah yang luas.

b. Menurut Departemen Kesehatan RI

Wabah adalah peningkatan kejadian kesakitan atau kematian yang

telah meluas secara cepat, baik jumlah kasusnya maupun daerah terjangkit.

c. Menurut Undang-undang RI No 4 th. 1984 tentang wabah penyakit

menular

Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular

dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata

melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu

serta dapat menimbulkan malapetaka.

d. Menurut Benenson, 1985

Wabah adalah terdapatnya penderita suatu penyakit tertentu pada 

penduduk suatu daerah, yang nyata-nyata melebihi jumlah yang biasa.

e. Menurut Last 1981

30
Wabah adgalah timbulnya kejadian dalam suatu masyarakat, dapat

berupa penderita penyakit, perilaku yang berhubungan dengan kesehatan,

atau kejadian lain yang berhubungan dengan kesehatan, yang jumlahnya

lebih banyak dari keadaan biasa.

2. Bentuk-bentuk Wabah

Pengertian wabah dalam bidang epidemiologi modern pada saat ini

lebih ditekankan pada konsep prevalensi yang berlebihan dan tidak selalu

menyangkut pada penyakit menular, walaupun demikian sesuai dengan

prioritas masalah kesehatan di Indonesia yang dimaksudkan dengan wabah

dalam pengertian oleh Depkes RI hamper selalu adalah wabah penyakit

menular. Menurut cara transmisinya wabah dibedakan atas:

a. Wabah dengan penyebaran melalui media umum (common vehicle

epidemic)

b. ingesti bersama makanan dan minuman,misal : salmonellosis

c. inhalasi bersama udara pernapasan,misal: demam Q (di lab)

d. inokulasi melalui intravena atau subkutan,misal : hepatitis serum.

e. Wabah dengan penjalaran oleh transfer serial dari pejamu ke pejamu

(epidemics propagated by serial transfer from host to host).

f. penjalaran melalui rute pernapasan (campak),rute anal-oral

(shigellosis), rute genitalia (sifilis), dsb.

g. Penjalaran melalui debu

h. Penjalaran melalui vektor (serangga dan atropoda)

31
C. Penyakit Covid 19

1. Pengertian covid 19

Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem

pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi

pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan

infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia).

Selain virus SARS-CoV-2 atau virus Corona, virus yang juga

termasuk dalam kelompok ini adalah virus penyebab Severe Acute

Respiratory Syndrome (SARS) dan virus penyebab Middle-East

Respiratory Syndrome (MERS). Meski disebabkan oleh virus dari

kelompok yang sama, yaitu coronavirus, COVID-19 memiliki

beberapa perbedaan dengan SARS dan MERS, antara lain dalam hal

kecepatan penyebaran dan keparahan gejala.

2. Gejala covid 19

Gejala awal infeksi virus Corona atau COVID-19

bisa menyerupai gejala flu, yaitu demam, pilek, batuk kering, sakit


9
tenggorokan, dan sakit kepala. Setelah itu, gejala dapat hilang dan

9
https://medan.tribunnews.com/2020/03/20/penjelasan-lengkap-tentang-virus-corona-

covid-19-dari-gejala-ciri-ciri-hingga-cara-mencegah. (pada tanggal 08 September 2020

pukul 13.53)

https://www.alodokter.com/virus-corona (pada tanggal 08 September 2020 pukul 13.53)

32
sembuh atau malah memberat. Penderita dengan gejala yang berat bisa

mengalami demam tinggi, batuk berdahak bahkan berdarah, sesak napas,

dan nyeri dada. Gejala-gejala tersebut muncul ketika tubuh bereaksi

melawan virus Corona.

Secara umum, ada 3 gejala umum yang bisa menandakan seseorang

terinfeksi virus Corona, yaitu:

 Demam (suhu tubuh di atas 38 derajat Celsius)

 Batuk kering

 Sesak napas

Ada beberapa gejala lain yang juga bisa muncul pada infeksi virus

Corona meskipun lebih jarang, yaitu:

 Diare

 Sakit kepala

 Konjungtivitis

 Hilangnya kemampuan mengecap rasa atau mencium bau

 Ruam di kulit

Gejala-gejala COVID-19 ini umumnya muncul dalam waktu 2 hari

sampai 2 minggu setelah penderita terpapar virus Corona. Sebagian pasien

yang terinfeksi virus Corona bisa mengalami penurunan oksigen tanpa adanya

gejala apapun. Kondisi ini disebut happy hypoxia.

