Oleh :
2023
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 12
B. Saran ..................................................................................................................... 13
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan petunjuk
danhidayahnya sehingga makalah ini dengan judul “Tata Cara Pengurusan Jenazah”.
Makalah ini dibuat sebagai tugas mata pelajaran Agama Islam. Untuk itu tidak lupa saya
sampaikan Terima kasih kepada Guru mata pelajaran Agama Islam yang telah memberi tugas
dan membimbing saya dalam mengerjakan makalah ini. saya juga mengucapkan terima kasih
kepada seluruh pihak yang turut andil dalam memberikontribusi baik langsung maupun tidak
langsung.
Makalah ini merupakan hasil dari kemampuan penulis sehingga saran dan kritik yang
membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan penulisan-penulisan yang akan datang. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat memberikan wawasan yang lebih luas
kepada pembaca.. Aamiin. Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan
dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan sarannya
Penyusun
1
BAB I
PENDAHULUAN
Allah swt menciptakan manusia sebagai makhluk sosial agar mereka saling menolong dalam
segala urusan. Kematian (ajal) adalah hal yang pasti terjadi pada setiap makhluk yang bernyawa, tidak
ada yang mengetahui kapan dan di mana ia akan menemui ajal, dalam keadaan baik atau buruk. Bila
ajal telah tiba maka maka tidak ada yang bisa memajukan ataupun mengundurkannya. 1 Setiap
Muslim wajib mengingat akan datangnya kematian, bukan hanya karena kematian itu merupakan
perpisahan dengan keluarga atau orang-orang yang dicintai, melainkan karena kematian merupakan
pertanggung jawaban atas amal yang dikerjakan selama orang tersebut hidup di dunia. 2 Tiap manusia
sudah ditentukan ajalnya sendiri-sendiri oleh Allah swt, hanya saja manusia tidak mengetahui kapan
ajal itu akan datang, dan dimana tempatnya ia menghembuskan nafas penghabisan. Ada manusia yang
masih sangat muda meninggal dunia, atau masih bayi atau sudah tua dan ada pula yang sudah sangat
tua baru meninggal, semua itu Allah swt yang menentukan. Walhasil manusia tidak dapat lari dari
kematian. Mau lari ke mana, maka di sana pula mati akan mengejarnya. Death is common to all
people and varying cultures have their own way of understanding life, death, and the state after death.
(Kematian adalah umum untuk semua orang dan budaya yang bervariasi. memiliki cara mereka
sendiri untuk memahami kehidupan, kematian, dan keadaan setelah kematian). Dalam Al-Quran
disebutkan وْ اAAُنَةٌ يَّقُوْ لA ْبهُ ْم َح َسA ص ُ ْاَ ْينَ َما تَ ُكوْ نُوْ ا يُ ْد ِر ْك ُّك ُم ْال َمو
ٍ ْت َولَوْ ُك ْنتُ ْم فِ ْي بُرُو
ِ ُج ُّم َشيَّ َد ٍة ۗ َواِ ْن ت
ح ِد ْيثًا
َ َ ْالقَوْ ِم اَل يَ َكا ُدوْ نَ يَ ْفقَهُوْ ن: Artinya; “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatimu
sekalipun kamu berada dalam benteng yang kuat …. (Q.S. An Nisa’ : 78). 2 Dalam ajaran Islam,
kehormatan manusia sebagai khalifah Allah swt dan sebagai ciptaan termulia, tidak hanya terjadi dan
ada ketika masih hidup di dunia saja. Akan tetapi kemuliaannya sebagai makhluk Allah swt tetap ada
2
walaupun fisik sudah meninggal. Kesinambungan kemuliannya sebagai makhluk Allah terjadi karena
ruhnya tetap hidup berpindah ke alam lain, yang sering disebut dengan alam berzakh, alam di antara
dunia dan akhirat. Penghormatan dan pemuliaan tersebut dilakukan sejak mulai dari perawatan
jenazah, yang diteruskan oleh ahli waris atau handai taulan yang masih hidup setelah jenazah
seseorang meninggal diberikan dalam beragam bentuk, seperti ziarah, berkirim doa, dan sebagainya.
