Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Seringkali kita sebagai orang Islam tidak mengetahui kewajiban kita sebagai

makhluk yang paling sempurna yaitu salat, atau terkadang tau tentang kewajiban

tetapi tidak mengerti terhadap apa yang dilakukan. Dalam istilah lain salat adalah

suatu macam atau bentuk ibadah yang diwujudkan dengan melakukan perbuatan-

perbuatan tertentu disertai ucapan-ucapan tertentu dengan syarat-syarat tertentu

pula. Istilah salat ini tidak jauh berbeda dari arti yang digunakan oleh bahasa di

atas, karena didalamnya mengandung doa-doa, baik yang berupa permohonan,

rahmat, ampunan dan lain sebagainya.

            Salah satu kajian fiqih yang paling sering dipraktekkan di tengah-tengah

masyarakat adalah kajian masalah salat jenazah, kita memandang dari aspek teori

salat jenazah merupakan salah satu masalah ibadah yang amat gampang jika

dibayangkan bahkan kita menyepelekan masalah tersebut. Namun jika kita

melihat dari aspek praktek masih banyak kesalahan-kesalahan yang dilakukan

dimasyarakat dalam masalah pengurusan jenazah. Untuk itu dalam makalah ini

mengangkat sebuah tema yang berkaitan dengan menyolatkan jenazah dengan

tujuan sebagai pandangan bagaimana seharusnya  menyolatkan jenazah dengan

baik dan benar. Kemudian dalam makalah ini juga membahas bagaimana

pengertian salat jenazah itu sendiri, syarat dan rukunnya termasuk kaifiat dalam

salat jenazah.

1
B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah makalah ini adalah

sebagai berikut :

1.      Apa yang dimaksud salat jenazah?

2.      Apa saja syarat salat jenazah?

3.      Apa saja rukun dan tata cara salat jenazah?

4.      Bagaimana kaifiat salat jenazah?

C.    Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan

makalah ini adalah sebagai berikut :

1.      Menjelaskan apakah yang dimaksud dengan salat jenazah

2.      Menjelaskan apa saja yang menjadi syarat salat jenazah

3.      Menjelaskan apa saja yang menjadi rukun dan tata cara salat jenazah

4.      Mengetahui kaifiat salat jenazah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Salat Jenazah dan Hukumnya

Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang dilakukan umat

muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan salat

jenazah ini adalah fardhu kifayah. Artinya apabila sebagian kaum muslimin telah

melaksanakan pengurusan jenazah orang muslim yang meninggal dunia maka

tidak ada lagi kewajiban kaum muslim yang lainnya untuk melaksanakan

pengurusan jenazah tersebut (Musthafa, 2003 hal: 94).

B.     Dasar Hukum Salat Jenazah

Jenazah seorang muslim  yang sudah dimandikan dan dikafani dengan baik, maka

terus disalatkan. Para Imam ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati jenazah itu

hukumnya fardu kifayah. Kewajiban menyalati jenazah berdasarkan hadis Nabi

SAW :

‫صلُّوْ ا َو َرا َء َم ْن‬ َ َ‫صلُّوْ ا َعلَى َم ْن ق‬


َ ‫ال اَل اِلهَ اِاَّل هللاُ َو‬ َ :‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ ْم قَا َل‬ َّ ِ‫َع ِن ا ْب ِن ُع َم َررضي هللا عنه اَ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬

)‫(رواه الطبران‬.ُ‫قَا َل اَل اِلهَ اِاَّل هللا‬

Artinya:

“Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Salatkanlah olehmu orang-

orang yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah dan salatlah kamu di belakang

orang yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah.” (HR. At Tabrani)

3
Juga hadis Nabi SAW :

ُ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ ْم َكانَ ي ُْؤتى با ِ ل َّر ُج ِل ْال ُمت ََوفَّى َعلَ ْي ِه ال ِّديْن‬ َّ ِ‫ اَ َّن لنَّب‬:‫ال‬
َ ‫ي‬ ِ َ‫ع َْن ا‬
َ َ‫ب هُ َر ْي َرتَ رضي هللا عنه ق‬

