Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KELOMPOK III

MELAKSANAKAN PENGURUSAN JENAZAH

Disusun Oleh :

1. Abdurahman Hibban

2. M. Khairil

3. Muthia Alby Zahri

4. M. Rifa soripada O.L

5. Reva Marsika

6. Zaskia Andralik

Kelas XI IPA I

Nama Guru Mata Pelajaran : Kgs .M.Roihan Adnan,S.Pd., M.Pd.

Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam

SMA SRIJAYA NEGARA PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulilah atas kehadirat ALLAH SWT, yang telah melimpahkan nikmat,
taufik, serta hidayah-nya yang sangat besar sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dalam rangka untuk memenuhi tugas mata pelajaran pendidikan agama
islam dengan judul “Melaksanakan pengurusan jenazah”

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman para
pembaca serta bermanfaat baik bagi kami maupun pembaca.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena kesempurnaan
ituhanyalah milik Allah SWT. Maka dari itu, kami mengharapkan saran serta masukan
yang bersifat membangun dari pembaca sekalian demi penyusunan makalah yang lebih
baik lagi.

Palembang, 29 Juli 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 2

A. Pengertian Jenazah ............................................................................... 2


B. Dalil Naqli Dan Aqil Dalam Pengurusan Jenazah ............................... 2
C. Cara Mengurus Jenazah ....................................................................... 7
D. Hukum Menziarahi Kubur .................................................................. 12

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 14

A. Kesimpulan .......................................................................................... 14
B. Saran Dan Kritik .................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam menganjurkan umatnya agar selalu ingat akan mati, Islam juga
menganjurkan umatnya untuk mengunjungi orang yang sedang sakit, menghibur dan
mendo’akannya. Apabila seseorang telah meninggal dunia, hendaklah keluarga
dekatnya melakukan kewajiban yang mesti dilakukan terhadap jenazah, yaitu
memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkannya.
Mengurus jenazah, yaitu sejak dari menyiapkannya, memandikannya,
mengkafaninya, menshalatkannya, membawanya ke kubur sampai kepada
menguburkannya adalah perintah agama yang ditujukan kepada kaum muslimin
sebagai kelompok masyarakat. Apabila perintah itu telah dikerjakan oleh sebagian
mereka sebagaimana mestinya, maka kewajiban melaksanakan perintah itu berarti
sudah terbayar. Kewajiban yang demikian sifatnya dalam istilah agama dinamakan
fardhu kifayah.
Karena semua amal ibadah harus dikerjakan dengan ilmu, maka mempelajari
ilmu tentang peraturan-peraturan di sekitar penyelenggaraan pengurusan jenazah itupun
merupakan fardhu kifayah juga. Sehingga akan berdosalah seluruh anggota suatu
kelompok kaum muslimin apabila dalam kelompok tersebut tidak terdapat orang yang
berilmu cukup untuk melaksanakan fardhu kifayah di sekitar penyelenggaraan
pengurusan jenazah itu.
Sesuai ketentuan agama Islam, penyelenggaraan jenazah dilakukan melalui
suatu prosedur tertentu. Prosedur dimaksud merupakan persyaratan yang harus
ditempuh apabila salah seorang umat islam meninggal dunia. Dalam hukum Islam ada
empat kewajiban yang harus diperlakukan pada seseorang yang telah meninggal dunia,
yaitu: (i) memandikan; (ii) mengkafani; (iii) menyalatkan; (iv) mengubur jenazah
tersebut (Labib, 1994: 18).

B. Rumusab Masalah
E. Apa Pengertian Jenazah?
F. Apa Saja Dalil Naqli Dan Aqil Dalam Pengurusan Jenazah?
G. Bagaimana Cara Mengurus Jenazah?
H. Apa Hukum Menziarahi Kubur ? Mengapa ?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jenazah
Al-janaaiz bentuk jamak dari lafazh janaazah berasal dari fi’il janaaza yang
memiliki arti menutupi dan jinaazah menurut lughah yang fasih artinya keranda
(katil) untuk membawa mayat, kalau dibaca janaazah artinya mayat ( al-Maliki
1994, 860).
Kata jenazah, bila ditinjau dari segi bahasa (etimologis), berasal dari bahasa
Arab dan menjadi turunan dari isim masdar (adjective) yang diambi dari fi’il madi
janazayajnizu-janazatan wa jinazatan. Bila huruf jim dari kata tersebut dibaca
fathah (janazatan), kata ini berarti orang yang telah meninggal dunia. Namun bila
huruf jimnya dibaca kasrah, maka kata ini memiliki arti orang yang
mengantuk.Demikian keterangan yang dijelaskan oleh sang penulis kitab Matali’
al-Anwar (An-Nawawi t.th, 104).
Jenazah (janaazah atau jinaazah berarti mayat). Istilah ini merupakan ragam
bahasa penghormatan bagi orang yang meninggal dunia (Dahlan 2000, 815 ).
Jenazah adalah jasad yang telah mati, dalam bahasa Indonesia kata ini dinilai lebih
terhormat dibandingkan mayat ( Alhafidz, 2013: 512).
Dalam kamus al Munawwir Jenazah berarti seseorang yang telah meninggal
dunia dan diletakkan dalam usungan sariirul mayyiti (usungan mayat)(Munawwir
1997, 214).
Kata “jenazah” adalah nama bagi mayat yang ada di dalam tanduan, sebagian
lagi mengatakan nama bagi tanduan yang ada di dalamnya mayat dan kalau tidak
ada di dalamnya mayat maka tidak dinamakan jenazah tetapi hanya tanduan (al-
Banjari t.th, 140).
Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa jenazah adalah seseorang yang telah meninggal dunia yang
diletakkan di dalam tanduan (usungan) ketika ia meninggal dunia.