33
BAB IV

PANDANGAN ISLAM TERHADAP SHAF RENGGANG / TANPA

MERAPATKAN SHAF KETIKA WABAH PENYAKIT COVID-19

A. Pandangan Islam Dan Hadist Terhadap Salat Berjemaah Tanpa

Merapatkan Shaf Ketika Wabah Covid 19

Pandemi Covid-19 kini telah merambah keranah tatanan dan

hukum agama. Edukasi dan informasi terkait virus terpapar dan gejala-

gejala penyakitnya sudah banyak tersebar secara global. Akan tetapi,

agama sebagai fondasi dan tatanan hidup bagi penganut kepercayaan

menjadikan sebuah hukum yang lebih dinamis.

34
Terlebih bagi umat Muslim, khususnya Indonesia sebagai negara

dengan mayoritas Muslim telah menginfeksi warga secara mendunia.

Namun, adanya hadis palsu yang masih langgeng dijadikan rujukan umat

Muslim tidaklah sedikit dalam menyikapi ibadah ditengah pandemi covid-

19.

Maka dari itu, sebagai umat yang maju dan cerdas tetap berhati-

hati ketika melihat sebuah hadis. Pun para ulama ketika berhujjah, tetap

berhati-hati ketika menjadikan dalil-dalil yang otoritatif dalam

membimbiing umat.

Hadis-hadis shahih yang dapat dijadikan sebagai rujukan umat Muslim

dalam melaksanakan ibadaha di tengah pandemic covid-19, ialah: Demi

menyikapi kian masifnya pandemic virus corona, Majelis Ulama Indonesia

mengelurkan surat edaran Komisi Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang

Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19.

ُ ‫سلَّ َم الطَّاعُونُ آيَةُ ال ِّر ْج ِز ا ْبتَلَى هَّللا‬


َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫قَا َل َر‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬

‫س ِم ْعتُ ْم ِب ِه فَاَل تَد ُْخلُوا َعلَ ْي ِه َوإِ َذا َوقَ َع‬


َ ‫سا ِمنْ ِعبَا ِد ِه فَإِ َذا‬
ً ‫َع َّز َو َج َّل بِ ِه نَا‬

ُ‫ض َوأَ ْنتُ ْم بِ َها فَاَل تَفِ ُّروا ِم ْنه‬


ٍ ‫بِأ َ ْر‬

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tha’un (wabah penyakit

menular) adalah suatu peringatan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk

menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu

35
mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke

negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada,

jangan pula kamu lari daripadanya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin

Zaid).

‫ح‬ ٌ ‫سلَّ َم اَل يُو ِردَنَّ ُم ْم ِر‬


ِ ‫ض َعلَى ُم‬
ٍ ‫ص‬ َ ‫قَا َل النَّبِ ُّي‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah yang sakit

dicampurbaurkan dengan yang sehat.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu

Hurairah)

‫ار‬ َ ‫سلَّ َم اَل‬


ِ ‫ض َر َر َواَل‬
َ ‫ض َر‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫قَا َل َر‬10
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak boleh berbuat madlarat

dan hal yang menimbulkan madlarat.” (HR Ibn Majah dan Ahmad ibn Hanbal

dari Abdullah ibn ‘Abbas)

Namun, ada juga hadis dhaif yang sering menjamah dan diyakini masyarakat

Muslim pada umumnya. Dr. Agung Danarto merincikan hadis-hadis dhaif sebagai

berikut:
10
Al-Kandahlawi, Syaikh Maulana Muhammad Sa’ad, Muntakhab Ahadist Dalil-Dalil Pilihan

Enam Sifat Utama, Yogyakarta : Ash-Shaff, 2007.

36
Dari Anas bin Malik r.a. Rasulullah saw bersabda:

ْ‫ص ِرفَت‬
ُ ‫ض‬ ْ ‫س َما ِء َعلَى أَه ِْل‬
ِ ‫األر‬ َّ ‫إِنَّ هللاَ تَ َعالَى إِ َذا أَ ْن َز َل َعا َهةً ِم َن ال‬

َ ‫عَنْ ُع َّما ِر ا ْل َم‬.