َ َ‫صلَّى َواِاَّل قَا َل لِ ْل ُم ْسلِ ِم ْين‬


َ ‫صلُّوْ ا َعلَى‬
‫صا ِحبُ ُك ْم (رواه‬ َ ‫ِّث اَنَّهُ تَ َر‬
َ ‫ك َوفَا ًء‬ َ ‫ه فَضْ الً؟ فَا ِ ْن ُحد‬rِ ِ‫ك لِ ِد ْين‬
َ ‫فَيَ ْسا َ ُل هَلْ تَ َر‬

)‫البخاري ومسلم‬

Artinya :

“Dari Abu Hurairah r.a. katanya, “Bahwa seorang laki-laki yang meninggal

dalam keadaan berhutang dan hal itu disampaikan kepada Nabi SAW. Maka Nabi

menanyakan apakah ia meninggalkan kelebihan harta untuk membayar

hutangnya. Jika dikatakan orang bahwa ia meninggalkan harta untuk

membayarnya, maka beliau akan menyalati jenazah itu. Jika tidak beliau akan

memesankan kepada kaum muslimin, “Salatkanlah teman sejawatmu.” (HR.

Bukhari dan Muslim)

Jika jenazah itu tidak utuh, misalnya tinggal sebagian anggota tubuhnya

saja yang dapat ditemukan, maka anggota tubuh yang ada itulah yang harus

dimandikan, dikafani, dan disalatkan. Hal ini pernah dilakukan sahabat Nabi

SAW. Yang menyalatkan tangan Abdurrahman yang dijatuhkan oleh seekor

burung. Mereka mengenal tangan Abdurrahman dengan melihat cincinnya.

Apabila jenazah itu berupa bayi yang gugur dalam kandungan tetapi

tampak tanda-tanda hidup sebelum gugur, hukum memandikannya sama seperti

jenazah biasa. Tetapi jika tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan hidup, maka

tidak perlu disalatkan. Jadi, yang wajib disalatkan adalah jenazah muslim, yaitu

manusia yang hidup, memiliki roh sekalipun masih dalam kandungan.

4
Adapun jenazah yang bukan muslim tidak boleh disalatkan hanya boleh

dimandikan, dikafani kemudian dikuburkan, karena Rasulullah SAW. Pernah

menyuruh Ali bin Abi Talib memandikan ayahnya dan mengkafaninya saja tanpa

menyalatkan.

Firman Allah SWT. juga menegaskan sebagai berikut :

)84:‫(التوبة‬...‫ص ِّل َع َل اَ َح ٍد ِم ْن ُح ْم َماتَ اَبَدًا َواَل تَ ُك ْم َع َل قَب ِْر ِه‬


َ ُ‫َواَل ي‬

Artinya :

“Dan janganlah engkau sekali-kali menyalatkan jenazah seseorang diantara

mereka yang mati (dalam keadaan kufur kepada Allah dan Rasul Nya) dan

jangan engkau berdiri dikuburnya...” (QS. At Taubah : 84)

Khusus bagi jenazah yang mati syahid karena gugur dalam peperangan

melawan orang kafir untuk meninggikan agama Allah SWT. maka ia tidak

dimandikan dan tidak pula disalatkan, hanyalah dikafani dengan pakaiannya yang

berlumuran darahnya, kemudian dimakamkan. Imam Syafi’i berkata dalam

kitabnya al Um bahwa telah diterima berita seolah-olah ia disaksikan secara

mutawatir bahwa Nabi SAW. tidak menyalatkan korban-korban perang uhud.

Dalam salat jenazah disunatkan membentuk tiga shaf yang masing-masing

terdiri dari dua orang minimal dan dalam shaf lurus. Imam ahmad berkata, “jika

jumlah pengikutnya sedikit, lebih baik mereka dibagi tiga shaf.“ Selanjutnya ia

berkata, “jika mereka hanya terdiri dari empat orang, maka dijadikan dua shaf

yang masing-masing shaf terdiri dari dua orang, kalau dibentuk tiga shaf

hukumnya makruh, karena ada shaf yang hanya terdiri dari satu orang.”

Disunatkan pula dalam salat jenazah dengan pengikut yang banyak jumlahnya.