B. Dalil Naqli Dan Aqil Dalam Pengurusan Jenazah


Manusia adalah mahluk ciptaan Allah yang pasti kematiannya. Tidak ada satu
manusia pun yang abadi. Hal ini sendiri telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

2
ُ ‫ﺎﺭ َﻭﺃُﺩْﺧِ َﻞ ْﺍﻟ َﺠ ﱠﻨ َﺔ َﻓ َﻘﺪْ َﻓﺎﺯَ َﻭ َﻣﺎ ْﺍﻟ َﺤ َﻴﺎﺓ‬ َ ‫ﺕ َﻭ ِﺇ ﱠﻧ َﻤﺎ ﺗ ُ َﻮ ﱠﻓ ْﻮﻥَ ﺃ ُ ُﺟ‬
َ ‫ﻮﺭ ُﻛ ْﻢ َﻳ ْﻮ َﻡ ْﺍﻟ ِﻘ َﻴﺎ َﻣ ِﺔ َﻓ َﻤ ْﻦ ُﺯﺣْ ِﺰ َﺡ‬
ِ ‫ﻋ ِﻦ ﺍﻟ ﱠﻨ‬ ِ ‫ُﻛ ﱡﻞ َﻧ ْﻔ ٍﺲ ﺫَﺁ ِﺋ َﻘﺔُ ْﺍﻟ َﻤ ْﻮ‬
ِ ‫ﺍﻟﺪﱡ ْﻧ َﻴﺎ ِﺇﻻﱠ َﻣﺘَﺎﻉُ ْﺍﻟﻐُ ُﺮ‬
‫ﻭﺭ‬

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat
sajalah disempurnakan pahalamu.
Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka
sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan
yang memperdayakan. [Ali Imran:185].
Ketika seorang muslim meninggal, maka kewajiban bagi setiap orang di sekitarnya
untuk melakukan pengurusan jenazah sesuai dengan syariat Islam. Berikut ini
adalah proses pengurusan jenazah dalam Islam:

1. Memandikan mayat
Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata:

َ ‫ ﻓﻘﺎ‬، ُ‫ﺼ ْﺘﻪ‬


‫ﻝ‬ َ ‫ ﺃﻭ ﻗﺎﻝ ﻓﺄ َ ْﻗ َﻌ‬، ُ‫ﺼ ْﺘﻪ‬ َ ‫ ﺇﺫْ َﻭ َﻗ َﻊ ﻋﻦ ﺭﺍﺣﻠ ِﺘ ِﻪ َﻓ َﻮ َﻗ‬، ‫ﻲ ِ ﺻ ﱠﻠﻰ ﷲُ ﻋﻠﻴ ِﻪ ﻭﺳ ﱠﻠ َﻢ ﺑ َﻌ َﺮ َﻓ َﺔ‬
ّ ‫ﻭﺍﻗﻒ ﻣﻊ ﺍﻟﻨﺒ‬
ٌ ‫ﺑﻴﻨَﺎ ﺭﺟ ٌﻞ‬
‫ ﻭﻻ‬، ُ‫ﻄﻮﻩ‬ َ ‫ ﺃﻭ ﻗﺎ‬، ‫ ﻭ َﻛ ِّﻔﻨُﻮﻩُ ﻓﻲ ﺛَ ْﻮ َﺑﻴ ِْﻦ‬، ‫ ﺍ ْﻏﺴِﻠﻮﻩُ ﺑﻤﺎءٍ ﻭ ِﺳﺪ ٍْﺭ‬: ‫ﻲ ﺻ ﱠﻠﻰ ﷲُ ﻋﻠﻴ ِﻪ ﻭﺳ ﱠﻠ َﻢ‬
ُ ‫ ﻭﻻ ﺗ ُ َﺤ ِّﻨ‬، ‫ ﺛَ ْﻮ َﺑ ْﻴ ِﻪ‬: ‫ﻝ‬ ‫ﺍﻟﻨﺒ ﱡ‬
َ ُ‫ﷲ ﻳ ْﺒ َﻌﺜ ُﻪ‬
‫ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣ ِﺔ ﻳُ َﻠ ِّﺒﻲ‬ َ ‫ﺗ ُ َﺨ ِ ّﻤﺮﻭﺍ ﺭﺃ‬
‫ ﱠ‬، ُ ‫ﺳﻪ‬
َ ‫ﻓﺈﻥ‬

“Ada seorang lelaki yang sedang wukuf di Arafah bersama Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam. Tiba-tiba ia terjatuh dari hewan tunggangannya lalu meninggal. Maka
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: mandikanlah ia dengan air dan daun
bidara.
Dan kafanilah dia dengan dua lapis kain, jangan beri minyak wangi dan jangan
tutup kepalanya. Karena Allah akan membangkitkannya di hari Kiamat dalam
keadaan bertalbiyah” (HR. Bukhari no. 1849, Muslim no. 1206).

Juga hadits dari Ummu ‘Athiyyah radhialahu’anha, ia berkata:

‫ﺃﻛﺜﺮ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﺇﻥ‬ ً ‫ ﺃﻭ ﺧﻤ‬، ‫ ﺍ ْﻏﺴ ِْﻠﻨَﻬﺎ ﺛﻼﺛًﺎ‬: ‫ ﻓﺨﺮﺝ ﻓﻘﺎﻝ‬، ‫ﻭﺳﻠ َﻢ‬
َ ‫ ﺃﻭ‬، ‫ﺴﺎ‬ ‫ﺻﻠﻰ ﷲُ ﻋﻠﻴ ِﻪ ﱠ‬
‫ﻲِ ﱠ‬
ّ ‫ﺕ ﺍﻟﻨﺒ‬ ْ ُ‫ﺗ‬
ِ ‫ﻮﻓﻴﺖ ﺇﺣﺪﻯ ﺑﻨﺎ‬
‫ ﻓﺈﺫﺍ ﻓﺮﻏﺘ ُ ﱠﻦ ﻓﺂ ِﺫ ﱠﻧﻨِﻲ ﻓﻠﻤﺎ ﻓﺮﻏﻨﺎ ﺁﺫﻧﺎﻩ‬،‫ﻛﺎﻓﻮﺭ‬
ٍ ‫ ﺃﻭ ﺷﻴﺌًﺎ ﻣﻦ‬، ‫ﻛﺎﻓﻮﺭﺍ‬
ً ِ‫ ﻭﺍﺟﻌﻠﻦَ ﻓﻲ ﺍﻵﺧﺮﺓ‬، ‫ﻭﺳﺪﺭ‬
ٍ ٍ‫ ﺑﻤﺎء‬، ‫ﺭﺃﻳﺘ ُ ﱠﻦ ﺫﻟﻚ‬
‫ﻓﺄﻟﻘﻰ ﺇﻟﻴﻨﺎ ﺣﻘﻮﻩ ﻓﻀﻔﺮﻧﺎ ﺷﻌﺮﻫﺎ ﺛﻼﺛﺔ ﻗﺮﻭﻥ ﻭﺃﻟﻘﻴﻨﺎﻫﺎ ﺧﻠﻔﻬﺎ‬