‫سا ِج ِد‬

“Sesungguhnya apabila Allah ta’ala menurunkan penyakit dari langit kepada

penduduk bumi maka Allah menjauhkan penyakit itu dari orang-orang yang

meramaikan masjid.” (Hadits riwayat Ibnu Asakir (juz 17 hlm 11) dan Ibnu Adi

(juz 3 hlm 232).

Hadis ini dinyatakan sebagai hadis dhaif oleh Nashir al-Din al-Albani dalam kitab

Silsilat al-ahadits al-Dho’ifat wa al-Maudhu’at, juz IV, hal. 222, hadis no. 1851.

Dari Anas bin Malik r.a., Rasulullah saw bersabda:

‫ف َع ْن ُه ْم‬ َ َ‫ساج ِد ف‬
َ ‫ص َر‬ ِ ‫أرا َد هللا بِقَ ْو ٍم عاهةً نَظَ َر إِلَى أه ِْل ال َم‬
َ ‫إِذا‬

“Apabila Allah menghendaki penyakit pada suatu kaum, maka Allah melihat ahli

masjid, lalu menjauhkan penyakit itu dari mereka.” (Riwayat Ibnu Adi (juz 3 hlm

233); al-Dailami (al-Ghumari, al-Mudawi juz 1 hlm 292 [220]); Abu Nu’aim

dalam Akhbar Ashbihan (juz 1 hlm 159); dan al-Daraquthni dalam al-Afrad

(Tafsir Ibn Katsir juz 2 hlm 341).

37
Hadis ini adalah hadis dha’if. (lihat Nashiruddin al-Albani, Shahih wa Dha’if al-

Jami’ al-Shoghir, juz IV, hal. 380, hadis no. 1358).

Sahabat Anas bin Malik r.a. berkata, Rasulullah saw bersabda:

“‫اج ِد‬
ِ ‫س‬ ُ ْ‫س َما ِء أُ ْن ِزلَت‬
َ ‫ص ِرفَتْ عَنْ ُع َّما ِر ا ْل َم‬ َّ ‫”إِ َذا َعا َهةٌ ِم َن ال‬

“Apabila penyakit diturunkan dari langit, maka dijauhkan dari orang-orang yang

meramaikan masjid.” (Riwayat al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman [2947]; dan Ibnu Adi

(juz 3 hlm 232). Al-Baihaqi berkata: “Beberapa jalur dari Anas bin Malik dalam

arti yang sama, apabila digabung, maka memberikan kekuatan (untuk

diamalkan)”.

B. Pandangan Ulama Terhadap Salat Berjemaah Tanpa Merapatkan

Shaf Ketika Wabah Covid 19

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menjelaskan beberapa

cara menghindari virus corona, di antaranya menerapkan social distancing

(jaga jarak) minimal 1 meter dari orang yang terindikasi menderita corona.

Karena kita tidak bisa mengetahui secara pasti seseorang positif corona

atau tidak, maka sistem jaga jarak dan tidak kontak langsung kini

diterapkan dimanapun, terhadap siapapun, khususnya di tempat umum.

Panduan menjaga diri dari virus corona tersebut berdampak

langsung pada amal ibadah, seperti haji dan umrah, shalat jamaah, shalat

38
Jumat, shalat jenazah, dll. Sebagian dari panduan ibadah dan penyikapan

terhadap virus corona.

Sebelum penjelasan hukum shalat berjamaah di masjid dengan shaf

terpisah karena wabah yang melanda, ada beberapa poin penting yang

perlu kita pahami bersama:

1. Jika sudah ada instruksi dari pihak berwenang (dalam hal ini pemerintah &

MUI) untuk menghentikan sementara kegiatan shalat Jumat dan shalat

fardhu berjamaah di masjid, maka wajib bagi seorang muslim untuk

menaatinya.

2. Jika larangan tersebut masih berupa imbauan, karena keadaan masih

dianggap kondusif, dan imbauan tersebut bertujuan pencegahan dini, maka

sebaiknya imbauan tersebut diikuti, karena mencegah lebih baik daripada

mengobati. (Kaidah Sadd al-Dzarai’ dan Kaidah ‘Laa Dharara wa Laa

Dhiraar’). Keluarnya imbauan dari pemerintah atau MUI sudah dengan

sendirinya menjadi udzur untuk meninggalkan shalat Jumat dan jamaah di

masjid.