5
C.    Syarat Salat Jenazah

Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di antaranya

tidak dipenuhi, maka salatnya tidak sah menurut  syara’. Syarat-syarat tersebut

adalah sebagai berikut. Salat jenazah termasuk dalam ibadah salat, maka syarat-

syaratnya pun sama dengan yang telah diwajibkan pada salat-salat fardu lainnya,

seperti :

1.      Beragama Islam

2.      Sudah baligh dan berakal

3.      Suci dari hadis atau najis

4.      Suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat

5.      Menutup aurat, laki-laki auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita

auratnya sampai seluruh anggota badan, kecuali muka dan telapak tangan

6.      Menghadap kiblat (Samsuri, 1998: 29).

Perbedaanya dengan salat fardu yang lain adalah mengenai waktu, karena salat

jenazah ini ia dapat dilakukan pada waktu kapan saja ketika ada jenazah. Bahkan

menurut golongan Hanafi dan Syafi’i salat ini boleh dilaksanakan pada waktu-

waktu terlarang. Akan tetapi Ahmad dan Ibnu Mubarak, dan Ishak memandang

makruh melakukan salat jenazah pada waktu terbitnya matahari, waktu istiwa dan

saat terbenamnya, kecuali jika dikhawatirkan jenazah akan membusuk.

6
D.    Rukun dan Tata Cara Salat Jenazah

1.      Niat melaksanakan salat jenazah

‫ض ْال ِكفَايَ ِة َمأْ ُموْ ًماهّلِل ِ تَ َعالَى‬ ِ َ‫ت(ه ِذ ِه ْال َميِّت‬


ٍ ‫ت)اَرْ بَ َع تَ ْكبِ ْي َرا‬
َ ْ‫ت فَر‬ ِ ِّ‫صلّ ِى عَلى ه َذ ْاال َمي‬
َ ُ‫ا‬

Artinya  :

“Saya niat salat atas mayat ini empat takbir fardlu kifayah, karena Allah.

Allahhu Akbar.”

2.      Berdiri bagi yang mampu. Ini merupakan pendapat jumhur ulama, maka

tidak sah menyalatkan jenazah sambil duduk atau berkendaraan kalau tidak

ada uzur. Dalam kitab al Mugni dikatakan, “Tidak boleh menyalatkan

jenazah ketika sedang berkendaraan, karena itu menghalangi sikap berdiri

yang diwajibkan”. Imam Syafi’i juga berpendapat demikian, termasuk Abu

Hanifah dan Abu Saur tanpa ada menentangnya. Disunatkan menggenggam

tangan kiri dengan tangan kanan pada saat berdiri sebagaimana yang

dilakukan salat fardu biasa.

3.      Membaca takbir empat kali, seperti yang tersebut dalam hadis Nabi SAW.

ِ ‫صلَّى َعلَى انَّ َج‬


‫اش ِّي فَ َكبَّ َراَرْ بَعًا‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َّ ِ‫ع َْن َجابِرْ اَ َّن انَب‬
َ ‫ي‬

 (‫)رواه البخاري ومسلم‬  

Artinya :

“Dari jabir r.a bahwa Nabi SAW. menyalatkan Najasi (raja Habsyi), maka beliau

membaca takbir empat kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam Turmudzi berkata bahwa hal itu telah diamalkan oleh kebanyakan ulama

dari para sahabat Nabi SAW. dan lainnya. Mereka berpendapat bahwa takbir

7
dalam salat jenazah itu sebanyak empat kali. Demikian juga pendapat Syafi’i,

Sufyan, Ahmad, Ibnul Mubarak, dan Ishak.

4.      Membaca surat al Fatihah, dilanjutkan denngan takbir yang kedua.

5.      Membaca salawat atas Nabi Muhammad SAW. dilanjutkan dengan takbir

ketiga. Membaca surat al Fatihah dan salawat Nabi dalam jenazah,

sebaiknya dengan cara sirri (bisik-bisik). Jumhur ulama berpendapat bahwa,

baik membaca al Fatihah atau membaca salawat Nabi, berdoa serta memberi

salam disunatkan secara sirri kecuali bagi imam, maka baginya sunat jahar

pada takbir dan taslim untuk pemberitahuan kepada makmum. Membaca

salawat sekurang-kurangnya dengan mengucapkan Allahumma shalli ‘ala

Muhammad itu sudah cukup. Sedangkan yang lebih utama adalah mengikuti

apa yang diajarkan oleh nabi sebagai berikut :