3
“Salah seorang putri Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam meninggal (yaitu Zainab).
Maka beliau keluar dan bersabda: “mandikanlah ia tiga kali, atau lima kali atau
lebih dari itu jika kalian menganggap itu perlu. Dengan air dan daun bidara.
Dan jadikanlah siraman akhirnya adalah air yang dicampur kapur barus, atau
sedikit kapur barus. Jika kalian sudah selesai, maka biarkanlah aku masuk”. Ketika
kami telah menyelesaikannya, maka kami beritahukan kepada beliau. Kemudian
diberikan kepada kami kain penutup badannya, dan kami menguncir rambutnya
menjadi tiga kunciran, lalu kami arahkan ke belakangnya” (HR. Bukhari no. 1258,
Muslim no. 939).

2. Mengkafani
Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu tentang orang yang meninggal karena
jatuh dari untanya, di dalam hadits tersebut Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:

‫ ﻭ َﻛ ِّﻔﻨُﻮﻩُ ﻓﻲ ﺛَ ْﻮ َﺑﻴ ِْﻦ‬، ‫ﺍ ْﻏﺴِﻠﻮﻩُ ﺑﻤﺎءٍ ﻭ ِﺳﺪ ٍْﺭ‬

“Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara. Dan kafanilah dia dengan dua lapis
kain” (HR. Bukhari no. 1849, Muslim no. 1206).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ّ ‫ﺇِﺫَﺍ َﻛ ﱠﻔﻦَ ﺃ َ َﺣﺪُ ُﻛ ْﻢ ﺃَﺧَﺎﻩُ َﻓ ْﻠﻴُ َﺤ‬


ُ‫ﺴ ِْﻦ َﻛ َﻔ َﻨﻪ‬

“Apabila salah seorang diantara kalian mengkafani saudaranya, maka hendaklah


memperbagus kafannya” (HR. Muslim no. 943).
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ِ ‫ﺍﻟﺒﻴﺎﺽ ﻭﻛ ّﻔِﻨﻮﺍ ﻓﻴﻬﺎ ﻣﻮﺗﺎﻛﻢ ﻓﺈ ﱠﻧﻬﺎ ﻣِ ﻦ‬


‫ﺧﻴﺮ ﺛﻴﺎ ِﺑﻜﻢ‬ َ ‫ﺍﻟ َﺒﺴﻮﺍ ﻣِ ﻦ ﺛﻴﺎ ِﺑﻜﻢ‬

“Pakailah pakaian yang berwarna putih dan kafanilah mayit dengan kain warna
putih. Karena itu adalah sebaik-baik pakaian kalian” (HR. Abu Daud no. 3878,
Tirmidzi no. 994, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami no.1236).
Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha ia berkata:
ٌ‫ﻗﻤﻴﺺ ﻭﻻ ﻋﻤﺎﻣﺔ‬
ٌ ‫ ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻬﺎ‬. ‫ﻒ‬ ُ ‫ ﻣﻦ ُﻛ ْﺮ‬، ‫ﺑﻴﺾ ﺳﺤﻮﻟﻴ ٍﺔ‬
َ ‫ﺳ‬ ٍ ‫ﺏ‬ ِ ‫ﻝ ﷲِ ﺻ ﱠﻠﻰ ﷲُ ﻋﻠﻴ ِﻪ ﻭﺳ ﱠﻠ َﻢ ﻓﻲ ﺛﻼ‬
ٍ ‫ﺙ ﺃﺛﻮﺍ‬ ُ ‫ُﻛ ّﻔِﻦَ ﺭﺳﻮ‬
4
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dikafankan dengan 3 helai kain putih
sahuliyah dari Kursuf, tanpa gamis dan tanpa imamah” (HR. Muslim no. 941).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:
ً‫ ﺇﻻ ﺃﻥ ﻓﻲ ﺇﺳﻨﺎﺩﻩ ﻧﻈﺮﺍ ً ؛ ﻷﻥ ﻓﻴﻪ ﺭﺍﻭﻳﺎ ً ﻣﺠﻬﻮﻻ‬، ‫ﻭﻗﺪ ﺟﺎء ﻓﻲ ﺟﻌﻞ ﻛﻔﻦ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺧﻤﺴﺔ ﺃﺛﻮﺍﺏ ﺣﺪﻳﺚ ﻣﺮﻓﻮﻉ‬
، ‫ ﻓﻲ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﺛﻮﺍﺏ ﻳﻠﻒ ﺑﻌﻀﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﺑﻌﺾ‬: ‫ ﺃﻱ‬، ‫ ﺇﻥ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺗﻜﻔﻦ ﻓﻴﻤﺎ ﻳﻜﻔﻦ ﺑﻪ ﺍﻟﺮﺟﻞ‬: ‫ﻭﻟﻬﺬﺍ ﻗﺎﻝ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎء‬