Karena pentingnya pengurusan jenazah sejak memandikan jenazah sampai penguburan jenazah maka
Rasulullah saw memberikan kabar gembira bagi siapa saja yang mau mengurus jenazah sampai
selesai dengan pahala yang besar, sebagaimana sabda beliau: Artinya: Dari Abu Hurairah ra bahwa
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa mengurus jenazah sampai menyolatkannya, maka baginya
satu qirath. Dan barangsiapa mengurus jenazah sampai diamkamkan, maka baginya dua qirath”
Seseorang bertanya: “Apa itu dua qirath?” Beliau bersabda: “Dua gunung besar”. 1 Pengurusan
jenazah muslim sangatlah penting karena jika ada seorang muslim meninggal di suatu tempat dan
tidak ada yang bisa merawatnya dengan benar (sesuai dengan ajaran agama Islam), maka seluruh
masyarakat yang tinggal di tempat tersebut akan mendapatkan dosa karena pengurusan jenazah
merupakan wajib kifayah bagi umat Islam. Oleh sebab itu harus ada orang muslim yang mampu untuk
mengurusi jenazah dengan benar berdasarkan ajaran agama Islam tidak terkecuali bagi masyarakat
muslim. Salah satu kajian fiqih yang paling sering dipraktekkan di tengah-tengah masyarakat
adalah kajian masalah salat jenazah, kita memandang dari aspek teori salat jenazah
merupakan salah satu masalah ibadah yang amat gampang jika dibayangkan bahkan kita
menyepelekan masalah tersebut. Namun jika kita melihat dari aspek praktek masih banyak
itu dalam makalah ini mengangkat sebuah tema yang berkaitan dengan menyolatkan jenazah
dengan tujuan sebagai pandangan bagaimana seharusnya menyolatkan jenazah dengan baik
dan benar. Kemudian dalam makalah ini juga membahas bagaimana pengertian salat jenazah
itu sendiri, syarat dan rukunnya termasuk kaifiat dalam salat jenazah.
B. Rumusan Masalah
3
1. Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan
C. Tujuan Penulisan
1. Berdasarkan dari uraian rumusan masalah yang telah diuraikan, maka yang menjadi
BAB II
LANDASAN TEORI
4
A. Pengertian Shalat Jenazah dan Hukumnya
Shalat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah shalat yang dilakukan umat muslim
jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan shalat jenazah ini adalah
fardhu kifayah. Artinya apabila sebagian kaum muslimin telah melaksanakan pengurusan
jenazah orang muslim yang meninggal dunia maka tidak ada lagi kewajiban kaum muslim
yang lainnya untuk melaksanakan pengurusan jenazah tersebut (Musthafa, 2003 hal: 94).
Jenazah seorang muslim yang sudah dimandikan dan dikafani dengan baik, maka terus
disalatkan. Para Imam ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati jenazah itu hukumnya fardu
ُ ع َِن اب ِْن
kifayah. Kewajiban menyalati jenazah berdasarkan hadis Nabi SAW : ع َم َررضي هللا
)الطبران
Artinya: “Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Salatkanlah olehmu
orang-orang yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah dan salatlah kamu di belakang orang
َ Aَصلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ ْم َكانَ يُْؤ تى باِ ل َّرج ُِل ْال ُمت
ِهA َعلَ ْيAوفَّىA َّ ِ اَ َّن لنَّب:ب ه َُري َْرتَ رضي هللا عنه قَا َل
َ ي ِ َع َْن ا
احبُ ُك ْم
ِ Aص َ َلِ ِم ْينAال لِ ْل ُم ْسA
َ لُّوْ ا َعلَىAص Aَ Aَلَّى َواِاَّل قAص َ ال ِّديْنُ فَيَ ْسا َ ُل هَلْ تَ َركَ لِ ِد ْينِ ِه فَضْ الً؟ فَاِ ْن ُحد
َ ِّث اَنَّهُ ت ََر
َ ك َوفَا ًء
) ومسلمA(رواه البخاري
Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a. katanya, “Bahwa seorang laki-laki yang meninggal
dalam keadaan berhutang dan hal itu disampaikan kepada Nabi SAW. Maka Nabi
dikatakan orang bahwa ia meninggalkan harta untuk membayarnya, maka beliau akan
5
menyalati jenazah itu. Jika tidak beliau akan memesankan kepada kaum muslimin,
Jika jenazah itu tidak utuh, misalnya tinggal sebagian anggota tubuhnya saja yang dapat
ditemukan, maka anggota tubuh yang ada itulah yang harus dimandikan, dikafani, dan
disalatkan. Hal ini pernah dilakukan sahabat Nabi SAW. yang menyalatkan tangan
Abdurrahman yang dijatuhkan oleh seekor burung. Mereka mengenal tangan Abdurrahman
Apabila jenazah itu berupa bayi yang gugur dalam kandungan tetapi tampak tanda-
tanda hidup sebelum gugur, hukum memandikannya sama seperti jenazah biasa. Tetapi jika
tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan hidup, maka tidak perlu disalatkan. Jadi, yang wajib
disalatkan adalah jenazah muslim, yaitu manusia yang hidup, memiliki roh sekalipun masih
dalam kandungan.