‫ار ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَ ِل‬


ِ َ‫صلَيْتَ َعلَى اِ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلَى اَ ِل اِب َْرا ِه ْي َم َوب‬ َ ‫اَللّهُ َّم‬
َ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما‬

َّ َّ‫ُم َح َّم ٍد َك َمابَا َر ْكتَ َعلَى اِ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلَى اَ ِل اِ ْب َرا ِه ْي َم فِى ْال َعالَ ِم ْينَ اِن‬
‫ك َح ِم ْي ُد َّم ِج ْي ٌد‬

Artinya :

“Ya Allah limpahkanlah karunia atas Nabi Muhammad serta keluarga

Muhammad sebagaimana telah Engkau limpahkan atas Nabi Ibrahim dan berilah

berkah kepadA Muhammad serta keluarga Muhammad sebagaimana telah

Engkau berikan kepada Ibrahim di antara seluruh penduduk alam, sungguh

engkau ya Allah Mahaterpuji lagi Mahamulia.”

8
6.      Mendoakan jenazah, dilanjutkan dengan takbir keempat.

ِ ِّ‫صلَّ ْيتُ ْم َعلَى ْال َمي‬


  ‫ت فَا َ ْخلِصُوْ الَهُ ال ُّدعَا َء (رواه ابوداودوالبيحقي وابن‬ َ ‫ اِ َذا‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ُ‫قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬

)‫حبان وصححه‬

Artinya :

Rasulullah SAW. bersabda, “Jika kamu menyalatkan jenazah, maka berdoalah

untuknya dengan tulus ikhlas.”  (HR. Abu Dawud dan Baihaqi, juga Ibnu Hibban

yang menyatakan sahihnya)

Doa dianggap sah walaupun hanya secara singkat. Akan tetapi yang lebih utama

adalah membaca doa berikut :

‫ج َوبَ َر ٍد َونَقِّ ِه ِمنَ ْالخَ طَا‬


ٍ ‫اَللّهُ َّم ا ْغفِرْ لَهُ َوارْ َح ْمهُ َوعَافِ ِه َواعْفُ َع ْنهُ َواَ ْك ِر ْم نُ ُزلَهُ َو َو ِّس ْع َم ْد َخلَهُ َواَ ْغ ِس ْلهُ بِ َما ٍء َوثَ ْل‬

ِ ‫َس َواَ ْب ِد ْلهُ دَارًا َخ ْيرًا ِم ْن د‬


‫َار ِه َواَ ْهاًل َخ ْيرًا ِم ْن اَ ْهلِ ِه َو َزوْ ًجاخَ ْيرًا ِم ْن َزوْ ِج ِه َوقِ ِه‬ ِ ‫ق الثَّوْ بُاااْل َ ْبيَضُ ِمنَ ال َّدن‬
َّ َ‫يَا َك َمايُن‬

ِ َّ‫فِ ْتنَةَ ْالقَب ِْر َو َع َذابَاالن‬


)‫ار (رواه مسلم‬

Artinya :

“Ya Allah ampunilah dia, kasihanilah dia, mafkanlah dia, muliakanlah dia,

lapangkanlah tempatnya dan bersihkanlah dia dengan air, air salju, dan air

embun. Sucikanlah dia dari dosa sebagaimana kain yang putih bila disucikan

dari noda. Dan gantilah rumahnya dengan tempat kediaman yang lebih baik,

begitu pun keluarga serta istrinya dengan yang lebih berbakti, serta lindungilah

dia dari bencana kubur dan siksa neraka.” (HR. Muslim)

7.      Membaca doa setelah takbir keempat

Disunatkan membaca doa setelah takbir keempat, seperti yang dijelaskan

dalam hadis nabi SAW. riwayat Ahmad dari Abdullah bin Abi Aufa :

9
َ ِ‫ َكانَ َرسُوْ ُل هللا‬:‫ال‬
ُ‫ص َّل هللا‬ ْ ‫أَنَّهُ َمات‬
َ َ‫َت لَهُ اِ ْبنَةٌ فَ َكبَّ َر َعلَ ْيهَااَرْ بَعًاثُ َّم قَا َم بَ ْعدَالرَّابِ َع ِة قَ ْد َر َمابَ ْينَ التَّ ْكبِي َْرتَ ْي ِن يَ ْد ُعوْ ثُ َّم ق‬

‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَصْ نَ ُع فِى ْال َجنَا َز ِة هَا َك َذا‬

Artinya :

“Ketika putrinya meninggal dunia, Abdulah bin Aufa menyalaatkan dengan

membaca empat kali takbir, kemudian setelah takbir keempat ia masih berdiri

selama kira-kira antara dua takbir membaca doa. Kemudian katanya,

“Rasulullah SAW. selalu melakukan seperti ini terhadap jenazah.”