3. Jika belum ada larangan atau imbauan khusus untuk daerah tertentu,

karena penyebaran virus belum sampai, dan masyarakat yakin bahwa

daerahnya masih steril, maka shalat Jumat dan jamaah di masjid tetap

dilaksanakan seperti biasa, demi menjaga syiar Islam. Dalam kondisi ini,

maka shalat Jumat dan shalat fardhu berjamaah dilaksanakan sebagaimana

mestinya.

39
Berikut pendapat para ulama tentang shalat berjamaah dengan social

distancing (jaga jarak 1 meter atau lebih antara jamaah): Shalat di masjid

dengan model social distancing tidak dianggap shalat berjamaah, shalat ini

dianggap shalat sendiri. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini:

1. Syekh Abdul Muhsin Al-abbad

Ketika ditanya tentang hukum shalat berjamaah dengan

cara social distancing, beliau menjawab: “Shalat (jamaahnya) tidak

sah, hukumnya sama saja dengan saat mereka shalat

sendirian.”Tetapi beliau tidak menyebutkan dalil dari pendapat

tersebut. Mungkin landasannya adalah hadits-hadits Rasulullah

shallallahu alaihi wasallam yang berisi perintah meluruskan dan

merapatkan shaf dan pendapat sebagian ulama yang menyatakan

bahwa meluruskan dan merapatkan shaf hukumnya wajib. Sedang

shalat dengan tatacara sebagaimana disebutkan di atas berarti

melanggar perkara yang wajib.

2. K.H. Abdullah Gymnastiar (AA Gym)

Shaf yang rapat itu adalah keutuhan saf atau kesempurnaan

salat tapi tidak mengurangi rukun salat. Jadi saf renggang itu tidak

berarti salatnya batal. “Dalam islam menjauhi kemudaratan itu

lebih di utamakan dari pada mendatangkan kemanfaatan. Secara

sederhana, “kalau rapat shaf bisa mendatangkan kemudaratan,

40
maka berjarak itu tidak mengurangi atau tidak merusak rukun

salat”. Shaf renggang ini adalah untuk menghindari kemudaratan.

“Dalam islam itu menjamin keselamatan jiwa itu yang paling

utama, sehingga ibadah kita itu tidak boleh membuat kita

mendapatkan musibah untuk jiwa kita”.

3. Prof. Dr. Khalid bin Ali al-Musyaiqih.

Shalat tersebut sah dan tetap mendapat pahala shalat

berjamaah. “Sunnah (tuntunan Rasulullah) bahwa shaf shalat

haruslah berdekatan, jarak antara satu shaf dengan shaf berikutnya

adalah seukuran tempat sujud. Tetapi jika (berjauhan jarak)


11
diperlukan karena khawatir terjangkit penyakit, maka berjauhan

11
http://youtu.be/UVsEQjzt7r4.Ceramah Ustad K.H. Abdullah Gymnastiar. Shalat jaga

Jarak, Saf Renggang Tidak Membatalkan Sholat. Pada Tanggal 12 September 2020 pukul

14.55.

Http://youtu.be/aGHuRZu9G58. Ceramah Ustad Khalid Basalamah. Shalat Berjamaah Di Mesjid

Merenggangkan Saf 1 Meter Karena wabah. Pada Tanggal 12 September 2020 pukul

15.00 WIB.

Http://youtu.be/q02cMCq1jqQ. Ceramah Shaikh Sa’ad bin Sashir Asy-Syatsri. Shaf Shalat satu

Meter Apakah salatnya Sah. Pada Tanggal 12 September 2020 pukul 15.00 WIB.

41
shaf tidak mengapa, walaupun seorang harus shalat sendiri di

belakang shaf karena hajat (kebutuhan).

4. Shaikh Sa’ad bin Sashir Asy-Syatsri

Shaf salat berjarak satu meter apakah salatnya sah?

Sekalipun merapatkan shaf di syaratkan berdasarkan sabda nabi

Muhammad S.A.W. “Rapatkan shaf dan tutuplah celah yang

kosong jangan tinggalkan celah kosong untuk setan” (H.R. Bukhari

no 678 & Abu Dawud no 570, hadits shahih). Akan tetapi

pemerintah (dalam hadits ini) bukan menunjukan wajib, melainkan

sunnah menurut mayoritas ulama. Karena itu, mereka berpendapat

hal itu tidak mempengaruhi keabsahan salat, khususnya ketika ada

alasan yang mengharuskan shaf berjarak. Tetapi ada beberapa

ulama yang beragumen bahwa hal itu bukan termasuk wajib salat.