Adapun jenazah yang bukan muslim tidak boleh disalatkan hanya boleh dimandikan,
dikafani kemudian dikuburkan, karena Rasulullah SAW. Pernah menyuruh Ali bin Abi Talib
memandikan ayahnya dan mengkafaninya saja tanpa menyalatkan”. Firman Allah SWT. juga
mereka yang mati (dalam keadaan kufur kepada Allah dan Rasul Nya) dan jangan engkau
Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di antaranya tidak dipenuhi,
maka salatnya tidak sah menurut syara’. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut. Salat
6
jenazah termasuk dalam ibadah salat, maka syarat-syaratnya pun sama dengan yang telah
1. Beragama Islam
5. Menutup aurat, laki-laki auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita
auratnya sampai seluruh anggota badan, kecuali muka dan telapak tangan
Perbedaanya dengan salat fardu yang lain adalah mengenai waktu, karena salat jenazah
ini ia dapat dilakukan pada waktu kapan saja ketika ada jenazah. Bahkan menurut
golongan Hanafi dan Syafi’i salat ini boleh dilaksanakan pada waktu-waktu terlarang.
Akan tetapi Ahmad dan Ibnu Mubarak, dan Ishak memandang makruh melakukan salat
jenazah pada waktu terbitnya matahari, waktu istiwa dan saat terbenamnya, kecuali jika
Artinya :
7
“Saya niat salat atas mayat ini empat takbir fardlu kifayah, karena Allah. Allahhu
Akbar.”
2. Berdiri bagi yang mampu. Ini merupakan pendapat jumhur ulama, maka tidak sah
menyalatkan jenazah sambil duduk atau berkendaraan kalau tidak ada uzur. Dalam kitab al
Mugni dikatakan, “Tidak boleh menyalatkan jenazah ketika sedang berkendaraan, karena itu
menghalangi sikap berdiri yang diwajibkan”. Imam Syafi’i juga berpendapat demikian,
termasuk Abu Hanifah dan Abu Saur tanpa ada menentangnya. Disunatkan menggenggam
tangan kiri dengan tangan kanan pada saat berdiri sebagaimana yang dilakukan salat fardu
biasa.
3. Membaca takbir empat kali, seperti yang tersebut dalam hadis Nabi SAW.
Artinya :
“Dari jabir r.a bahwa Nabi SAW. menyalatkan Najasi (raja Habsyi), maka beliau membaca
takbir empat kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Turmudzi berkata bahwa hal itu telah diamalkan oleh kebanyakan ulama dari para
sahabat Nabi SAW. dan lainnya. Mereka berpendapat bahwa takbir dalam salat jenazah itu
sebanyak empat kali. Demikian juga pendapat Syafi’i, Sufyan, Ahmad, Ibnul Mubarak, dan
Ishak.
5. Membaca salawat atas Nabi Muhammad SAW. dilanjutkan dengan takbir ketiga. Membaca
surat al Fatihah dan salawat Nabi dalam jenazah, sebaiknya dengan cara sirri (bisik-bisik).
Jumhur ulama berpendapat bahwa, baik membaca al Fatihah atau membaca salawat Nabi,
berdoa serta memberi salam disunatkan secara sirri kecuali bagi imam, maka baginya sunat
jahar pada takbir dan taslim untuk pemberitahuan kepada makmum. Membaca salawat
sekurang-kurangnya dengan mengucapkan Allahumma shalli ‘ala Muhammad itu sudah
cukup. Sedangkan yang lebih utama adalah mengikuti apa yang diajarkan oleh nabi sebagai
berikut :
Artinya :
8
“Ya Allah limpahkanlah karunia atas Nabi Muhammad serta keluarga Muhammad
sebagaimana telah Engkau limpahkan atas Nabi Ibrahim dan berilah berkah kepadA
Muhammad serta keluarga Muhammad sebagaimana telah Engkau berikan kepada Ibrahim di
antara seluruh penduduk alam, sungguh engkau ya Allah Mahaterpuji lagi Mahamulia.”