Imam Syafi’i berkata, “Setelah takbir keempat, hendaklah membaca doa sebagai

berikut :

َ‫اَللّهُ َّم اَل تَحْ ِر ْمنَااَجْ َرهُ َواَل تَ ْفتِنَّابَ ْع َدهُ َوا ْغفِرْ لَنَا َولَهُ بِ َرحْ َمتِكَ يَااَرْ َح َم الرَّا ِح ِم ْين‬

Artinya :

“Ya Allah janganlah Engkau tidak memberikan pahala kepadanya dan janganlah

Engkau menjadikan fitnah kepada kami setelahnya, berilah ampunan kepada

kami dan kepadanya dengan rahmatMu wahai Dzat Yang memberi Rahmat.”

Sedangkan Abu Hurairah berkata, “Orang-orang dulu biasanya membaca setelah

takbir keempat itu, dan sebagai berikut :

ِ َّ‫َربَّنَااتِنَافِى ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِى ااْل ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َعدَابَالن‬


‫ار‬

Artinya :

“Ya Allah Tuhan kami, berilah kami di dunia kebaikan dan juga di akhirat dan

lindungilah kami dari siksa neraka.”

10
8.      Mengucapkan Salam

Salam pada salat jenazah menurut para fuqaha termasuk fardu, kecuali Abu

Hanifah yang mengatakan bahwa salam kesebelah kanan dan kiri hukumnya

wajib, tetapi bukan termasuk rukun dengan alasan bahwa salat jenazah

termasuk salah satu macam salat dan untuk mengakhiri salat adalah dengan

membaca salam. Ibnu Mas’ud mengatakan, “Mengucapkan salam ketika

salat jenazah seperti salam waktu salat biasa, sekurang-kurangnya

Assalamu’alikum, tetapi Ahmad berpendapat membaca satu kali salam itu

adalah sunah dengan menghadapkan mukanya kesebelah kanan, boleh juga

ke arah depan berdasarkan perbuatan Rasulullah dan para sahabat. Mereka

hanya memberi salam hanya satu kali, tidak ada yang membantah pada

waktu itu. Imam Syafi’i berkata bahwa hukum mengucapkan salam dua kali

adalah sunah, yaitu dimulai dengan menghadapkan muka kesebelah kanan,

kemudian salam yang kedua kesebelah kiri, sedangkan Ibnu Hazmin

menganggap bahwa salam yang kedua termasuk dzikir dan amalan yang

baik (Abidin dan Suyono, 1998: 168).

E.     Kaifiat Salat Jenazah

Setelah syarat-syarat dipenuhi, maka orang yang mengerjakan salat jenazah

berdiri lurus di depannya, lalu mengangkat kedua tangan sambil

membaca takbiratul ihram. Letakkan tangan kanan di atas tangan kiri

kemudian membaca surat al Fatihah diikuti dengan takbir lagi dan

membaca salawat Nabi, kemudian takbir yang ketiga diikuti membaca doa

kepada jenazah, lalu takbir keempat dan berdoa lagi kemudian salam.

11
1.      Apabila jenazah ada di depan tempat Salat

Letakkanlah jenazah orang yang menyalatkan atau di depan imam jika

berjamaah dengan kepala jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu laki-laki

maka orang yang salat (imam) berdiri sejajar dengan kepala. Jika perempuan

maka orang yang salat (imam) berdiri sejajar dengan tengah-tengah badan

jenazah. Apabila jenazah lebih dari satu orang, boleh disalatkan sendiri-

sendiri atau bersama-sama dengan ketentuan, jenazah laki-laki diletakkan

lebih dekat dengan imam dan jenazah perempuan lebih dekat dengan arah

kiblat, semuanya didepan imam dengan yang lebih utama di dekatnya,

kemudian disalatkan bersama-sama. Boleh juga menyalatkan yang laki-laki

terlebih dahulu, baru kemudian yang perempuan.