Berdasarkan hadits nabi tentang merapatkan shaf salat nabi

Muhammad SAW bersabda “Dimana sepuluh termasuk

kesempurnaan salat”. Mayoritas ulama berpendapat “ini

menunjukan bahwa tindakan (meluruskan dan merapatkan shaf)

hukumnya sunnah karena beliau tidak menyebutkan hal itu bagian

dari rukun salat maupun wajibnya. Dimana kesempurnaan sesuatu

adalah nilai hambatan atas hakekat nya yang tidak akan terpenuhi

melainkan dengan adanya hakekat tersebut”. Ini menunjukan

bahwa meluruskan shaf hukumnya sunnah bukan wajib, karena

kalua wajib, tentu nabi tidak mengkategorikan sebagai bagian dari

42
kebaikan salat. Dimana kebaikan sesuatu adalah nilai tambah atas

kesempurnaannya, dan hal itu menjadi tambahan atas yang wajib.

Dan meninggalkannya tidaklah mempengaruhi keabsahan salat.

Karena itu, tindakan membuat shaf berjarak tidaklah

mempengaruhi keabsahan salat.

5. Buya Yahya.

Ingatlah shaf nya agar tetap rapat, sebab dalam celah-celah

shaf yang renggang disana aka nada setan yang mengganggu ketika

kita salat, dan akan membisikan godaan kepada kita agar salat kita

tidak khusu’ dalam menjalankan ibdah. Dalam merapikan shaf kita

bisa melakukan ketika salat. Contoh, kita sedang melaksanakan

salat namun tiba-tiba ada shaf yang renggang di samping kita,

maka kitab oleh bergeser ke samping secara pelan. Begitu pula

ketika ada shaf yang renggang di depan kita, maka kitab oleh
12
mengisinya dengan maju ke depan secara pelan. Dalam

merapatkan shaf tersebut, kita tidak boleh melakukan tiga Gerakan

sekaligus yang dapat membatalkan salat, maka dari itu, kita

merapatkan shaf dengan selangkah demi selangkah agar tidak

banyak terjadi gerakan yang membatalkan salat. Merapatkan shaf

12
Http://youtu.be/6-dVe5c1pj8. Ceramah Ustad Buya Yahya. Hukuman Bagi Yang

Merenggangkan Shaf Sholat Berjemaah. Pada Tanggal 12 September 2020 pukul 15.00

WIB.

43
termasuk ke dalam fadilah Jemaah, dalam merapatkan shaf itu,

akan memberikan pahala kepada Jemaah. Selain itu keutamaan

jemah ada ketika merapatkan shaf dan ketika itu jugalah malaikat

berdoa. Barang siapa yang menyambung dan merapatkan shaf yang

terputus lalu menyambungkannya maka Allah akan sambung dan

akan mendapatkan pertolongan dari Allah, dan akan mendapatkan

rahmat dari Allah. Contoh, sama halnya jika kita menyambung

silaturrahmi dari teman maka kita mendapatkan hadiah. Tapi jika

Allah yang menyambung silaturrahmi dengan kita, maka ntah apa

yang akan Allah berikan kepada kita. Barang siapa yang

memutuskan shaf, maka Allah akan memutuskan rahmat bagi dia.

6. Ustad Dr. Firanda Andirja Lc.MA.

“Apabila suatu daerah tersebut tidak dalam keadaan rawan

atau bahaya wabah maka kembalilah ke sunnah sebelumnya, akan

tetapi bila suatu daerah tersebut sudah rawa akan wabah maka

tidak masalah jika salat di rengganggakan. Intinya kita melihat

situasi dan keadaan di suatu daerah tersebut. Rapatnya orang dalam

salat itu bukan rukun salat, bukan syarat salat, seandainya di

tinggalkan ada khilaf wajib atau sunnah. Kalau wajib boleh di

tinggalkan jika ada sesuatu dan itu tidak masalah, apalagi sunnah.

Jadi kalua di tinggalkan tidak masalah. Tetapi sebaikya jika tidak

terjadi sesuatu lebih baik kita Kembali ke hukum asal yaitu salat

yang mearpikan shaf.