“Dalam hal ini telah ada hadits marfu’ (kafan seorang wanita adalah lima helai kain,
Pen). Akan tetapi, di dalamnya ada seorang rawi yang majhul (tidak dikenal). Oleh
karena itu, sebagian ulama berkata: “Seorang wanita dikafani seperti seorang lelaki.
Yaitu tiga helai kain, satu kain diikatkan di atas yang lain.” (Asy Syarhul Mumti’,
5/393).
Disunnahkan menambahkan sarung, jilbab dan gamis bagi mayit wanita. Al Lajnah
Ad Daimah mengatakan:
‫ ﺛﻢ ﺍﻟﻘﻨﺎﻉ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺮﺃﺱ ﻭﻣﺎ ﺣﻮﻟﻪ‬, ‫ ﺛﻢ ﻗﻤﻴﺺ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺠﺴﺪ‬, ‫ ﻭﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻳﺒﺪﺃ ﺗﻜﻔﻴﻨﻬﺎ ﺑﺎﻹﺯﺍﺭ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﻮﺭﺓ ﻭﻣﺎ ﺣﻮﻟﻬﺎ‬,
‫ﺛﻢ ﺗﻠﻒ ﺑﻠﻔﺎﻓﺘﻴﻦ‬

“Mayit wanita dimulai pengkafananannya dengan membuatkan sarung yang


menutupi auratnya dan sekitar aurat, kemudian gamis yang menutupi badan,
kemudian kerudung yang menutupi kepala kemudian ditutup dengan dua lapis”
(Fatawa Al Lajnah Ad Daimah. 3/363).

3. Menyolatkan
Setelah dimandikan dan dikafani, mayat hendaknya langsung disolatkan. Adapun
rukun shalat jenazah adalah sebagai berikut:
1. Berniat di dalam hati
Adapun niat shalat jenazah laki-laki,
‫ﺽ ْﺍﻟ ِﻜﻔَﺎ َﻳ ِﺔ َﻣﺄ ْ ُﻣ ْﻮ ًﻣﺎ ِ¸ِ ﺗَ َﻌﺎ َﻟﻰ‬ ٍ ‫ﺖ ﺍ َ ْﺭ َﺑ َﻊ ﺗَ ْﻜ ِﺒ َﺮﺍ‬
َ ‫ﺕ َﻓ ْﺮ‬ ْ َ‫ﻋ َﻠﻰ َﻫﺬ‬
ِ ‫ﺍﺍﻟ َﻤ ِّﻴ‬ َ ‫ﺻ ِّﻠﻰ‬
َ ُ‫ﺍ‬

(Ushollii ‘alaa haadzal mayyiti arba’a takbirootin fardhol kifaayati ma’muuman


lillaahi ta’aalaa)
Niat shalat jenazah perempuan,
‫ﺽ ْﺍﻟ ِﻜﻔَﺎ َﻳ ِﺔ َﻣﺄ ْ ُﻣ ْﻮ ًﻣﺎ ِ¸ِ ﺗَ َﻌﺎ َﻟﻰ‬ ٍ ‫ﻋ َﻠﻰ َﻫ ِﺬ ِﻩ ْﺍﻟ َﻤ ِّﻴﺘَ ِﺔ ﺍ َ ْﺭ َﺑ َﻊ ﺗَ ْﻜ ِﺒ َﺮﺍ‬
َ ‫ﺕ َﻓ ْﺮ‬ َ ‫ﺻ ِّﻠﻰ‬
َ ُ‫ﺍ‬

5
(Ushollii ‘alaa haadzihill mayyitati arba’a takbirootin fardhol kifaayati ma’muuman
lillaahi ta’aalaa)
2. Berdiri bagi yang mampu
3. Melakukan empat kali takbir (tidak ada ruku’ dan sujud).
4. Setelah takbir pertama, membaca Al Fatihah.
5. Setelah takbir kedua, membaca shalawat (minimalnya adalah allahumma sholli
‘ala Muhammad).
6. Setelah takbir ketiga, membaca doa untuk mayit.
7. Salam setelah takbir keempat.
Di antara yang bisa dibaca pada do’a setelah takbir ketiga:
‫ﺞ َﻭﺍ ْﻟ َﺒ َﺮ ِﺩ‬ِ ‫ﺴ ْﻠﻪُ ِﺑﺎ ْﻟ َﻤﺎءِ َﻭﺍﻟﺜﱠ ْﻠ‬
ِ ‫ َﻭﺍ ْﻏ‬،ُ‫ﺳ ِْﻊ َﻣ ْﺪ َﺧ َﻠﻪ‬ ّ ‫ َﻭ َﻭ‬،ُ‫ َﻭﺃَﻛ ِْﺮ ْﻡ ﻧُﺰُ َﻟﻪ‬،ُ‫ﻋ ْﻨﻪ‬ َ ‫ْﻒ‬ ُ ‫ﺍﺭﺣ َْﻤﻪُ َﻭﻋَﺎ ِﻓ ِﻪ َﻭﺍﻋ‬ ْ ‫ﺍَﻟ ﱠﻠ ُﻬ ﱠﻢ ﺍ ْﻏﻔ ِْﺮ َﻟﻪُ َﻭ‬،
‫ َﻭﺃ َ ْﻫﻼً َﺧﻴ ًْﺮﺍ ﻣِ ْﻦ‬،ِ‫َﺍﺭﺍ َﺧﻴ ًْﺮﺍ ﻣِ ْﻦ ﺩ َِﺍﺭﻩ‬ ً ‫ َﻭﺃ َ ْﺑ ِﺪ ْﻟﻪُ ﺩ‬،‫ﺾ ﻣِ ﻦَ ﺍﻟ ﱠﺪ َﻧ ِﺲ‬ َ ‫ﺏ ﺍْﻷ َ ْﺑ َﻴ‬
َ ‫ﻄﺎ َﻳﺎ َﻛ َﻤﺎ َﻧ ﱠﻘﻴْﺖَ ﺍﻟﺜﱠ ْﻮ‬
َ ‫َﻭ َﻧ ِّﻘ ِﻪ ﻣِ ﻦَ ﺍ ْﻟ َﺨ‬
‫ﺏ ﺍﻟ ﱠﻨ ِﺎﺭ‬ ِ ‫ﻋﺬَﺍ‬ َ ‫ َﻭﺃ َ ِﻋ ْﺬ ُﻩ ﻣِ ْﻦ‬،‫ َﻭﺃ َ ْﺩﺧِ ْﻠﻪُ ﺍ ْﻟ َﺠ ﱠﻨ َﺔ‬،ِ‫ َﻭ َﺯ ْﻭ ًﺟﺎ َﺧﻴ ًْﺮﺍ ﻣِ ْﻦ َﺯ ْﻭ ِﺟﻪ‬،ِ‫ﺃ َ ْﻫ ِﻠﻪ‬
ِ ‫ﻋﺬَﺍ‬
َ ‫ﺏ ﺍ ْﻟ َﻘﺒ ِْﺮ َﻭ‬