2.      Apabila jenazah ada di tempat yang jauh

Seseorang boleh menyalatkan jenazah yang berada di tempat yang jauh,

yang disebut salat gaib. Cara melaksanakannya sama dengan melaksanakan

salat jenazah biasa dengan niat salat gaib dan wajib menghadap kiblat. Ibnu

Hazmin berkata bahwa jenazah gaib itu disalatkan secara berjamaah.

Rasulullah SAW. telah menyalatkan Raja Najasyi yang meninggal di Habsyi

bersama sahabat yang berdiri bersaf-saf. Ini merupakan Ijma yang tak di

ingkari.

3.      Apabila jenazah telah dikubur

Menyalatkan jenazah di atas kuburan hukumnya mubah walaupun ia telah

disalatkan sebelum dikubur (Abidin dan Suyono, 1998: 172).

12
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

1.      Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang dilakukan

umat muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum

melakukan salat jenazah ini adalah fardhu kifayah.

2.      Jenazah seorang muslim  yang sudah dimandikan dan dikafani dengan baik,

maka terus disalatkan. Para Imam ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati

jenazah itu hukumnya fardu kifayah. Kewajiban menyalati jenazah

berdasarkan hadis Nabi SAW : Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi SAW.

Bersabda, “Salatkanlah olehmu orang-orang yang mengucapkan kalimat

Lailaha illallah dan salatlah kamu di belakang orang yang mengucapkan

kalimat Lailaha illallah.”

3.      Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di antaranya

tidak dipenuhi, maka salatnya tidak sah menurut  syara’. Syarat-syarat

tersebut adalah sebagai berikut. Salat jenazah termasuk dalam ibadah salat,

maka syarat-syaratnya pun sama dengan yang telah diwajibkan pada salat-

salat fardu lainnya. Syarat-syaratnya adalah: beragama Islam, sudah baligh

dan berakal, suci dari hadis atau najis suci seluruh anggota badan, pakaian

dan tempat, menutup aurat, laki-laki auratnya antara pusat sampai lutut,

sedang wanita auratnya sampai seluruh anggota badan, kecuali muka dan

telapak tangan, menghadap kiblat.

13
4.      Rukun salat jenazah yaitu: Niat, Berdiri bagi yang mampu, Membaca takbir

empat kali, membaca surat al Fatihah, membaca salawat atas nabi

Muhammad SAW, Mendoakan jenazah, membaca membaca doa setelah

takbir ke empat, mengucapkan salam.

5.      Kaifiat salat jenazah: Apabila jenazah ada di depan tempat Salat,

Letakkanlah jenazah orang yang menyalatkan atau di depan imam jika

berjamaah dengan kepala jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu laki-laki

maka orang yang salat (imam) berdiri sejajar dengan kepala. Jika perempuan

maka orang yang salat (imam) berdiri sejajar dengan tengah-tengah badan

jenazah. Apabila jenazah ada di tempat yang jauh. Seseorang boleh

menyalatkan jenazah yang berada di tempat yang jauh, yang disebut salat

gaib. Apabila jenazah telah dikubur, menyalatkan jenazah di atas kuburan

hukumnya mubah walaupun ia telah disalatkan sebelum dikubur

B.     Saran-saran

1.      Dengan adanya pembahasan tentang tata cara pengurusan jenazah ini

pemakalah berharap kepada kita semua agar selalu ingat akan kematian dan

mempersiapkan diri untuk menyanbut kematian itu.

2.      Pemakalah juga berharap dengan adanya pembahasan ini dapat dijadikan

pembelajaran bagi guru pendidikan Islam untuk mendidik dan

memberitahukan pada siswa sejak dini bagaimana cara menyalati jenazah

dengan baik.

14
3.      Dan juga kepada seluruh umat muslim dalam memperlakukan jenazah

hendaknya benar-benar memperhatikan aturan-aturan Islam yang berlaku

agar ia diterima di sisi Allah.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet dan Moh. Suyono. 1998. Fiqih Ibadah. Bandung: Pustaka Setia.

Pasha, Mustafa Kamal. 2003. Fiqih Islam. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri.

Samuri, M. 1998. Penuntun Shalat lengkap. Surabaya: Apollo Lestari

16

Anda mungkin juga menyukai