Artinya :
Rasulullah SAW. bersabda, “Jika kamu menyalatkan jenazah, maka berdoalah untuknya
dengan tulus ikhlas.” (HR. Abu Dawud dan Baihaqi, juga Ibnu Hibban yang menyatakan
sahihnya)
Doa dianggap sah walaupun hanya secara singkat. Akan tetapi yang lebih utama adalah
membaca doa berikut :
Artinya :
“Ya Allah ampunilah dia, kasihanilah dia, mafkanlah dia, muliakanlah dia, lapangkanlah
tempatnya dan bersihkanlah dia dengan air, air salju, dan air embun. Sucikanlah dia dari dosa
sebagaimana kain yang putih bila disucikan dari noda. Dan gantilah rumahnya dengan tempat
kediaman yang lebih baik, begitu pun keluarga serta istrinya dengan yang lebih berbakti,
serta lindungilah dia dari bencana kubur dan siksa neraka.” (HR. Muslim)
Disunatkan membaca doa setelah takbir keempat, seperti yang dijelaskan dalam hadis nabi
SAW. riwayat Ahmad dari Abdullah bin Abi Aufa :
Artinya :
“Ketika putrinya meninggal dunia, Abdulah bin Aufa menyalaatkan dengan membaca empat
kali takbir, kemudian setelah takbir keempat ia masih berdiri selama kira-kira antara dua
takbir membaca doa. Kemudian katanya, “Rasulullah SAW. selalu melakukan seperti ini
terhadap jenazah.”
Imam Syafi’i berkata, “Setelah takbir keempat, hendaklah membaca doa sebagai berikut :
ِ ك يَااَرْ َح َم الر
ََّاح ِم ْين َ اَللّهُ َّم اَل تَحْ ِر ْمنَااَجْ َرهُ َواَل تَ ْفتِنَّابَ ْع َدهُ َوا ْغفِرْ لَن
َ َِاولَهُ بِ َرحْ َمت
9
Artinya :
“Ya Allah janganlah Engkau tidak memberikan pahala kepadanya dan janganlah Engkau
menjadikan fitnah kepada kami setelahnya, berilah ampunan kepada kami dan kepadanya
dengan rahmatMu wahai Dzat Yang memberi Rahmat.”
Sedangkan Abu Hurairah berkata, “Orang-orang dulu biasanya membaca setelah takbir
keempat itu, dan sebagai berikut :
Artinya :
“Ya Allah Tuhan kami, berilah kami di dunia kebaikan dan juga di akhirat dan lindungilah
kami dari siksa neraka.”
8. Mengucapkan Salam
Salam pada salat jenazah menurut para fuqaha termasuk fardu, kecuali Abu Hanifah yang
mengatakan bahwa salam kesebelah kanan dan kiri hukumnya wajib, tetapi bukan termasuk
rukun dengan alasan bahwa salat jenazah termasuk salah satu macam salat dan untuk
mengakhiri salat adalah dengan membaca salam. Ibnu Mas’ud mengatakan, “Mengucapkan
salam ketika salat jenazah seperti salam waktu salat biasa, sekurang-kurangnya
Assalamu’alikum, tetapi Ahmad berpendapat membaca satu kali salam itu adalah sunah
dengan menghadapkan mukanya kesebelah kanan, boleh juga ke arah depan berdasarkan
perbuatan Rasulullah dan para sahabat. Mereka hanya memberi salam hanya satu kali, tidak
ada yang membantah pada waktu itu. Imam Syafi’i berkata bahwa hukum mengucapkan
salam dua kali adalah sunah, yaitu dimulai dengan menghadapkan muka kesebelah kanan,
kemudian salam yang kedua kesebelah kiri, sedangkan Ibnu Hazmin menganggap bahwa
salam yang kedua termasuk dzikir dan amalan yang baik (Abidin dan Suyono, 1998: 168).
Setelah syarat-syarat dipenuhi, maka orang yang mengerjakan salat jenazah berdiri lurus di
depannya, lalu mengangkat kedua tangan sambil membaca takbiratul ihram. Letakkan
tangan kanan di atas tangan kiri kemudian membaca surat al Fatihah diikuti dengan takbir
lagi dan membaca salawat Nabi, kemudian takbir yang ketiga diikuti membaca doa kepada
jenazah, lalu takbir keempat dan berdoa lagi kemudian salam.