Allahummaghfirla-hu warham-hu wa ‘aafi-hi wa’fu ‘an-hu wa akrim nuzula-hu,


wa wassi’ madkhola-hu, waghsil-hu bil maa-i wats tsalji wal barod wa naqqi-
hi minal khothoyaa kamaa naqqoitats tsaubal abyadho minad danaas, wa abdil-
hu daaron khoirom min daari-hi, wa ahlan khoirom min ahli-hi, wa zawjan khoirom
min zawji-hi, wa ad-khilkul jannata, wa a’idz-hu min ‘adzabil qobri wa ‘adzabin
naar.

“Ya Allah! Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia
(dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat
yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air
es.

Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju


yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia),
berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di
dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan
masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.” (HR. Muslim
no. 963)
4. Menguburkan
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:
6
‫ﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ‬ ‫ﺻ ﱠﻠﻰ ﱠ‬
َ ُ¹ َ ¹ ِ‫ﻝ ﱠ‬ ُ ‫ﺳﻤِ ْﻌﺖُ ﻣِ ْﻦ َﺭ‬
ِ ‫ﺳﻮ‬ َ ‫ﻝ ﺃَﺑُﻮ َﺑ ْﻜ ٍﺮ‬ ْ ‫ﺳ ﱠﻠ َﻢ‬
َ ‫ﺍﺧﺘَ َﻠﻔُﻮﺍ ﻓِﻲ ﺩَ ْﻓ ِﻨ ِﻪ َﻓ َﻘﺎ‬ َ ‫ﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َﻭ‬
َ ُ¹‫ﺻ ﱠﻠﻰ ﱠ‬ َ ِ¹ ‫ﻝ ﱠ‬ ُ ‫ﺳﻮ‬ ُ ‫ﺾ َﺭ‬ َ ‫َﻟ ﱠﻤﺎ ﻗُ ِﺒ‬
‫ﺎ ﺇِ ﱠﻻ ﻓِﻲ ْﺍﻟ َﻤ ْﻮ ِﺿ ِﻊ ﱠﺍﻟﺬِﻱ َﻳ ِﺠﺐُ ﺃ َ ْﻥ ﻳُﺪْ َﻓﻦَ ﻓِﻴ ِﻪ َﻓﺪَ َﻓﻨُ ْﻮﻩُ ﻓِﻲ َﻣ ْﻮ ِﺿ ِﻊ ﻓ َِﺮﺍ ِﺷ ِﻪ )ﺭﻭﺍﻩ‬º‫ُ َﻧ ِﺒﻴ‬¹ ‫ﺾ ﱠ‬ َ ‫ﻝ َﻣﺎ َﻗ َﺒ‬ َ ‫ﺳ ﱠﻠ َﻢ‬
َ ‫ﺷ ْﻴﺌًﺎ َﻣﺎ َﻧﺴِﻴﺘُﻪُ َﻗﺎ‬ َ ‫َﻭ‬
‫)ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ‬

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, para sahabat


berselisih pendapat dalam masalah tempat untuk mengubur Beliau.

Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu berkata,”Saya mendengar dari Rasulullah


Shallallahu ‘alaihi wa sallam sesuatu yang aku belum lupa.
Beliau bersabda,’Tidaklah Allah mewafatkan seorang Nabi, kecuali di tempat
tersebut wajib untuk dikubur’.” Kemudian mereka mengubur Beliau di tempat
tidurnya. [HR At Tirmidzi].

Itulah proses pengurusan jenazah menurut Islam. Demikianlah artikel yang singkat
ini. ```Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

C. Cara Mengurus Jenazah


Bagi salah seorang muslim yang meninggal dunia terdapat beberapa kewajiban yang
harus dilaksanakan oleh saudaranya sesama muslim yang masih hidup. Salah satu
kewajiban tersebut adalah menyelenggarakan jenazah. Menyelenggarakan jenazah
adalah suatu kegiatan yang dilakukan terhadap seseorang yang telah meninggal dunia.
Bagi umat Islam, penyelenggaraan jenazah terdiri atas memandikan, mengafankan,
menyolatkan, dan memakamkan jenazah tersebut. Secara singkat akan dipaparkan
deskripsi masing-masing kegiatan tersebut (Labib, 1994: 18)

a. Memandikan Jenazah Persyaratan jenazah yang dimandikan adalah:


1) Jenazah muslim laki-laki atau perempuan
2) Tidak mati syahid, artinya tidak mati dalam membela agama Allah
3) Tubuhnya ada meskipun hanya sebagian.

Selanjutnya tatacara memandikan jenazah adalah sebagai berikut:

1) Mempersiapkan dahulu segala keperluan untuk untuk mandi


2) Mempersiapkan air mutlak, yaitu air suci dan mensucikan

7
3) Tempat memandikan sebaiknya pada tempat tertutup
4) Sewaktu memandikan jenazah, agar badan ditutup terutama auratnya
5) Menyediakan air secukupnya, sabun, air kapur barus, dan wangi wangian
6) Sarung tangan satu atau dua stel, handuk atau kain, kain basahan dan lain-lain
yang diperlukan.
7) Memandikan dengan bilangan ganjil 3, 5, 7, 9 atau lebih
8) Bersihkan semua kotoran, najis dari seluruh badan jenazah, sebersihbersihnya
dengan hati-hati dan lembut. Sebaiknya memakai sarung tangan.
9) Memijit/menekan perutnya perlahan-lahan dengan hati-hati sekali, lalu
membersihkan auratnya dengan menggunakan kain atau sarung tangan.
10) Mewudhukan jenazah
11) Menyiramkan air ke anggota badan sebelah kanan, kemudian menyiram pada
anggota badan sebelah kiri. Bersihkan dengan sabun atau daun bidara, lalu
terakhir siram dengan air kapur barus.
12) Jenazah laki-laki dimandikan oleh orang laki-laki, demikian juga jenazah
perempuan dimandikan oleh orang perempuan. Namun diperbolehkan seorang
suami atau istri memandikan jenazah almarhum suami atau almarhumah istrinya
masing-masing.
13) Setelah selesai memandikan dengan baik, bersihkan/keringkan badannya dengan
handuk.
b. Mengkafankan
Mengkafankan atau membungkus jenazah dengan kain putih merupakan fardhu
kifayah. Kewajiban mengkafankan dan segala penyelenggaraan jenazah diambil dari
harta peninggalan mayit. Apabila jenazah tidak meninggalkan apa-apa atau harta
khusus untuk keperluan ini maka yang wajib membiayai adalah orang yang
memikul, yang memberi nafkah ketika masih hidup. Jika yang tersebut d atas juga
tidak ada, maka dari harta Baitul Mal umat Islam, atau ditanggung oleh kaum
muslimin yang mampu untuk mengurusi. Adapun kain kafan untuk jenazah laki-laki
terdiri dari 3 (tiga) lembar kain putih. Kain kafan untuk jenazah perempuan terdiri
dari 5 (lima) lembar. Utamanya kain kafan adalah kain putih, bersih, suci, sederhana,
dan kuat.

8
Berikut cara mempergunakan atau mengkafankan jenazah laki-laki:

1) Tiga lembar kain kafan dibentangkan dengan cara disusun. Kain yang paling
lebar dibentangkan di bawah sendiri atau 3 lembar kain kafan dibentangkan.
2) Sediakan kain atau tali pengikat jenazah secukupnya diletakkan di bawah kain
kafan yang telah dibentangkan.
3) Sediakan kapas secukupnya dengan diberi wangi-wangian kayu cendana, untuk
menutupi antara lain: kemaluan, wajah, buah dada dua-duanya, telinga dua
duanya, siku-siku tangan, tumit dua-duanya.
4) Angkat jenazah dengan hati-hati, baringkan di atas kain kafan dengan diberi
wangi-wangian.
5) Tutup dengan kapas bagian-bagian: wajah, kemaluan, buah dada, telinga, siku-
siku tangan, tumit.
6) Tutup/selimuti jenazah dengan kain kafan dari yang paling atas selembar-
selembarikat dengan tali 3 atau 5 ikatan.

Adapun cara mempergunakan atau mengkafankan jenazah perempuan:

1) Susun, bentangkan kain-kain potongan dengan rapi


2) Angkat jenazah dengan hati-hati, baringkan di atas kain kafan dengan diberi
wangi-wangian.
3) Tutup dengan kapas bagian-bagian: wajah, kemaluan, buah dada, telinga, siku-
siku tangan, tumit.
4) Mengikat pinggul dan kedua pahanya dengan kain.
5) Pasang dan selimutkan kain dari pinggang hingga kaki.
6) Pasangkan baju kurungnya
7) Pasangkan kerudung kepalanya
8) Sebaiknya rambut yang panjang dikepang menjadi tiga
9) Terakhir membungkus dengan kain kafan yang paling lebar
10) Ikat dengan tali 3 atau 5 ikatan

c. Shalat Jenazah
Shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah. Fardhu kifayah artinya sesuatu perbuatan
yang cukup dikerjakan oleh beberapa orang saja atau apabila suatu perbuatan itu
telah dilakukan oleh seseorang maka gugurlah yang lain dari kewajibannya. Akan

