FARDHU KIFAYAH
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK V
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan petunjuk dan hidayahnya se
hingga makalah ini dengan judul “Tata cara Sholat jenazah”. Makalah ini dibuat sebagai tuga
s mata pelajaran Mulog. Untuk itu tidak lupa kami sampaikan Terima kasih kepada Guru mat
a pelajaran Mulog yang telah membantu dan membimbing kami dalam mengerjakan makalah
ini.
kami juga mengucapkan Terima kasih kepada seluruh pihak yang turut andil dalam memberi
kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini Tentunya ada
hal-hal yang ingin saya berikan kepada masyarakat dari hasil makalah ini.
Karena itu kami berharap semoga karya ilmiah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi
kita bersama. Makalah ini merupakan hasil dari kemampuan penulis sehingga saran dan kritik
yang membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan penulisan-penulisan yang akan dat
ang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………….…………. i
Kesimpulan ………………………………………………………………………..... 5
Daftar Pustaka……………………………………………………………………….. 6
ii
BAB II
PEMBAHASAN
1. Shalat Jenazah
A. Pengertian Shalat Jenazah dan Hukumnya
Shalat jenazah adalah jenis shalat yang dilakukan pada muslim laki-laki maupun m
uslim perempuan yang telah meninggal dunia, yang dishalatkan oleh muslim lainnya yang ma
sih hidup. Hukum pelaksanaan shalat jenazah ini adalah fardhu kifayah yang artinya wajib ba
gi setiap muslim untuk melakukannya, tetapi kewajiban tersebut gugur apabila telah ada musl
im lainnya yang melakukannya.
B. Syarat Penyelenggaraan
Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan shalat ini adalah:
1) Yang melakukan shalat ini harus memenuhi syarat sah shalat secara umum (menut
up aurat, suci dari hadas, menghadap kiblat dst.)
2) Jenazah/Mayit harus sudah dimandikan dan dikafani, kecuali fiisabilillah.
3) Jenazah diletakkan di depan mereka yang menyalati, kecuali shalat ghaib.
4) Pembagian shaf dalam shalat jenazah hendaknya dibariskan menjadi tiga baris. Beg
itu juga apabila yang menyalati jumlahnya hanya tiga orang, maka imam berdiri di
shaf pertama, makmum pertama berada di shaf kedua dan makmum ketiga berada d
i shaf ketiga
5) Dalam pelaksanaan shalat jenazah posisi imam berbeda-beda sesuaidengan keadaa
n jenazah. Perbedaan tersebut adalah:
a. Apabila jenazah laki-laki maka posisi imam berada tepat di dekat kepala jenaz
ah.
b. Apabila perempuan, imam berada di tengah badan jenazah.
Sesuai dengan hadits berikut “Saya melihat Anas bin Malik menyembahyangkan je
nazah laki-laki dia berdiri di arah kepalanya. Setelah jenazah itu diangkat dan diga
ntikan pula dengan satu jenazah wanita, dia menyembahyangkannya dan berdiri di
tengah-tengahnya. Seorang sahabat bertanya: “Hai Abu Hamzah, apakah Nabi men
yembahyangkan jenazah laki-laki dan wanita seperti arahmu berdiri tadi?” Anas m
enjawab “Ya.”” (HR. Ahmad dan Turmuzi dan Ibn Majah dari Abi Ghalib al-Hann
ath).
1
c. Apabila jenazah yang disalati jumlahnya banyak dan terdiri dari laki-laki dan perempu
an, maka posisi imam berada di depan kepala jenazah. Jenazah laki-laki diletakkan di
depan kemudian diikuti oleh jenazah perempuan. Selain itu juga diperbolehkan untuk
menyalati jenazah tersebut satu-persatu secara bergiliran. Posisi imam shalat jenazah
yang berbeda-beda ini juga berlaku bagi orang yang shalat jenazah sendirian.
Atau membaca :
َ َوقِنَا َع َذ، ً َوفِي اآل ِخ َر ِة َح َسنَة، ًَربَّنَا آتِنَا فِي ال ُّدنيَا َح َسنَة
اب النَّار
6) Salam
2. Pembahasan Permasalahan
A. Mengangkat tangan hanya ketika pada takbir pertama atau pada setiap takbir.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairoh bahwa “Rasulullah saw mengucapk
an takbir di dalam shalat jenazah dan mengangkat kedua tangannya pada takbir per
tama dan meletakan tangan kanan diatas tangan kirinya.” Lalu Abu Isa mengatakan
bahwa hadits ini gharib dan kita tidak mengetahuinya kecuali dari sisi ini.
Para ahli ilmu telah berbeda pendapat2 di dalam permasalahan ini :
a. Kebanyakan ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi dan yang lainnya berpendap
at untuk mengangkat kedua tangan pada setiap takbir didalam shalat jenazah, d
emikian pula pedapat Ibnul Mubarok, Syafi’i, Ahmad dan Ishaq.
b. Sedangkan sebagian ahli ilmu yang lain berpendapat untuk tidak mengangkat
kedua tangan kecuali hanya pada takbir pertama, ini adalah pendapat ats Tsaur
iy dan ahli Kuffah. (Sunan at Tirmidzi juz IV hal 350).
Syeikh al Albani didalam “Ahkam al Janaiz hal 115 – 116” menyebutkan bah
wa dalam hal disyariatkannya mengangkat kedua tangan pada takbir pertama t
erdapat dua buah hadits :
Dari Abu Hurairoh bahwa “Rasulullah SAW mengucapkan takbir dalam shalat
jenazah dan mengangkat kedua tangannya pada takbir pertama dan meletakan
tangan kanan diatas tangan kirinya.” Diriwayatkan oleh at Tirmidzi (2/165), ad
Daruquthni (192), al Baihaqi (284), Abu asy Syeikh didalam “Thabaqat al Ash
baniyin” (262) dengan sanad lemah akan tetapi diperkuat oleh hadits kedua da
ri Abdullah bin Abbas bahwa “Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya
di dalam shalat jenazah pada takbir pertama dan tidak mengulanginya lagi.” Di
riwayatkan oleh ad Daruquthni dengan sanad yang orang-orangnya bisa diperc
aya kecuali al Fadhl bin as Sakan, dia adalah orang yang tidak dikenal. Ibnu at
Turkumai tidak memberikan pendapat tentangnya didalam “al Jauhar an Naqi
y” (4/44). Dengan demikian permasalahan mengangkat kedua tangan saat takb
ir didalam shalat jenazah adalah permasalahan khilafiyah atau yang masih dipe
rselisihkan oleh para ulama sehingga tidak perlu menjadikan sebagian dari kita
menyalahkan sebagian yang lain.
4
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Shalat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah shalat yang dilakukan umat Muslim j
ika ada Muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan shalat jenazah ini adalah f
ardhu kifayah, di lakukan dengan 4 takbir dan bacaan pada masing-masing takbir adalah Al-F
atihah, Shalawat kepada Nabi SAW, membaca do’a ”Allahummaghfir lahu warhamhu wa’aaf
ihii wa’fu ‘anhu,” dan doa “Allahumma laa tahrimnaa ajrahu wa laa taftinnaa ba’dahu waghfi
r lanaa wa lahu,” serta di akhiri dengan salam.
Meskipun dalam pelaksanaannya kita menemukan perbedaan, tidak seharusnya kita salin
g menyalahkan dan menyatakan siapa yang benar. Justru sebaliknya kita saling menghargai s
atu sama lain, duduk bersama dan mengkaji hal tersebut bersama-sama.
5
Daftar Pustaka