Letakkanlah jenazah orang yang menyalatkan atau di depan imam jika berjamaah dengan
kepala jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu laki-laki maka orang yang salat (imam)
berdiri sejajar dengan kepala. Jika perempuan maka orang yang salat (imam) berdiri sejajar
dengan tengah-tengah badan jenazah. Apabila jenazah lebih dari satu orang, boleh
disalatkan sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan ketentuan, jenazah laki-laki diletakkan
10
lebih dekat dengan imam dan jenazah perempuan lebih dekat dengan arah kiblat, semuanya
didepan imam dengan yang lebih utama di dekatnya, kemudian disalatkan bersama-sama.
Boleh juga menyalatkan yang laki-laki terlebih dahulu, baru kemudian yang perempuan.
Seseorang boleh menyalatkan jenazah yang berada di tempat yang jauh, yang disebut salat
gaib. Cara melaksanakannya sama dengan melaksanakan salat jenazah biasa dengan niat
salat gaib dan wajib menghadap kiblat. Ibnu Hazmin berkata bahwa jenazah gaib itu
disalatkan secara berjamaah. Rasulullah SAW. telah menyalatkan Raja Najasyi yang
meninggal di Habsyi bersama sahabat yang berdiri bersaf-saf. Ini merupakan Ijma yang tak
di ingkari.
BAB III
PENUTUP
11
A. Kesimpulan
Hasil makalah ini yang menunjukkan pengaruh positif dan signifikan dari
Pembelajaran Shalat Jenazah untuk tingkat siswa menengah atas. Adapun beberapa
manfaat dari makalah ini : 1. Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat
yang dilakukan umat muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum
2. Jenazah seorang muslim yang sudah dimandikan dan dikafani dengan baik,
maka terus disalatkan. Para Imam ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati jenazah itu
hukumnya fardu kifayah. Kewajiban menyalati jenazah berdasarkan hadis Nabi SAW :
Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Salatkanlah olehmu orang-orang yang
mengucapkan kalimat Lailaha illallah dan salatlah kamu di belakang orang yang
3. Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di antaranya tidak
dipenuhi, maka salatnya tidak sah menurut syara’. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai
berikut. Salat jenazah termasuk dalam ibadah salat, maka syarat-syaratnya pun sama
dengan yang telah diwajibkan pada salat-salat fardu lainnya. Syarat-syaratnya adalah:
beragama Islam, sudah baligh dan berakal, suci dari hadis atau najis suci seluruh anggota
badan, pakaian dan tempat, menutup aurat, laki-laki auratnya antara pusat sampai lutut,
sedang wanita auratnya sampai seluruh anggota badan, kecuali muka dan telapak tangan,
menghadap kiblat.
4. Rukun salat jenazah yaitu: Niat, Berdiri bagi yang mampu, Membaca takbir
empat kali, membaca surat al Fatihah, membaca salawat atas nabi Muhammad SAW,
salam.
12
5. Kaifiat salat jenazah: Apabila jenazah ada di depan tempat Salat, Letakkanlah
jenazah orang yang menyalatkan atau di depan imam jika berjamaah dengan kepala
jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu laki-laki maka orang yang salat (imam) berdiri
sejajar dengan kepala. Jika perempuan maka orang yang salat (imam) berdiri sejajar
dengan tengah-tengah badan jenazah. Apabila jenazah ada di tempat yang jauh.
Seseorang boleh menyalatkan jenazah yang berada di tempat yang jauh, yang disebut
salat gaib. Apabila jenazah telah dikubur, menyalatkan jenazah di atas kuburan hukumnya
B. Saran
Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan untuk dapat melakukan shalat
jenazah jika ada yang memerlukan karena itu adalah wajib. Dan juga dengan adanya
pembahasan tentang tata cara pengurusan jenazah ini pemakalah berharap kepada kita semua
agar selalu ingat akan kematian dan mempersiapkan diri untuk menyanbut kematian itu.
Pemakalah juga berharap dengan adanya pembahasan ini dapat dijadikan pembelajaran bagi
guru pendidikan Islam untuk mendidik dan memberitahukan pada siswa sejak dini bagaimana
cara menyalati jenazah dengan baik. Dan juga kepada seluruh umat muslim dalam
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Slamet dan Moh. Suyono. 1998. Fiqih Ibadah. Bandung: Pustaka Setia.
13
Pasha, Mustafa Kamal. 2003. Fiqih Islam. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri.
14