9
tetapi apabila jenazah itu sampai terlantar tidak ada yang melaksanakan, maka semua
kaum muslimin yang ada berdosa.
Adapun tata cara shalat jenazah adalah sebagai berikut:
1) Untuk jenazah laki-laki posisi berdiri imam searah kepala jenazah atau searah
dada ke atas. Untuk jenazah perempuan posisi imam searah lambung atau
pertengahan mayat.
2) Shalat jenazah sebaiknya dilakukan dengan berjama’ah. Bagi perempuan
diperbolehkan shalat jenazah secara bersama-sama kaum laki-laki atau
bergantian. Shalat jenazah boleh dilakukan di dalam masjid atau di rumah
jenazah atau di tempat lainnya.
3) Rukun shalat jenazah adalah: niat (dalam hati) untuk menyolatkan jenazah,
berdiri, takbir empat kali, membaca al-Fatihah, membaca shalawat atas Nabi
Muhammad saw, membaca doa untuk jenazah, salam.
4) Shalat jenazah tidak memakai ruku’ dan tidak memakai sujud serta tidak dengan
azan dan iqamah, cukup berdiri saja. Yang harus dipersiapkan oleh seseorang
dalam melakukan shalat jenazah adalah: suci dari hadats kecil maupun besar;
suci badan, pakaian dan tempat; menutup aurat; menghadap kiblat.
Adapun rukun shalat jenazah adalah sebagai berikut:
1. Berniat di dalam hati
Adapun niat shalat jenazah laki-laki,
‫ﺽ ْﺍﻟ ِﻜﻔَﺎ َﻳ ِﺔ َﻣﺄ ْ ُﻣ ْﻮ ًﻣﺎ ِ¸ِ ﺗَ َﻌﺎ َﻟﻰ‬ ٍ ‫ﺖ ﺍ َ ْﺭ َﺑ َﻊ ﺗَ ْﻜ ِﺒ َﺮﺍ‬
َ ‫ﺕ َﻓ ْﺮ‬ ْ َ‫ﻋ َﻠﻰ َﻫﺬ‬
ِ ‫ﺍﺍﻟ َﻤ ِّﻴ‬ َ ‫ﺻ ِّﻠﻰ‬
َ ُ‫ﺍ‬
(Ushollii ‘alaa haadzal mayyiti arba’a takbirootin fardhol kifaayati ma’muuman
lillaahi ta’aalaa)
Niat shalat jenazah perempuan,
ِ ِ ‫ﺽ ْﺍﻟ ِﻜﻔَﺎ َﻳ ِﺔ َﻣﺄ ْ ُﻣ ْﻮ ًﻣﺎ‬
‫¸ ﺗَ َﻌﺎ َﻟﻰ‬ ٍ ‫ﻋ َﻠﻰ َﻫ ِﺬ ِﻩ ْﺍﻟ َﻤ ِّﻴﺘَ ِﺔ ﺍ َ ْﺭ َﺑ َﻊ ﺗَ ْﻜ ِﺒ َﺮﺍ‬
َ ‫ﺕ َﻓ ْﺮ‬ َ ‫ﺻ ِّﻠﻰ‬
َ ُ‫ﺍ‬
(Ushollii ‘alaa haadzihill mayyitati arba’a takbirootin fardhol kifaayati ma’muuman
lillaahi ta’aalaa)
2. Berdiri bagi yang mampu
3. Melakukan empat kali takbir (tidak ada ruku’ dan sujud).
4. Setelah takbir pertama, membaca Al Fatihah.
5. Setelah takbir kedua, membaca shalawat (minimalnya adalah allahumma sholli
‘ala Muhammad).
6. Setelah takbir ketiga, membaca doa untuk mayit.
7. Salam setelah takbir keempat.
10
Di antara yang bisa dibaca pada do’a setelah takbir ketiga:
‫ﺞ َﻭﺍ ْﻟ َﺒ َﺮ ِﺩ‬ِ ‫َﻭﺍﻟﺜﱠ ْﻠ‬ ِ‫ﺴ ْﻠﻪُ ِﺑﺎ ْﻟ َﻤﺎء‬ ّ ‫ َﻭ َﻭ‬،ُ‫ َﻭﺃَﻛ ِْﺮ ْﻡ ﻧُﺰُ َﻟﻪ‬،ُ‫ﻋ ْﻨﻪ‬
ِ ‫ َﻭﺍ ْﻏ‬،ُ‫ﺳ ِْﻊ َﻣ ْﺪ َﺧ َﻠﻪ‬ َ ‫ْﻒ‬ ُ ‫ﺍﺭﺣ َْﻤﻪُ َﻭﻋَﺎ ِﻓ ِﻪ َﻭﺍﻋ‬ ْ ‫ﺍ ْﻏﻔ ِْﺮ َﻟﻪُ َﻭ‬ ‫ﺍَﻟ ﱠﻠ ُﻬ ﱠﻢ‬،
‫َﺧﻴ ًْﺮﺍ ﻣِ ْﻦ ﺃ َ ْﻫ ِﻠ ِﻪ‬ ً‫ َﻭﺃ َ ْﻫﻼ‬،ِ‫َﺍﺭﺍ َﺧﻴ ًْﺮﺍ ﻣِ ْﻦ ﺩ َِﺍﺭﻩ‬ ً ‫ َﻭﺃ َ ْﺑ ِﺪ ْﻟﻪُ ﺩ‬،‫ﺾ ﻣِ ﻦَ ﺍﻟ ﱠﺪ َﻧ ِﺲ‬َ ‫ﺏ ﺍْﻷ َ ْﺑ َﻴ‬
َ ‫ﻄﺎ َﻳﺎ َﻛ َﻤﺎ َﻧ ﱠﻘﻴْﺖَ ﺍﻟﺜﱠ ْﻮ‬
َ ‫ﻣِ ﻦَ ﺍ ْﻟ َﺨ‬ ‫ َﻭ َﻧ ِّﻘ ِﻪ‬،
ِ ‫ﻋﺬَﺍ‬
‫ﺏ ﺍﻟ ﱠﻨ ِﺎﺭ‬ َ ‫ َﻭﺃ َ ِﻋ ْﺬﻩُ ﻣِ ْﻦ‬،َ‫ َﻭﺃ َ ْﺩﺧِ ْﻠﻪُ ﺍ ْﻟ َﺠ ﱠﻨﺔ‬،ِ‫َﻭ َﺯ ْﻭ ًﺟﺎ َﺧﻴ ًْﺮﺍ ﻣِ ْﻦ َﺯ ْﻭ ِﺟﻪ‬
ِ ‫ﻋﺬَﺍ‬
َ ‫ﺏ ﺍ ْﻟ َﻘﺒ ِْﺮ َﻭ‬
Allahummaghfirla-hu warham-hu wa ‘aafi-hi wa’fu ‘an-hu wa akrim nuzula-hu, wa
wassi’ madkhola-hu, waghsil-hu bil maa-i wats tsalji wal barod wa naqqi-hi minal
khothoyaa kamaa naqqoitats tsaubal abyadho minad danaas, wa abdil-hu daaron
khoirom min daari-hi, wa ahlan khoirom min ahli-hi, wa zawjan khoirom min zawji-
hi, wa ad-khilkul jannata, wa a’idz-hu min ‘adzabil qobri wa ‘adzabin naar.
“Ya Allah! Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia
(dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat
yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es.
Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju
yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia),
berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di
dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan
masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.” (HR. Muslim no.
963)
d. Pemakaman
Apabila dalam perawatan jenazah dirasakan telah cukup, maka sesegera mungkin
membawa jenazah ke kuburan untuk dimakamkan. Diusahakan jangan sampai
terlalu lama jenazah berada di rumah. Hendaklah dalam rangka mengiringkan
jenazah, suasana tetap sepi dan tenang dengan berjalan kaki. Pengiring berada di
sekitar jenazah, di depan, di belakang, di samping kiri, dan di samping kanan.
Dalam pembuatan liang kubur ada dua macam, yaitu:
1) dengan cara yang disebut syaq, yakni tempat jenazah berada di tengah-tengah
liang kubur;
2) Dengan cara yang disebut liang lahat, yakni tempat jenazah berada di luar
dinding liang kubur. Panjang liang kubur disesuaikan dengan panjangnya
jenazah, lebar kurang lebih 80 cm, dan dalamnya kurang lebih 150 atau 200 cm.
Adapun tata cara mengubur jenazah adalah sebagai berikut:
1) Masukkan jenazah dengan meletakkan dari arah kirinya.
2) Letakkan badan miring sebelah kanan dan mukanya menghadap kiblat, diganjal
diberi sandaran dengan tanah supaya tidak terbalik ke belakang, sambil
11
mengucapkan ‘Bismillah wa ‘alaa millati Rasulillah’ yang artinya: dengan nama
Allah dan atas agama Rasulullah.
3) Melepaskan tali ikatan kafan, kemudian ditutup dengan tanah bekas galian
kuburan tersebut.
4) Kuburan ditimbun dan diberi tanda misalnya batu nisan.
5) Membaca doa bersama-sama pengiring jenazah agar jenazah diampuni dosanya