44
C. Analisis Penulis

Seperti yang penulis jabarkan sebelumnya, bahwa shaf adalah barisan dan

jajaran Jemaah lurus dan rapat. Shaf merupakan bagian dari kesempurnaan salat.

Pada saat ini semua negara khususnya Indonesia telah terjadi wabah yaitu

covid-19 yang di haruskan jaga jarak. Dan pada salat berjemaah harus dengan

jarak supaya tidak terpapar covid-19.

Berdasarkan pendapat-pendapat para ulama dan hadits di kemukakan di

atas berkesimpulan bahwa, shaf renggang atau tanpa merapatkan shaf salatnya

masih tetap sah dan masih mendapat pahala salat berjemaah.

Dan lebih baik melakukan salat berjemaah di rumah atau salat sendiri ntuk

menghindari perkumpulan orang-orang supaya terhindar dari wabah covid-19.

Dan ulama lebih cenderung boleh salat berjemaah dengan shaf renggang

karena di nasehatkan oleh ustad AA Gym dalam islam menjauhi kemudaratan itu

lebih di utamakan dari pada mendatangkan kemanfaatan, artinya “kalau rapat shaf

bisa mendatangkan kemudaratan, maka berjarak itu tidak mengurangi rukun salat.

Oleh karena itu lebih baik melakukan salat di rumah saja dan berjaga jarak dan

mendatangkan kemanfaatan bagi diri sendiri.

45
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah penulis membahas hadist dan pendapat para ulama mengenai

shalat berjemaah tenpa merapatkan shaf ketika wabah covid 19, maka dalam

bab ini penulis dapat menarik beberapa kesimpulan :

1. Bahwasanya Shaf artinya berjajar kesamping dimulai sejak bilangan

dua orang, rapat ketika merapikan saf itu ialah tidak membiarkan

kekosongan yang sebernanya masih cukup diisi oleh satu orang.

2. Wabah adalah suatu keadaan ketika dimana kasus penyakit atau

peristiwa  yang lebih banyak daripada yang diperkirakan dalam suatu

periode waktu tertentu di area tertentu atau diantara kelompok tertentu.

Salah satu wabah pada saat sekarang ini adalah wabah penyakit covid

19, yang mana wabah ini harus berjaga jarak antara orang lain sejarak

46
1 meter. Demikian juga dengan salat berjemaah, salat berjemaah

dilakukan dengan berjaga jarak atau tanpa merapatkan shaf.

3. Hukum shalat berjemaah dengan shaf renggang atau tanpa merapatkan

shaf adalah sunah. Karena “Dalam islam menjauhi kemudaratan itu

lebih di utamakan dari pada mendatangkan kemanfaatan. Secara

sederhana, “kalau rapat shaf bisa mendatangkan kemudaratan, maka

berjarak itu tidak mengurangi atau tidak merusak rukun salat”. Shaf

renggang ini adalah untuk menghindari kemudaratan. “Dalam islam itu

menjamin keselamatan jiwa itu yang paling utama, sehingga ibadah

kita itu tidak boleh membuat kita mendapatkan musibah untuk jiwa

kita”.

B. SARAN

1. Kepada pembaca khususnya dan kepada umat islam umumnya agar

senantiasa menjalankan perintah Allah yang tercantum dalam kitab-Nya

dan Sunnah Rasulullah dalam Hadistnya serta tidak menyalahi apa yang

telah Allah dan Rasul-Nya perintahkan.

2. Penulis menyarankan agar lebih baik shalat di rumah saja dari pada shalat

di masjid untuk menghindari perkumpulan di dalam masjid supaya

terhindar dari covid 19. Dan menjaga kesehatan dan patuhi protocol

kesehatan.

3. Bagi pada wilayah yang zona pe dari covid 19, sudah boleh melaksanakan

salat berjemaah di masjid harus mematuhi protocol kesehatan memakai

masker, cuci tangan, dan jaga jarak 1 meter atau tanpa merapatkan shaf,

47
4. Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan atas apa yang telah

penulis paparkan. Oleh karena itu, penulis meminta kritik dan saran yang

membangun demi memaksimalkan karya tulis ini dan karya penulis

lainnya dimasa yang akan dating.

5. Pembahasan mengenai salat berjemaah tanpa merapatkan shaf ketika

wabah covid 19 seperti yang penulis jabarkan sebelumnya masih terbuka

bagi penulis-penulis selanjutnya.

48

Anda mungkin juga menyukai