D. Ziarah Kubur
1. Pengertian Ziarah Kubur
ziarah kubur adalah mengunjungi kuburan dengan maksud untuk mengambil
pelajaran terkait dengan kematian dan kehidupan akhirat serta mendoakan mayit
agar dosa-dosanya diampuni oleh Swt.

2. Dasar Hukum Ziarah Kubur


Ziarah kubur bagi laki-laki hukumnya sunnah, sedangkan bagi wanita hukumnya
mubah. Hal ini berdasarkan Hadis Rasulullah Saw.:
Artinya: “Sungguh aku dahulu telah melarang kamu ziarah kubur, maka sekarang
Muhammad Saw. telah diizinkan untuk berziarah ke kubur ibundanya, maka
ziarahlah kamu karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan akan akhirat”.
(HR. At-Tirmizi).
3. Adab Ziarah Kubur
Adab ziarah kubur antara lain adalah:
 Ketika masuk area kuburan, disunnahkan mengucapkan salam kepada ahli
kubur, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. mengajarkan kepada
para sahabat agar ketika masuk kuburan mengucapkan yang Artinya:
“Semoga keselamatan dicurahkan atasmu wahai para kubur dari orang-orang
yang beriman dan orang-orang Islam. Dan kami, jika Allah menghendaki,
akan menyusulmu. Aku memohon kepada Allah agar memberikan
keselamatan kepada kami dan kamu sekalian (dari siksa).” (HR Muslim).
 Tidak duduk di atas kuburan, serta tidak menginjaknya berdasarkan sabda
Nabi Saw. yang artinya “Janganlah kalian shalat (memohon) kepada kuburan,
dan janganlah kalian duduk di atasnya.” (HR. Muslim).

12
 Tidak melakukan thawaf sekeliling kuburan atau kegiatan lainnya dengan niat
untuk bertaqarrub (mendekatkan diri kepada Allah Swt.) karena hal itu tidak
pernah diajarkan oleh Nabi Saw.
 Tidak boleh memohon pertolongan dan bantuan kepada mayit, meskipun dia
seorang Nabi atau wali sebab hal itu termasuk perbuatan syirik.
 Disunnahkan untuk ziarah kubur dengan tujuan mengambil pelajaran dan
mengingat kematian.
4. Hikmah Ziarah Kubur
Di antara hikmah dari ziarah kubur ini antara lain seperti berikut:
1. Mengingat kematian.
2. Dapat bersikap zuhud (menjauhkan diri dari sifat keduniawian).
3. Selalu ingin berbuat baik sebagai bekal kelak di alam kubur dan hari akhir.
4. Mendoakan si mayat yang muslim agar diampuni dosanya dan diberi
kesejahteraan di akhirat.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata jenazah, bila ditinjau dari segi bahasa (etimologis), berasal dari bahasa
Arab dan menjadi turunan dari isim masdar (adjective) yang diambi dari fi’il madi
janazayajnizu-janazatan wa jinazatan. Bila huruf jim dari kata tersebut dibaca fathah
(janazatan), kata ini berarti orang yang telah meninggal dunia. Namun bila huruf
jimnya dibaca kasrah, maka kata ini memiliki arti orang yang mengantuk.Demikian
keterangan yang dijelaskan oleh sang penulis kitab Matali’ al-Anwar (An-Nawawi
t.th, 104).
Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa jenazah adalah seseorang yang telah meninggal dunia yang
diletakkan di dalam tanduan (usungan) ketika ia meninggal dunia.
Sesuai ketentuan agama Islam, penyelenggaraan jenazah dilakukan melalui
suatu prosedur tertentu. Prosedur dimaksud merupakan persyaratan yang harus
ditempuh apabila salah seorang umat islam meninggal dunia. Dalam hukum Islam
ada empat kewajiban yang harus diperlakukan pada seseorang yang telah meninggal
dunia, yaitu: (i) memandikan; (ii) mengkafani; (iii) menyalatkan; (iv) mengubur
jenazah tersebut (Labib, 1994: 18).
Dasar Hukum Ziarah Kubur Ziarah kubur bagi laki-laki hukumnya sunnah,
sedangkan bagi wanita hukumnya mubah. Hal ini berdasarkan Hadis Rasulullah
Saw.:
Artinya: “Sungguh aku dahulu telah melarang kamu ziarah kubur, maka sekarang
Muhammad Saw. telah diizinkan untuk berziarah ke kubur ibundanya, maka
ziarahlah kamu karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan akan akhirat”.
(HR. At-Tirmizi).

B. Saran Dan Kritik

14
DAFTAR PUSTAKA

Agus Riyadi. 2013. Upaya Pemberdayaan dan Peningkatan Keterampilan

Pemulasaraan Jenazah di Wilayah Kecamatan Mijen Kota Semarang. Dimas.

Assobuni Moh Ali. 1981. Sofwatut Tafasir. Edisi ke-4. Darul Quran Karim. Bairut.

Departemen Agama R.I, 1990. Al-Qur’an dan Tejemahnya, Jakarta: CV.


Bumirestu,

Notoadmodjo, S. 1998. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Rineka Cipta.

Bandung.

Syaikh Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Dar el Fikr, juz 2,

Damaskus:

Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 5 No.2, Pustaka Iman Syafi’i:Bogor

15

Anda mungkin juga menyukai